Anda di halaman 1dari 19

CLINICAL SCIENCE SESSION

*Program Studi Profesi Dokter/G1A218012/ Dessember 2018


** Pembimbing

DAMPAK REFLUKS LARINGOFARINGEAL PADA PENILAIAN SUARA


SECARA SUBJEKTIF DAN OBYEKTIF: STUDI PROSPEKTIF
*Iltamaisari, S.Ked, ** dr. Angga Pramuja, Sp.THT-KL

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU THT-KL RSUD RADEN MATTAHER JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018

1
LEMBAR PENGESAHAN
CLINICAL SCIENCE SESSION

DAMPAK REFLUKS LARINGOFARINGEAL PADA PENILAIAN SUARA


SECARA SUBJEKTIF DAN OBYEKTIF: STUDI PROSPEKTIF

Oleh :
Iltamaisari, S.Ked (G1A218012)

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan


Pada Dssember 2018
Pembimbing

dr.Angga Pramuja, Sp.THT-KL

2
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Alah swt atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan journal reading yang berjudul
“Dampak Refluks Laringofaringeal Pada Penilaian Suara Secara Subjektif Dan
Obyektif: Studi Prospektif” sebagai kelengkapan persyaratan dalam mengikuti
Program Studi Profesi Dokter Bagian Ilmu THT-KL di RSUD Raaden Mattaher
Provinsi Jambi.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Angga Pramuja, Sp.THT-KL
yang telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing penulis
selama menjalani Program Studi Profesi Dokter Bagian Ilmu THT-KL di RSUD
Raden Mattaher Provinsi Jambi.
Penulis menyadari bahwa journal reading ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat
diharapkan guna kesempurnaan journal reading ini, sehingga dapat lebih
bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Jambi, Dessember 2018

Penulis

3
DAFTAR ISI

Halaman Judul.................................................................................................................
1
Lembar Pengesahan.........................................................................................................
2
Kata Pengantar.................................................................................................................
3
Daftar isi...........................................................................................................................
4
Abstrak Jurnal..................................................................................................................
5
Latar Belakang.................................................................................................................
7
Metode.............................................................................................................................
8
Hasil.................................................................................................................................
10
Kesimpulan......................................................................................................................
19

4
Dampak Refluks Laringofaringeal Pada Penilaian Suara Secara Subjektif
dan Obyektif: Studi Prospektif
Jérôme R. Lechien1,2,3*, Kathy Huet2 , Mohamad Khalife3 , Anne-Françoise
Fourneau3 , Véronique Delvaux2 , Myriam Piccaluga2 , Bernard Harmegnies2†
and Sven Saussez1,3†

Abstrak
Latar belakang: Refluks laringofaringeal adalah penyakit yang lazim dan
seringkali tidak dipahami dengan baik oleh pasien sehingga tingkat konsultasi
padalaringologi tinggi. Tujuan dari studi kasus prospektif ini adalah untuk
mengetahui modifikasi suara secara obyektif dan subjektif pada refluks
laringofaringeal (LPR), terutama kegunaan dariparameter akustik sebagai hasil
pengobatan, dan untuk lebih memahami mekanisme patofisiologis yang
mendasariperkembangan dari gangguan suara.
Metode: Empat puluh satu pasien dengan skor refluks (RFS) > 7 serta skor indeks
gejala refluks (RSI)> 13 telah terdaftar dandiobati dengan pantoprazole 20 mg dua
kali sehari selama tiga bulan. RSI, RFS, Voice Handicap Index (VHI), dan Grade,
Roughness, Breathiness, Asthenia, Strain and Instability(GRBASI) dinilai pada
awal dan setelahtiga bulan pasca terapi. Parameter akustik diukur dengan memilih
interval huruf vokal paling stabilyaitu/a/. Studi korelasi antara pengukuran akustik
dan tanda-tanda laringoskopi dilakukan pada pasiendengan roughness(suara
terdengar kasar). Analisis statistik dilakukan menggunakan Statistical Package for
the Social Sciences (SPSS).
Hasil: Perbaikan secara signifikan dalam RSI, RFS, VHI, jitter, persen jitter,
gangguan rata-rata relatif (RAP),shimmer, persen shimmer, dan gangguan hasil
bagi amplitudo (APQ) ditemukan pada 3 bulan perawatan(p <.05). Analisis
korelasi menunjukkan korelasi yang signifikan antara tingkat disfonia,
nafas,asthenia, ketidakstabilan dan jitter, persen jitter, RAP, shimmer, persen
shimmer dan APQ. Penelitian ini membagi kelompok pasienmenjadi dua sesuai
dengan adanya roughness, shimmer, persen shimmer dan APQmeningkat , hasil
menunjukkan peningkatan secara signifikan pada pasien dengan roughness, tetapi

