Anda di halaman 1dari 23

BAB 2

PASANG SURUT

2.1 PENYEBAB PASANG SURUT

Hukum gravitasi Newton menyatakan bahwa kekuatan dari atraksi antara dua benda
adalah berbanding lurus dengan perkalian massa masing-masing benda dan berbanding
terbalik dengan jarak antara pusat massa kedua benda. Pasang surut merupakan
fenomena alam berupa naik turunnya muka air di laut secara periodik, akibat gaya tarik
menarik antara bumi (air dipermukaan bumi) dengan benda-benda langit terutama bulan
dan matahari. Naik turunnya muka air laut ini memasuki muara sungai dan selanjutnya
merambat ke arah sungai dan anak-anak sungainya serta saluran buatan.

Seperti telah disebutkan sebelumnya, gaya-gaya pembangkit pasut terutama diakibatkan


oleh gaya tarik menarik antara bumi, bulan dan matahari. Penjelasan terjadinya pasang
surut dilakukan hanya dengan memandang suatu sistem bumi-bulan, sedang untuk sistem
bumi-matahari penjelasannya adalah identik. Untuk mempermudah dalam penjelasan maka
diasumsikan bahwa permukaan bumi, yang apabila tanpa pengaruh gaya tarik bulan dan
benda angkasa lainnya, tertutup secara merata oleh air laut dengan bentuk seperti bola
(bundar).

Adanya rotasi bumi akan menyebabkan elevasi muka air laut di khatulistiwa lebih tinggi
daripada di garis lintang yang lebih tinggi. Tetapi karena pengaruhnya yang seragam di
sepanjang garis lintang yang sama sehingga tidak bisa diamati sebagai suatu variasi
pasang surut. Oleh karena itu rotasi bumi diasumsikan tidak menimbulkan pasang surut
dan dalam penjelasan pasang surut ini dianggap bahwa bumi tidak berotasi.

Gaya tarik menarik antara bumi dan bulan (gaya grafitasi, F g) tersebut menyebabkan
sistem bumi-bulan menjadi satu sistem kesatuan yang beredar bersama-sama sekeliling
sumbu perputaran bersama (common axis of revolution). Sumbu perputaran bersama ini
adalah pusat berat dari sistem bumi-bulan, yang berada di bumi dengan jarak 1718 km di
bawah permukaan bumi. Selama peredaran tersebut setiap titik di bumi beredar sekeliling
pusatnya dalam orbit berbentuk lingkaran dengan jari-jari sama dengan jari-jari dari

Volume I : Aspek Umum Pengembangan Daerah Rawa 1


Penyusunan Manual Perencanaan Teknis
Jaringan Reklamasi Rawa dan Tambak

revolusi pusat massa bumi sekeliling sumbu perputaran bersama. Gambar -1 menunjukkan
revolusi pusat massa bumi sekeliling sumbu perputaran bersama. Dipandang titik P yang
berada di permukaan bumi. Selama gerak revolusi pusat massa bumi C sekeliling sumbu
perputaran bersama G (tidak disertai dengan rotasi) titik P beredar sekeliling C p dengan
orbit lintasan berbentuk lingkaran yang berjari-jari sama dengan jari-jari orbit pusat masa
bumi sekeliling sumbu perputaran bersama (CG). Dalam peredaran tersebut titik C 1
bergerak ke C2 dan P1 juga bergerak ke P2. Demikian juga karena C2 bergerak ke C3, P2
juga bergerak ke P3, demikian seterusnya. Orbit yang dilintasi adalah P 1P2P3 dan
seterusnya. Titik-titik yang lain, misalnya Q, juga beredar sekeliling C q dengan jari-jari
sama dengan jari-jari orbit pusat masa bumi sekeliling sumbu perputaran bersama (CG).
Dengan demikian jari-jari orbit peredaran setiap titik yang ditinjau di bumi adalah sama,
sehingga gaya sentrifugal (Fc) yang ditimbulkan oleh peredaran tersebut adalah sama
besar.

Gambar -1 : Revolusi Pusat Massa Bumi Sekeliling Sumbu Perputaran Bersama

Dengan adanya perputaran tersebut maka pada setiap titik di bumi bekerja gaya
sentrifugal (Fc) yang sama besar dan arahnya. Arah gaya tersebut adalah berlawanan
dengan posisi bulan. Selain itu karena pengaruh gravitasi bulan, setiap titik di bumi
mengalami gaya tarik (Fg) dengan arah menuju pusat massa bulan, sedang besar gaya
tergantung pada jarak antara titik yang ditinjau dan pusat masa bulan. Gambar
menunjukan tiap titik di bumi yang mengalami gaya sentrifugal dan gaya tarik bulan. Gaya
pembangkit pasut adalah resultan dari kedua gaya tersbut.

