Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH PENGANTAR HUKUM BISNIS

Hukum Kebendaan menurut Hukum Perdata


Indonesia
Dosen: Widijiono M.Kn.

Disusun Oleh:

KELOMPOK 1

1. Ivan Sanders (1306406051)

2. Indra Taurean (1306408694)

3. Jordy (1306412640)

4. Albert Matthew (1306412xxx)

Fakultas Ekonomi

Universitas Indonesia

Depok

2014
Kata Pengantar

Segala puji dan syukur tim penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmatNya tim penulis dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas mata
kuliah Pengantar Hukum Bisnis.

Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang tim penulis hadapi. Tim
penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain berkat
bantuan, dorongan, dan bimbingan dari orang-orang sekitar, sehingga kendala-kendala
tersebut dapat teratasi.

Makalah ini disajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi,


referensi, dan berita. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan
menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca. Tim penulis sadar bahwa makalah ini masih
banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen pembimbing
diharapkan kritik dan sarannya demi perbaikan makalah dimasa yang akan datang.

Depok, 13 September 2014

Tim Penulis
DAFTAR ISI

Bab 1: Pendahuluan .................................................................................................. 1

Bab 2: Isi .................................................................................................................. 2

2.1. Definisi benda.............................................................................................

2.2. Macam-macam benda................................................................................. 2

2.3. Hak-hak kebendaan ....................................................................................

2.4. Cara memperoleh dan cara pengalihan hak atas benda ..............................

Bab 3 : Kesimpulan

Daftar Pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

Dewasa ini, hukum merupakan salah satu cabang ilmu yang paling luas, karena
hukum mencakup semua norma yang oleh penguasa negara atau penguasa masyarakat
dinyatakan berlaku bagi sebagian atau seluruh masyarakat dengan tujuan mencapai
ketertiban, keadilan, kepastian hukum, kesejahteraan, kedamaian, dll (definisi hukum
menurut HMN Sucipto). Hal ini menyebabkan hukum semakin bertambah luas karena
tumbuh dan berkembang seiring dengan perjalanan hidup seluruh umat manusia. Para
pembuat hukum selalu berusaha untuk menciptakan hukum yang mampu mengatasi setiap
masalah yang telah muncul dan mungkin akan muncul dalam kehidupan sosialisasi manusia.
Salah satu cabang yang diatur dalam hukum perdata yang cenderung melahirkan konflik
adalah permasalahan mengenai harta benda, yang diatur dalam hukum kebendaan.

Hukum kebendaan diatur dalam buku II KUH Perdata dan jika kita telaah, seluruh
hal yang tercakup dalam hukum kebendaan dapat dipecah menjadi 5 bagian, yaitu mengenai
kebendaan dan hak kebendaan pada umumnya, mengenai hak kebendaan yang memberi
kenikmatan, mengenai pewarisan, menganai piutang-piutang yang diistimewakan, dan
mengenai hak kebendaan yang memberikan jaminan. Penulis akan mencoba membahas poin
poin pokok dalam Hukum kebendaan ini dan menuangkan hasilnya ke dalam makalah ini.
BAB II

ISI

2.1. Definisi Benda

Benda menurut pasal 499 KUHP adalah :menurut paham undang-undang yang
dinamakan kebendaan ialah, tiap tiap barang dan tiap tiap hak, yang dapat dikuasai oleh hak
milik.” Cakupan benda sangat luas, oleh karena itu disamping istilah benda (zaak),
didalamnya terdapat istilah barang (goed) dan hak (recht). Istilah barang menunjuk pada
benda yang konkrit, seperti meja, buku, dll , sedangkan hak menunjuk pada barang yang
immateriil¸misalnya Hak atas kekayaan Intelektual atau piutang dan hak penagihan.

Menurut UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jalminan Fidusia (UUF) tanggal 30


September 1999, Pasal 1 ayat (4) UUF menyatakan “ Benda adalah segala sesuatu yang dapat
dimiliki dan. dialihkan, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang terdaftar
maupun yang tidak terdaftar, yang bergerak maupun yang tidak bergerak yang tidak dapat
dibebani hak tanggungan atau hipotik”.

