Anda di halaman 1dari 22

EDUKA Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis Vol.4 No.

2 Desember 2018 ISSN: 2505-5406

TAMAN HIKMAH:
RIWAYAT PESANTREN DAN TAREKAT

LUKMAN HAKIM

Dosen Program Studi Pendidikan Ekonomi Universitas Pamulang


*)
email: ramadlanriqui@yahoo.com

ABSTRAK

Banyak informasi yang menyebutkan bahwa Islam masuk ke Indonesia melalui jalur tarekat.
Ajaran-ajaran tarekat yang berakar dari tradisi tasawuf ini kemudian menyebar, seperti benih
yang tumbuh di lahan yang subur. Ini yang menyebabkan bahwa kajian dan pengamal tarekat di
Indonesia tidak pernah sepi dari peminatnya. Di Indonesia, sebelum abad ke 18 dan 19, tarekat
tumbuh dalam lingkungan istana. Namun setelah penjajahan kolonial Belanja berhasil
menancapkan kuku kekuasaannya di Indonesia, tarekat bergeser ke pedalaman, dipelajari dan
dipraktekkan di lingkungan pesantren. Pesantren memang memiliki akar sejarah yang panjang di
Indonesia, khususnya dalam hal penyebaran agama Islam. Di samping itu, pesantren juga punya
peran signifikan dalam konteks pendidikan keagamaan Islam. Beragaman khazanah intelektual
Islam seperti aqidah, fiqh, tafsir, hadis, tasawuf dan lain sebagainya diajarkan dalam pesantren.
Di samping itu, tarekat juga menjadi magnet lain bagi pertumbuhan pesantren di Nusantara.
Tarekat memang tidak semata disuguhkan dalam konteks kajian ilmiah. Ia juga disuguhkan
menjadi praktek yang hidup di tengah-tengah masyarakat untuk membimbing umat Islam
berjalan untuk berjumpa dengan Allah dan memperbaiki akhlak melalui berbagai latihan tarekat.
Pengajaran tarekat membutuhkan kedekatan antara murid dengan seorang mursyid. Dalam
konteks itulah, pesantren menjadi lahan yang cocok bagi pengajaran tarekat, khususnya di
Indonesia.
.

Kata Kunci: Tasawuf, Tarekat, Mursyid, Kiai dan Pesantren

80
EDUKA Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis Vol.4 No. 2 Desember 2018 ISSN: 2505-5406

PENDAHULUAN melulu menjadi faktor tunggal dari


Banyak sarjana Barat menyaksikan perbedaan karakteristik Islam di Indonesia
keunikan perkembangan Islam di Indonesia. dengan dunia Islam lainnya.
Berbagai perspektif tersaji dalam beberapa Infrastruktur perkembangan Islam,
kajian. Semua itu mendeskripsikan betapa sejak awal kedatangannya memang
kaya khazanah yang dimiliki oleh Islam di dipersiapkan secara baik di Indonesia yang
Indonesia. Singkatnya, semua kemudian malah mempercepat
menggambarkan universalisme Islam dapat pertumbuhannya. Ada dua faktor dalam hal
membaur dalam budaya lokal untuk ini. Pertama, pertumbuhan gilda-gilda yang
selanjutnya, dalam istilah Nurcholish dibangun oleh para saudagar dari Arab,
Madjid (biasa disapa Cak Nur), meng- Persia dan India. Gilda-gilda itu tidak hanya
Indonesia. Islam Indonesia, digambarkan berfungsi sebagai rumah peristirahatan
lebih lanjut oleh Cak Nur sebagai perpaduan sementara dan kantor perwakilan dagang,
yang sempurna dari nilai-nilai universal tapi juga sering kali digunakan sebagai pusat
tanpa sekalipun kehilangan elan dakwah penyebaran Islam dengan membawa
kosmopolitanismenya sebagaimana dulu, ulama-ulama kompeten dari negeri-negeri
dalam peradaban Islam klasik berjumpa tersebut. Kedua, ritual perjalanan Haji ke
dengan budaya Helenisme di kota-kota yang Tanah Suci yang bahkan telah terjadi jauh
baru saja dibuka oleh Islam seperti di sebelum ada terusan Suez dan Kapal
Baghdad, Mesir, Damaskus dan lain bermesin uap ditemukan.
sebagainya. Kedua faktor di atas sangat
Tentu aspek historisitas kehadiran menentukan pemebentukan karakteristik
Islam di bumi Nusantara adalah salah satu Islam di Indonesia pada periode berikutnya.
faktor penentu pembentukan karakteristik Dari gilda-gilda itu lahirlah lembaga
Islam di Indonesia yang tetap menjejakkan pendidikan Islam yang kelak kita sebut
kakinya dalam tradisi budaya setempat. sebagai pesantren. Sementara itu kepergian
Jikalah Islam menyebar di berbagai wilayah beberapa orang berhaji ke Tanah Suci, juga
Timur Tengah lebih dominan disebabkan dimaksudkan untuk menuntut ilmu agama
faktor politik, ini tidak terjadi di Indonesia. kepada guru-guru yang otoritatif yang pada
Tapi perbedaan latar belakang itu tidak akhirnya juga membentuk karakteristik

81
EDUKA Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis Vol.4 No. 2 Desember 2018 ISSN: 2505-5406

kajian keislaman di Indonesia pada periode Memang beberapa catatan sejarah


selanjutnya. Biasanya para haji yang membuktikan bahwa masuknya Islam ke
melanjutkan pendidikannya itu akan kembali Indonesia di antaranya melalui metode
ke tanah air setelah mendapatkan ijazah dari tarekat. Banyak mursyid (guru tarekat,
para syeikh di Tanah Suci untuk selanjutnya selanjutnya ditulis menjadi mursyid) yang
mengajarkan dan menyebarkan Islam pernah bermukim dan dimakamkan di
kepada masyarakat. Sebagian besar mereka Indonesia memiliki jasa terhadap
membangun basis pengajaran perkembangan Islam di Indonesia.
keagamaannya di dalam pesantren. Pengajaran tarekat dan ilmu keagamaan
Berbagai disiplin keagamaan Islam lainnya memang diawali dari perjumpaan
mereka pelajari di Mekah dan Madinah, para murid dan santri dengan ulama atau
seperti fiqh, tafsîr, hadîts, aqîdah dan mursyid di gilda-gilda yang difasilitasi oleh
tashawwuf. Beberapa di antaranya para saudagar yang datang dari India atau
mendalami dan masuk ke dalam tharîqah Timur Tengah.
(selanjutnya ditulis tarekat). Selanjutnya Pesantren memiliki kontribusi yang
tarekat banyak diajarkan di pesantren- cukup signifikan terhadap pertumbuhan
pesantren di mana para kiai, tidak hanya tarekat di Indonesia. Oleh karenanya kajian
berfungsi sebagai pimpinan pondok, juga atas pengaruh pertumbuhan tarekat dan
menjadi mursyid tarekat. perkembangan Islam di Indonesia yang
Tentu pengajaran tarekat bukanlah tradisinya masih dipertahankan di beberapa
pelajaran utama yang diberikan di pesantren layak untuk terus dieksplorasi
pesantren-pesantren di Indonesia. Namun di lebih dalam. Tulisan ini diturunkan
sisi lain, tarekat menjadi salah satu daya mengingat belum banyak kajian yang
tarik sebuah pesantren, di mana para santri mendeskripsikan tentang signifikansi
tidak hanya datang untuk memperdalami pesantren dalam mendesiminasikan ajaran-
ilmu agama, tetapi juga ingin masuk dan ajaran tarekat di Indonesia. Tapi tulisan ini
menyelam ke samudra spiritualitas Islam hanya akan menyajikan pertumbuhan
yang lebih luas untuk menggapai ma‘rifah pengajaran tarekat di pesantren berdasarkan
(selanjutnya ditulis menjadi makrifah). pendekatan sosial historis dengan
menggunakan analisis studi kepustakaan.