Volume I : Aspek Umum Pengembangan Daerah Rawa 2


Penyusunan Manual Perencanaan Teknis
Jaringan Reklamasi Rawa dan Tambak

Gambar -2 : Gaya Grafitasi (a), Gaya Sentrifugal (b) dan Resultan Gaya Grafitasi
dan Sentrifugal (c)

2.2 KOMPONEN HARMONIK PASANG SURUT

Pasangan matahari-bumi akan menghasilkan fenomena pasut yang mirip dengan fenomena
yang diakibatkan oleh pasangan bumi-bulan. Perbedaan yang utama adalah gaya
pembangkit pasut yang disebabkan oleh matahari hanya sebesar separuh kekuatan yang
disebabkan oleh bulan. Hal ini disebabkan oleh jarak bumi-bulan yang jauh lebih dekat

Volume I : Aspek Umum Pengembangan Daerah Rawa 3


Penyusunan Manual Perencanaan Teknis
Jaringan Reklamasi Rawa dan Tambak

dibanding dengan jarak matahari-bumi walaupun massa matahari jauh lebih besar
daripada bulan.

Jarak bumi-matahari (dbm) = 149785000 km

Jarak bumi-bulan (dbb) = 384,385 km

Massa bulan (mb) = 7,3 x 1019 metric ton

Massa matahari (mm) = 2,2 x 1027 metric ton

Gaya pembangkit pasut = massa / (jarak3)

Gaya pembangkit pasut dari bulan (Fb) = mb/(dbb3) = 1281 N

Gaya pembangkit pasut dari matahari (Fm) = mm/(dbm3) = 655 N

Maka gaya pembangkit pasut dari matahari hanya separuh (50%) dari gaya pembangkit
pasut dari bulan.

Oleh karena posisi bulan dan matahari terhadap bumi berubah-ubah maka resultan gaya
pasut yang dihasilkan dari gaya tarik kedua benda angkasa tersebut tidak sesederhana
yang diperkirakan. Tetapi karena rotasi bumi, revolusi bumi terhadap matahari dan revolusi
bulan terhadap bumi sangat teratur, maka resultan gaya pembangkit pasut yang rumit tadi
dapat diuraikan sebagai hasil gabungan sejumlah komponen harmonik pasut ( harmonic
constituents). Komponen harmonik ini dapat dibagi menjadi empat komponen yaitu tengah
harian, harian, dan periode panjang (Lihat Tabel -1).

Tabel -1 : Komponen Harmonik Pasang Surut

No Spesies Komponen Nama Komponen Simbol Periode

1 Tengah Harian Principal lunar M2 12,4

2 Tengah Harian Principal solar S2 12,0

3 Tengah Harian Larger lunar elliptic N2 12,7

4 Tengah Harian Luni solar semi diurnal K2 11,97

5 Harian Luni solar diurnal K1 23,9

6 Harian Principal lunar diurnal O1 25,8

7 Harian Principal solar diurnal P1 24,1

8 Harian Larger lunar elliptic Q1 26,9

Volume I : Aspek Umum Pengembangan Daerah Rawa 4


Penyusunan Manual Perencanaan Teknis
Jaringan Reklamasi Rawa dan Tambak

9 Periode Panjang Lunar fornightly Mf 328

10 Periode Panjang Lunar monthly Mm 661

11 Periode Panjang Solar Semi Annual Ssa 2191

12 Perairan Dangkal M4 6,21

13 Perairan Dangkal MS4 6,20

2.3 KURVA PASANG SURUT

Untuk mempermudah dalam hal pemahaman data pasang surut maka data pasang surut
umumnya disajikan dalam bentuk grafik (kurva). Gambar menunjukkan contoh hasil
pencatatan muka air laut sebagai fungsi waktu (kurva pasang surut)

Gambar -3 : Kurva Pasang Surut

Keterangan:
 Tinggi pasang surut (tidal range) adalah jarak vertikal antara air tertinggi (puncak air
pasang) dan air terendah (lembah air surut) yang berturutan.
 Periode pasang surut (wave periode) adalah waktu yang diperlukan dari posisi muka
air pada muka air rerata ke posisi yang sama berikutnya. Periode pasang surut bisa
12 jam 25 menit atau 24 jam 50 menit, yang tergantung pada tipe pasang surut.
Periode pada mana muka air naik disebut pasang, sedang pada saat air turun disebut
surut.

Secara kuantitaif, tipe pasut di suatu perairan dapat ditentukan oleh perbandingan antara
amplitudo (tinggi gelombang) unsur-unsur pasut tunggal utama dengan amplitudo unsur-
unsur pasut ganda utama. Perbandingan ini dikenal sebagai bilangan Formzahl yang
mempunyai formula sebagai berikut:

Volume I : Aspek Umum Pengembangan Daerah Rawa 5


Penyusunan Manual Perencanaan Teknis
Jaringan Reklamasi Rawa dan Tambak

O1  K 1
F
M 2  S2

Dimana:
O1 = Amplitudo komponen pasut tunggal utama yang disebabkan oleh gaya tarik
bulan

K1 = Amplitudo komponen pasut tunggal utama yang disebabkan oleh gaya tarik
bulan dan matahari

M2 = Amplitudo komponen pasut ganda utama yang disebabkan oleh gaya tarik
bulan

S2 = Amplitudo komponen pasut ganda utama yang disebabkan oleh gaya tarik
matahari

F = bilangan Formahzl

Jika nilai F berada antara:

< 0,25 : Pasut bertipe ganda (semi diurnal)

0,25 – 1,25 : Pasut bertipe campuran condong ke ganda

1,25 – 3,00 : Pasut bertipe campuran condong ke tunggal

>3,00 : Pasut bertipe tunggal (diurnal)

2.4 JENIS PASANG SURUT

Berdasarkan siklus hariannya, ada tiga jenis pasang-surut di laut, yaitu pasang-surut
setengah harian (semi-diurnal), harian (diurnal), dan campuran (mixed).