5
tidak ada korelasi positif yang ditemukan antara parameter akustik dan tanda
laringoskopi.
Kesimpulan: Parameter akustik dapat membantu untuk lebih memahami
mengenai gangguan suara pada LPR dan dapat digunakan sebagaihasil
pengobatan pada pasien denganroughness.
Kata kunci: Refluks laryngopharyngeal reflux, laringitis refluks, Suara, Penilaian
Subjektif dan obyektif

6
LATAR BELAKANG
Laryngopharyngeal refluks (LPR) adalah aliran balik dari cairan isi
lambung menuju ke laringofaring dimana akan terjadi kontak langsung antara
cairan lambung dengan jaringan saluran atas aerodigestive[1]. Terdapat 4 hingga
10% pasien yang berkonsultasi ke Telinga Hidung Tenggorokan (THT) dan
1%pasien dari praktik perawatan primer [2-4]. Gejala umum terbanyak yang
dilaporkan adalah sensasi globus (88%), rasa ingin membersihkan tenggorokan
(82%), dan gangguan suara seperti suara serak (79%) [5, 6]. Rasa terbakar didada
terhitung kurang dari 40% kasus, sedangkan esofagitis hanya 25% dari pasien
LPR [7, 8]. Faktor etiologi utama pada suara serak durasi lebih dari 3 bulan
adalah LPR, dengan prevalensi 55 hingga 79% pada pasien serak [9-11].
Dibandingkan dengan subyek yang sehat, pasien LPR sering dilaporkan
terjadi abnormalitas pada karakteristik suara seperti ketegangan muskuloskeletal,
serangan glotis keras, glotis kering, paksaan pada suara, sensasi paksa, terjepit,
kelelahan vokal, pemanjangan waktu pemanasan suara, dan penempatan nada
terbatas [12-14]. Tanda-tanda LPR termasuk hipertrofi komisura posterior (89%),
edema pita suara (79%), hiperemia (79%), dan edema laring (76%). Secara klinis
ini sangat mempengaruhi kualitas hidup pasien dengan mengurangi efektivitas
komunikatif pembicara [2, 15]. Secara khusus, LPR berkaitan dengan 50 hingga
78% populasi dengan keluhan suara dan 91% gangguan suara pada orang tua [16–
18]. Berdasarkan gangguan suara ini, banyak penulis telah menggunakan
parameter akustik sebagai hasil efikasi pengobatan medis pada pasien LPR atau
pada pasien LPR dengan suara serak, tetapi hasilnya beragam dan kontroversial di
antara studi lain [19-21].
Beberapa mengamati adanya perbaikan dengan parameter akustik[20, 21]
dan terdapat penelitia lain juga yang membantah hasil tersebut [22, 23]. Hasil
bervariasi ini tidak membantu pemahaman tentang mekanisme patofisiologi suara
serak yang mendasari pada pasien LPR. Secara khusus, beberapa penulis
menyarankan bahwa edema pita suara mungkin merupakan tanda utama yang
menyebabkan getaran irreguler pita suaradan mengakibatkan suara serak [13],
sedangkan dugaanmekanisme lainnya yaitu kekeringan, keratosis, penebalan

