Anda di halaman 1dari 5

Nama : Kusuma Dewi

Kelas : PJKR A
Username : 19040422010076
Tugas Akhir Modul 2

Setelah mempelajari dan berdiskusi secara seksama tentang tema pada Modul 2, tolong
berikan penjelasan secara ringkas, jelas dan padat tentang:
1. Intisasri sejarah olimpiade kuno dan modern
2. Penerapan 5 kajian filsafat dalam bidang olahraga
3. Peran strategis olahraga dalam pengembangan karakter bangsa

Penjelasan
1. Intisari Sejarah Olimpiade Kuno dan Modern
a. Olimpiade Kuno
Sejak ribuan tahun lalu bangsa Yunani sudah mengenal olahraga dalam arti yang
paling sederhana. Mereka melakukannya untuk kepentingan pasukan perang atau
kemiliteran. Dengan berolahraga diharapkan para prajurit akan tangkas dan sigap dalam
bertempur. Olimpiade yang paling awal konon sudah diselenggarakan bangsa Yunani
kuno pada tahun 776 Sebelum Masehi. Kegiatan itu diikuti seluruh bangsa Yunani dan
dilangsungkan untuk menghormati dewa tertinggi mereka, Zeus. Zeus bermukim di
Gunung Olimpus yang kemudian dipakai sebagai nama Olimpiade hingga sekarang.
Olimpiade kuno juga diselenggarakan setiap empat tahun, para olahragawan terbaik
dari seluruh Yunani berdatangan ke arena di sekitar Gunung Olimpus. Mereka
bertanding secara perorangan, bukan atas nama tim. Para atlet yang akan bertanding
terlebih dulu berlatih keras selama sepuluh bulan di daerah masing-masing. Dulu, di
Yunani sering terjadi perang saudara, namun ketika pesta olahraga berlangsung, pihak
yang bertikai melakukan gencatan senjata. Siapa yang melanggar konsensus akan
dikenakan denda. Bangsa Sparta pernah diharuskan membayar denda karena melanggar
gencatan senjata selama Perang Peloponnesus. Menjelang pertandingan, panitia
pelaksana menyembelih babi kurban.
Saat ini di wilayah Olympia, Yunani terdapat sekelompok bangunan kecil dan
gelanggang di alam terbuka. Sisa-sisa puing gelanggang latihan itu merupakan
peninggalan arkeologis yang dilestarikan pemerintah Yunani. Pada pesta Olimpiade
kerap terjadi perjanjian perdamaian atau persekutuan antar bangsa. Juga timbul
berbagai kegiatan transaksi. Barang-barang yang dijajakan antara lain anggur, makanan,
jimat, dan benda-benda ibadah. Olimpiade kuno mempertandingkan cabang-cabang
atletik seperti lari, loncat, dan lempar. Ada juga pacuan kuda dan pacuan kereta. Karena
aturannya belum baku, para penonton sering terkena lemparan batu atau ditabrak kereta
kuda para peserta.
Dalam sejarah dikisahkan bahwa peserta lomba harus bertelanjang bulat sebagai
bentuk persembahan kesucian di depan sang Dewa, terlebih ketika Sang Juara
Olimpiade pada saat itu mampu menghentikan peperangan yang sedang bergejolak. Hal
ini menjadi suatu pertanda bahwa olahraga saat itu diyakini sebagai alat perdamaian
dan alat pemersatu antar suku.
Dari kisah tersebut tergores pesan-pesan yang dalam bahwa olahraga adalah
aktivitas yang luar biasa, yang mampu mengasah dan menguji kemampuan individu
dalam sebuah persaingan yang ketat (excellent), juga sebagai aktivitas kesucian yang
mampu mendamaikan perselisihan demi persahabatan abadi (friendsip dan respect).
Di Olympia juga masih dijumpai batu-batu yang merupakan pijakan olahraga lari.
Pijakan batu itu disusun sedemikian rupa agar para pelari bisa mendapat ruang gerak ke
kiri dan ke kanan. Pada saat start para pelari harus menempatkan telapak kaki pada
batubatu pijakan itu. Ada pula panel-panel tentang lomba lari khusus membawa perisai.
Lomba ini banyak disukai penonton karena dianggap lucu. Pembukaan Olimpiade
selalu diwarnai lomba kereta dengan empat kuda. Sekitar 40 kereta dijajarkan dalam
kandang di gerbang keluar. Jarak yang ditempuh hampir 14 km, yakni 12 kali pulang
pergi antara dua tiang batu yang ditancapkan di tanah. Berbeda dengan Olimpiade
modern, dulu mahkota kemenangan tidak diberikan kepada sais atau joki, melainkan
kepada pemilik kereta dan kuda yang umumnya orang-orang kaya. Orang kaya yang
haus kehormatan biasanya mengirim paling sedikit tujuh kereta kuda untuk mengikuti
perlombaan.
Berbagai pertandingan dalam Olimpiade kuno boleh dikatakan serba keras. Para
pelari berpacu secepat-cepatnya tanpa memakai alas kaki. Para penunggang kuda