1. Pasang-Surut Setengah Harian (Semi-diurnal) : Pada daerah dengan pasang-


surut setengah-harian (semi-diurnal), dalam satu hari terjadi dua kali pasang-surut
yang terjadi pada siang dan malam hari. Pasang-surut pada malam hari hampir sama
besar dengan pasang-surut di siang hari. Gambar karakteristik typical pasang-surut
setengah harian ditunjukan pada Gambar -4a.

2. Pasang-Surut Harian (Diurnal) : Pada daerah dengan pasang-surut harian


(diurnal), dalam satu hari terjadi satu kali pasang dan satu kali surut yang terjadi pada
siang dan malam hari. Gambar karakteristik typical pasang-surut harian ( diurnal)
ditunjukan pada Gambar -4b.

Volume I : Aspek Umum Pengembangan Daerah Rawa 6


Penyusunan Manual Perencanaan Teknis
Jaringan Reklamasi Rawa dan Tambak

3. Pasang Campuran (Mixed) : Pada daerah dengan pasang harian ( diurnal), dalam
satu hari terjadi satu kali pasang dan satu kali surut yang terjadi pada siang dan malam
hari. Pasang-surut campuran ditandai oleh suatu perbedaan ketinggian pasang-surut
yang cukup besar antara dua pasang-surut yang terjadi dalam satu hari. Pasang-surut
type campuran dapat didominasi oleh pasang-surut semi-diurnal atau diurnal, namun
pasang surut jenis campuran umumnya lebih didominasi atau lebih mendekati pasang-
surut type diurnal. Gambar karakteristik typical pasang-surut campuran (mixed)
ditunjukan pada Gambar -4.c.

Gambar -4 : Jenis Pasang-Surut

2.5 BEBERAPA TERMINOLOGI PASANG SURUT

Jika pada suatu lokasi muara, sungai atau saluran dilakukan pegamatan pasang-surut,
maka dengan mengacu pada Gambar -4 , terdapat bebarapa terminologi/peristilahan yang
terkait dengan padang-surut.

Volume I : Aspek Umum Pengembangan Daerah Rawa 7


Penyusunan Manual Perencanaan Teknis
Jaringan Reklamasi Rawa dan Tambak

1. Pasang (Flood Tide) adalah pasang yang masuk (incoming tide) dari laut ke muara,
sungai atau saluran dan menimbulkan kenaikan muka air (pasang-naik) di muara,
sungai atau saluran.

2. Surut (Eeb Tide) adalah pasang yang keluar (outgoing tide) dari laut ke muara,
sungai atau saluran dan menimbulkan kenaikan muka air (pasang-naik) di muara,
sungai atau saluran.

3. Periode Pasang Surut (Tidal Period) adalah interval waktu antara dua air pasang-
surut yang berurutan.

4. Tunggang Pasang (Tidal Range) adalah perbedaan antara Pasang Tertinggi


(Higher High Water/HHW) dan Pasang Terendah (Lower Low Water/LLW), yang
teramati dalam suatu periode pengamatan.

5. Ketidaksamaan Harian (Diurnal Inequality) mengacu pada perbedaan tinggi dari


dua air pasang atau dari dua permukaan air terendah dari tiap hari.

6. Pasang-Surut Purnama (Spring Tide) karena setiap periode 14,3 hari atau secara
kasarnya 15 hari, tinggi air pasang yang terjadi adalah jauh lebih tinggi sedang
permukaan air surut adalah lebih rendah dari yang terjadi pada hari-hari lainya, kondisi
demikian disebut pasang-surut purnama dan hal itu diakibatkan oleh posisi bulan muda
atau bulan purnama, yang terjadi ketika matahari, bulan, dan bumi jika dibariskan,
ketiganya berada pada satu garis lurus (Gambar -5.a).

7. Pasang-Surut Perbani (Neap Tide) adalah kebalikan dari pasang surut purnama,
tinggi air pasang naik jauh lebih rendah sedang tinggi air surut adaah lebih tinggi dari
yang terjadi pada hari-hari lainnya. Kondisi pasang surut ( Neap Tide) terjadi setiap
periode 14,3 hari atau secara kasarnya 15 hari. Pasang-surut perbani tersebut
diakibatkan oleh posisi bulan muda atau bulan purnama yang terjadi ketika matahari,
bulan, dan bumi jika dibariskan, ketiganya membentuk garis perpotongan dengan
sudut 90 derajat (Gambar -5.b).

8. Pasang Surut Bersemi Ekuinoksial (Equinoctial Spring Tides) adalah pasang-


bersemi ekstra yaitu pasang bersemi yang tinggi dan terjadi dua kali satu tahun yaitu
ketika awal musim semi dan pada saat automnal equinox (panjang waktu siang dan
malam sama lamanya).

