Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM PARASITOLOGI DAN

HELMINTOLOGI

Disusun oleh :
Nama : Fatina Febiyanti
NIM : 25000118130345
Kelas : F 2018
Kelompok 5

Fakultas Kesehatan Masyarakat


Universitas Diponegoro
Semarang
2019
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Cacing yang tergolong dalam kelompok Soil Transmitted Helminths (STH)
adalah cacing yang dalam menyelesaikan siklus hidupnya memerlukan tanah
yang sesuai untuk berkembang menjadi bentuk infektif. Empat jenis Soil
Transmitted Helminths (STH) yang paling sering menginfeksi adalah
roundworm (Ascaris lumbricoides), whipworm (Trichuris trichiura), dan
hookworm (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) sedangkan
Strongyloides stercoralis jarang ditemukan terutama pada daerah yang
beriklim dingin (Srisari G., 2006).Infeksi Soil Transmitted Helminth (STH)
memberikan dampak yang cukup luas. Infeksi STH dapat memperburuk
status nutrisi dan menganggu proses kognitif sehingga dapat menurunkan
produktifitas penderita dan menurunkan sumber daya manusia (WHO, 2010 ;
Depkes RI, 2006). Infeksi STH lebih menyebabkan ketidakmampuan
(disability) dibandingkan kematian, beban yang ditanggung masyarakat
diukur menggunakan disability-adjusted life years(DALY) sebagai bagian dari
Global Burden of Disease (GBD) (Pullan, Jennifer, Rashmi, dan Simon,
2014). Infeksi cacing tambang menyebabkan hilangnya DALY lebih besar
dibandingkan infeksi cacing lainnya. Pengukuran DALY karena cacing
tambang masih tetap menurunkan estimasi dari beban sesungguhnya akibat
anemia defisiensi zat besi dan kurang energi protein. Anemia defisiensi zat
besi diperkirakan menimbulkan kehilangan 12 juta DALY setiap tahunnya dan
merupakan masalah gangguan nutrisi terbesar di dunia ( Hotez et al.,
2006).Penularan infeksi cacing pada manusia dapat terjadi melalui beberapa
cara yaitu penularan secara langsung melalui telur cacing yang menempel
pada kuku atau tangan yang telah tercemar oleh tanah dengan tinja manusia,
ataupun makanan yang telah tercemar telur cacing yang dibantu transmisi
dengan angin atau vektor seperti lalat atau serangga, sehingga masuk ke
mulut kemudian tertelan dan penularan melalui larva cacing yang menembus
kulit yang ditularkan dengan berjalan tanpa alas kaki di tanah yang
terkontaminasi. Untuk mengetahui lebih mengenai STH praktikum
parasitologi dan helmintologi ini memberikan akses kepada mahasiswa agar
lebih mengenali bentuk dari jenis-jenis telur cacing maupun plasmodium.
1.2 Tujuan
1.2.1 untuk mengetahui bentuk telur cacing
1.2.2 Untuk mengetahui bentuk plasmodium
1.2.3 Untuk lebih memahami cara penggunaan mikroskop
1.3 Manfaat
Dengan adanya praktikum parasitologi dan helmintologi mahasiswa
diharapkan mampu dengan baik mengenali jenis-jenis telur cacing
maupun plasmodium melalui pengamatan mikroskop. Mahasiswa juga
diharapkan mampu menerapkan dengan baik cara-cara penggunaan
mikroskop sehingga mampu menemukan objek sendiri dengan bentuk
yang jelas yang mampu dilihat mahasiswa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Soil Transmitted Helminth (STH) adalah cacing golongan nematoda yang
memerlukan tanah untuk perkembangan bentuk infektifnya. Di Indonesia
golongan cacing yang penting dan menyebabkan masalah kesehatan
masyarakat adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichuria, dan cacing
tambang yaitu : Necator americanus dan Ancylostoma duodenale. Masalah
kesehatan akibat kecacingan adalah anemia, obstruksi saluran empedu,