82
EDUKA Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis Vol.4 No. 2 Desember 2018 ISSN: 2505-5406

Bahkan di sisi lain, tarekat tidak hanya yang pernah dihidupkan oleh Nabi dan para
berkembang di lingkungan pesantren yang sahabatnya di awal sejarah Islam.
notabene didominasi oleh masyarakat Asketisme awal mengajarkan kita
tradisional. Ia terus merambah dan masuk ke untuk tidak terlalu memutlakkan dan
dalam masyarakat modern dan kota. bergantung pada dunia karena sifatnya yang
Belakangan ini malah tumbuh kajian atas sementara. Oleh mereka, asketisme
urban sufism dengan beragam coraknya, dipraktekkan dengan meninggalkan
menurut penulis, pastilah berakar dalam kemewahan dunia, hidup dengan zuhd, dan
tradisi tarekat yang telah lama berakar pada terus berupaya untuk membersihkan serta
tradisi Indonesia melunakkan hati dari godaan hawa nafsu.
Dalam prakteknya asketisme memiliki
Tradisi Tarekat: Jalan Bersama
beragam varian dan karakteristik
Mencapai Makrifah
sebagaimana yang dijalankan oleh para
Tarekat yang diajarkan oleh para zâhid. Beragam karakteristik disimpulkan
Kiai di lingkungan pesantren di Indonesia oleh al-Taftazani ke dalam beberapa bagian
berakar dari ajaran tashawwuf (sufisme, ini:
selanjutnya di-Indonesiakan menjadi “pertama, asketisme yang didasarkan
tasawuf) yang tumbuh sejak abad ke-2 H. pada ide menjauhi hal-hal duniawi, untuk
Ajaran ini disebarkan pertama-tama oleh meraih pahala akhirat dan memelihara diri
para shâlih, seperti Hasan al-Bashrî, Abû dari azab api neraka. Ide ini berakar dari
Yazid al-Busthâmî, Rabî`ah al-`Adawiyyah, ajaran-ajaran al-Qur‟ân dan al-Sunnah.
Ibrahîm bin Adhâm dan lain sebagainya. Kedua, asketisme bercorak praktis,
Doktrin pertama yang dikembangkan dalam para pendirinya tidak menaruh perhatian
sufisme adalah asketisme (zuhd). Lahirnya buat menyusun prinsip-prinsip teoritis atas
asketisme, menurut sebagian ilmuwan, aktivitasnya itu. Sarana-sarana praktis yang
merupakan respon atas kondisi sosial-politik dimaksud adalah hidup dalam ketenangan
umat Islam, khususnya penguasa Umayyah dan kesederhanaan secara penuh, sedikit
yang hidup dalam gelimang harta dan tahta. makan dan minum, banyak beribadah dan
Kenyataan ini justru berbalik dari tradisi mengingat (dzikr) Allah, tunduk mutlak

83
EDUKA Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis Vol.4 No. 2 Desember 2018 ISSN: 2505-5406

pada kehendak Allah dan berserah diri Pendapat Trimingham tersebut bercorak
kepada-Nya. filosofis, lebih cenderung pada kajian
Ketiga, motivasi asketisme adalah mistisisme. Memang dalam prakteknya
rasa takut. Yaitu rasa takut yang muncul dari banyak kaum sufi seperti Abû Yazid al-
landasan keagamaan secara sungguh- Busthâmî, al-Hallâj, Ibn al-`Arâbî
sungguh. mengembangkan faham tentang kesatuan
Keempat, asketisme merupakan cikal wujud antara manusia dan Tuhan dalam
bakal dari lahirnya ajaran sufisme yang hulûl, fanâ’ al-baqâ dan al-ittihâd yang
kemudian terus dikembangkan oleh para kemudian banyak dikaji dan dihayati oleh
“pengembara” di jalan Allah. para pelaku mistisisme. Tapi pandangan
Nicholson menyebut asketisme mereka dalam sufisme bukanlah
merupakan tangga pertama dari sufisme. Al- mainstream, bahkan ada yang mengatakan
Taftazani menyebutkan bahwa, “tasawuf sesat, sekalipun tuduhan atas kesesatannya
secara umum adalah falsafah hidup dan cara sering kali tidak mendasar. Al-Taftazani
tertentu dalam tingkah laku manusia, dalam menegaskan bahwa sufisme jelas berbeda
upayanya merealisasikan kesempurnaan dengan mistisisme dalam hal sumber.
moral, pemahaman tentang hakikat realitas, Sufisme lahir dari kesadaran keagamaan
dan kebahagiaan ruhaniah.” Al-Taftazani sementara mistisisme lahir dari filsafat.
lebih menekankan sufisme sebagai upaya Jalan tasawuf menuju pengalaman
pelatihan spiritualitas yang lebih spiritual “berjumpa” dengan Allah seperti
menekankan pada kesempurnaan akhlak dan menapak jalan berliku dan terjal. Tidak
kebahagiaan hati. semua orang dapat melalui jalan itu. Ada
Sementara itu Trimingham yang mencoba melaluinya, tapi jika tak ada
menyebutkan, “bahwa tasawuf adalah suatu petunjuk dari seorang guru, bisa saja arah
situasi pengalaman spiritual yang paralel jalan yang ditapaki itu justru membawanya
dengan aliran utama kesadaran Islam yang menjauh dari tujuan semula berjumpa
diturunkan dari wahyu dan dipraktekkan dengan Allah. Oleh karenanya para pendaki
dalam syariah dan teologi.” Ditambah lagi, (sâlik, murid) itu membutuhkan bimbingan
bahwa ada kecenderungan dalam sufisme dari seorang guru sufi (mursyid).
untuk manunggal antara Tuhan dan manusia.