7
epitel, lesi ulseratif dan perubahan ruang Reinke [24]. Penyakit LPR telah menjadi
subyek dari beberapa studi casecontrol, dimana disimpulkan bahwa secara
signifikan kualitas suara lebih rendah (penilaian subjektif dan obyektif) pada
pasien LPR dibandingkan dengan kontrol [25]. Tujuan dari penelitian ini adalah i)
untuk mengetahui evolusi suara secara subjektif dan obyektif pada penyakit LPR
(LPRD), ii) untuk menilai kegunaan parameter akustik sebagaihasil pengobatan
pada LPR umum danrough LPR, dan iii) untuk lebih memahami mekanisme
patofisiologi yang mendasari perkembangan gangguan suara.

METODE
Empat puluh satu pasien rawat jalan dewasa yang mengunjungi
departemen THT Rumah Sakit Epicura (Belgia) dengan gejala terkait LPR (suara
serak, batuk, globus pharyngeus, disfagia, sakit tenggorokan, sensasi tenggorokan
berlendir atau tetesan postnasal, dada terbakar, dll. Studi dilakukan minimum 3
bulan studi secara prospektif mulai dari bulan September 2013 hingga Maret
2015. Diagnosis LPR digunakan dengan indeks gejala refluks (RSI) versi Perancis
dan skor penemuan refluks (RFS), keduanya awalnya dikembangkan oleh
Belafsky dkk. [26]. Memang, meski pemanfaatan pH metry tetap kontroversial,
penulis ini telah menunjukkan bahwa ambang batas (RSI> 13 dan RFS> 7) sangat
berkorelasi dengan pemantauan pH patologis (pH <4) [26].Untuk memenuhi
syarat sebagai subjek penelitian, pasien LPR harus menunjukkan skor RSI> 13
dan skor RFS> 7.
Seorang dokter (yang tidak tahu hasil RSI) menilai skor RFS berdasarkan
awal dan setelah perawatan. Pasien dieksklusi jika mereka memenuhi kriteria
berikut: vokal berlebihan, penyakit saraf yang mempengaruhi suara, penyakit
psikiatri, infeksi saluran pernapasan bagian atas dalam bulan ini, sedang
melakukan pengobatan dengan antasida (proton pump inhibitor (PPI),
gastroprokinetic, atau antihistamin), ada riwayat operasi serviks sebelumnya atau
radioterapi, trauma laring, kelumpuhan pita suara/paresis, lesi pita suara jinak,
pharyngolaryngeal malignancy, alergi musiman, hipersensitivitas PPI, penyakit
tiroid yang tidak diobati, operasi antirefluks sebelumnya, atau paparan kimia yang

