Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

FENOMENA KONDUKSI PADA PHOTOVOLTAIK

Memenuhi Tugas Mata Kuliah :


KONVERSI ENERGI SURYA

Disusun oleh :
YAYAT HIDAYAT
NIM. 1805190006

PROGRAM PASCA SARJANA


TEKNIK ELEKTRO
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gas, batu bara, dan minyak bumi merupakan energi yang berperan sangat
penting dalam kehidupan manusia mengingat sifatnya yang mampu
menggerakkan banyak hal. Misalnya seperti batu bara untuk pembangkit tenaga
listrik dan minyak bumi untuk diolah menjadi bahan bakar alat-alat transportasi.
Ternyata, selama ini kita menggunakan energi fosil sebagai sumber energi utama
di Indonesia. Karena tingkat konsumsinya yang cukup tinggi, energi fosil pun
semakin lama semakin berkurang.
Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) merupakan penentu
tercapainya kedaulatan energi. Indonesia pun memiliki peluang membuat
kedaulatan tersebut karena memiliki sumber energi terbarukan berasal dari air,
mikro hidro, angin (bayu), tenaga surya, gelombang laut dan panas bumi. Meski
sumber energi terbarukan banyak, pemanfaatannya belum bisa memenuhi
kebutuhan energi dalam negeri. Potensi yang sangat besar dengan posisi Indonesia
di garis katulistiwa adalah sumber energi matahari yang didapatkan sepanjang
tahaun.
Suplai energi surya dari sinar matahari yang diterima oleh permukaan
bumi sebenarnya sangat luar biasa besarnya yaitu mencapai 3 x 10 24 joule
pertahun. Jumlah energi sebesar itu setara dengan 10.000 kali konsumsi energi di
seluruh dunia saat ini. Dengan kata lain, dengan menutup 0,1% saja permukaan
bumi dengan perangkat solar sel yang memiliki efisiensi 10% sudah mampu untuk
menutupi kebutuhan energi di seluruh dunia saat ini. Perkembangan yang pesat
dari industri sel surya (solar sel) di mana pada tahun 2004 telah menyentuh level
1000 MW membuat banyak kalangan semakin melirik sumber energi masa depan
yang sangat menjanjikan ini.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan energi surya?
2. Apa yang dimaksud dengan sel surya?
3. Bagaimana cara kerja sel surya?

1.3 Tujuan
1. Menjelaskan tentang energi surya.
2. Menjelaskan tentang sel surya.
3. Menjelaskan cara kerja sel surya.

1.4 Batasan Masalah


Pada makalah ini hanya membahas tentang energi surya, sel surya, dan
cara kerja sel surya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Energi Surya


Matahari adalah salah satu komponen utama penggerak kehidupan.
Rasanya sulit membayangkan kelangsungan hidup makhluk hidup tanpa adanya
matahari. Siklus alam seperti angin, air, dan juga siklus dalam tumbuhan yaitu
fotosintesis, kesemuanya melibatkan peran matahari, baik akibat dari posisi
matahari terhadap bumi, maupun akibat radiasi cahaya yang sampai ke bumi.
Studi juga menunjukkan bahwa energi matahari yang sampai kebumi dalam satu
jam sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan energi seluruh manusia
dipermukaan bumi dalam satu tahun. Alasan yang cukup untuk memacu
pemaksimalkan energi matahari sebagai energi terbarukan terutama dengan
pengkonversian menjadi listrik oleh divais sel/panel surya.

Gambar 2.1. Konversi energi cahaya matahari menjadi listrik oleh sel/panel
surya adalah alternatif untuk memaksimalkan potensi energi surya untuk sumber
energi yang berkelanjutan. (Gambar : ecofriend)

Matahari memancarkan radiasi cahaya dengan berbagai panjang


gelombang, mulai dari ultraviolet, cahaya tampak, sampai infrared dari spektrum
elektromagnetik. Radiasi ini timbul sebagai akibat dari permukaan matahari yang
mempunyai temperatur sekitar 5800 K (~5500 C) sehingga spektrum yang

3
dipancarkan matahari sama dengan spektrum dari blackbody pada temperatur
yang sama. Blackbody ini didefinisikan sebagai objek yang menyerap secara
sempurna semua radiasi elektromagnetik, dan juga mampu memancarkan radiasi
dengan distribusi energi bergantung kepada temperaturnya.