radang pankreas, usus buntu, alergi, dan diare, penurunan fungsi kognitif
(kecerdasan), kurang gizi, gangguan pertumbuhan, dan radang paru-paru.
2.2 Siklus Hidup
2.2.1 Ascaris lumbricoides
Siklus hidup cacing ascaris lumbriocoides dimulai sejak dikeluarkannya telur
cacing bersama feses. Jika kondisi yang menguntungkan seperti udara yang
hangat dengan temperatur 250 – 300 C, lembab, tanah yang terlindungi
matahari, maka embrio di dalam telur fertil berubah menjadi larva yang
infektif dalam waktu 3 minggu. Apabila manusia tertelan telur yang infektif,
maka telur menetas menjadi larva di usus halus, kemudian larva akan masuk
ke dalam mukosa usus dan terbawa sirkulasi hepatika dan sampai di
jaringan alveolar. Setelah itu larva bermigrasi ke saluran pernafasan atas,
yaitu bronkus, trakea dan setelah itu faring yang menimbulkan rangsang
batuk pada penderita. Rangsang batuk tersebut membuat larva masuk
kembali ke dalam sistem pencernaan dan akhirnya menetap, tumbuh dan
berkembang menjadi cacing dewasa. Waktu yang diperlukan sejak telur
infektif tertelan sampai cacing betina bertelur kembali adalah sekitar 2 -3
bulan.
2.2.2 Trichuris Trichiura
Telur yang dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama tinja. Telur tersebut
menjadi matang dalam waktu 3-6 minggu dalam lingkungan yang sesuai,
yaitu pada tanah yang lembab dan tanah tempat yang teduh. Telur matang
ialah telur yang berisi larva dan merupakan bentuk infektif. Cara infeksi
langsung bisa secara kebetulan hospes menelan telur matang. Larva keluar
melalui dinding telur dan 14 masuk ke usus halus. Sesudah menjadi dewasa
cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke daerah kolon, terutama
sekum.
2.2.3 Caing tambang
Manusia dapat terinfeksi oleh cacing ini jika larva infektif ini tertelan atau
menembus kulit, biasanya pada kulit kaki. Jika larva filariform masuk
menembus kulit dan bermigrasi menelusuri kulit atau yang disebut dengan
cutaneus larva migrans, hingga akhirnya menemukan jalan keluar berubah
pembuluh vena dan masuk ke sirkulasi darah. Setelah berada pada sistem
sirkulasi, maka larva ini akan masuk ke dalam siklus paru seperti pada siklus
A.lumricoides. Berbeda halnya jika larva tertelan, maka larva tidak akan
melewati siklus paru, melainkan masuk langsung ke sistem pencernaan dan
menetap di usus halus hingga menjadi cacing dewasa. Pada N.americanus
infeksi lebih disebabkan oleh masuknya larva melalui kulit, sedangkan pada
A.duodenale dengan cara tertelannya larva . Larva yang menembus kulit
menyebabkan rasa gatal. Bila sejumlah larva menembus paru-paru dan
suatu waktu dan orang-orang yang peka dapat menyebabkan bronkhitias
atau pneumonitis.
2.2.4 Cacing kremi
Telur diletakkan di mukosa usus kemudian telur tersebut menetas menjadi
larva rabditiform yang masuk ke rongga usus serta dikeluarkan bersama
tinja.
Parasit ini mempunyai tiga macam daur hidup yaitu :
a) Siklus langsung Sesudah sampai 2-3 hari di tanah, larva rabditiform yang
berukuran kira-kira 225 X 16 mikron, berubah menjadi larva filariform dengan
bentuk langsing dan merupakan bentuk infektif, panjangnya kira-kira 700
mikron. Bila larva filariform menembus kulit manusia, larva tumbuh, masuk
ke dalam peredaran darah vena dan kemudian melalui jantung kanan
sampai ke paru. 21 Dari paru parasit yang mulai menjadi dewasa menembus
alveolus, masuk ke trakea dan laring. Sesudah sampai di laring terjadi reflex
batuk sehingga parasit tertelan, kemudian sampai di usus halus bagian atas
dan menjadi dewasa. Cacing betina yang dapat bertelur ditemukan kira-kira