84
EDUKA Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis Vol.4 No. 2 Desember 2018 ISSN: 2505-5406

Dalam konteks itulah kemudian Dari pusat-pusat pendidikan itulah


bermunculan pusat-pusat pendidikan “calon kemudian berkembang berbagai mazhab
sufi” kepada beberapa tokoh sufi di sekitar dalam sufisme yang kelak disebut dengan
abad ke-6 dan 7 H. Pusat-pusat pendidikan tarekat. Kata tarekat, mengutip dari Lindung
itu kemudian dikenal dengan nama ribâth, Hidayat Siregar, berakar dari al-Qur‟ân.
zawiyyah, tekke dan khanaqah. Menurut Kata itu disebut sebanyak sembilan kali di
Trimingham, terdapat perbedaan-perbedaan antaranya, Q.S. al-Nisâ (4): 168-169; Q.S.
mendasar antara istilah-istilah pusat Thâhâ (20): 63, 77 dan 104; Q.S. al-
pendidikan tersebut. Ribâth seringkali Mu‟minûn (23): 17, Q.S. al-Ahqâaf (46): 30,
diartikan sebagai rumah peristirahatan dan dan; Q.S. al-Jîn (72): 11 dan 16.
pusat latihan ruhani bagi calon sufi. Kata “Tarekat” secara etimologis
Sementara khanaqah sering kali disebut dalam berbagai makna: (1) jalan dan
didefinisikan sebagai rumah persinggahan cara (al-kayfiyyah); (2) metode dan sistem
bagi para pengelana (musafir fi Allah) (al-uslûb); (3) mazhab, aliran dan haluan
sekedar untuk beristirahat, berdiskusi dan (al-madzhab); dan (4) keadaan (al-hâlah).
memperdalam ilmu tasawuf oleh seorang Dalam terminologi Islam ada beberapa
mursyid yang mengelola tempat tersebut. istilah yang memiliki padanan makna yang
memang ada kemiripan konsepsional antara sama dengan tarekat, di antaranya syarî`ah
ribâth dan khanaqah, sebagai sama-sama dan sunnah. Syarî`ah biasa diartikan sebagai
tempat persinggahan yang difungsikan jalan utama. Beberapa ulama
sebagai tempat belajar atau pertemuan para mengistilahkannya sebagai “jalan raya” di
sufi. Sedangkan zawiyyah, adalah rumah mana berbagai macam bentuk ajaran Islam
yang ditinggali oleh seorang mursyid seperti aqîdah, fiqh, `ibâdah dan lain
bersama dengan murid-muridnya. Biasanya sebagainya. Biasanya syarî`ah lebih
zawiyyah dibangun jauh dan terisolasi dari menekankan pada aspek formalitas
penduduk, tapi ada juga yang menyebutnya keagamaan. Sunnah juga diartikan sebagai
sebagai rabîthah. Biasanya di tempat-tempat jalan. Tapi Fazlur Rahman lebih
tersebut dilaksanakan pertemuan-pertemuan menekankan istilah sunnah itu pada aspek-
ilmiah dan ruhaniyah secara periodik. aspek tradisi yang dipraktekkan oleh Nabi
dan sahabat.

85
EDUKA Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis Vol.4 No. 2 Desember 2018 ISSN: 2505-5406

Jikalah syarî`ah diartikan sebagai Rahman, tarekat adalah “jalan sufi” yang
jalan utama, maka tarekat adalah cabang menuntun manusia menuju pertemuan
dari jalan tersebut. Jika syarî`ah diartikan (communion) dengan Allah. Tapi jalan yang
sebagai uraian, maka tarekat adalah dimaksud hanya dapat terealisasi secara
pelaksanaannya. Jalan setapak yang dilalui bersama dalam sebuah persaudaraan yang
oleh penganut tarekat itu, menurut terorganisasi dengan baik.
Annemerie Schimmel, pastilah berpangkal
Dengan demikian, dapat disimpulkan
pada syarî`ah. Tarekat dan syarî‘ah adalah
bahwa tarekat adalah tradisi keislaman yang
perpaduan yang tidak dapat dipisahkan.
berpangkal pada ajaran Nabi, selanjutnya
Tujuan dari tarekat untuk menggapai
dipraktekkan oleh para sahabat, tabi`in dan
makrifah dan hakikat harus digapai melalui
sampai generasi saat ini. Hal ini
jalan yang telah dipetakan dalam syarî`ah.
menjelaskan bahwa keilmuan dalam tarekat
Dalam hal ini Schimmel mengutip sebuah
memiliki nasab yang langsung terhubungan
syair dari Turki sebagai berikut:
dengan Nabi.
Syariat: milikmu milikmu, milikku milikku
Tarekat merupakan jalan yang dipilih
Tarekat: milikmu milikmu, milikku, milikku
oleh para sufi untuk mentransmisikan
Makrifah: tak ada milikku atau milikmu
spiritualitas Islam secara lebih masif.
Trimingham mendefinisikan tarekat Mengapa harus melalui jalan tarekat?
sebagai “metode praktis untuk membimbing Tidakkah dengan seseorang melaksana-kan
seorang sâlik dengan menelusuri suatu jalan ibadah, seperti shalat, puasa, dan membaca
berpikir, merasa dan bertindak, secara dzikr akan memancar dalam dirinya nilai-
bertahap (dengan melalui jalan maqâmât). nilai spiritualitas yang teref-leksi dalam
Sedangkan Aboebakar Atjeh, mengartikan kesalehan individual? Bukankah ibadah
“tarekat sebagai jalan, petunjuk dalam dilaksanakan untuk menegaskan ke-Esa-an
melakukan sesuatu ibadat sesuai dengan Allah, membersihkan hati dan meningkatkan
ajaran yang ditentukan dan dicontohkan oleh kualitas akhlak individu?
Nabi dan dikerjakan oleh sahabat dan
Ajaran tarekat seluruhnya mengarah
tabi„in, turun-temurun sampai kepada guru-
sebagaimana dimaksud di atas. Tarekat
guru secara berantai”. Sementara menurut
memberi bimbingan para murid untuk
86
EDUKA Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis Vol.4 No. 2 Desember 2018 ISSN: 2505-5406

taqarrub (mendekat) kepada Allah, pasrah Jalan untuk taqarrub dalam tarekat
dalam setiap qadla dan qadr yang telah dilakukan di bawah bimbingan seorang
ditentukan-Nya. Dalam konteks itulah mursyid. Dalam konteks itulah tarekat
Aboebakar Atjeh menegaskan bahwa pokok- tumbuh. Semula tasawuf sebagai tangga
pokok ajaran tarekat adalah sebagai berikut: menggapai makrifah hanya dapat dilalui
oleh para elit kerohanian. Tapi dengan
“Pertama, mempelajari ilmu
tarekat, jalan itu terbuka dan bisa dilalui
pengetahuan yang bersangkut paut dengan
oleh siapa saja yang mau berdisiplin
pelaksanaan semua perintah. Kedua,
mengikuti seluruh petunjuk dan bimbingan
mendampingi guru dan teman setarekat
dari seorang guru.
untuk melihat bagaimana melakukan suatu
ibadah. Ketiga, meninggalkan segala Mengapa harus ada mursyid dalam
rukhshah dan ta‘wîl untuk menjaga dan tarekat? Dan siapa yang layak untuk menjadi
kesempurnaan amal. Keempat, menjaga dan mursyid? Bagaimanapun perjalanan ruhani
mempergunakan waktu serta mengisinya berjumpa Allah itu seperti jalan yang
dengan segala wirid dan doa guna berkelok, terkadang tajam, terjal, mendaki
mempertebal khusyû‘ dan hudlûr. Kelima, dan menurun. Bagi mereka yang belum
mengekang diri jangan sampai keluar pernah menapaki jalan itu sudah barang
tergerak untuk melakukan yang didasari tentu membutuhkan penuntun agar
hawa nafsu dan menjaga diri dari melakukan perjalanannya sampai pada tujuan. Siapa
kesalahan (dosa).” yang menjadi penunjuk arah dalam
perjalanan itu, pastilah mereka yang pernah
Tujuan dari tarekat pastilah untuk
melewati dan hafal setiap kelok dan
mendapatkan pengalaman spiritual yang
roadmap yang harus dilalui. Dan para
darinya akan merefleksikan kualitas
mursyid itu bertindak sebagai penuntun
lahiriyah dan batiniah setiap individu yang
jalan yang dimaksud.
melaluinya. Tapi bagi Rahman yang
terpenting dari itu semua adalah praktek dan Para murid dalam tarekat biasa
tujuan dari tarekat itu harus memberikan arti disebut sebagai pendaki pemula. Sementara
pada tindakan sejarah. seorang mursyid adalah orang yang pernah
mencapai rute yang dilakukan oleh seorang