Volume I : Aspek Umum Pengembangan Daerah Rawa 8


Penyusunan Manual Perencanaan Teknis
Jaringan Reklamasi Rawa dan Tambak

9. Elevasi Acuan Pasang-Surut (Tide Datum) mengacu pada ketinggian pasang-


surut, elevasi acuan yang dipilih pada umumnya yang jangka panjang rata-rata dari
beberapa elevasi pasang-surut seperti Lower Low Water (MLLW). MLLW adalah rata-
rata dari permukaan air terendah pada suatu periode 19 tahun. MLLW adalah pada
umumnya elevasi acuan nol.

Gambar -5 : Kedudukan Bumi-Bulan-Matahari Saat Pasang Purnama (a)


dan Pasang Perbani (b)

2.6 KARAKTERISTIK PASANG-SURUT DI INDONESIA

Karakteristik pasang surut di sepanjang pantai Indonesia bervariasi dari satu tempat ke
tempat lainnya. Di Kalimantan Barat Pontianak mempunyai pasang surut diurnal yaitu
sekali pasang dan sekali surut setiap hari. Semakin ke Utara berubah menjadi pasang surut
semi-diurnal yaitu dua kali pasang dan dua kali surut setiap harinya (Tanjung Datu). Di
tempat lainnya mempunyai pasang surut campuran dimana pasang surut kadang-kadang
didominasi oleh pasang surut diurnal maupun semi-diurnal (pemangkat). Kisarannya
bervariasi secara tetap setiap dua mingggu dan mencapai maksimum pada pasang
purnama (spring tide) dan minimum pada pasang mati ( neap tide). Kisaran ini dipengaruhi
oleh perubahan musim. Kisaran pasang surut bervariasi dari tempat ke tempat lain, pada

Volume I : Aspek Umum Pengembangan Daerah Rawa 9


Penyusunan Manual Perencanaan Teknis
Jaringan Reklamasi Rawa dan Tambak

pantai Utara Jawa hanya sekitar 1,00 m. Pada pantai Timur Sumatera dan pantai Selatan
Kalimantan bervariasi antara 2,00 – 3,00 m dan pada pantai Selatan Irian Jaya dapat
mencapai sekitar 6,00 m.

2.7 TUJUAN PENGAMATAN PASUT

Pasut adalah fenomena naik turunnya muka air laut yang disebabkan oleh gaya tarik dari
benda-benda langit (matahari dan bulan). Pengamatan pasut dilakukan untuk memperoleh
model tinggi muka air laut di suatu titik. Berdasarkan model tersebut, akan dapat
ditetapkan bidang-bidang referensi vertikal yang sesuai dengan keperluan. Jadi, bidang
referensi vertikal diperoleh dari pengamatan di satu titik yang kemudian dianggap mewakili
pola pasut laut untuk suatu kawasan perairan tertentu. Pengamatan pasut dilakukan
dengan mengambil sampel data tinggi muka air laut pada suatu periode waktu tertentu.
Periode pengamatan pasut yang lazim dilakukan untuk keperluan praktis adalah 15 piantan
atau 29 piantan. Piantan adalah terminologi selang waktu pengamatan pasut. Dengan 1
piantan adalah pengamatan pasut selama 1 hari. Batasan penting yang mendasari
periodisasi ini adalah bahwa pada selang waktu tersebut bulan yang dianggap sebagai
benda langit yang paling berpengaruh dalam membangkitkan pasut telah menyelesaikan
setengah atau satu kali revolusinya terhadap bumi.

Tinggi muka air laut sesaat dalam interval waktu tertentu dilakukan pencatatan atau
direkam. Interval waktu pencatatan tinggi muka air laut biasanya adalah 15 atau 30 menit,
dengan pengamatan manual. Pada jam-jam berselang 15 atau 30 menit tersebut dicatat
tinggi muka air laut terhadap suatu pengamat. Selain itu dicatat pula posisi titik pengamat
dan tanggal, bulan, dan tahun pengamatannya. Catatan tinggi muka air laut sesaat
tersebut kemudian menjadi sample dari populasi tinggi muka air laut di titik yang diamati.

Secara garis besar, tujuan pengamatan pasut adalah sebagai berikut:

1. Menentukan permukaan air laut rata-rata dan ketinggian titik pasut ( tidal datum
plane) lainnya untuk keperluan survey dan rekayasa dengan melakukan satu sistem
pengikatan terhadap bidang referensi tersebut

2. Memberikan data untuk peramalan pasut dan arus serta mempublikasikan data ini
dalam tabel tahunan untuk arus dan pasut

3. Menyelidiki perubahan kedudukan air laut dan gerakan kerak bumi

4. Meyediakan informasi yang menyangkut keadaaan pasut untuk proyek teknik

Volume I : Aspek Umum Pengembangan Daerah Rawa 10


Penyusunan Manual Perencanaan Teknis
Jaringan Reklamasi Rawa dan Tambak

5. Memberikan data yang tepat untuk studi muara sungai tertentu

6. Melengkapi informasi untuk penyelesaian masalah hukum yang berkaitan dengan


batas-batas wilayah yang ditentukan berdasar pasut.