Gambar 2.2 Perbandingan Spektra Energi radiasi sebagai fungsi panjang


gelombang dari matahari untuk kondisi tepat diatas atmosfer bumi, blackbody,
dan pada permukaan bumi. (Gambar : wikipedia)

Gambar diatas menunjukan besar energi radiasi yang diterima dari


matahari per satuan area per satuan waktu sebagai fungsi dari panjang gelombang.
Pada permukaan matahari energi radiasi yang dipancarkan yaitu sebesar 62
MW/m2, dan diatas atmosfer bumi radiasinya berkurang menjadi total sebesar
1353 W/m2. Untuk radiasi blackbody, semakin tinggi temperatur objek blackbody
tersebut maka semakin besar juga energi radiasinya. Blackbody pada temperatur
rata-rata bumi yaitu 300 K, paling kuat memancarkan pada gelombang infrared
dan radiasinya tidak dapat terlihat oleh mata. Untuk matahari, dengan temperatur
skitar 5800 K, radiasinya paling kuat berada pada gelombang cahaya tampak
(visible) dengan panjang gelombang sekitar 300 – 800 nanometer (nm), seperti
terlihat pada gambar diatas.

4
Gambar 2.3 Efek Awan dan Atmosfer bumi terhadap energi radiasi yang sampai
ke permukaan bumi. Sekitar 50% dari energi radiasi matahari yang tiba di
atmosfer bumi, sampai ke permukaan bumi. (Gambar : Wikipedia dan NASA)

Radiasi cahaya matahari yang sampai dipermukaan atmosfer bumi tidak


semuanya diterima oleh permukaan bumi karena mengalami proses pengamburan
oleh awan atau juga partikel-partikel lain yang ada didalam atmosfer bumi.
Cahaya dengan panjang gelombang kurang dari 300 nm dan cahaya tampak
difilter oleh atom dan molekul oksigen (O2), ozon (O3), dan nitrogen (N2).
Sedangkan air (H2O) dan karbon dioksida (CO2) umumnya menyerap cahaya
pada area gelombang infrared yang merupakan alasan penurunan secara drastis
pada spektra radiasi di panjang gelombang 900, 1100, 1400, 1800, 1900 dan 2600
nm.

Gambar 2.4 Berbagai kondisi Air Mass yang )bergantung pada sudut elevasi
matahari. Umumnya Air Mass (AM 1.5) digunakan sebagai untuk standar
pengukuran performansi sel dan panel surya. (Gambar : LaserFocusWorld)

5
Pengaruh dari atmosfer terhadap spektrum radiasi matahari
direpresentasikan dengan faktor “Air Mass” (AM), yang didefinisikan sebagai
jarak tempuh cahaya matahari dalam atmosfer bumi sebagai fungsi dari sudut
elevasi matahari terhadap permukaan bumi. Gambar diatas menggambarkan
berbagai kondisi air mass sesuai sudut elevasi matahari. Air Mass 0 (AM0)
menggambarkan kondisi cahaya matahari tepat diluar atmosfer bumi, sehingga
relevan untuk panel surya yang digunakan pada satelit-satelit bumi. Untuk AM1,
jarak tempuh cahaya matahari sama dengan tebal dari atmosfer ketika kondisi
matahari tepat berada diatas. Namun apabila tidak tepat berada diatas, jarak
tempuhnya semakin bertambah sesuai fungsi inverse dari cosinus sudut elevasi
matahari. Sebagai contoh, ketika sudut elevasinya 60o maka jarak tempuhnya
menjadi dua kali lipat (AM2). Umumnya AM1.5 dengan sudut elevasi 48 o
digunakan sebagai standar untuk pengukuran sistem panel surya. Besar energi
untuk AM1.5 yaitu 1000 W/m2, sedangkan untuk AM0 yaitu 1360 W/m2 yang
biasa disebut solar constant.
Besar aktual radiasi cahaya matahari yang diterima dipermukaan bumi
bervariasi tiap area, dan sangat bergantung kepada musim dan variasi dari posisi
matahari dan orientasi bumi. Gambar dibawah menunjukkan besar rata-rata energi
radiasi cahaya dalam kWh persatuan area perhari diberbagai belahan bumi, untuk
kondisi langit cerah dan radiasi tepat horizontal diatas permukaan bumi. Dari
gambar tersebut jelas terlihat potensi penggunaan energi surya dari negara-negara
yang terletak dekat dengan ekuator termasuk Indonesia. Selain itu, radiasi cahaya
matahari di Indonesia pun relatif konstan pertahunnya dikarenakan hanya terdapat
dua musim, dibandingkan negara-negara dengan empat musim dimana pada
musim-musim tertentu energi radiasi yang diterima akan berkurang.