28 hari sesudah infeksi. Siklus langsung sering terjadi di negeri-negeri yang
lebih dingin dengan keadaan yang kurang menguntungkan untuk parasit
tersebut.
b) Siklus tidak langsung Pada siklus tidak langsung, larva rabditiform di
tanah berubah menjadi cacing jantan dan cacing betina bentuk bebas.
Bentuk-bentuk bebas ini lebih gemuk dari bentuk parasitik. Cacing yang
betina berukuran 1 mm X 0,06 mm yang jantan berukuran 0,75 mm X 0,44
mm, mempunyai ekor melengkung dengan 2 buah spikulum. Sesudah
pembuahan, cacing betina menghasilkan telur yang menetas menjadi larva
rabditiform. Larva rabditiform dalam waktu beberapa hari dapat menjadi larva
filariform yang infektif dan masuk ke dalam hospes baru, atau larva
rabditiform tersebut dapat juga mengulangi fase hidup bebas. Siklus tidak
langsung ini terjadi bilamana keadaan lingkungan sekitarnya optimum yaitu
sesuai dengan keadaan yang dibutuhkan untuk kehidupan bebas parasit ini
misalnya di negeri-negeri tropik dengan iklim lembab.
2.3 Bentuk
2.3.1 Ascaris lumbricoides
Ascaris lumbricoides merupakan nematoda parasit yang paling banyak
menyerang manusia dan cacing ini disebut juga cacing bulat atau cacing
gelang. Cacing dewasa berwarna agak kemerahan atau putih kekuningan,
bentuknya 6 6 silindris memanjang, ujung anterior tumpul memipih dan ujung
posteriornya agak meruncing. Cacing dewasa jantan berukuran panjang 15
cm -31 cm dengan diameter 2 mm – 4 mm. Sedangkan cacing betina
panjangnya 29 cm -35 cm, kadang-kadang sampai mencapai 49 cm, dengan
diameter 3 mm -6 mm. Untuk dapat membedakan cacing betina dengan
cacing jantan ujung ekornya (ujung posterior), dimana cacing jantan ujung
ekornya melengkung ke arah ventral. Cacing jantan mempunyai sepasang
spikula yang bentuknya sederhana dan silindris, sebagai alat kopulasi,
dengan ukuran panjang 2 mm – 3,5 mm dan ujungnya meruncing. Cacing
betina memiliki vulva yang letaknya di bagain ventral sepertiga dari panjang
tubuh dari ujung kepala. Vagina bercabang membentuk pasangan saluran
genital. Saluran genital terdiri dari seminal reseptakulum, oviduk, ovarium
dan saluran berkelok-kelok menuju bagian posterior yang berisi telur (Irianto,
2013). Seekor cacing betina dewasa dapat menghasilkan 100.000- 200.000
butir telur setiap harinya. Telur yang dibuahi, berbentuk oval dan lebar
besarnya kurang lebih 60 X 45 mikron dan yang tidak dibuahi 90 X 40 mikron
dengan struktur bagian dalamnya yang tidak jelas. Dalam lingkungan yang
sesuai, telur yang dibuahi berkembang menjadi bentuk infektif dalam waktu 3
minggu.
2.3.2 Trichuris trichiura
Cacing T.trichiura dewasa berbentuk seperti cambuk, bagian anteriornya
merupakan 3/5 dari bagian tubuh yang berbentuk langsing seperti ujung
cambuk, sedangkan 2/5 bagian 12 posteriornya lebih tebal seperti gagang
cambuk. Ukuran cacing betina lebih relatif besar dibandingkan cacing jantan
(Irianto, 2013).Cacing dewasa hidup di kolon asendens dan sekum dengan
bagian anteriornya yang seperti cambuk masuk ke dalam mukosa usus.
Seekor cacing 12 betina diperkirakan menghasilkan telur setiap hari
sebanyak 3.000 – 10.000. Telur berukuran 50-54 mikron X 32 mikron,
berbentuk seperti tempayan dengan semacam penonjolan yang jernih pada
kedua kutub. Kulit telur bagian luar berwarna kekuning-kuningan dan bagian
dalamnya jernih.
2.3.3 Cacing tambang
Cacing dewasa hidup di rongga usus halus, dengan mulut yang besar
melekat pada mukosa dinding usus. Cacing betina N.americanus tiap hari
mengelurakan telur kira-kira 9000 butir, sedangkan A duodenale kira-kira