2.8 PENGAMATAN PASANG SURUT

Sebelum melakukan pengamatan pasang surut, langkah-langkah yang harus dilakukan


adalah sebagai berikut:

1. Studi Pustaka (untuk rencana survey pendahuluan), studi rencana lokasi stasiun pasut
yang digambarkan pada peta Indonesia. Dengan menggunakan buku informasi
pelabuhan di Indonesia yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Laut
Dephub, dapat diketahui bahwa lokasi tersebut dapat dilakukan survey pendahuluan
atau tidak (dermaga beton sangat baik untuk konstruksi rumah pasut)

2. Survei Pendahuluan (untuk mengurus perijinan) dilakukan pada pelabuhan yang


dimaksud. Ada bermacam instansi pemilik/pengelola pelabuhan seperti Administrator
Pelabuhan (Dephub, Ditjen Hubla, PT. Pelindo (I, II, III, IV dan cabang-cabangnya)
Pelabuhan, Pelelangan Ikan, TNI AL, dan lain-lain. Data yang diharapkan dari kegiatan
ini adalah:

a. Informasi rencana pengembangan pelabuhan

b. Kondisi dermaga

c. Kedalaman air laut (dicari lebih dari 2 meter tersurut)

d. Variasi pasang dan surut setempat (unutk memasang palem/meteran pasut

e. Perijinan. Bila kondisi pelabuhan cukup memungkinkan untuk didirikan stasiun


pasut dilanjutkan dengan perijinan instansi setempat.

3. Perencanaan bangunan stasiun pasut. Bentuk dan konstruksi bangunan stasiun pasut
sangat tergantung pada kondisi dermaga tempat stasiun pasut yang akan dibangun

4. Pembangunan stasiun pasut dan titik ikat pasut setiap bangunan stasiun pasut harus
dilengkapi dengan titik ikat pasut (TIP) berupa pilar beton dengan baut ketinggian dari
kuningan.

5. Instalasi alat rekam data pasut. Pada langkah ini selain instalasi alat rekam data pasut,
dilakukan juga kursus singkat bagi calon operator setempat yang akan
mengoperasikan alat tersebut. Pada saat uji operasi ini minimal 24 jam pengamatan

Volume I : Aspek Umum Pengembangan Daerah Rawa 11


Penyusunan Manual Perencanaan Teknis
Jaringan Reklamasi Rawa dan Tambak

secara teratur dikontrol sehingga bila terjadi pertanyaan oleh calon operator masih
dapat dijelaskan.

6. Pengukuran sipat datar dari palem pasut ke titik ikat pasut. Ini sangat penting bagi
kelengkapan informasi pasut. Titik ikat pasut menjadi titik acuan ketinggian di
lapangan.

2.9 PERALATAN PENGAMATAN PASUT

Tide gauge adalah alat yang dipakai untuk mengukur tinggi pasut. Pencatatannya dapat
dilakukan secara:

1. Non registering yaitu dengan pengamatan langsung untuk mengukur dan mencatat
tinggi pasut dari papan ukur yang disebut tide staff. Jenis yang sederhana dari tide
staff adalah palm staff atau board dengan nama umum rambu pasut, yang memiliki
ketebalan antara 1 dan 2 inch dengan lebar 4 sampai dengan 6 inch dan dengan
pembagian skala yang umumnya dalam sistem meter. Panjang rambu pasut,
seharusnya mencukupi panjang dari muka pasut terendah sampai yang tertinggi di
tempat rambu tersebut dipasang. Skala nol rambu harus terletak di bawah permukaan
air laut pada saat air terendah dan bacaan skala masih dapat dibaca pada saat air
tinggi tertingi. Dalam pemasangannya rambu tersebut disekrup atau ditempelkan
dalam posisi vertikal pada tiang atau penyangga yang cocok. Lokasi rambu harus
berada pada tempat yang aman dan mudah terlihat dengan jelas, tidak bergerak-
gerak akibat gelombang atau arus laut. Tempat tersebut tidak pernah kering pada saat
keadaan air yang paling surut. Oleh karena itu panjang rambu pasut yang dipakai
sangat terantung sekali pada kondisi pasut air laut di tempet tersebut. Bila seluruh
rambu pasut dapat terendam air, maka air laut tidak dapat dipastikan kedudukannya.

Volume I : Aspek Umum Pengembangan Daerah Rawa 12


Penyusunan Manual Perencanaan Teknis
Jaringan Reklamasi Rawa dan Tambak

Gambar -6 : Pemasangan Tide Staff

Pada prinsipnya bentuk rambu pasut hampir sama dengan rambu yang dipakai dalam
pengukuran sipat datar (levelling). Perbedaannya adalah dalam mutu bahan yang dipakai.
Mengingat bagaian bawah rambu pasut harus dipasang terendam air laut, maka rambu
dituntut juga terbuat dari bahan yang tahan air laut. Rambu pasut hampir selalu
dipergunakan pada pelabuhan-pelabuhan laut. Akan tetapi dalam hal ini biasanya titik nol
skala rambu diletakkan sama dengan muka surutan setempat, sehingga setiap saat tinggi
permukaan air laut terhadap muka surutan tersebut atau kedalaman laut dapat diketahui
berdasarkan pembacaan pada rambu. Dengan demikian hal ini sangat membantu
keamanan kapal yang akan berlabuh atau meninggalkan pelabuhan.