6
Gambar 2.6. Energi radiasi matahari yang diterima diberbagai belahan bumi
dalam satuan kWh/m2/hari untuk kondisi langit cerah dan cahaya matahari tepat
horizontal diatas permukaan bumi. (Gambar : NASA)

2.2 Sel Surya


Sel surya atau sel photovoltaic atau solar sel adalah sebuah alat
semikonduktor yang terdiri dari sebuah wilayah-besar dioda p-n junction, di
mana, dalam hadirnya cahaya matahari mampu membangkitkan energi listrik
yang berguna. Pengubahan ini disebut efek photovoltaic. Sel surya pertama kali
menjadi bahasan publik pada awal abad 19. Menurut penuturan Einstein, selain
memiliki karakteristik gelombang, cahaya matahari juga terdiri dari kumpulan
foton-foton yang memiliki energi.

Gambar 2.7 Sel surya yang di pasang di tanah lapang


(Sumber:http://id.wikipedia.org/)

Apabila cahaya matahari mengenai sel surya maka energi yang dimiliki
foton akan diserap oleh molekul di dalam sel surya dan kemudian energi cahaya

7
tersebut dirubah menjadi energi listrik. Dalam proses perubahan energi ini,
semikonduktor adalah tokoh kunci yang berperan sehingga sel surya dapat
menjalankan fungsinya dengan baik. Sel surya memiliki banyak aplikasi terutama
cocok untuk digunakan bila tenaga listrik dari grid tidak tersedia, seperti di
wilayah terpencil, satelit pengorbit bumi, kalkulator genggam, pompa air, dll.
Sel surya, sebagai salah satu perangkat penghasil listrik bila dibandingkan
dengan penghasil listrik yang lain seperti minyak bumi dan batu bara, pengeluaran
gas karbon dioksidanya sangat sedikit. Selain itu juga tidak membutuhkan bahan
bakar lain, air pendinginpun tidak diperlukan, tidak menghasilkan polusi suara
seperti layaknya mesin penghasil listrik yang lain, cara mendapatkan sumber
energinya begitu mudah, murah meriah dan juga mudah untuk membuatnya. Dari
beberapa kelebihannya tersebut, sel surya bisa diletakkan di manapun, dari
halaman rumah di perkotaan hingga gurun pasir yang luas.

2.3 Hubungan Sel Surya dengan Efek Fotolistrik


Peristiwa konversi energi sel surya termasuk kedalam efek fotolistrik
karena menurut efek fotolistrik yang dikemukakan Einstein, dalam interaksi
antara foton cahaya dan elektron di dalam logam sifat partikel cahayalah yang
berperan. Yakni, terjadi tumbukan antara foton cahaya dengan elektron ibarat
tumbukan antara dua bola biliar. Hanya saja setelah tumbukan, foton
memusnahkan diri dengan menyerahkan seluruh energinya kepada elektron
tertumbuk. Sebagian dari energi yang diterima elektron akan meningkatkan energi
total elektron sehingg dapat mengatasi energi ambang (energi ikat) W 0 sisanya
menjadi energi kinetik EK, setelah elektron membebaskan diri dan berpindah
posisi melewati konduktor, kabel penghubung dan kembali ke bagian bawah sel
surya. Peristiwa ini terjadi jutaan kali setiap detiknya jika sel surya dikenai cahaya
dengan frekuensi lebih besar dari frekuensi ambang sehingga terjadi aliran arus
listrik yang disebabkan banyaknya muatan listrik (elektron) yang mengalir tiap
satuan waktu.