10.000 butir. Cacing betina berukuran panjang kurang lebih 1 cm, cacing
jantan kurang lebih 0,8 cm. Bentuk badan N. americanus biasanya
menyerupai huruf S, sedangkan A. duodenale menyerupai huruf C. Rongga
mulut kedua jenis cacing ini besar. N. americanus mempunyai benda kitin,
sedangan A. duondenale ada dua pasang gigi.Pada kondisi tanah berpasir
dengan temperatur optimum yaitu sekitar 23- 330 C, telur tumbuh dan
berkembang setelah 1-2 hari melepaskan larva rhabditiform yang berukuran
250- 300 μm. Setelah itu akan mengalami perubahan menjadi larva infektif
yaitu filariform, yang dapat menembus kulit dan dapat hidup selama 7-8
minggu di tanah. Telur cacing tambang yang besarnya kira-kira 60 X 40
mikron, berbentuk bujur dan mempunyai dinding tipis. Di dalamnya terdapat
sel. Larva rabditiform 17 panjangnya kira-kira 250 mikron, sedangkan larva
filariform panjangnya kira-kira 600 mikron.
2.3.4 Cacing kremi
Manusia merupakan hospes utama cacing ini. Hanya cacing dewasa betina
hidup sebagai parasit di vulvus duodenum dan jejunum. Cacing betina
berbentuk filiform, halus, tidak berwarna dan panjangnya kira-kira 2 mm.
2.4 Peran dalam kesehatan
2.4.1 Ascaris lumbricoides
Penularan umumya dapat terjadi melalui makanan, minuman, dan mainan
dengan perantaraan tangan yang terkontaminasi telur Ascaris yang infektif.
Infeksi sering terjadi pada anak daripada dewasa. Hal ini disebabkan anak
sering 10 berhubungan dengan tanah yang merupakan tempat
berkembangnya telur Ascaris. Didapat juga laporan bahwa dengan adanya
usaha untuk meningkatkan kesuburan tanaman sayuran dengan
mempergunakan feses manusia, menyebabkan sayuran sumber infeksi
Ascaris (Irianto, 2013). Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan
oleh cacing dewasa dan larva. Gangguan yang disebabkan cacing dewasa
biasanya ringan. Kadangkadang penderita mengalami gejala gangguan usus
ringan seperti mual, nafsu makan berkurang, diare atau konstipasi.
Sedangkan pada infeksi berat, terutama pada anak dapat terjadi melabsorbsi
sehingga memperberat keadaan malnutrisi. Efek yang serius terjadi bila
cacing-cacing ini menggumpal dalam usus sehingga menjadi obstruksi usus
(ileus).
2.4.2 Trichuris trichiura
Penderita terutama anak dengan infeksi Trichuris yang berat menahun,
menunjukkan gejala-gejala nyata seperti diare yang diselingi dengan
sindrom disentri, anemia, berat badan menurun dan kadang-kadang disertai
prolapses rectum.
2.4.3 Cacing tambang
Penyakit cacing tambang adalah suatu infeksi kronis dan orang-orang yang
terinfeksi kadang-kadang tidak melibatkan simpton yang akut. Karena
serangan cacing dewasa menyebabkan anemia yang disebabkan karena
kehilangan darah terus menerus. Satu ekor cacing dapat menghisap darah
setiap hari 0,1 – 1,4 cm3 , berari penderita yang mengandung 500 ekor
cacing, kehilangan darah 50-500 cm3 setiap hari.
2.4.4 Cacing kremi
Larva rabditiform kadang-kadang menjadi larva filariform di usus atau di
daerah sekitar anus (perianal). Bila larva filariform menembus mukosa usus
22 atau kulit perianal, maka terjadi suatu daur perkembangan di dalam
hospes. Adanya autoinfeksi dapat menyebabkan strongloidiasis menahun
pada penderita yang hidup di daerah nonendemik.
2.5 Plasmodium
Plasmodium adalah salah satu genus protozoa yang bersifat parasit. Di
dalam siklus hidupnya, plasmodium menjadi parasit dalam dua inang, yaitu
nyamuk dan hewan vertebrata. Plasmodium memiliki jumlah genus lebih dari
175 genus. Untuk jenis jenis plasmodium yang sering menjangkiti manusia
ada 4 jenis plasmodium, di antaranya:

1. Plasmodium vivax adalah jenis plasmodium yang menyebabkan penyakit malaria


vivax atau yag sering disebut malaria tersiana. Jenis penyakit malaria ini
tergolong tidak ganas, biasanya ditandai dengan gejala suhu badan yang naik-
turun, kondisi tersebut biasanya terjadi setiap 2 hari sekali (48 jam sekali).
2. Plasmodium ovale adalah jenis plasmodium yang menyebabkan penyakit malaria
tersiana yang tergolong ganas. Gejala yang ditimbulkan mirip dengan gejala
pada penyakit malaria tersiana yang tidak ganas.
3. Plasmodium malariae adalah jenis plasmodium yang menyebabkan penyakit
malaria kuartana. Penyakit malaria tersebut tergolong tidak ganas, biasanya
ditandai dengan gejala naik-turunnya suhu tubuh setiap 3 hari sekali.
4. Plasmodium falciparum adalah jenis plasmodium yang menyebabkan penyakit
malaria kuartana yang bersifat ganas. Biasanya penyakit tersebut ditandai
dengan naik-turunnya suhu tubuh secara tidak beraturan.
5. Plasmodium knowlesi (P. knowlesi) telah dikenal sebagai penyebab kelima
infeksi malaria pada manusia setelah P. vivax, P. falciparum, P. malariae, dan P.
ovale.
Siklus Hidup Plasmodium

Plasmodium hidup sebagai parasit. Ada dua fase utama yang mencakup siklus
hidup plasmodium, di antaranya:

 Fase Sporogoni. Fase ini terjadi ketika plasmodium berada di dalam tubuh
nyamuk. Plasmodium akan melakukan reproduksi secara seksual di dalam tubuh
nyamuk. Di dalam tubuh nyamuk, spora akan berubah menjadi mikromagnet dan
makromagnet, keduanya akan bersatu membentuk zigot dan menembus dinding
usus nyamuk. Di dalam dinding usus nyamuk, zigot akan mengalami perubahan
menjadi ookinet, kemudian ookista, lalu menjadi sporozoit. Sporozoit tersebut
kemudian akan bergerak kelenjar liur nyamuk. Sporozoit yang berada di dalam
air liur nyamuk tersebut kemudian akan menghasilkan spora seksual. Melalui
gigitan nyamuk, spora seksual tersebut akan masuk ke dalam tubuh manusia.
 Fase Skizogoni. Fase skizogoni terjadi ketika plasmodium sudah berada dalam
tubuh manusia. Saat manusia terkena gigitan nyamuk malaria dan sporozoit
masuk ke dalam tubuh manusia, sporozoit tersebut melalui aliran darah akan
bergerak menuju hati manusia. Di dalam hati, sporozoit akan melakukan
pembelahan diri dan berubah menjadi merozoit. Akibat dari proses tersebut, hati
akan mengalami kerusakan.