Hukum benda (zakenrecht) adalah hukum tentang benda yaitu kumpulan segala
macam aturan hukum tentang benda. Aturan hukum tersebut terdapat dalam Buku II KUH
Perdata mulai pasal 499 sampai dengan pasal 1232 dengan materi tentang pengertian benda,
tentang pembedaan macam-macam benda dan tentang hak-hak kebendaan. Sistem
pengaturannya adalah tertutup artinya seseorang tidak dapat mengadakan hak hak kebendaan
yang baru selain yang telah diatur dalam Buku II KUH Perdata. Asas-asas hukum benda
dapat dibagi dalam sepuluh asas:

1. Merupakan hukum memaksa (dwigendrecht)

2. Dapat Dipindahkan

3. Individualitas

4. Asas Totalitas

5. Tak dapat dipisahkan (Onsplitsbaarheid)


6. Asas Prioritas

7. Asas Pencampuran (Vermenging)

8. Pengaturan dan perlakuan yang berbeda terhadap benda bergerak dan benda tidak bergerak

9. Asas Publisitas (Openbaarheid)

10. Perjanjian kebendaan (Zakelijke Overeebkomst)

2.2. Macam-Macam Benda

1. Benda-benda bertubuh/berwujud (lichamelijke zaken) dan benda tak berwujud


(Onlichamelijke zaken) – pasal 503 KUHP

2. Benda benda yang jika dipakai dapat Habis (Verbruikbaar) dan benda-benda yang
dipakai tidak dapat habis (On verbruikbaar) – pasal 505 KUHP

3. Benda yang sudah ada (Tegenwoordige zaken) dan benda-benda yang masih akan ada
(Toekomstige zaken)

4. Benda di dalam perdagangan (zaken in de handel) dan benda di luar perdagangan


(zaken buiten de handel)

5. Benda-benda yang dapat dibagi (deelbare zaken) dan benda-benda yang tidak dapat
dibagi (ondeelbare zaken).

6. Benda-benda yang dapat diganti (wisseling zaken) dan benda-benda yang tidak dapat
diganti (onwisseling zaken)

7. Benda-benda terdaftar (geregistreerde zaken) dan benda-benda yang tidak terdaftar


(ongeregistreerde zaken)

8. Pembedaan antara benda-benda bergerak (roerend zaken) dan benda-benda tidak


bergerak (onroerend zaken)

Pembedaan kedua jenis benda tersebut merupakan pembedaan yang terpenting karena
berkaitan erat dengan kriteria pembedaannya atau cara membedakannya dan manfaat atau
pentingnya pembedaan tersebut. . Bagaimana cara membedakan dan apa pentingnya
pembedaan kedua macam benda itu adalah sebagai berikut:

a. Cara membedakannya.

Untuk kebendaan tidak bergerak dapat dibagi dalam 3 golongan:

- Benda tidak bergerak karena sifatnya – pasal 506 KUHP


- Benda tidak bergerak karena peruntukannya atau tujuan pemakaiannya – pasal 507
KUHP
- Benda tidak bergerak karena ketentuan undang-undang

Untuk kebendaan bergerak dapat dibagi dalam dua golongan

- Benda bergerak karena sifatnya yaitu benda-benda yang dapat berpindah atau dapat
dipindahkan – Pasal 509 KUHP
- Benda bergerak karena ketentuan undang-undang – Pasal 511 KUHP

b. Manfaat pembedaannya

- Kedudukan berkuasa (bezit)

- Penyerahan (levering)

- Pembebanan (bezwaring)

- Daluarsa (verjaring)

2.3. Hak-hak kebendaan

Hak kebendaan adalah suatu hak absolut artinya, hak yang melekat pada suatu benda,
memberikan kekuasaan langsung atas benda tersebut dan dapat dipertahankan terhadap
tuntutan oleh setiap orang. Ciri-ciri hak kebendaan adalah sebagai berikut:

1. Bersifat absolut yaitu dapat dipertahankan terhadap tuntutan setiap orang.


2. Droit de suite atau zaaksgevolg, artinya suatu hak yang terus mengikuti pemiliki
benda, atau hak yang mengikuti bendanya di tangan siapapun (het recht volgt de
eigendom can de zaak).
3. Droit de preference (prioritas) artinya hak yang didahulukan atau diutamakan.
4. Hak menuntut kebendaan (revindicatie). Hak revindikasi adalah hak menuntut/
menggugat pengembalian haknya dalam keadaan semula.
5. Hak sepenuhnya untuk memindahkan.

Hak perseorangan (personenrecht) adalah hak yang dimiliki seseorang untuk menuntut
atau menagih sesuatu kepada orang lain sebagai akibat adanya suatu perjanjian, dan disebut
hak perjanjian/perikatan.

Perbedaan hak perseorangan dengan hak kebendaan:

1. Hak kebendaan bersifat absolut atau dapat dipertahankan terhadap tuntutan setiap
orang. Sedangkan hak perorangan bersifat relatif dan hanya dapat dipertahankan
terhadap tuntutan orang tertentu yaitu pihak lawannya dalam suatu perjanjian
(wederpartij).
2. Dalam hak kebendaan terdapat hubungan hukum secara langsung antara seseorang
dengan suatu benda; sedangkan dalam hak perorangan menimbulkan hubungan
hukum antara dua orang atau lebih berkaitan dengan suatu benda atau suatu hal
tertentu.
3. Hak kebendaan bersifat diutamakan atau didahulukan, sedangkan hak perorangan
mengenal asas kesamaan atau keseimbangan hak artinya mana yang lebih dulu terjadi
atau kemudian, tingkat atau nilainya sama saja, jadi tanpa memperdulikan urutan
terjadinya.
4. Baik dalam hak kebendaan maupun dalam hak perorangan dimungkinkan seseorang
melakukan tuntutan atau gugatan. Bedanya pada hak kebendaan disebut gugat
kebendaan dan dapat dilakukan terhadap siapa saja yang mengganggu haknya,
sedangkan dalam hak perorangan disebut gugat perorangan dan hanya dapat
dilakukan terhadap pihak lawannya dalam perjanjian.
5. Berkaitan dengan hak untuk memindahkan. Jika pada hak kebendaan pemindahan
dapat dilakukan sepenuhnya, maka pada hak perorangan kemungkinan untuk
memindahkan adalah terbatas.
6. Dalam hak kebendaan dikenal berlakunya asas perlindungan sebagaimana yang
diberikan oleh pasal 1977 ayat (1) KUH Perdata yaitu bahwa seseorang yang secara
jujur menguasai benda-benda bergerak dilindungi, sedangkan dalam hak perorangan
tidak dikenal asas perlindungan.
7. Dalam kepailitan, hak kebendaan (contoh, hak memungut hasil tanah) tidak ikut
terpengaruh oleh kepailitan karena memiliki sifat absolut dan droit de suite. Untuk
kasus hak perorangan (contoh, menagih hutang) akan terpengaruh oleh kepailitan
seseorang, karena jika seseorang pailit, dia memang akan diwajibkan untuk menjual
hartanya untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya, akan tetapi jumlah yang
diperoleh dari penjualan harta tersebut belum tentu sama jumlahnya dengan yang
perlu ditagih.

2.4. Hak Milik

Menurut pasal 570 KUH Perdata merupakan hak untuk menikmati manfaat suatu
kebendaan dengan leluasa, dan dengan kedaulatan sepenuhnya berbuat bebas terhadap
kebendaan itu, asal tidak bertentangan dengan undang-undang atau peraturan umum yang
ditetapkan oleh penguasa yang berwenang dan tidak mengganggu hak-hak orang lain;
kesemuanya itu dengan tak mengurangi kemungkinan pencabutan hak tersebut demi
kepentingan umum berdasarkan atas ketentuan undang-undang dan dengan pembayaran
sejumlah ganti rugi.