8
2.4 Semikonduktor

Semikonduktor adalah bahan yang sifat-sifat kelistrikannya terletak


antara sifat-sifat konduktor dan isolator. Sifat-sifat kelistrikan konduktor maupun
isolator tidak mudah berubah oleh pengaruh temperatur, cahaya atau medan
magnet, tetapi pada semikonduktor sifat-sifat tersebut sangat sensitive.
Dalam mempelajari elektronika kita mengenal semikonduktor tipe P dan
semikonduktor tipe N. Kedua jenis semikonduktor tersebut merupakan bahan dari
pembuatan komponen semikonduktor seperti dioda dan transistor. semikonduktor
tipe P dan tipe N tersebut dapat dibuat menggunakan bahan silikon dan
germanium. Oleh karena itu perlu kita ketahui tentang teori atom untuk
memahami asal dari semikonduktor tersebut.

Teori Atom
Elemen terkecil dari suatu bahan yang masih memiliki sifat-sifat kimia dan
fisika yang sama adalah atom. Suatu atom terdiri atas tiga partikel dasar, yaitu:
neutron, proton, dan elektron. Dalam struktur atom, proton dan neutron
membentuk inti atom yang bermuatan positip, sedangkan elektron-elektron yang
bermuatan negatip mengelilingi inti. Elektron-elektron ini tersusun berlapis-lapis.
Struktur atom dengan model Bohr dari bahan semikonduktor yang paling banyak
digunakan adalah silikon dan germanium.
Seperti ditunjukkan pada gambar dibawah atom silikon mempunyai
elektron yang mengorbit (mengelilingi inti) sebanyak 14 dan atom germanium
mempunyai 32 elektron. Pada atom yang seimbang (netral) jumlah elektron dalam
orbit sama dengan jumlah proton dalam inti. Muatan listrik sebuah elektron
adalah: – 1.602-19 C dan muatan sebuah proton adalah: + 1.602-19 C.

9
Gambar 2.8 Struktur Atom Silikon Dan Germanium

Elektron yang menempati lapisan terluar disebut sebagai elektron valensi.


Atom silikon dan germanium masing mempunyai empat elektron valensi. Oleh
karena itu baik atom silikon maupun atom germanium disebut juga dengan atom
tetra-valent (bervalensi empat). Empat elektron valensi tersebut terikat dalam
struktur kisi-kisi, sehingga setiap elektron valensi akan membentuk ikatan kovalen
dengan elektron valensi dari atom-atom yang bersebelahan. Struktur kisi-kisi
kristal silikon murni dapat digambarkan secara dua dimensi.

Gambar 2.9 Struktur Kristal Silikon dengan Ikatan Kovalen


Meskipun terikat dengan kuat dalam struktur kristal, namun bisa saja
elektron valensi tersebut keluar dari ikatan kovalen menuju daerah konduksi
apabila diberikan energi panas. Bila energi panas tersebut cukup kuat untuk
memisahkan elektron dari ikatan kovalen maka elektron tersebut menjadi bebas
atau disebut dengan elektron bebas. Pada suhu ruang terdapat kurang lebih 1.5 x
1010 elektron bebas dalam 1 cm3 bahan silikon murni (intrinsik) dan 2.5 x 10 13
elektron bebas pada germanium. Semakin besar energi panas yang diberikan
semakin banyak jumlah elektron bebas yang keluar dari ikatan kovalen, dengan
kata lain konduktivitas bahan meningkat.
10
Semikonduktor Tipe N
Apabila bahan semikonduktor intrinsik (murni) diberi (didoping) dengan
bahan bervalensi lain maka diperoleh semikonduktor ekstrinsik. Pada bahan
semikonduktor intrinsik, jumlah elektron bebas dan holenya adalah sama.
Konduktivitas semikonduktor intrinsik sangat rendah, karena terbatasnya jumlah
pembawa muatan yakni hole maupun elektron bebas tersebut. Jika bahan silikon
didoping dengan bahan ketidak murnian (impuritas) bervalensi lima (penta-
valens), maka diperoleh semikonduktor tipe n. Bahan dopan yang bervalensi lima
ini misalnya antimoni, arsenik, dan pospor. Struktur kisi-kisi kristal bahan silikon
type n dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.10 Struktur Kristal Semikonduktor (Silikon) Tipe N