Plasmodium falciparum

P. falciparum tidak memiliki struktur tetap tetapi mengalami perubahan


terus menerus selama siklus hidupnya. Sporozoit berbentuk spindel dan
panjang 10-15 μm. Di hati ia tumbuh menjadi skizon ovoid berdiameter
30-70 μm. Setiapschizont menghasilkan merozoit, yang masing-masing
panjangnya sekitar 1,5 μm dan diameter 1 μm. Pada eritrosit, merozoit
membentuk struktur seperti cincin, menjadi trofozoit. Trofozoit memakan
hemoglobin dan membentuk pigmen granular yang
disebut haemozoin . Tidak seperti spesies Plasmodium lainnya,
gametosit P. falciparum memanjang dan berbentuk bulan sabit, yang
dengannya mereka kadang-kadang diidentifikasi. Gametosit dewasa
memiliki panjang 8-12 μm dan lebar 3-6 μm. The ookinete juga
memanjang berukuran sekitar 18-24 μm. Sebuah ookista bulat dan dapat
tumbuh hingga 80 μm dengan diameter.Pemeriksaan mikroskopis dari
film darah hanya mengungkapkan trofozoit dan gametosit awal (bentuk
cincin) yang ada dalam darah tepi. Trofozoit atau skizon dewasa dalam
apusan darah tepi, karena ini biasanya diasingkan dalam
jaringan. Kadang-kadang, titik merah pingsan, berbentuk koma, terlihat di
permukaan eritrosit. Titik-titik ini adalah celah Maurer dan merupakan
organel sekretori yang menghasilkan protein dan enzim yang penting
untuk penyerapan nutrisi dan proses penghindaran kekebalan tubuh.
Manusia adalah inang perantara di mana reproduksi aseksual terjadi, dan
nyamuk anopheline betina adalah inang definitif yang menyimpan tahap
reproduksi seksual.
P. falciparum bertanggung jawab untuk (hampir) semua penyakit manusia
parah dan kematian akibat malaria, dalam kondisi yang disebut malaria
rumit atau malaria berat.Malaria yang rumit terjadi lebih sering pada anak-
anak di bawah usia 5, dan kadang-kadang pada wanita hamil (suatu
kondisi yang secara khusus disebut malaria terkait kehamilan ). Wanita
menjadi rentan terhadap malaria berat selama kehamilan pertama
mereka. Kerentanan terhadap malaria berat berkurang pada kehamilan
berikutnya karena peningkatan kadar antibodi
terhadap antigen permukaan varian yang muncul pada eritrosit yang
terinfeksi. Tetapi peningkatan kekebalan pada ibu meningkatkan
kerentanan terhadap malaria pada bayi baru lahir
2.5.1 Plasmodium knowlesi

BAB III

METODE
3.1 Lokasi : Laboratorium Biomedik Gedung D FKM UNDIP

3.2 Waktu : Selasa, 13 Mei 2019

3.3 Alat dan Bahan

-preparat oxyuris vermicularis


-preparat taenia sp telur
-preparat falciparum
-preparat vivax
-Mikroskop
-HVS
-pensil
-pensil warna
-penggaris

3.4 Langkah Kerja

 Letakkan preparat pertama (preparat oxyuris vermicularis) pada meja


preparat / meja mikroskop
 Kaitkan sisi preparat dengan penjepit pada meja
 Siapkan lensa objektif pada per besaran paling kecil yaitu 4× untuk
melihat lingkup oxyuris vermicularis pada preparat
 Lalu mulai dekatkan mata ke lensa okuler untuk melihat objek
 Sebelum itu jangan lupa atur intensitas cahaya dengan diafragma
 Objek yang diamati tidak pasti terlihat pada meja preparat yang naik
maksimum, bisa jadi ketika meja di tengah atau agak naik atau agak turun
objek baru terlihat
 Gunakan makrometer dan mikrometer untuk menaikturunkan meja
preparat
 Apabila objek sudah terlihat namun kecil-kecil, putar lensa objektif pada
per besaran10x
 Putar hingga terdengar suara klik
 Lalu mulai atur posisi sedemikian rupa meja preparat agar objek terlihat
jelas
 Untuk lebih detail lagi, putar kembali lensa objektif pada perbesaran 40x
dan atur posisi preparat agar objek terlihat jelas
 Yang terakhir gunakan perbesaran 100x untuk memperjelas bagian
bagian objek
 Setelah mengamati bagian bagian objek dengan jelas mulailah gambar
objek secara detail pada HVS dan diberi warna yang sesuai
 Untuk preparat taenia sp telur, preparat falciparum, dan preparat vivax
langkah kerja yang digunakan sama dengan preparat oxyuris vermicularis
BAB IV