berlomba habis-habisan tanpa pelana atau sanggurdi. Para peloncat membawa pemberat
yang diayun-ayunkan untuk menambah dorongan maju. Olahraga yang terkeras adalah
pankration, yakni perpaduan antara gulat dan tinju gaya tradisional. Para atlet boleh
menyepak atau mencekik lawan, yang tidak diperbolehkan adalah memijit mata,
menggigit, dan mematahkan jari. Fairplay benar-benar diperhatikan para atlet.
Beberaba artefak purba memperlihatkan adegan tinju antara dua atlet. Pemenang adu
tinju adalah pihak yang dapat memukul kepala lawan. Pihak yang kalah harus
mengacungkan jari tanda mengaku kalah.
Olimpiade kuno hanya boleh ditonton dan diikuti oleh para pria. Sebab para atlet
harus bertanding dengan tubuh telanjang, kecuali untuk kesempatan khusus, seperti
lomba kereta kuda. Mereka berbusana beraneka ragam untuk menunjukkan status sosial
si pemilik kereta dan kuda. Bagi orang Yunani telanjang merupakan cara paling sesuai
untuk berolahraga. Mereka bangga kalau memiliki tubuh yang atletis. Pemenang
pertandingan mendapatkan mahkota dedaunan, seperti daun zaitun liar sebagai
pengganti medali. Kadang-kadang sang juara diarak masuk kota melalui sebuah lubang
yang dibuat khusus pada tembok kota. Mereka dielu-elukan di jalan kota dan disambut
pembacaan puisi. Penghargaan lain kepada olahragawan berprestasi berupa
pembebasan dari pajak dan mendapat makanan gratis. Beberapa kota juga memberikan
bonus uang dalam jumlah besar. Bahkan di kota kediaman pemenang didirikan patung
mereka. Banyak patung batu dan perunggu masih tersisa sampai kini dan itulah hadiah
paling abadi milik sang juara. Salah satu bagian cabang atletik yang masih tetap dikenal
hingga kini adalah maraton, yakni perlombaan lari sejauh kira-kira 42 km.
Olimpiade mencapai puncaknya pada abad ke-6 dan ke-5 SM, tetapi kemudian
secara bertahap mengalami penurunan seiring jatuhnya Yunani ke tangan Romawi.
Tidak ada konsensus yang menyatakan secara resmi mengenai berakhirnya Olimpiade,
namun teori yang paling umum dipegang saat ini adalah pada tahun 393 M, saat Kaisar
Romawi, Theodosius menyatakan bahwa semua budaya praktik-praktik kuno Yunani
harus dihilangkan. Kemudian, pada tahun 426 M, Theodosius II memerintahkan
penghancuran semua kuil Yunani. Setelah itu, Olimpiade tidak diadakan lagi sampai
akhir abad ke-19.
b. Olimpiade Modern
Ajang olahraga pertama yang pelaksanaannya serupa dengan Olimpiade kuno
adalah L'Olympiade de la République, sebuah festival olahraga nasional yang diadakan
pada tahun 1796 sampai 1798 selama masa Revolusi Perancis. Dalam pelaksanaannya,
ajang ini mengadopsi beberapa peraturan-peraturan yang berlaku dalam Olimpiade
kuno. Ajang ini juga menandai diterapkannya sistem metrik ke dalam cabang-cabang
olahraga.
Pada tahun 1850 sebuah Kelas Olimpiade didirikan oleh Dr. William Penny
Brookes di Much Wenlock, Shropshire, Inggris. Selanjutnya, pada tahun 1859, Dr.
Brookes mengganti nama Kelas Olimpiade menjadi Olimpiade Wenlock. Ajang
tersebut tetap diadakan hingga hari ini. Tanggal 15 November 1860, Dr. Brookes
membentuk Perkumpulan Olimpiade Wenlock.
Antara tahun 1862 dan 1867, di Liverpool diadakan ajang Grand Olympic
Festival. Ajang ini dicetuskan oleh John Hulley dan Charles Melly dan merupakan
ajang olahraga pertama yang bersifat internasional, meskipun atlet-atlet yang
berpartisipasi kebanyakan merupakan "atlet amatir". Penyelenggaraan Olimpiade
modern pertama di Athena pada tahun 1896 hampir identik dengan Olimpiade
Liverpool. Pada tahun 1865, Hulley, Dr. Brookes dan EG Ravenstein mendirikan
Asosiasi Olimpiade Nasional di Liverpool, yang merupakan cikal bakal terbentuknya
Asosiasi Olimpiade Britania Raya. Selanjutnya, pada tahun 1866, sebuah ajang
bernama Olimpiade Nasional Britania Raya diselenggarakan di London untuk pertama
kalinya.
Pada tanggal 16-23 Jni 1894, dibentuklah Komite Olimpiade Internasional atau
IOC (International Olympic Committee) dalam sebuah kongres di Universitas
Sorbonne, Paris. Komite ini lantas menyelenggarakan Olimpiade untuk kali pertama di
tahun 1896 di Athena, Yunani. Olimpiade ini diikuti oleh 14 negara dengan 241 atlet
dalam 9 cabang olahraga. Setelah itu, Olimpiade digelar terus setiap empat tahun sekali
hingga sekarang.