Simpulan diatas:

1. Penguasaan dan penggunaan suatu benda dengan sebebas-bebasnya


a. Eigendom adalah hak yang absolut dalam arti tak dapat diganggu gugat (droit
inviolable et sacre) dan paling sempurna
2. Pembatasan oleh undang-undang dan peraturan umum
3. Tidak menimbulkan gangguan (hinder) terhadap hak orang lain
a. Hinder yaitu kerugian immateriil
i. Perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) – Pasal 1365 KUH
Perdata
ii. Perbuatan tersebut menghilangkan (mengurangi) kenikmatan yang
seyogya nya dimiliki seseorang
4. Kemungkinan pencabutan hak dengan pembayaran sejumlah ganti rugi

Ciri-ciri :
1. Absolut artinya terkuat dan terpenuh dan dapat dipertahankan setiap orang.
2. Merupakan hak yang paling luas artinya pemilik dapat berbuat apa saja atas bendanya
3. Merupakan hak induk terhadap hak-hak kebendaan lain
4. Memiliki sifat yang tetap artinya tidak akan lenyap walaupun hak-hak lain
menimpanya
5. Mengandung benih dari semua hak kebendaan lain

Cara Memperoleh Hak Eigendom

Pasal 584 KUH Perdata berbunyi:

“Hak milik atas sesuatu kebendaan tak dapat diperoleh dengan cara lain, melainkan dengan
pemilikan, karena perlekatan, karena daluwarsa, karena pewarisan, baik menurut undang-
undang, maupun menurut surat wasiat, dank arena penunjukkan atau penyerahan berdasar
atas suatu peristiwa perdata untuk memundahkan hak milik, dilakukan oleh seseorang yang
berhak berbuat babas terhadap kebendaan itu.”

Berdasarkan rumusan tersebut dapat disimpulkan bahwa cara memperoleh hak eigendom
dapat terjadi karena hal-hal sebagai berikut:

1. Pendakuan atau pemilikan (Toe-eigening)


Disebut juga dengan pengambilan, yaitu penguasaan atas suatu benda yang tidak ada
pemiliknya dengan maksud untuk tetap menguasai dan memilikinya.
2. Perlekatan (natrekking)
Perlekatan artinya dalam hal tercampur benda pokok dengan benda tambahan, maka si
pemilik benda pokok juga menjadi pemilik benda tambahan tersebut.
3. Lewat Waktu/Daluwarsa (verjaring)
Menurut Pasal 1946 KUH Perdata daluwarsa adalah suatu alat untuk memperoleh
sesuatu atau untuk disebabkan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu
tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang.
4. Pewarisan (erfopvolging)
Pewarisan dapat terjadi berdasarkan ketentuan undang-undang aray testamen (wasiat)
5. Penyerahan (Levering)

Perlindungan atas hak Eigendom


Hak eigendom sebagai hak kebendaan yang dapat dipertahankan terhadap setiap orang
dengan sendirinya mengandung suatu asas perlindungan atasnya. Perlindungan yang
diberikan kepada si pemilik adalah, ia berhak melakukan beberapa gugatan kepada pihak-
pihak yang mengganggu hak eigendomnya. Hal ini tercantum dalam pasal 574 KUH Perdata
yang menyatakan:

Tiap-tiap pemilik suatu kebendaan, berhak menuntut kepada siapapun yang menguasainya,
akan mengembalikan kebendaan itu dalam keadaan beradanya

Ini berarti eigenaar berhak untuk meminta kembali bendanya dari setiap bezitter atau houder
dalam keadaan apa adanya atau disebut revindicatie (revindikasi)

Dalam revindicatoir beslag yang dituntut untuk disita adalah benda-benda si pemilik sendiri
yang berada/dikuasai orang lain tanpa hak, dan yang menuntut adalah juga si pemilik sendiri
dengan maksud agar benda-benda tersebut dapat dikembalikan kepadanya.