8
menyebabkan laringitis. Selain itu perokok aktif, pecandu alkohol, serta wanita
hamil dan menyusui juga dikecualikan. Protokol penelitian telah disetujui oleh
komite etika lokal Rumah Sakit Epicura (n ° A2014 / 001).
Setelah memperoleh informed consent dari setiap pasien, subjek diminta
untuk diet dan menjaga gaya hidup dan mengkonsumsi proton pump inhibitor (20
mg pantoprazole) dua kali sehari. Pasien tidak menerima pengajaran kebersihan
vokal dan mereka tidak berkonsultasi dengan ahli terapi bicara. Baik pasien
maupun dokter telah mengevaluasi saran diet setelah masa pengobatan dengan
menggunakan skala mulai dari 0 (rekomendasi tidak ditaati) hingga 10
(rekomendasi sepenuhnya terpenuhi). Pada awal dan setelah 3 bulan pengobatan,
subyek mengisi kuesioner (RSI dan voice handicap index (VHI)) dan menjalani
videolaringostroboscopi (RFS; Strobled - CLL-S1, Olympus Corporation,
Hamburg, Jerman) dan rekaman suara. Di antara item penilaian suara dengan skor
Grade, Roughness, Breathiness, Asthenia, Strain, Instabilty(GRBASI),
roughnessmerupakan karakteristik suara perseptual tersering pada pasien LPR
(tanpa penyalahgunaan vokal, dll.) [25]. Pada dasarnya, dokter utama (JL)
melakukan evaluasi secara subjektif pasien roughnessdengan menggunakan skala
GRBASI untuk mengklasifikasikan pasien menjadi dua kelompok,diikuti
preseptual keparahan roughness: “pasien tanpa roughness ”(tidak ada atau grade
ringan) dan“ pasien denganroughness ”(grade sedang atau berat).
Subjek penelitian diminta untuk mengucapkanvokal / a / tiga kali,
penilaian suara dilakukan di dalam ruangan dengan mikrofon berkualitas tinggi
(Sony PCM-D50; BaruYork, NY, USA) yang ditempatkan pada jarak 30 cm
darimulut pasien. Peneliti menggunakanperangkat lunak MDVP® (KayPentax®,
Paragon Drive Montvale,NJ, USA) untuk mengukur persen Jitter (Jitt), Perturbasi
Relatif Rata-rata (RAP), Pitch Perturbation Quotient (PPQ), Variasi Frekuensi
Fundamental (vF0), persenShimmer (Shim), Amplitude Perturbation Quotient
(APQ), Peak-toPeakAmplitude Variation (vAm), dan Noise HarmonicRasio
(NHR). Pengukuran nilai-nilai akustikpada interval 1 s dianggap paling stabil
denganmenunjukkan hasil jitt, shim dan NHR terendah. Langkah-langkah
inidilakukan di seluruh studi kohort, pasiendengan roughness sedang dan berat

9
(diikuti denganpenilaian oleh dokter (GRBASI)) dan pasien lainnya (RSI,item
pertama dan skor total VHI> 20).
Seorang dokter yang berpengalamanmelakukan penilaian GRBASI kedua
untuk studi korelasi. Sebuah studi korelasi antara pengobatan yang sesuai,
subkategoriRSI dan RFS, serta dilakukan GRBASI dan akustikparameter.Analisis
statistik dilakukan menggunakanStatistical Package for the Social
Sciences(SPSSversi 22.0; IBM Corp Armonk, NY) untuk Windows. Perubahan
skor RSI, RFS, VHI, GRBASI dihitung menggunakanTes Wilcoxon signed-rank.
Efek pengobatan padaparameter akustik juga dihitung menggunakan Tes
Wilcoxon signed-rank, sedangkan korelasi antara diet, GRBASI, RSI, RFS dan
parameter akustikdihitung menggunakan uji korelasi Pearson dengan
tingkatsignifikansi 0,05.

HASIL
Karakteristik subjek penelitian
Dari 54 orang pasien yang identifikasi sebagai kandidat penelitian,
diantaranya hanya41 orangyang menyelesaikan penelitian. Terdapat 18 pria (44%)
dan 23 wanita (56%) pada penelitian ini. Usia rata-rata subjek adalah 50 tahun (50
tahun untuk subkelompok wanita (24-72), dan 51 tahun pada subkelompok laki-
laki (19-86)). Indeks massa tubuh rata-rata sampel penelitian adalah 26,64 kg/m 2.
Tidak ada reaksi negatif terhadap pengobatan. Semua pasien mengkonsumsi PPI
secara teratur. Banyak calon sampel tidak direkrut karena mereka sudah pernah
mengkonsumsi PPI sebelumnya. Keluhan utama yang paling umum adalah batuk
(N = 8, 19,51%), sensasi globus (N = 7, 17,07%), odynophagia (N = 7, 17,07%),
dan dysphonia (N = 6, 14,63%). Gejala lain ditemukan kurang dari 10% jumlah
pasien. Ketika peneliti fokus pada keluhan yang ditunjukkan oleh pasien RSI
gejala yang paling umum timbul yaitu berdeham (N = 38, 92,68%), disfonia (N =
37, 90,24%), sensasi mukus / postnasal drip (N = 34, 82,93%), dan nyeri dada /
rasa terbakar pada dada/ Gangguan lambung (N = 33, 80,49%).