87
EDUKA Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis Vol.4 No. 2 Desember 2018 ISSN: 2505-5406

murid. Fungsi seorang mursyid dalam yang pasti tentang penunjukan seorang
tarekat tidak sekedar memberi bimbingan murid dari guru. Sudah barang tentu,
dan petunjuk, menurut Schimmel, ia seperti seseorang dapat ditahbiskan menjadi
bidan yang membantu melahirkan “hati seorang mursyid, sebelumnya telah
yang benar” dan seperti ibu yang senantiasa merampungkan berbagai tahapan yang
memberi susu atas dahaga ruhani bagi disyaratkan dalam sebuah tarekat. Misalnya
anaknya. telah menjalankan seluruh murâqabah,
khalwat, tebus-nafsu, safar dan lain
Karena rute yang dilalui itu penuh
sebagainya. Intinya yang bersangkutan telah
kelok, maka terlalu berbahaya bagi seorang
menamatkan seluruh pendidikan yang
murid dibiarkan mendaki seorang diri tanpa
diberikan oleh seorang mursyid sebelumnya.
pemandu dan bimbingan. Bisa saja dalam
perjalanan itu, seorang murid tersesat. Ada banyak jalur dan cara calon
Dalam sebuah syair yang dikutip oleh murid dapat ditetapkan sebagai mursyid.
Schimmel menggambarkan bahwa sebuah Ada jalur melalui mimpi. Ini terjadi pada
perjalanan ruhani akan sia-sia jika tidak diri Syeikh Tijani, pendiri tarekat
dilakukan tanpa penuntun. Tijaniyyah. Kemursyidannya terjadi ketika
yang bersangkutan bermimpin berjumpa
“Barang siapa berjalan tanpa pemandu
Rasulullah. Ada pula dengan cara seorang
Memerlukan dua ratus tahun untuk
mursyid sebelumnya mengangkat seorang
Perjalanan dua hari”
atau beberapa orang sebagai khalifahnya

Karena jalan itu panjang dan sulit, (pengganti). Di antaranya terjadi dalam

seorang murid dituntut ketaatan dan Tarekat Qadiriyyah dan Naqsabandiyyah di

kesetiaan kepada mursyid serta terus mana Syeikh Ahmad Khatib Sambas

berjuang tanpa putus asa. Dengan demikian mengangkat beberapa muridnya seperti

seorang murid akan mendapatkan Abdul Karim Tanara. Posisi khalifah

peningkatan dan kemajuan dalam tarekat. memang sedianya dipersiapkan kepada


murid untuk melanjutkan tarekat. Dan
Seorang murid, pada akhirnya bisa setelah sang mursyid mangkat, biasanya
saja menjadi seorang mursyid. Dalam tradisi khalifah otomatis dapat menjadi mursyid.
tarekat tidak ada standar dan mekanisme

88
EDUKA Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis Vol.4 No. 2 Desember 2018 ISSN: 2505-5406

Rutinitas antara seorang mursyid- Baghdad dan di Kuffah, khususnya di abad


murid dalam hal memberikan bimbingan ke-13.
ruhani dan mengevaluasi murâqabah yang
Jika tarekat berkembang di Timur
dilakukan oleh seorang murid, pada
Tengah, Persia dan Afrika Utara melalui
akhirnya menumbuhkan etos kebersamaan
tempat-tempat seperti zawiyyah, khanaqah,
di antara mursyid-murid dan di antara para
ribâth, dan tekke, maka di Indonesia, bibit
murid dalam sebuah ikatan yang dinamakan
tarekat disemai di dalam pesantren-
tarekat. Hal ini kemudian juga menegaskan,
pesantren. Ada kemiripan antara pesantren
bahwa tarekat tidak hanya tumbuh sebagai
dengan tempat-tempat dan penyemaian
pusat latihan rohani. Ia juga tumbuh menjadi
benih-benih sufisme itu, yaitu sama-sama
sebuah organisasi yang aturannya dibuat
diasuh oleh seorang tokoh kharismatik
oleh para pendiri atau syeikh. Aturan-aturan
keagamaan dan kerohanian. Tokoh itu di
pengorganisasian yang dikenakan begitu
Indonesia dikenal dengan nama kiai (Jawa),
longgar, malah semangat kekeluargaan
buya (Sumatera), tuan guru (Lombok) atau
justru tampak lebih dominan dalam
ajengan (Jawa Barat). Disamping itu
organisasi tarekat. Dengan cara itu, maka
keduanya memiliki kesamaan pada pola
tarekat tumbuh, bahkan mencapai masa
kehidupan kolektif antara mursyid-murid,
keemasannya di abad ke-7 dan ke-8 H.
dengan kiai-santri yang hidup dalam satu
Tradisi Pesantren dan Pendidikan atap yaitu pesantren. Dengan cara itu, kiai
Tarekat di Indonesia akan mudah mengajarkan ilmu-ilmu
keagamaan, sekaligus juga menjadi
Warna mistisisme yang begitu kental
pembimbing pertumbuhan ruhaniah para
dalam perkembangan Islam di Indonesia
santri untuk pada waktunya akan
merupakan tipologi Islam di Nusantara. Nor
diijazahkan dan dikembalikan kepada
Huda menyebut bahwa masuknya Islam di
masyarakat. Bimbingan atas pertumbuhan
wilayah Nusantara disebarkan oleh para
ruhaniyah santri, biasanya dilakukan melalui
pengamal tarekat. Bahkan menurut catatan,
jalan tarekat. Dan para kiai sendiri yang
pertumbuhan awal Islam di Indonesia terjadi
tampil sebagai mursyid.
ketika tarekat sedang memasuki masa
keemasannya baik itu di Haramayn, di