Gambar -7 : Contoh Tide Staff dan Tide Gauge

Volume I : Aspek Umum Pengembangan Daerah Rawa 13


Penyusunan Manual Perencanaan Teknis
Jaringan Reklamasi Rawa dan Tambak

2. Self registering yaitu pencatatan pasut secara otomatis dengan alat automatic gauge.

a. Floating Tide Gauge

Prinsip kerja alat ini berdasarkan gerakan naik turunnya permukaan air laut yang
dapat diketahui melalui pelampung yang dihubungkan dengan alat pencatat
(recording unit). Alat ini harus dipasang pada tempat yang tidak begitu besar
dipengaruhi oleh pergerakan air laut sehingga pelampung dapat bergerak secara
vertikal dengan bebas.

Gambar -8 : Contoh Flotaing Tide Gauge

b. Pressure Tide Gauge

Prinsip kerjanya hampir sama dengan floating tide gauge, namun perubahan naik
dan turunnya permukaan air laut direkam melalui perubahan tekanan pada dasar
laut yang dihubungkan alat pencatat (recording unit). Alat ini dipasang
sedemikian rupa, sehingga selalu berada di bawah permukaan air laut tersurut
(LLW). Prinsip kerja dari alat ini adalah dengan menghubungkan ketinggian suatu
titik tetap terhadap tekanan hidrostatis di bawah permukaan air dan mencari
faktor pembandingnya.

Volume I : Aspek Umum Pengembangan Daerah Rawa 14


Penyusunan Manual Perencanaan Teknis
Jaringan Reklamasi Rawa dan Tambak

Gambar -9 : Tirtaharapan Absolute Pressure Logger

Tide gauge pada gambar diatas sangat cocok dipergunakan di bawah permukaan
air laut karena menggunakan fiber glass dan PVC sebagai bahan dasarnya. Alat ini
dapat dipasang pada struktur yang telah ada atau pada tide gauge mekanis yang
telah ada sebelumnya. Alat ini akan berfungsi tanpa kesalahan kecuali jika
terdapat pasir dan kerikil pada bagian atas logger. Logger sendiri tidak perlu
dipasang pada dasar laut, tetapi cukup berada di bawah permukaan air pada
surut terendah.

Alat Absolute Pressure Logger terdapat dalam beberapa tipe yaitu tipe 2 Bar dan
5 Bar. Tipe 2 Bar dapat mengukur hingga 10 meter tekanan air dan 5 Bar dapat
mengukur hingga 40 meter. Tipe 2 Bar sangat ideal untuk pengukuran pasut
secara umum karena umumnya pasut tidak akan melebihi range 10 meter.

c. Tide Gauge Tipe Akustik.

Tide gauge tipe ini menggunakan pipa aluminium sebagai pelindung yang
nantinya akan berfungsi sebagai sumur kecil untuk melakukan pengukuran. Alat
ini dilengkapi dengan sensor akustik yang akan mengukur ketinggian permukaan
air dari waktu ke waktu dengan sistem pencatatan secara digital. Alat ini juga
dilengkapi dengan sistem komunikasi untuk mengirimkan data ke stasiun
pengamatan. Prinsip kerjanya adalah dengan mengukur waktu tempuh
gelombang suara secara vertikal ke permukaan air. Dalam beberapa kasus signal
atau gelombang yang dipancarkan akan hilang terkena pengaruh dari lingkungan
disekitarnya oleh karena itu dibuatlah suatu tube atau sumur kecil sehingga dapat
dilakukan pengukuran dengan akurat. Untuk dapat mengubah waktu tempuh
gelombang suara menjadi data ketinggian maka diperlukan data kecepatan suara

Volume I : Aspek Umum Pengembangan Daerah Rawa 15


Penyusunan Manual Perencanaan Teknis
Jaringan Reklamasi Rawa dan Tambak

antara sensor akustik dan permukaan laut. Perlu diingat bahwa kecepatan suara
sangat bervariasi tergantung pada kelembaban dan suhu. oleh karena itu
diperlukan pengukuran suhu dan kelembaban udara.

Gambar -10 : Contoh Tide Gauge Tipe Akustik

Gambar -11 : Tide Gauge Tipe Akustik

d. Tide Gauge Radar

Prinsip kerja alat ini hampir sama dengan tide gauge tipe akustik hanya saja
gelombang yang dipancarkan adalah gelombang micro ( microwave). Gelombang

Volume I : Aspek Umum Pengembangan Daerah Rawa 16


Penyusunan Manual Perencanaan Teknis
Jaringan Reklamasi Rawa dan Tambak

yang dipancarakan kemudian diukur waktu tempuhnya dengan suatu sensor


tertentu sehingga dapat ditentukan jarak antara sensor dan permukaan air. Tide
gauge jenis ini memiliki bentuk yang lebih portable dan kompak. Tide gauge jenis
ini sangat jarang dipergunakan. Tide gauge tipe ini diletakkan diatas permukaan
laut biasanya dalam posisi menggantung.