HASIL

No. Gambar Keterangan


1. Nama Objek :oxyuris
vermicularis
Perbesaran : 100x
Penyakit : oxyuriasis

2. Nama Objek : Taenia sp telur


Perbesaran : 100x
Penyakit : taeniasis dan
sistiserkosis

No. Gambar Keterangan


3. Nama Objek :Plasmodium
falciparium
Perbesaran : 100x
Penyakit : malaria
4. Nama Objek : Plasmodium
vivax
Perbesaran : 100x
Penyakit : malaria
BAB V

PEMBAHASAN

Oxyuris vermicularis

Berbentuk agak bulat, seperti oval, tapi tidak lurus berarturan. Terdapat dua
lapisan kulit. Isi embrio ada didalamnya

Taenia sp telur

Berbentuk bulat, terdapat 2 dinding telur juga. Namun jika pada oxyuris
vermicularis dinding telurnya tipis sedangkan pada taenia sp memiliki dinding
telur lebih besar terlihat dari warna dinding saat diamati lebih gelap. Terdapat
garis garis dalamdinding terluar.

Falciparium

Berbentuk seperti bintik bintik llingkaran. Terbagi menjadi dua yaitu gametosit
dan tripozoid. Gametosit yaitu beberapa bulatan bulatan yang membentuk
seperti huruf u meski tidak berarturan. Untuk tripozoid sendiri bentuknya hanya
lingkaran satu.

Vivax

Berbentuk bulatan-bulatan dengan warna mirip falciparum namun pada vivax


terlihat intinya memilikj warna yang sedikit berbeda dengan dinding selnya.
Terdapat warna ungu dan ungu yang lebih tua lagi di dalamnya.
BAB VI

PENITUP

Kesimpulan

Dengan adanya praktikum parasitologi dan helmintologimemberikan dampak baik


katena terdapat langkah-langkah yang benar dan tepat dalam penggunaan
mikroskop sehingga mampu mengidentifikasi sendiri apabila terdapat semacam
kasus pada cacing telur. Untuk diagnosa atau identifikasi telur cacing dan
plasmodium keberadaan mikroskop sangat diperlukan. Karena dengan
mikroskop kita bisa melakukan perbesaran dari 4x, 10x, 40x, ddan100x. Setelah
melakukan penganatan mahasiswa mampu membedakan oxyuris vermicularis,
taenia sp telur, plasmodium palciparum, dan plasmodium vivax. Mampu
mengidentifikasi sendiri dan menjelaskan dengan detail masing-masing
bentuknya.
DAFTAR ISI

Ariwati, Ni Luh. 2108. Soil Transmitted Helminths. Bagian Parasitologi. Fakultas


Kedokteran Universitas Udayana. Bali.

Fakultas Kedokteran Unversitas Indonesia. (serial online) Avaible from :


www.digilib.ui.ac.id/naskahringkas/2017-01/S-Suaydiy.

http://ejournal.litbang.depkes.go.id

http://www.jurnalpenyakitdalam.ui.ac.id/index.php/jpdi/article/view/224

https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/soil-transmitted-helminth-
infections

Irianto, Koes. 2013.Parasitologi Medis. Alfabeta. Bandung.

Margono SS. 2008. Nematoda Usus. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran Edisi 4.
FKUI. Jakarta.

Masrizal.2013.Penyakit Filariasi.Jurnal Kesehatan Masyarakat.Fakultas


Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas.Padang.

Okdiyanzah Suayday Dan Widiastuti, 2014. Kontaminasi Parasit Usus Pada


Sayuran Kubis Pasar Tradisional Dan Swalayan Jakarta Dengan Perendaman
Larutan Garam-Cuka Tahun 2014. Jakarta : Program Pendidikan Dokter 25
Fakultas Kedokteran Unversitas Indonesia.

World Health Organization. 2013. Soil Transmitted Helminthases Eliminating Soil


Transmitted Helminthases as a public Health Problem in Children. (serial online).
Avaible from : http://whqlibloc.who.int/publicrelation/2013/9789241503129 ey.pdf

Anda mungkin juga menyukai