Karena atom antimoni (Sb) bervalensi lima, maka empat elektron valensi
mendapatkan pasangan ikatan kovalen dengan atom silikon sedangkan elektron
valensi yang kelima tidak mendapatkan pasangan. Oleh karena itu ikatan elektron
kelima ini dengan inti menjadi lemah dan mudah menjadi elektron bebas. Karena
setiap atom depan ini menyumbang sebuah elektron, maka atom yang bervalensi
lima disebut dengan atom donor. Dan elektron “bebas” sumbangan dari atom
dopan inipun dapat dikontrol jumlahnya atau konsentrasinya.
Meskipun bahan silikon type n ini mengandung elektron bebas (pembawa
mayoritas) cukup banyak, namun secara keseluruhan kristal ini tetap netral karena
jumlah muatan positip pada inti atom masih sama dengan jumlah keseluruhan
elektronnya. Pada bahan type n disamping jumlah elektron bebasnya (pembawa
mayoritas) meningkat, ternyata jumlah holenya (pembawa minoritas) menurun.
11
Hal ini disebabkan karena dengan bertambahnya jumlah elektron bebas, maka
kecepatan hole dan elektron ber-rekombinasi (bergabungnya kembali elektron
dengan hole) semakin meningkat. Sehingga jumlah holenya menurun.
Level energi dari elektron bebas sumbangan atom donor dapat
digambarkan seperti pada gambar dibawah. Jarak antara pita konduksi dengan
level energi donor sangat kecil yaitu 0.05 eV untuk silikon dan 0.01 eV untuk
germanium. Oleh karena itu pada suhu ruang saja, maka semua elektron donor
sudah bisa mencapai pita konduksi dan menjadi elektron bebas.

Gambar 2.11 Diagram Pita Energi Semikonduktor Tipe N


Bahan semikonduktor tipe n dapat dilukiskan seperti pada gambar
dibawah. Karena atom-atom donor telah ditinggalkan oleh elektron valensinya
(yakni menjadi elektron bebas), maka menjadi ion yang bermuatan positip.
Sehingga digambarkan dengan tanda positip. Sedangkan elektron bebasnya
menjadi pembawa mayoritas. Dan pembawa minoritasnya berupa hole.

Gambar 2.12.Bahan Semikonduktor Tipe N

12
Semikonduktor Tipe P
Apabila bahan semikonduktor murni (intrinsik) didoping dengan bahan
impuritas (ketidak-murnian) bervalensi tiga, maka akan diperoleh semikonduktor
type p. Bahan dopan yang bervalensi tiga tersebut misalnya boron, galium, dan
indium. Struktur kisi-kisi kristal semikonduktor (silikon) type p adalah seperti
gambar dibawah.

Gambar 2.13 Struktur Kristal Semikonduktor (Silikon) Tipe P


Karena atom dopan mempunyai tiga elektron valensi, dalam gambar diatas
adalah atom Boron (B) , maka hanya tiga ikatan kovalen yang bisa dipenuhi.
Sedangkan tempat yang seharusnya membentuk ikatan kovalen keempat menjadi
kosong (membentuk hole) dan bisa ditempati oleh elektron valensi lain. Dengan
demikian sebuah atom bervalensi tiga akan menyumbangkan sebuah hole. Atom
bervalensi tiga (trivalent) disebut juga atom akseptor, karena atom ini siap untuk
menerima elektron.
Seperti halnya pada semikonduktor type n, secara keseluruhan kristal
semikonduktor type n ini adalah netral. Karena jumlah hole dan elektronnya sama.
Pada bahan type p, hole merupakan pembawa muatan mayoritas. Karena dengan
penambahan atom dopan akan meningkatkan jumlah hole sebagai pembawa
muatan. Sedangkan pembawa minoritasnya adalah elektron.

13
Gambar 2.14 Diagram Pita Energi Semikonduktor Tipe P
Level energi dari hole akseptor dapat dilihat pada gambar diatas. Jarak
antara level energi akseptor dengan pita valensi sangat kecil yaitu sekitar 0.01 eV
untuk germanium dan 0.05 eV untuk silikon. Dengan demikian hanya dibutuhkan
energi yang sangat kecil bagi elektron valensi untuk menempati hole di level
energi akseptor. Oleh karena itu pada suhur ruang banyak sekali jumlah hole di
pita valensi yang merupakan pembawa muatan.
Bahan semikonduktor tipe p dapat dilukiskan seperti pada gambar
dibawah. Karena atom-atom akseptor telah menerima elektron, maka menjadi ion
yang bermuatan negatip. Sehingga digambarkan dengan tanda negatip. Pembawa
mayoritas berupa hole dan pembawa minoritasnya berupa elektron.