89
EDUKA Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis Vol.4 No. 2 Desember 2018 ISSN: 2505-5406

Pesantren merupakan lembaga Banyak ahli yang menyebutkan


pendidikan yang khas Indonesia. Berbagai Islam masuk ke wilayah Nusantara melalui
lembaga pendidikan keagamaan, termasuk jalur dagang. Beberapa laporan atau kajian
khanaqah dan lain sebagainya, di Timur menyebutkan, jauh sebelum Islam hadir di
Tengah, India dan Afrika Utara, Nusantara para saudagar di Indonesia dan
pertumbuhannya amat sangat tergantung bangsawan di Timur Tengah, China dan
dari pemerintah dan rezim yang berkuasa. India sudah terkoneksi satu dengan lainnya
Sementara pesantren didirikan di Indonesia untuk berbisnis hasil bumi, khususnya
atas swadaya masyarakat, oleh karenanya rempah-rempah dan barus, bahan untuk
sering kali bersifat independen terhadap membuat parfum. Tapi ada juga yang
kekuasaan. Setidaknya hal itu dibuktikan menyangkal tesis tersebut dengan
melalui catatan-catatan sejarah pendirian menyebutkan bahwa jalur dagang bukan
berbagai pesantren di Indonesia. faktor tunggal bagi masuknya Islam di
Indonesia. Jalur perdagangan antar negara
Banyak catatan menyebutkan
dan benua yang terjadi di berbagai wilayah
perkembangan Islam di Indonesia direspon
di Nusantara memang menyebabkan Islam
dengan pertumbuhan pesantren. Catatan
mudah masuk di Indonesia. Tapi jika tidak
awal tentang pertumbuhan Islam hampir
ditopang oleh budaya masyarakat di
selalu merujuk pada pendirian pesantren-
Nusantara yang religius sudah barang tentu
pesantren atau lembaga-lembaga pendidikan
“keyakinan baru” itu akan tidak mendapat
keagamaan lainnya. Banyak tesis yang
respon positif dari masyarakat lokal. Martin
menyebutkan soal penerimaan masyarakat
van Bruinessen pernah menjelaskan salah
Indonesia atas Islam di abad-abad silam.
satu faktor penerimaan masyarakat lokal
Dari sekian tesis itu, tidak ada satupun yang
atas nilai-nilai Islam yang dibawa oleh
secara pasti menyebutkan sejak kapan Islam
pendakwah dari India dan Timur Tengah itu
pertama kali diterima oleh masyarakat di
tidak akan direspon baik jika tidak memiliki
Nusantara, siapa dan dari negeri mana kah
pemahaman kosmologi yang sama, yaitu
orang yang pertama kali membawa agama
soal asal-usul bermula dan berakhir
itu ke Indonesia dan lain sebagainya.
manusia. Seperti kapal yang layarnya telah
berkembang dan bersiap untuk berlayar,

90
EDUKA Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis Vol.4 No. 2 Desember 2018 ISSN: 2505-5406

nilai-nilai filosofi keagamaan masyarakat yang telah memiliki akar sejarah yang cukup
lokal, seperti menjadi arus laut yang lama di Indonesia.
mempercepat pertumbuhan Islam di bumi
Berdasarkan integrasi itu muncullah
Nusantara.
istilah pesantren. Cak Nur menjelaskan,
Bermula dari jalur perdagangan bahwa orang-orang bijak yang memiliki
itulah penduduk Indonesia, khususnya di kecakapan dalam tulis-baca, dalam tradisi
wilayah-wilayah pesisir berkenalan dengan Hindu-Budha, disebut sebagai kaum shastri.
Islam. Mulanya, para saudagar yang singgah Kaum shastri ini dikenal juga dengan nama
di berbagai pelabuhan itu banyak cantrik yang dapat berarti sebagai orang
ditumpangi para ulama yang kemudian sedang berguru atau magang. Mereka belajar
menyebarkan Islam. Berkat jasa para dari seorang guru yang arif-bijaksana yang
saudagar rumah-rumah penginapan disebut dengan kiyahi. Mereka belajar dan
dibangun sebagai tempat transit dan gilda. menempa pengalaman hidup itu dalam
Penginapan itu, dalam bahasa Arab disebut sebuah tempat yang disebut dengan
“funduq”, yang berarti hotel, diambil dari padepokan cantrik. Selanjutnya, setelah
bahasa Yunani “pandokeyon”, kemudian Islam datang, berubahlah penamanaan itu
kata itu dikenal dalam bahasa Indonesia menjadi pondok pesantren: penginapan dan
menjadi “pondok”. Banyak penduduk di tempat kaum santri belajar kepada seorang
sekitar pelabuhan mampir ke pondok untuk ‘âlim, yang kita kenal sekarang dengan
sekedar menyelesaikan urusan bisnis, nama kiai. Selanjutnya tidaklah terlalu
mengenal dan belajar menimba agama berlebihan jika ada yang mengatakan bahwa
Islam, agama yang baru datang ke bumi umur pesantren di Indonesia adalah sama
Nusantara, dari para ulama yang ikut dalam tuanya dengan kedatangan Islam di
rombongan tersebut. Selanjutnya berdirilah Indonesia.
pondok sebagai institusi keagamaan Islam
Keilmuan yang dikembangkan di
yang menurut Cak Nur, sebelumnya
lingkungan pesantren pastilah memiliki
diintegrasikan terlebih dahulu dengan
nasab keilmuan dengan dari mana Islam
“padepokan”, sebuah konsep pendidikan
berasal: haramayn, dalam skala yang lebih
keagamaan dalam tradisi Hindu-Budha,
luas adalah Timur Tengah. Kitab-kitab yang

91
EDUKA Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis Vol.4 No. 2 Desember 2018 ISSN: 2505-5406

dikajipun sebagian besarnya merupakan jumlahnya terlalu sedikit, agak sukar untuk
karangan ulama-ulama mu`tabarah yang ditelusuri lebih dalam.
tumbuh dan berkembang dalam tradisi
Perjumpaan intelektualisme Islam di
intelektual Timur Tengah di masa itu.
Indonesia dimulai dari pertemuan-
Jikalah ada kitab-kitab yang ditulis oleh para
pertemuan sementara yang dikenalkan oleh
ulama (kiai) Indonesia, biasanya hanya
para syeikh yang datang ke funduq.
dijadikan kitab pendamping bagi santri
Pertemuan itu hanya lapisan awal dari
setelah dia menamatkan kajian atas kitab-
pertumbuhan intelektualisme keislaman di
kitab mainstream dalam keagamaan Islam.
Indonesia. Berikutnya dimulailah babak
Kitab-kitab yang dibaca itu langsung dari
petualangan memburu ilmu agama sampai
bahasa aslinya. Karenanya, pesantren selain
ke haramayn melalui perjalanan ibadah haji.
juga mengajarkan ilmu-ilmu keagamaan
juga mengajarkan para santrinya tata bahasa Perjalanan ke Tanah Suci yang
dan sastra Arab. dilakukan oleh orang-orang Indonesia
memiliki banyak maksud selain untuk
Oleh karenanya berbagai mazhab
beribadah haji. Martin van Bruinessen
keilmuan dalam Islam seperti dalam tradisi
pernah menguraikan antara lain adalah
kalam, tasawuf, fiqh dan lain sebagainya
untuk mendalami ilmu agama dan mencari
pastilah akan berkiblat pada salah satu
legitimasi politik, khususnya kesultanan
mazhab yang menjadi arus utama dalam
Islam yang ada di bumi nusantara dari
bidang keilmuan yang telah mapan di Timur
sumber ajaran Islam berasal. Kedatangan
Tengah. Sebagai contoh, fiqh yang diajarkan
orang-orang Islam ke Tanah Suci, menurut
Indonesia mayoritasnya adalah bermazhab
catatan sudah dimulai dari abad ke-17.
Syafi`î. Pandangan kalam didominasi
Bahkan ada yang mengatakan jauh sebelum
mazhab ahl- ‘l-sunnah wa ‘l-jamâ`ah atau
itu, sudah ada orang Indonesia yang pergi
lebih dikenal dengan mazhab Asy`ariyah.
merantau untuk ibadah haji dan belajar ilmu
Sementara dalam bidang tasawuf lebih dekat
agama.
pada perspektif yang diberikan oleh al-
Ghazâlî. Tentu mazhab-mazhab lain yang Perjalanan haji di masa itu tidak
menjadi mainstream di belahan dunia Islam mudah. Rute yang dilewati adalah samudra
lain bukan berarti tidak tumbuh, tapi luas dan ganas. Tidak sedikit laporan yang
92
EDUKA Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis Vol.4 No. 2 Desember 2018 ISSN: 2505-5406