Evolusi penilaian suara secara klinis dan subjektif

10
Pada bagian pertama penelitian, peneliti secara subyektif menilai suara
pasien yang menderita LPR sebelum dan sesudah tiga bulan pengobatan dengan
pantoprazole (20 mg dua kali sehari). Analisis subjektif terdiri dari kriteria skor
RSI, RFS, VHI dan GRBASI. RSI rata-rata untuk kelompok pretreatment adalah
22,98 ± 7,05, yang secara signifikan lebih tinggi daripada RSI rata-rata untuk
kelompok posttreatment (8,02 ± 5,18) (Tabel 1). Nilai rata-rata RFS adalah 10,73
± 2,24 pada kelompok pretreatment dan menurun secara signifikan (4,61 ± 3,20)
pada kelompok posttreatment. Oleh karena itu, penilaian klinis menunjukkan
perbaikan signifikan yang ditandai dengan penurunan secara signifikan pada skor
RSI (p <0,001) dan RFS (p <0,001) setelah 12 minggu pengobatan (Tabel 1).
Beberapa gambaran klinis dari tanda-tanda penyakit LPR tersedia, baik sebelum
dan sesudah perawatan pada Gambar. 1.
Tabel 1. Pra- dan Pasca-perawatan klinis serta penilaian suara secara subjektifpada
pasien LPR

11
Gambar. 1 Tanda laringologi sebelum dan sesudah pengobatan. Pada awal
videostroboscopy (a) menunjukkan kemerahan laring dan inter-arytenoid,
hipertrofi komisura posterior, iritasi pita suara dan edema pharyngolaryngeal
menandakan adanya laringofaring refluks. Tanda-tanda ini membaik setelah
perawatan (b)

Skor penilaian VHI rata-rata dalam kelompok pretreatment adalah 18,07 ±


12,98 dan menurun secara signifikan menjadi 9,10 ± 8,93 setelah tiga bulan
pengobatan (p <0,001). Semua skor subkategori (VHI, VHI emosional, VHI fisik,
VHI fungsional) menurun secara signifikan setelah 3 bulan perawatan.
Berdasarkan signedranks test-Wilcoxon berpasangan, kualitas suara pasien
meningkat secara signifikan di setiap poin GRBASI setelah 3 bulan terapi (Tabel
1).

Parameter Akustik
Parameter akustik pada pasien LPR sebelum dan sesudah pengobatan
dijelaskan pada Tabel 2. Kecuali PPQ, semua nilai parameter akustik yang
mengukur gangguan jangka pendek dari frekuensi dasar yaitu Jitt, dan RAP
menunjukkan peningkatan yang signifikan setelah perawatan. PFR, parameter
akustik yang mengukur gangguan jangka pendek dari F0 tidak meningkat secara
signifikan setelah perawatan. Berkenaan dengan parameter akustik yang
mengukur intensitas gangguan jangka pendek, Shim dan APQ menunjukkan
peningkatan yang signifikan setelah pengobatan (Tabel 2).Sebuah studi tentang

12
korelasi antara RFS dan RSI tidak melaporkan adanya korelasi yang relevan.
Sebaliknya, korelasi antara penilaian GRBASI dan pengukuran akustik
menunjukkan adanya korelasi signifikan yang berbeda antara tingkat disfonia,
sesak napas, astenia, ketidakstabilan dan semua parameter akustik yang relevan
(Tabel 3).
Strain juga berkorelasi signifikan hanya dengan Shim dan APQ. Parameter
akustik pasien dengan/tanpa roughness sebelum dan sesudah pengobatan
dijelaskan dalam Tabel 4 dan 5. Semua parameter akustik tidak membaik setelah
tiga bulan perawatan pada kelompok pasien tanpa roughness. Pada pasien dengan
roughness, Shim dan APQ meningkat secara signifikan setelah pengobatan (Tabel
5). Analisis serupa dilakukan pada pasien yang dikelompokkan menurut adanya
skor VHI patologis (VHI> 20) atau adanya gangguan suara (RSI, item pertama),
tetapi hanya terdapat sedikit perbedaan signifikan yang ditemukan diantara
kelompok. Tidak ditemukan korelasi yang signifikan antara tanda laringoskopik
(RFS), gejala klinis (RSI) dan parameter akustik pada pasien roughness. Menurut
uji korelasi Pearson, kami menemukan korelasi yang signifikan antara sampel
yang mentaati saran diet dengan peningkatan skor RSI (z = -.420; p = .006).