Gambar 2.15 Bahan Semikonduktor Tipe P

2.5 Cara Kerja Sel Surya


Sebagaimana diketahui bahwa cahaya baik yang tampak maupun yang
tidak tampak memiliki dua buah sifat yaitu dapat sebagai gelombang dan dapat
sebagai partikel yang disebut dengan foton. Penemuan ini pertama kali
diungkapkan oleh Einstein pada tahun 1905. Energi dengan frekuensi υ

14
dipancarkan oleh sebuah cahaya dengan panjang gelombang foton λ dirumuskan
dengan persamaan:
E = h.c / λ
Dengan h adalah konstanta Planck (6,62 x 10-34 J.s) dan c adalah
kecepatan cahaya dalam vakum (3,00 x 108 m/s). Persamaan di atas juga
menunjukkan bahwa foton dapat dilihat sebagai sebuah partikel energi atau
sebagai gelombang dengan panjang gelombang dan frekuensi tertentu. Dengan
menggunakan sebuah perangkat semikonduktor yang memiliki permukaan yang
luas dan terdiri dari rangkaian dioda tipe p dan n, cahaya yang datang akan
mampu dirubah menjadi energi listrik.
Proses pengubahan atau konversi cahaya matahari menjadi listrik ini
dimungkinkan karena bahan material yang menyusun sel surya berupa
semikonduktor. Lebih tepatnya tersusun atas dua jenis semikonduktor; yakni jenis
n dan jenis p. Semikonduktor merupakan bahan dasar untuk komponen aktif
dalam alat elektronika. Semikonduktor yang digunakan pada sel surya adalah
semikonduktor ekstrinsik, yang dibuat dari campuran bahan semikonduktor
intrinsik dengan atom unsur dari kelompok III atau kelompok V dalam susunan
berkala. Semikonduktor jenis n merupakan semikonduktor yang memiliki
kelebihan elektron, sehingga kelebihan muatan negatif, (n = negatif). Sedangkan
semikonduktor jenis p memiliki kelebihan hole, sehingga disebut dengan p ( p =
positif) karena kelebihan muatan positif. Caranya, dengan menambahkan unsur
lain ke dalam semikonduktor, maka kita dapat mengontrol jenis semikonduktor
tersebut, sebagaimana diilustrasikan pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.16. Semikonduktor yang ditambahkan unsur lain

15
Pada awalnya, pembuatan dua jenis semikonduktor ini dimaksudkan untuk
meningkatkan tingkat konduktivitas atau tingkat kemampuan daya hantar listrik
dan panas semikonduktor alami. Di dalam semikonduktor alami (disebut dengan
semikonduktor intrinsik) ini, elektron maupun hole memiliki jumlah yang sama.
Kelebihan elektron atau hole dapat meningkatkan daya hantar listrik maupun
panas dari sebuah semikoduktor.
Misalkan semikonduktor intrinsik yang dimaksud ialah Silikon (Si).
Semikonduktor jenis p, biasanya dibuat dengan menambahkan unsur Boron (B),
Aluminum (Al), Gallium (Ga) atau Indium (In) ke dalam Si. Unsur-unsur
tambahan ini akan menambah jumlah hole. Sedangkan semikonduktor jenis n
dibuat dengan menambahkan Nitrogen (N), Fosfor (P) atau Arsen (As) ke dalam
Si. Dari sini, tambahan elektron dapat diperoleh. Sedangkan, Si intrinsik sendiri
tidak mengandung unsur tambahan. Usaha menambahkan unsur tambahan ini
disebut dengan doping yang jumlahnya tidak lebih dari 1 % dibandingkan dengan
berat Si yang hendak di-doping. Dua jenis semikonduktor n dan p ini jika
disatukan akan membentuk sambungan p-n atau dioda p-n (istilah lain
menyebutnya dengan sambungan metalurgi/metallurgical junction) yang dapat
digambarkan sebagai berikut. Semikonduktor jenis p dan n sebelum disambung.