menyebutkan beberapa jemaah haji dari akhirnya menetap hingga akhir hayatnya di
Indonesia yang meninggal di perjalanan Mekkah atau Madinah. Adapun ulama-
ketika berangkat dan pulang ke tanah air ulama yang dimaksud di antaranya adalah
atau tidak pernah ditemukan kabar Hamzah Fansuri, `Abul Ra`ûf al-Singkilî,
beritanya. Tentu dengan berbagai sebab, Nûruddîn al-Ranirî, Syeikh Yûsuf al-
seperti sakit di tengah perjalanan, kapal Makasarî, Syeikh Nawâwî al-Bantani,
yang ditumpangi hancur dihantam badai, Syeikh Ahmad Khâtib Sambas, `Abd-u „l-
dirampok di tengah perjalanan dan lain Shamad al-Falimbanî, Ahmad Khâthib al-
sebagainya. Tapi ketika teknologi Minangkabawî dan lain sebagainya. Di
perkapalan sudah jauh lebih maju, jemaah antara nama-nama tersebut bahkan
haji Indonesia meningkat beberapa kali lipat melanjutkan karir intelektualitasnya di
dari sebelumnya. Di samping itu memang Tanah Suci, bahkan berhasil memperoleh
ada hambatan lain yaitu kebijakan kolonial posisi terhormat sebagai salah satu ulama
Belanda di Indonesia yang membatasi yang pernah ada di tanah Arab. Salah satu
keberangkatan pergi haji. Namun itu sama catatan tentang perjalanan haji itu pernah
sekali tidak pernah menyurutkan niat orang ditulis oleh salah seorang ulama Indonesia
Indonesia untuk pergi haji ke Mekkah. yang pernah ke sana, ini terlihat dari
potongan syair yang pernah ditulis oleh
Sebagian besar jemaah haji
Hamzah Fansuri:
Indonesia tidak segera pulang ke tanah air.
Mereka bermukim di Mekah-Madinah untuk Hamzah Fansuri di dalam Mekkah
menuntut ilmu agama dari para syeikh. Mencari Tuhan di Bait al-Ka`bah
Seperti seorang yang tengah dahaga, seluruh Di Barus ke Qudus terlalu payah
ilmu keagamaan yang diajarkan itu direguk Akhirnya dapat di dalam rumah
habis. Sampai waktunya mereka berpamitan
Di samping menuntut ilmu-ilmu agama,
pulang setelah mendapatkan ijazah dari para
sebagian besarnya juga masuk menjadi
guru dari haramayn itu. Beberapa ulama
pengikut tarekat yang kala itu banyak
besar Indonesia yang pernah berguru dan
menyebar dan diajarkan oleh ulama-ulama
menetap dalam tempo yang cukup lama,
di tanah suci. Beberapa ulama beken yang
bahkan di antaranya balik kembali untuk
juga tercatat sebagai mursyid tarekat dan
memperdalam keilmuannya, dan pada
93
EDUKA Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis Vol.4 No. 2 Desember 2018 ISSN: 2505-5406

pernah menjadi guru dari murid-murid jâwî Nama lain yang juga menjadi
(sebutan untuk orang-orang Indonesia yang mursyid tarekat di Indonesia yang paling
bermukim di Arab) adalah Ahmad al- terkenal adalah Syeikh Ahmad Khâtib
Qusyasyî, Ibrahîm al-Kuranî, Muhammad Sambas. Ia menghabiskan sebagian besar
al-Sammman, `Abd al-Wahab al-Sya„ranî, masa dewasanya di Mekkah dengan berguru
Zakariyya al-Anshârî, dan lainnya. Ulama- ke berbagai ulama yang menyebar di tanah
ulama tersebut hidup pada kurun waktu Arab dalam berbagai disiplin keagamaan.
sekitar abad ke-17 dan 18. Karir intelektualnya sebagai ulama tidak
hanya di kalangan jâwî, tapi juga di
Berikut ini adalah contoh dari
kalangan bangsa Arab. Dari tangannya ia
beberapa murid dari Nusantara yang belajar
melebur dua tarekat mu‘tabarah yang ada
pada ulama di Haramayn. Al-Singkilî
dalam tradisi sufisme dengan nama tarekat
berguru secara langsung kepada al-Qusyasyî
qadîriyyah wa naqsabandiyyah. Inilah satu-
dan al-Kuranî. Keduanya adalah mursyid
satunya tarekat mu‘tabarah yang lahir dari
dari tarekat Syattariyyah. Karenanya berkat
rahim ulama Indonesia. Dalam
al-Singkilî tarekat Syattariyyah berkembang
perjalanannya, Khâtib Sambas banyak
pesat di wilayah utara Sumatra.
mengangkat khalîfah (pengganti dari syeikh

Selain itu, ada juga Syeikh Yûsuf al- atau pendiri) seperti „Abdul Karim Tanara

Makasarî yang juga berguru kepada al- (al-Bantani) dan selanjutnya beliau

Kuranî. Di samping itu ia juga banyak mengangkat beberapa mursyid lain seperti

mendapatkan ijazah tarekat dari berbagai Kiai Tolhah dari Cirebon dan Kiai Ahmad
mursyid. Ini disebabkan karena Yusuf Hasbullah dari Madura. Kemudian dari

setelah menamatkan pendidikannya di murid-muridnya itu tarekat ini berkembang

Mekkah, dia melanjutkan petualangannya pesat, bertambah masyhur, bahkan memiliki

berguru ilmu agama dan tarekat sampai ke jemaah yang signifikan di Indonesia.

Damaskus. Beberapa ijazah tarekat yang


Dari tangan guru-guru tarekat yang
diperoleh al- Makasarî adalah Qadîriyyah,
telah menamatkan pendidikan dari Tanah
Naqsabandiyyah, Syattariyyah, dan
Suci itu, tarekat dikembangkan di Indonesia,
Khalwatiyyah.
dimulai dari abad 17-18. Pada awalnya
pengamal tarekat di Indonesia terbatas pada
94
EDUKA Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis Vol.4 No. 2 Desember 2018 ISSN: 2505-5406