Tabel 2 Penilaian parameter akustik pra-dan pasca-perawatan pada pasien LPR


(rata-rata ± nilai inter-quartile)

13
Tabel 3 Koefisien korelasi (koefisien dan p-value) antara penilaian subjektif suara
(blinded GRBASI) dan parameter akustik

Diskusi
Refluks laringofaringeal adalah penyakit umum yang telah diketahui
sebagai penyebab laringitis kronis dan disfonia. Selama dua dekade terakhir,
beberapa penelitian telah menyelidiki mekanisme patofisiologis yang mendasari
tanda dan gejala, diagnosis, perawatan medis, bedah pada LPR. Beberapa studi
casekontrol menunjukkan perbedaan yang signifikan pada pasien LPR yang
dinilai secara subjektif (dysphonia dan VHI) dan penilaian suara secara obyektif
(aerodinamis dan akustik) dibandingkan dengan subyek sehat [25]. Mengingat
keterbatasan pemantauan pH, Belafsky et al. mengembangkan RSI dan RFS untuk
diagnosis dan tindak lanjut dari tanda dan gejala LPR [16, 26]. Kedua skala ini
mudah diberikan, dapat direproduksi, dan menunjukkan validitas serta kriteria
yang sangat baik [27]. Peneliti menemukan bahwa RSI dan RFS meningkat secara
signifikan setelah 12 minggu penggunaan PPI dan perubahan perilaku diet.
Temuan ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang mengamati penurunan RSI
dan RFS setelah PPI dan perlakuan diet [20, 28-30].
Selain itu, peneliti mengamati korelasi yang signifikan antara diet tepat
dan peningkatan skor RSI. Temuan menarik ini memperkuat keterlibatan dari diet
yang tepat dalam penurunan masalah klinis. Sebaliknya, kami tidak melihat
peningkatan signifikan dari tanda laringoskopi. Episode refluks intermiten sering
menyebabkan negatif palsu. Selain itu, negatif palsu lainnya atau positif palsu
dapat menjadi sekunder untuk penempatan, gerakan atau iritasi probe [32]. Nilai
normal untuk tes tidak dapat ditentukan dengan pasti karena kesulitan melakukan
tes ini pada sejumlah besar sukarelawan normal. Keterbatasan lain yaitu resistensi
pasien, kesulitan interpretasi, penolakan pasien, biaya, dan ketersediaan peralatan)