2. Penerapan 5 Kajian Filsafat dalam Bidang Olahraga


Kategori falsafah ada lima bidang berdasarkan persoalannya, yaitu:
a. Metafizik yaitu bidang falsafah yang memikirkan tentang kewujudan.
b. Epistmologi yaitu bidang falsafah yang berfikir tentang ilmu pengetahuan.
c. Etika yaitu bidang falsafah yang memikirkan tentang kemoralan manusia.
d. Logika adalah suatu bidang falsafah yang mengkaji penalaran manusia.
e. Estetika yakni bidang falsafah yang memikirkan tentang keindahan.
Pendidikan jasmani merupakan suatu bagian yang tidak terpisahkan dari
pendidikan umum. Lewat program penjas dapat diupayakan peranan pendidikan
untuk mengembangkan kepribadian individu. Tanpa penjas, proses pendidikan di
sekolah akan pincang. Sumbangan nyata pendidikan jasmani adalah untuk
mengembangkan keterampilan (psikomotor). Karena itu posisi pendidikan jasmani
menjadi unik, sebab berpeluang lebih banyak dari mata pelajaran lainnya untuk membina
keterampilan. Hal ini sekaligus mengungkapkan kelebihan pendidikan jasmani dari
pelajaran-pelajaran lainnya. Jika pelajaran lain lebih mementingkan pengembangan
intelektual, maka melalui pendidikan jasmani terbina sekaligus aspek penalaran, sikap dan
keterampilan.