Gambar -12 : Tide Gauge Tipe Radar

Gambar -13 : Prinsip Kerja Tide Gauge Tipe Radar

Volume I : Aspek Umum Pengembangan Daerah Rawa 17


Penyusunan Manual Perencanaan Teknis
Jaringan Reklamasi Rawa dan Tambak

e. Tide Gauge Tipe Kelvin

Tide Gauge Tipe Kelvin yang diciptakan dan diproduksi oleh fisikawan Lord Kelvin
di Inggris, dimana alat ini dipergunakan untuk mengamati pasang surut sejak
1891. Alat menggunakan pensil sebagai media untuk mencatat yang perlu diraut
dalam periode tertentu untuk menjaga agar alat tetap berfungsi.

Gambar -14 : Secara Berurutan Tipe Kelvin, Tipe Fuess, dan Tipe GSI

f. Tide Gauge Tipe Fuess

Tide gauge ini dibuat di Jepang dan dipergunakan sejak 1963. Alat ini kemudian
dimodifikasi secara berkala untuk memproduksi produk dengan tipe yang lebih
baik. Tide gauge ini dipergunakan hingga tahun 1992. Alat ini merekam data di
atas kertas secara horizontal dan memiliki pelindung untuk menghindari dari
benturan.

g. Tide Gauge tipe GSI

Tide gauge ini dikembangkan oleh Geographical Survey Institute (GSI) dan
dipergunakan dari tahun 1966 hingga 1991. Pada awalnya tide gauge ini
menggunakan pendulum, dan kemudian di modifikasi sehingga menggunakan
sistem elektrik – mekanis. Tide gauge ini dapat mencatat ketinggian pasang surut
secara terus menerus selama 1 bulan. Sehingga alat ini juga dinamakan tide
gauge long term GSI

Volume I : Aspek Umum Pengembangan Daerah Rawa 18


Penyusunan Manual Perencanaan Teknis
Jaringan Reklamasi Rawa dan Tambak

 High accuracy automatic tide gauge (tipe personal computer)

Tide Gauge ini dikembangkan bersama-sama oleh GSI ( Geographical


Survey Institute) dan perusahaan swasta dan telah digunakan sejak 1985.
Pengukuran ketinggian pasang surut dilakukan setiap 30 detik secara digital
dan dikirim ke stasiun pusat pengamatan dengan menggunakan jalur
telephone.
 High resolution automatic tide gauge

Alat ini merupakah hasil modifikasi dari tide gauge tipe computer sehingga
menjadi lebih praktis dan mempunyai kemampuan menyimpan data dalam
waktu tertentu. Alat ini mulai digunakan di stasiun pengamatan pasang
surut pada tahun 1997. alat ini digunakan untuk mereduksi pengaruh
goncangan dan pengaruh garam yang dapat merusak komponen computer.
Alat ini dapat bekerja dalam waktu yang relatif lebih lama dari alat yang
sebelumnya.

Gambar -15 : Secara Berurutan High Accuracy Automatic Tide Gauge Dan High
Resolution Automatic Tide Gauge

2.10 ANALISIS PASANG SURUT

2.10.1 MODEL MATEMATIK PASANG SURUT

Analisa pasang surut dilakukan untuk menemukan pola-pola harmonik atau periodic pada
periodisasi gerak vertical muka air laut.. Oleh karena itu analisa pasut sering disebut juga
dengan analisa harmonic. Jika faktor meteorologist dihilangkan dari model gelombang
pasut maka akan diperoleh pernyataan sebagai berikut:

Volume I : Aspek Umum Pengembangan Daerah Rawa 19


Penyusunan Manual Perencanaan Teknis
Jaringan Reklamasi Rawa dan Tambak

n
YP  Y0   Ai cos(i t  Pi )
i 1

Dimana:

YP (t) = tinggi muka air karena pasut saat t

Y0 = tinggi muka air rata-rata (mean sea level)

Ai = amplitude komponen pasut ke-i

i  2 / Ti

Ti = periode komponen pasut ke-i

t = waktu

n = jumlah komponen

2.10.2 METODE PENENTUAN KONSTANTA HARMONIK

Dari pengamatan pasang surut yang telah dilakukan dengan interval waktu tertentu, maka
persamaan tersebut diatas dapat ditentukan komponen harmonik pasutnya
(Amplitudonya). Ada beberapa cara hitung data pasut antara lain yaitu dengan cara
konvensional (dengan mengambil harga rata-rata dari semua data pengamatan, dimana
harga tersebut menyatakan kedudukan permukaan air laut rata-rata), metode admiralthy
dan metode least square. Dengan perkembangan komputer dan software untuk hitungan,
sangat membantu pengolahan data pasut. Bervariasinya tingkat pengetahuan pengguna
data pasut terhadap perpasutan menyebabkan sedikit kesulitan dalam membuat model
sajian informasi pasut. Hasil hitungan pasut yang sering dihasilkan dan sering dibutuhkan
oleh pengguna data adalah konstanta harmonik, mean sea level, chart datum, daftar
tertinggi dan terendah muka air laut serta prediksi pasut

2.10.2.1 METODE ADMIRALTHY

Metode admiralty merupakan analisis yang berlaku untuk pengamatan 15 atau 29 piantan.
Metode ini dikembangkan oleh A.T. Doodson, Direktur Tidal Institute di Liverpool dan
digunakan untuk keperluan kantor hidrografi Inggris, yaitu British Admiralty, sehingga
karenanya dikenallah metode ini sebagai metode admiralthy. Metode ini mengembangkan
sistematika pengolahan data pengamatan pasut dengan bantuan skema dan table-tabel