14
dan untuk alasan inilah peneliti memutuskan untuk membuat diagnosis
menggunakan skala klinis. Di antara gejala-gejala LPR, banyak pasien
melaporkan gangguan suara yang terutama dijelaskan melalui skala VHI pada
LPRD [13].
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan skala VHI untuk
menggambarkan keluhan suara dan untuk menunjukkan efisiensi pengobatan.
Peneliti menemukan bahwa total dan skor subkategori VHI meningkat secara
signifikan setelah perawatan, mengkonfirmasi bahwa VHI adalah alat yang sesuai
untuk menilai gangguan suara di LPRD. Hasil ini sesuai dengan peneitian Sereg-
Bahar et al., yang menunjukkan peningkatan VHI setelah 8 minggu terapi
omeprazole dan menaati saran diet [35]. Siupsinkiene et al. juga melaporkan
minat untuk menggunakan VHI sebagai hasil dari kemanjuran pengobatan PPI
pada pasien LPR [36]. Hal ini bertentangan dengan studi Park et al., yang
menyebutkan bahwapenilaian kualitas suara dalam studi LPR tidak dilakukan
secara kasatmata [13, 37-39]. Studi penelitian oleh Park et al. menunjukkan
peningkatan yang signifikan dari semua poin GRBAS setelah 3 bulan perawatan.
Hipotesis ini menunjukkan minat untuk pengukuran akustik untuk menilai
efisiensi perawatan. Memang, penting untuk mempertimbangkan bahwa
perubahan suara yang halus mungkin lebih sulit dideteksi oleh penilaian subyektif
biasa oleh dokter atau pasien sendiri. Oleh karena itu, banyak penelitian
menggunakan berbagai parameter akustik untuk mempelajari patofisiologi atau
untuk mengukur efektivitas pengobatan. Dalam penelitian kami, banyak
parameter akustik (yaitu, Jita, Jitt, RAP, Shim, ShdB, dan APQ) meningkat setelah
perawatan di seluruh studi kohort. Dalam studi prospektif, Jin et al. memilih
interval paling stabil dengan nilai jitter terendah [20]. Mereka menemukan
perubahan signifikan dalam Jitt, Shim, dan HNR pada 3 bulan pasca terapi. Studi
lain yang menyelidiki manfaat terapeutik dari lansoprazole atau omeprazole plus
terapi bicara selama 8 minggu tidak memberikan peningkatan yang signifikan
dalam salah satu karakteristik akustik yang dipelajari (yaitu, Jitt dan Shim) [23].
Selain itu, hasil penelitian ini melaporkan bahwa parameter akustik dapat
digunakan terutama pada pasien dengan roughness. Setelah membagi kelompok

15
pasien menjadi dua berdasarkan adanya roughness (dinilai oleh dokter), peneliti
mengamati peningkatan signifikan pada Shim, ShdB dan APQ pada pasien dengan
roughness. Parameter akustik yang mengukur gangguan jangka pendek dari
frekuensi dasar tidak mengalami perbaikan, diduga karena pengurangan kekuatan
statistik karena jumlah pasien yang lebih rendah dalam kelompok ini. Shaw dkk.
menunjukkan bahwa semua pasien roughness dengan suspek LPR memiliki
perubahan signifikan pada Jitt dan Shim [19], sedangkan Hamdan tidak
menemukan modifikasi signifikan pada salah satu nilai parameter akustik yang
dipelajari (RAP, Shim, dan NHR) setelah periode singkat 4 minggu. pengobatan
PPI [22].

Tabel 4 Penilaian parameter akustik pra-dan pasca-perawatan pada kelompok


pasien LPR (pasien dengan roughness dan pasien tanpa roughness; nilai rata-rata
dan interkuartil)

16
Tabel 5 Penilaian parameter akustik pra-dan pasca-perawatan pada kelompok
pasien LPR (pasien dengan roughness dan pasien tanpa roughness; nilai rata-rata
dan iterkuartil)

Penelitian oleh Shaw et al. melaporkan bahwa pentingnya pemanfaatan


penilaian akustik, terutama pada pasien LPR roughness, tetapi kurang bermakna
pada pasien LPR tanpa roughness [19]. Hasil pengukuran akustik tergantung pada
perangkat lunak yang digunakan serta algoritma yang mendasari perhitungan
pengukuran akustik, jenis vokal yang direkam, durasi segmen yang dianalisis, dan
metode pilihan interval yang dipilih [25, 40]. Dalam penelitian ini digunakan
metode obyektif untuk memilih interval paling stabil, dengan cara memilih bagian
dengan nilai yang lebih rendah dari jitter, shimmer, dan NHR[41]. Untuk lebih
memahami mekanisme patofisiologi yang mendasari perkembangan suara serak,
kami melakukan studi korelasi pada pasien roughness dan tidak menunjukkan
korelasi yang signifikan antara gejala klinis (RSI), tanda laringoskopik (RFS) dan
pengukuran akustik. Hasil ini berbeda dengan penelitian oleh Jin et al., yang
menunjukkan adanya korelasi positif antara Jitt dan RSI [20].
Penelitian lain sebelumnya tidak melaporkan korelasi antara tanda dan
gejala pada pasien LPR [42].Namun, kami menemukan korelasi yang signifikan
antara tingkat dysphonia, breathiness, asthenia, instabilitas dan nilai-nilai Jitt,