3. Peran Strategis Olahraga dalam Pengembangan Karakter Bangsa


Karakter mulia peserta didik merupakan hasil kumulatif nilai-nilai yang diperoleh
dari berbagai sumber pendidikan. Pendidikan karakter tidak hanya tugas dari pendidikan
agama, dan PKN semata, tetapi mata pelajaran yang lain juga memiliki sumbangan yang
berarti, tak terkecuali Penjas. Mata pelajaran satu dengan yang lainnya saling bahu-
membahu membentuk karakter peserta didik. Karakter mulia peserta didik merupakan
hasil kumulatif nilai-nilai yang diperoleh dari berbagai sumber pendidikan. Pendidikan
karakter tidak hanya tugas dari pendidikan agama, dan PKN semata, tetapi mata pelajaran
yang lain juga memiliki sumbangan yang berarti, tak terkecuali Penjas. Mata pelajaran
satu dengan yang lainnya saling bahu-membahu membentuk karakter peserta didik.
Pendidikan melalui aktivitas jasmani mempunyai pengertian bahwa aktivitas jasmani
dalam Penjas digunakan sebagai alat/media untuk mendidik, sedang tujuan pendidikannya
adalah sama dengan pendidikan secara umum yakni aspek kognitif, afektif, psikomotor,
dan kinestetik. Penjas memanfaatkan aktivitas jasmani sebagai alat untuk mendidik.
Pendidikan memiliki pengertian yang lebih luas dan dalam dibanding dengan mengajar.
Aspek gerak (kinesthetic) memang merupakan tujuan dominan dari Penjas, namun
demikian tidak berarti bahwa aspek yang lain diabaikan, misalnya: kognitif, afektif dan
psikomotor juga mendapat perhatian yang serius. Penjas tidak hanya menangani perihal
fisik semata namun lebih dari pada itu aspek mental, emosional, dan sosial juga mendapat
perhatian.
Peserta didik agar memiliki karakter mulia tidak cukup hanya mendapatkan
pengajaran tentang karakter mulia tersebut. Keteladanan dinyakini lebih efektif dari pada
pengajaran. Satu keteladanan lebih efektif dari pada seribu nasehat.
Penanaman nilai kerja sama juga dapat dilakukan lewat Penjas yakni dengan
pembiasaan kerja sama tim/kelompok pada olahraga permainan. Kesuksesan olahraga
beregu sangat ditentukan oleh kerja sama/ kekompakan dari setiap anggota tim. Kebiasaan
bekerja sama dalam permainan olahraga ini diharapkan dapat diimplikasikan dalam
kehidupan bermasyarakat dalam bidang yang lebih luas.
Disiplin, materi Penjas berupa permainan dan olahraga syarat dengan peraturan yang
mengikat. Pembiasaan taat peraturan dalam permainan dan olahraga ini diharapkan dapat
diimplikasikan dalam bidang kehidupan lain yang lebih luas. Kepatuhan terhadap
peraturan merupakan salah satu indikasi sikap disiplin dan bertanggung jawab.
Kepekaan sosial, untuk menanamkan nilai ini melalui Penjas dapat dilakukan
dengan beberapa tindakan di antaranya adalah membiasakan peserta didik membantu guru
menyiapkan alat pembelajaran, menanamkan rasa empati terhadap teman atau lawan
bermain ketika menderita kecelakaan, menjenguk teman yang sakit, menggalang dana
sosial lewat iven olahraga, melakukan olahraga dengan sikap sportif, dan pertandingan
persahabatan. Kepekaan rasa sosial di lapangan olahraga ini di harapkan dapat
diimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat sehingga memunculkan rasa saling
menyayangi, tolong-menolong, dan empati terhadap penderitaan orang lain.
Agar peserta didik memiliki jiwa optimis melalui Penjas dapat dilakukan beberapa
tindakan antara lain: (1) penyadaran terus-menerus bahwa setiap peserta didik memiliki
potensi tinggi untuk berprestasi namun keberhasilannya tergantung tingkat usaha,
dedikasi, semangat, dan daya juang masing-masing; (2) menanamkan jiwa keihlasan dan
senantiasa mengharap keridhoan dari Tuhan atas kiprahnya dalam bidang Penjas; dan (3)
rajin berdoa dengan penuh harap agar prestasi yang dicita-citakan dikabulkan Tuhan.

Anda mungkin juga menyukai