Gambar 2.17 Semikonduktor jenis p dan n

Sesaat setelah dua jenis semikonduktor ini disambung, terjadi perpindahan


elektron-elektron dari semikonduktor n menuju semikonduktor p, dan perpindahan
16
hole dari semikonduktor p menuju semikonduktor n. Perpindahan elektron
maupun hole ini hanya sampai pada jarak tertentu dari batas sambungan awal.

Gambar 2.13 Penyambungan semikonduktor jenis p dan n

Elektron dari semikonduktor n bersatu dengan hole pada semikonduktor p


yang mengakibatkan jumlah hole pada semikonduktor p akan berkurang. Daerah
ini akhirnya berubah menjadi lebih bermuatan negatif. Pada saat yang sama. hole
dari semikonduktor p bersatu dengan elektron yang ada pada semikonduktor n
yang mengakibatkan jumlah elektron di daerah ini berkurang. Daerah ini akhirnya
lebih bermuatan positif.

Gambar 2.18 Pembentukn daerah deplesi

Daerah negatif dan positif ini disebut dengan daerah deplesi (depletion
region) ditandai dengan huruf W. Baik elektron maupun hole yang ada pada
daerah deplesi disebut dengan pembawa muatan minoritas (minority charge
carriers) karena keberadaannya di jenis semikonduktor yang berbeda.
Dikarenakan adanya perbedaan muatan positif dan negatif di daerah
deplesi, maka timbul dengan sendirinya medan listrik internal E dari sisi positif ke
sisi negatif, yang mencoba menarik kembali hole ke semikonduktor p dan elektron
ke semikonduktor n. Medan listrik ini cenderung berlawanan dengan perpindahan
hole maupun elektron pada awal terjadinya daerah deplesi. Dibawah pengaruh
medan ini elektron dan lubang akan bergerak dalam arah berlawanan.

17
Gambar 2.19 Munculnya medan listrik

Adanya medan listrik mengakibatkan sambungan pn berada pada titik


setimbang, yakni saat di mana jumlah hole yang berpindah dari semikonduktor p
ke n dikompensasi dengan jumlah hole yang tertarik kembali kearah
semikonduktor p akibat medan listrik E. Begitu pula dengan jumlah elektron yang
berpindah dari smikonduktor n ke p, dikompensasi dengan mengalirnya kembali
elektron ke semikonduktor n akibat tarikan medan listrik E. Dengan kata lain,
medan listrik E mencegah seluruh elektron dan hole berpindah dari
semikonduktor yang satu ke semikonduktor yang lain.
Pada sambungan p-n inilah proses konversi cahaya matahari menjadi
listrik terjadi. Untuk keperluan sel surya, semikonduktor n berada pada lapisan
atas sambungan p yang menghadap kearah datangnya cahaya matahari, dan dibuat
jauh lebih tipis dari semikonduktor p, sehingga cahaya matahari yang jatuh ke
permukaan sel surya dapat terus terserap dan masuk ke daerah deplesi dan
semikonduktor p.

Gambar 2.20 Semikonduktor jenis p dan n

18
Ketika sambungan semikonduktor ini terkena cahaya matahari, maka
elektron mendapat energi dari cahaya matahari untuk melepaskan dirinya dari
semikonduktor n, daerah deplesi maupun semikonduktor. Terlepasnya elektron ini
meninggalkan hole pada daerah yang ditinggalkan oleh elektron yang disebut
dengan fotogenerasi elektron-hole (electron-hole photogeneration) yakni,
terbentuknya pasangan elektron dan hole akibat cahaya matahari.