Volume I : Aspek Umum Pengembangan Daerah Rawa 20


Penyusunan Manual Perencanaan Teknis
Jaringan Reklamasi Rawa dan Tambak

penggali. Perhitungan pendekatan dengan metode admiralthy ini dibagi menurut hasil data
yang didapat melaluhi pengamatan pasang surut yaitu:

1. Perhitungan 15 hari (piantan) atau biasa disebut perhitungan seri pendek,


dilakukan bila data pengamatan di lapangan diperoleh hanya mencapai minimal
15 hari pengamatan atau selama 15 x 24 jam.

2. Perhitungan 29 hari (piantan) atau biasa disebut perhitungan seri panjang,


dilakukan bila data pengamatan pasang surut yang diperoleh di lapangan
mencapai hitungan 29 hari atau selama 29 x 24 jam.

Sebelum melakukan perhitungan, yaitu memasukkan data ketinggian air tiap jam ke dalam
blangko perhitungan pendekatan, harus dilakukan pengkoreksian akan kebenaran datanya
melaluhi kurva yang diplot pada kertas millimeter. Dalam hal ini data pasut yang dianggap
kurang sempurna/menyimpang langsung dapat diperbaiki. Selanjutnya data yang sudah
disempurnakan siap untuk dihitung. Mengerjakan isian yang telah disediakan pada blangko
pendekatan misalnya : Nama tempat, lama pengamatan, (29 hari atau 15 hari).

2.10.2.2 METODE LEAST SQUARE

Metode least square yang juga sering disebut dengan metode kuadrat terkecil. Metode ini
juga merupakan analisis harmonik, sehingga mengabaikan pula faktor meteorologis dalam
penghitungannya. Pada metode least square ini, persamaan matematis sebelumnya
dituliskan kembali sebagai berikut:

n n
YP (tk )  Y0   Ai cos itk   Bi
i 1 i 1

Dimana:

k = jumlah komponen pasut

tk = waktu pengamatan tiap jam, dengan tk = 0 sebagai waktu tengah-tengah

pengamatannya

Ai = amplitude komponen pasut ke-i

Bi = amplitude komponen pasut ke-i

Volume I : Aspek Umum Pengembangan Daerah Rawa 21


Penyusunan Manual Perencanaan Teknis
Jaringan Reklamasi Rawa dan Tambak

Garis regresi terbaik atau model pasut hasil hitungan (Y P(tk) akan mendekati bentuk pasut
pengamatannya jika kuadrat kesalahannya minimum, yang diekspresikan dengan
persamaan:

k
2   Y (t
tk   k
k )  Ytk   min

Keunggulan dari metode least square adalah sebagai berikut:

3. Gap yang biasanya terjadi pada pengamatan dapat ditolerir

4. Fleksible dalam jumlah data yang disertakan dalam hitungan yang biasanya minimum
sebulan pengamatan

5. Tidak ada asumsi yang diterapkan untuk data pengamatan di luar range least square
fitting yang dilakukan

6. Fleksibilitas dalam sampling rate data, yang mana biasanya sampling rate per jam
tetapi dapat juga diset dalam sampling rate yang lebih rapat misalnya per satu menit

2.11 DEFINISI KETINGGIAN ACUAN YANG DIPAKAI

Ketinggian acuan yang dipakai dalam ilmu hidrooseanografi dalam menggambarkan


pasang-surut di suatu daerah antara lain:

Tabel -2 : Tinggi Acuan Pasang Surut


No. Nama Singkatan Definisi
1 Mean Sea Level MSL Tinggi rata-rata muka air rata-rata.
Dihitung berdasarkan rata-rata muka air
selama 20 tahun
2 Mean High Water Level MHWL Tinggi rata-rata muka air tinggi (diatas
MSL). Dihitung berdasarkan rata-rata
muka air tinggi selama 20 tahun.
3 Mean Low Water Level MLWL Tinggi rata-rata muka air rendah
(dibawah MSL). Dihitung berdasarkan
rata-rata muka air rendah selama 20
tahun.
4 Mean High Water Spring MHWS Tinggi rata-rata pasang purnama, yaitu
harga rata-rata muka air tertinggi
sewaktu pasang purnama dalam jangka
waktu panjang (20 tahun)

Volume I : Aspek Umum Pengembangan Daerah Rawa 22


Penyusunan Manual Perencanaan Teknis
Jaringan Reklamasi Rawa dan Tambak

5 Mean Low Water Spring MLWS Tinggi rata-rata air rendah saat purnama,
yaitu harga rata-rata muka air rendah
sewaktu pasang purnama dalam jangka
waktu panjang (20 tahun)
6 Highest High Water Level HHWL Muka air tertinggi. Diambil sebagai muka
air tertinggi selama pengamatan 20 tahun
7 Lowest Low Water Level LLWL Muka air terendah. Diambil sebagai muka
air terendah selama pengamatan 20
tahun

Volume I : Aspek Umum Pengembangan Daerah Rawa 23

Anda mungkin juga menyukai