17
RAP, Shim, dan APQ. Beberapa uji coba melaporkan temuan serupa pada
penyakit vokal lainnya [43], tetapi tidak ada penelitian LPR sebelumnya yang
mencatat kemungkinan korelasi antara nilai parameter akustik dan skor GRBASI.
Peneliti tidak menemukan korelasi klasik antara hoarseness atau roughness dan
parameter akustik seperti yang ditemukan pada penelitian lain. Penjelasan yang
masuk akal dapat dikemukakan yaitu dengan adanya representasi komponen
GRBASI yang didengar oleh dokter yang berpengalaman. Mengenai kurangnya
korelasi antara tanda dan gejala, beberapa hipotesis dapat diidentifikasi. Pertama,
pengalaman klinis peneliti membuat peneliti percaya bahwa pasien
mengekspresikan keluhan mereka dengan berbagai cara. Beberapa pasien somatis
lebih dari yang lain untuk keluhan yang sama yang mengarah ke perbedaan nilai
akhir RSI. Kedua, peneliti juga mengamati dalam praktek klinis bahwa beberapa
tanda LPR yang menyebabkan gejala klinis tidak dijelaskan dalam skala RFS,
seperti hipertrofi amandel lingual dan keratosis pita suara[45].
Mengenai perbaikan dari roughness, Penulis lain mengusulkan bahwa
kekeringan (lendir laring lengket), keratosis dari pita suara, penebalan epitel, lesi
ulseratif, granuloma dan modifikasi ruang Reinke akan membentuk dasar dari
perubahan fungsi vibrasi dari vokal. Banyak dari kondisi ini mengubah
karakteristik mekanis dan getaran dari lipatan vokal yang tidak dijelaskan dalam
RFS dan dapat mengarah pada perbaikan roughness. Dalam penelitian ini, kami
tidak menemukan korelasi yang signifikan antara edema pita suara, edema laring,
hipertrofi komisura posterior dan penilaian suara subjektif atau obyektif. Studi
kohort meneliti mayoritas pasien dengan LPRD ringan sampai sedang tanpa tanda
LPR yang parah (polypoid / edema pita suara yang parah / atau granuloma.
Pertimbangan bahwa adanya perbedaan genetik antara individu, terutama pada
komposisi histologis dan biomolekuler dari pita suara, dapat menghasilkan reaksi
lokal yang berbeda terhadap iritasi asam. Kelemahan utama dari penelitian ini
adalah tidak adanya kelompok yang terkontrol perubahan pola makan dan
perilaku.Sampai saat ini, tidak ada studi yang meneliti antara perbandingan
dampak diet dan dampak PPI dalam masalah resolusi suara di LPRD.

18
KESIMPULAN
Peneliti menarik kesimpulan bahwa perubahan diet yang dikombinasikan
dengan pantoprazole dua kali sehari (untukmenetralkan keasaman pada
peradangan saluran atas aerodigestive)menunjukkan adanya perbaikan pada gejala
dan tanda laring, perbaikan gangguan suara, dan beberapa parameter akustik yang
mengukur gangguan jangka pendek dari frekuensi dasar dan intensitas, terutama
pada pasien roughness. Dengan demikian, analisis korelasi menunjukkan bahwa
suara serak (terutama roughness) dari pasien yang dicurigai LPR
kemungkinanterjadi karena adanya mekanisme patofisiologis yang kompleks dan
tidak hanya karena edema dari pita suara seperti yang dilaporkan sebelumnya
[25]. Penyembuhan pita suara yang dilaporkan pada pasien LPR diduga dapat
mempengaruhi suara, sehingga parameter akustik akan berkorelasi dengan
perubahan mikroskopis yang tidak selalu dijelaskan dalam skala RFS.

19

Anda mungkin juga menyukai