Gambar 2.21 Fotogenerasi elektron-hole

Cahaya matahari dengan panjang gelombang yang berbeda, membuat


fotogenerasi pada sambungan pn berada pada bagian sambungan pn yang berbeda
pula. Spektrum merah dari cahaya matahari yang memiliki panjang gelombang
lebih panjang, mampu menembus daerah deplesi hingga terserap di
semikonduktor p yang akhirnya menghasilkan proses fotogenerasi di sana.
Spektrum biru dengan panjang gelombang yang jauh lebih pendek hanya terserap
di daerah semikonduktor n. Selanjutnya, dikarenakan pada sambungan pn terdapat
medan listrik E, elektron hasil fotogenerasi tertarik ke arah semikonduktor n,
begitu pula dengan hole yang tertarik ke arah semikonduktor p. Apabila rangkaian
kabel dihubungkan ke dua bagian semikonduktor, maka elektron akan mengalir
melalui kabel. Jika sebuah lampu kecil dihubungkan ke kabel, lampu tersebut
menyala dikarenakan mendapat arus listrik, dimana arus listrik ini timbul akibat
pergerakan elektron.
19
Gambar 2.22, (a) Aliran elektron pada sel surya (b) Skema cara kerja sel
surya zat warna

Pada siang hari panel surya menerima cahaya matahari yang kemudian
diubah menjadi listrik melalui proses photovoltaic. Listrik yang dihasilkan oleh
panel surya dapat langsung disalurkan ke beban ataupun disimpan dalam Electric
Box System (EBS), sebelum digunakan ke beban seperti lampu, radio,TV, dll.
Pada malam hari, dimana panel surya tidak menghasilkan listrik. Listrik yang
sudah tersimpan dalam Electric Box System (EBS) akan dapat digunakan. Untuk
menyalakan peralatan listrik terutama lampu penerangan,dll.
Adapun rumus untuk efisiensi konversi energinya berbentuk:

20
(8)

Dimana: = efisiensi konversi;


V = tegangan yang dibangkitkan sel surya;
I = arus sel surya;
ρ = rapat daya matahari yang jatuh pada sel surya;
A = luas permukaan sel surya.

2.6 Hasil Pengukuran


Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Subekti Yuliananda, Gede Sarya, RA
Retno Hastijanti dari Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya pada November
2015, dengan menggunakan panel surya 50 Wp, didapatkan hubungan hasil
pengukuran antara intensitas cahaya matahari dengan daya listrik yang dihasilkan
sebagai berikut :

21
Dari hasil pengujian panel solar 50 Wp dan inverter dan pengisi bataerai
Battery Change) didapat beberapa simpulan bahwa intensitas matahari terendah
yang terjadi pada pukul 18.00 sebesar 20100 lumen masih menghasilkan daya
sebesar 6,8 Watt. Sedangkan daya rerata selama 6 hari sebesar 7,29 Watt.

22
BAB III
KESIMPULAN

1. Energi surya adalah energi yang berupa sinar dan panas dari matahari.
Energi ini dapat dimanfaatkan dengan menggunakan serangkaian
teknologi seperti pemanas surya, fotovoltaik surya, listrik panas surya,
arsitektur surya, dan fotosintesis buatan..
2. Sel surya atau sel photovoltaic atau solar sel adalah sebuah alat
semikonduktor yang memiliki permukaan yang luas terdiri dari rangkaian
dioda p-n junction, di mana, dalam hadirnya cahaya matahari mampu
membangkitkan energi listrik yang berguna.
3. Cara kerja sel surya adalah dengan menggunakan sebuah perangkat
semikonduktor yang memiliki permukaan yang luas dan terdiri dari
rangkaian dioda tipe p dan n, cahaya yang datang akan mampu dirubah
menjadi energi listrik melalui proses photovoltaic. Listrik yang dihasilkan
oleh panel surya dapat langsung disalurkan ke beban ataupun disimpan
dalam Electric Box System (EBS), sebelum digunakan ke beban seperti
lampu, radio,TV, dll.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Jenny Nelson, “Physics of Solar Cell”, Imperial College Press, 2003.


2. Paul A. Lynn, “Electricity from Sunlight”, Wiley, 2010.
3. Wikipedia
4. NASA website
5. https://teknologisurya.wordpress.com
6. Bueche, J. Frederick dan Hecht, Eugene. 2006. Schaum’s Outlines Teori
dan Soal-Soal FISIKA UNIVERSITAS. Jakarta: Erlangga.
7. Subekti Yuliananda, Gede Sarya, RA Retno Hastijanti, Pengaruh
Perubahan Intensitas Matahari Terhadap Daya Keluaran Panel Surya,
Jurnal Pengabdian LPPM Untag Surabaya Nopember 2015, Vol. 01, No.
02, hal 193 - 202

24

Anda mungkin juga menyukai