lingkungan istana. Bagaimanapun, ini perlawanan tersebut. Sebelum tentara-


dipengaruhi oleh mursyid tarekat yang pada tentara rakyat maju ke medan laga, ada
awalnya bekerja di lingkungan istana cerita bahwa para mursyid melakukan
sebagai penasehat dan pegawai kerajaan- pembai`atan tarekat. Berkat bai`at dan doa
kerajaan Islam di Nusantara. Sebut saja dari sang guru itu, spirit perjuangan tumbuh
seperti Syeikh Yûsuf al-Makasarî dan dan mereka tampil gagah berani. Memang
`Abdul Karim al-Bantani pernah berkarir di banyak cerita mistis yang muncul dibalik
kesultanan Banten. Hamzah Fansurî, al- peristiwa itu, di antaranya mereka
Singkilî dan al-Ranirî pun juga pernah mendapatkan berbagai kesaktian seperti
menjabat sebagai qadlî dan penasehat raja di kebal terhadap senjata, bisa menembus
kesultanan di Aceh. Di samping itu para pertahanan lawan tanpa terlihat kasat mata
sultan di kerajaan-kerajaan Islam di dan lain sebagainya.
Indonesia yang pernah meminta legitimasi
Perlawanan itu memang mampu
politik dari para syeikh di haramayn pun
diredam oleh pemerintah kolonial Belanda.
mengikat perjanjian dengan cara masuk
Dan sekalipun kerajaan-kerajaan Islam yang
menjadi jemaah salah satu tarekat
bercokol di Nusantara, satu-persatu mampu
mu`tabarah yang ada, yang dibawa oleh
ditaklukkan, seperti di Aceh, Banten,
para mursyid yang telah berbai`at di Tanah
Makasar dan lain sebagainya, tidak berarti
Suci.
tradisi tarekat ikut meredup. Ia terus tumbuh
Tarekat tumbuh di tanah yang subur, bersamaan dengan perkembangan Islam
di Indonesia. Di awal perkembangannya yang terus masuk ke pedalaman di
memang mendapat sokongan penuh dari kepulauan Indonesia. Tarekat berkembang
penguasa. Dari dukungan penguasa saat itu, bersamaan dengan menjamurnya pendirian
tarekat menyebar secara massif ke tengah- pondok pesantren. Jika di masa sebelumnya
tengah masyarakat. Bahkan ketika para mursyid memiliki jabatan-jabatan
pemerintah kolonial bercokol di bumi politik dan hidup di lingkungan istana, maka
Nusantara. Tarekat mengambil peranan pada periode selanjutnya para mursyid hidup
utama perlawan terhadap pemerintahan di lingkungan pesantren. Figur mursyid
kolonial itu. Para mursyid tarekat maju di kemudian digantikan oleh seorang kiai yang
barisan terdepan mengkonsolidasi mengasuh pondok pesantren.
95
EDUKA Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis Vol.4 No. 2 Desember 2018 ISSN: 2505-5406

Bagaimanapun pesantren memiliki Pilar ketiga adalah masjid. Dalam


infrastruktur bagi pertumbuhan dan sejarah perkembangan Islam, masjid tidak
pendidikan tarekat. Infrastruktur seperti hanya berfungsi sebagai tempat ibadah
pondok, masjid, santri, kiai dan kitab yang untuk melaksanakan shalat lima waktu dan
dikaji, tidak lain adalah pilar-pilar shalat Jumat. Masjid juga sesekali berfungsi
penyangga bangunan pesantren membuat sebagai tempat pertemuan, dan dari masjid
tarekat semakin tumbuh dan berkembang terkadang kehidupan ekonomi tumbuh. Di
dengan baik. Institusi pesantren jelas sisi lain, jauh sebelum institusi pendidikan
berbeda dengan lembaga pendidikan agama tumbuh, masjid dijadikan sebagai sarana
lainnya seperti madrasah dan sekolah. untuk menuntut ilmu pengetahuan. Di
Pesantren selalu identik dengan para murid lingkungan pondok pesantren, masjid
(santri) yang hidup dan menetap di pondok merupakan bangunan penting dan sentral
dalam kurun beberapa waktu. Pondok adalah kegiatan. Para kiai mendidik santri di masjid
jantung dari pesantren. Di pondok para dalam berbagai hal. Dan biasanya bangunan
santri saling berinteraksi, dengan kiai pertama yang dibangun di lingkungan
sebagai pengasuh, dan belajar dan mengaji pesantren adalah masjid.
kitab-kitab keagamaan secara bersama-
Pilar keempat adalah Kiai itu sendiri.
sama.
Kiai seringkali dinisbatkan kepada seorang
Pilar selanjutnya dari pesantren `âlim yang memiliki pengetahuan
adalah santri. Pondok merupakan tempat keagamaan dan kebijaksanaan. Atas latar
para santri beraktivitas belajar ilmu belakang inilah para santri datang ke
keagamaan dan kehidupan. Zamakhsyari pesantren untuk berguru kepada kiai.
Dhofir menjelaskan ada tiga alasan santri Selanjutnya, yang kelima adalah kitab yang
mondok di pesantren. “Pertama, ingin dikaji. Ada beberapa pesantren yang hanya
mempelajari kitab-kitab secara mendalam mengajarkan kitab-kitab khusus. Biasanya
kepada seorang kiai. Kedua, memperoleh kitab-kitab yang diajarkan itu identik dengan
pengalaman hidup dalam berbagai hal. kepakaran seorang kiai dan penguasaan atas
Ketiga, ingin lebih fokus dalam belajar kitab yang dimaksud Misalkan, ada
tanpa diganggu oleh urusan-urusan di luar beberapa pesantren yang identik dengan
studi”. pengajian tafsir, fiqh, tasawuf dan lain
96
EDUKA Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis Vol.4 No. 2 Desember 2018 ISSN: 2505-5406

sebagainya. Hampir-hampir tidak Bagaimanapun pesantren memiliki


ditemukan, khususnya di kalangan pesantren mileu yang relevan bagi pertumbuhan
tradisional yang mengajarkan seluruh kitab tarekat di Indonesia. Kehidupan bersama di
dengan berbagai disiplin itu sekaligus. Jika asrama antara para santri dan kiai justru
santri sudah menamatkan sebuah bidang memudahkan adanya proses transfer
keilmuan (kitab), biasanya para kiai akan pengetahuan. Di asrama (pondok), para kiai
merekomendasikan santri tersebut untuk dapat membangun disiplin dan mengontrol
melanjutkan pendidikannya ke kiai aktivitas santrinya dengan mudah. Oleh
(pesantren) lain untuk mendalami bidang sebab itu terbangunlah adab di lingkungan
disiplin keagamaan yang tidak diajarkan di pesantren dalam bentuk ketaatan para santri
pesantren tersebut. Maka tidaklah kepada kiai. Bagaimanapun tarekat mula-
mengherankan jika ditemukan ada seorang mula dibangun berdasarkan adab dan
kiai atau santri yang menguasai berbagai ketaatan seorang murid dengan mursyid.
disiplin keilmuan memiliki banyak guru dari Seorang murid di hadapan mursyid
berbagai pesantren yang pernah digambarkan seperti sebujur jenazah yang
disinggahinya. sedang dimandikan dan dikafankan. Artinya
dia harus taat dan pasrah dengan setiap
Memang tidak semua pesantren
ketentuan yang diajarkan dalam tarekat oleh
mengajarkan tarekat. Pendidikan tarekat
gurunya. Bagaimanapun tarekat tidak hanya
lazimnya diajarkan di pesantren-pesantren
dibangun di atas praktek seperti riyâdlah
yang bercirikan tradisional, dan tidak
dan dzikr, tapi juga aspek etis keagamaan.
diajarkan pada pesantren modern. Sementara
Latihan ruhani berupa dzikir itu memang
itu tidak semua kiai juga menjadi mursyid
memiliki maksud sebagai tangga atau jalan
tarekat. Karena untuk mencapai derajat
yang dipaparkan para mursyid ke murid
mursyid tidak cukup hanya seseorang
untuk mencapai Allah. Tapi hakikat tarekat
memiliki kecakapan intelektualitas,
itu sendiri sesungguhnya, sebagaimana
keluhuran budi dan memiliki koneksi
disampaikan oleh banyak ulama tarekat,
(nasab) keilmuan dengan syeikh. Menjadi
tidak untuk mendapatkan makrifah setelah
seorang mursyid dibutuhkan pengakuan
berkembara menuju Allah. Buah tarekat ada
yang bersifat lahir dan batin.

97
EDUKA Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis Vol.4 No. 2 Desember 2018 ISSN: 2505-5406

pada akhlak, dan akhlak adalah tujuan dari diadakan acara hawl. Segenap acara yang
semua kewajiban menjalankan syariah. digelar itu semakin menunjukkan silsilah
keilmuan tarekat yang diperoleh oleh
Di lingkungan pesantren, para kiai
seorang kiai di pesantren. Di samping itu,
yang merangkap sebagai mursyid tarekat
sebelum ritual dzikr dilakukan biasanya para
memberikan bimbingan di antaranya adalah
jamaah akan ber-tawâshul terhadap para
riyâdlah-riyâdlah seperti dzikir-dzikir dan
mursyid dan syeikh yang telah mengajarkan
proses taqarrub kepada Allah. Di samping
dan menyebarkan tarekat sampai kemudian
itu, kiai mampu menilai maqam yang telah
diterima oleh kiai dan diamalkan oleh para
dilalui oleh para santri sebagai bahan
santri di lingkungan pesantren. Inilah yang
evaluasi apakah perjalanan yang telah
menyebabkan nilai-nilai tarekat tumbuh
ditempuh itu dapat dilanjutkan ke maqâm
subur di Indonesia dan hingga kini daunnya
selanjutnya dan lain sebagainya. Riyâdlah
tetap rimbun menyejukkan hati bagi siapa
yang dipraktekkan oleh seorang santri harus
saja yang berteduh di bawahnya. Di samping
didasarkan pada tingkat kepercayaan yang
itu, buah yang tumbuh di dahan, rasanya
tinggi kepada seorang kiai. Bagaimanapun
selalu manis hingga menyejukkan
kiai tidak mungkin menggiring santrinya
tenggorokan kita.
jauh tersesat dari jalan syariat yang telah
ditegaskan dalam Islam. Hal ini dapat Kesimpulan
dinisbatkan pada tingkat kepercayaan dan
Kedatangan Islam ke bumi
ketaatan mutlak para sahabat kepada Nabi.
Nusantara melalui jalur tarekat justru
Praktek-praktek riyâdlah pada membuat Islam semakin kaya dan memiliki
tarekat tidak berhenti pada aktivitas dzikr wajah yang khas dibandingkan dengan di
dan lain sebagainya. Bahkan dalam waktu- belahan dunia Islam lainnya. Tarekat
waktu tertentu, di pesantren, dibacakan mampu tumbuh subur, sementara di belahan
manâqib terhadap para syeikh pendiri dunia lain, tarekat tumbuh dan tenggelam
tarekat untuk mengenang dan menjabarkan seiring dengan perubahan rezim atau
silsilah tarekat yang diajarkan di sebuah kekuasaan. Tarekat mendapatkan
pesantren. Bahkan untuk menghormati guru- lingkungannya yang tepat di Indonesia di
guru yang mengajarkan tarekat itupun juga pesantren. Memang tidak semua pesantren

98
EDUKA Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis Vol.4 No. 2 Desember 2018 ISSN: 2505-5406

di Indonesia mengajarkan tarekat, tapi mileu Ensiklopedia Islam Indonesia, 1999. Jakarta:
PT. Ichtiar Baru van Hoeve, , Vol. 5
pesantren menjadi tanah yang subur bagi
pertumbuhan tarekat. Dari pesantren itulah Fazlur Rahman, 1997. Islam, terj. Ahsin
Muhammad, Bandung: Pustaka,
di masa modern ini tarekat menyebar dan
bermetamorfosis ke dalam praktek-praktek Ira M. Lapidus, 2000. Sejarah Sosial Ummat
Islam, Bagian Kesatu dan Dua, Terj.
urban sufisme yang kini tengah gencar di
Ghufron A. Mas‟adi, Jakarta:
kalangan masyarakat modern perkotaan. Rajagrafindo Persada,

DAFTAR PUSTAKA J. Spencer Trimingham, 1999. Mazhab Sufi,


terj. Luqman Hakim, Bandung:
Aboeakar Atjeh, 1985. Pengantar Ilmu Pustaka,
Tarekat: Uraian tentang Mistik, Solo:
Ramadhani, Karel A. Steenbrink, 1994. Pesantren,
Madrasah dan Sekolah: Pendidikan
Abu al-Wafa‟ al-Ghanimi al-Taftazani, Islam dalam Kurun Modern, Jakarta:
1997. Sufi dari Zaman ke Zaman, terj. LP3ES,
Ahmad Rofi‟ Utsmani, Bandung:
Pustaka, ----------, 1984. Aspek-aspek tentang Islam
di Indonesia Abad Ke-19, Jakarta:
Bulan Bintang,
Ahmad Muhakamurrohman, “Pesantren:
Santri, Kiai dan Tradisi”. 2014., Ibda: Lindung Hidayat Siregar, 2009. “Sejarah
Jurnal Kebudayaan Islam, Vol. 12, Tarekat dan Dinamika Sosial”, Miqot,
No. 2, Juli-Desember 2014 Vol. XXXII, No. 2, Juli-Desember,

Annemerie Schimmel, 1986. Dimensi Mistik Martin van Bruinessen, 2012. Kitab Kuning
dalam Islam, terj. Sapardi Djoko dan Pesantren, terj. Farid Wajidi dkk.,
Damono dkk., Jakarta: Pustaka Yogyakarta: Gading Publishing, , edisi
Firdaus, revisi

Azyumardi Azra, 2002. Jaringan Global ----------, 1992. Tarekat Naqsyabandiyyah di


dan Lokal Islam Nusantara, Bandung: Indonesia, Bandung: Mizan,
Mizan,
Musthofa, 2015 “Kedatangan Islam dan
-----------, 2007, Jaringan Ulama Timur Pertumbuhan Pondok Pesantren di
Tengah dan Kepulauan Nusantara Indonesia: Perspektif Filsafat
Abad XVII dan XVIII: Akar Sejarah”, An-Nuha, Vol. 2, No. 1, Juli
Pembaruan Islam Indonesia edisi
revisi, Jakarta: Kencana Prenada Nor Huda, 2015 Sejarah Sosial Intelektual
Media Group, Islam di Indonesia, Jakarta: Rajawali
Press,

99
EDUKA Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis Vol.4 No. 2 Desember 2018 ISSN: 2505-5406

Nurcholish Majdid, 1992. Islam, Doktrin


dan Peradaban, Jakarta: Yayasan
Wakaf Paramadina,

----------, 2004. Indonesia Kita, Jakarta:


Universitas Paramadina Press,

----------, 2000. Islam Agama Peradaban:


Membangun Makna dan Relevansi
Doktrin Islam dalam Sejarah, Jakarta:
Yayasan Wakaf Paramadina,

Sartono Kartodirjo, 1984.Pemberontakan


Petani Banten 1888, Jakarta: Pustaka
Jaya,

Suddin Bani. 2015, “Kontribusi Pesantren


dalam Sistem Pendidikan Nasional”,
Auladuna, Vol. 2, No. 2, Desember

Zamakhsyari Dhofier, 2015. Tradisi


Pesantren: Studi Pandangan Hidup
Kyai dan Visinya Mengenai Masa
Depan Indonesia, Jakarta: LP3ES, ,
edisi revisi

100
EDUKA Jurnal Pendidikan, Hukum dan Bisnis Vol.4 No. 2 Desember 2018 ISSN: 2505-5406

101

Anda mungkin juga menyukai