Sedangkan dalam Conservatoir beslag, yang menuntut adalah si berpiutang (kreditur) atas
benda milik debitur guna pengamanan sementara disaat akan dan sedang dalam penuntutan di
pengadilan karena dikhawatirkan debitur akan melarikan diri.

Hak milik bersama

Pasal 573 KUH Perdata menyatakan bahwa membagi sesuatu kebendaan yang
menjadi milik lebih dari satu orang harus dilakukan menurut aturan-aturan yang ditentukan
tentang pemisahan dan pembagian harta peninggalan

Mengenai benda-benda yang belum terbagi itu dinyatakan dalam pasal 1066 KUH
Perdata sebagai berikut:

Tiada seorangpun yang mempunyai bagian dalam harta peninggalan diwajibkan


menerima berlangsungnya harta peninggalan itu dalam keadaan tak terbagi

Hak milik bersama dapat dibedakan dalam dua macam hak yaitu:

1. Hak milik bersama yang bebas (Vrije mede-eigendom) yaitu jika hubungan antara
para pemilik satu sama lain hanyalah semata-mata hubungan sesame pemilik
bersama-sama atas sebuah benda misalnya, beberapa orang secara bersama-sama
membeli sebuah mobil, rumah atau tanah dan sebagainya.
2. Hak milik bersama yang terikat (onvrije / gebonden mede-eigendom) yaitu jika
beberapa orang menjadi pemilik bersama-sama atas suatu benda sebagai akibat
adanya hubungan yang memang telah ada lebih dulu diantara para pemilik itu
misalnya:
a. Hak milik bersama para pemilik saham atas suatu perusahaan
b. Hak milik bersama atas harta benda perkawinan atau harta peninggalan seperti
warisan, dan lain-lain

Ciri-ciri hak milik bersama yang bebas:

1. Hubungan antara para pemilik peserta tidak didasarkan pada hubungan hukum lain,
artinya berdiri sendiri, mereka menjadi pemilik bersama atas suatu benda karena
kebetulan mempunyai kepentingan yang sama.
2. Ada kehendak diantara pemilik peserta untuk bersama-sama menjadi pemilik dari
suatu benda
3. Setiap pemilik peserta mempunyai bagian tertentu dalam hak eigendom tersebut.
Misalnya setengah bagian rumah setengah bagian tanah tersebut, yang masing-masing
dapat digunakan secara terpisah dari bagian yang lain
4. Setiap pemilik peserta mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum
atau perbuatan material misalnya menguasai dan menggunakan bagiannya tanpa perlu
ada izin pemilik peserta lainnya karena bagiannya itu merupakan objek yang berdiri
sendiri
5. Tidak ada unsur badan hukum. Jika misalnya terjadi perkara, maka hat ini harus
dihadapi sndiri oleh yang bersangkutan tanpa melibatkan peserta lain

Ciri-ciri hak milik bersama yang terikat:

1. Hubungan antara para pemilik peserta adalah sebagai akibat sudah adanya suatu
hubungan tertentu terlebih dahulu diantara mereka.
2. Diantara para pemilik peserta belum tentu ada kehendak untuk bersama-sama menjadi
pemilik dari suatu benda
3. Setiap pemilik berhakatas seluruh bendanya
4. Setiap pemilik peserta untuk melakukan suatu perbuatan hukum atau perbuatan
materiil harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari para pemilik peserta lainnya
5. Mengandung unsur Badan Hukum. Jika ada tuntutan dari pihak luar terhadap objek
hak milik bersama, maka harus dihadapi oleh semua pemilik peserta kecuali
sebelumnya secara intern telah diperjanjikan sebaliknya oleh para peserta.

2.5. Hak Menguasai (Bezit)

Terjemahan bebas Bahasa Belanda dari “hak Bezit” adalah “keadaan memegang atau
menikmati sesuatu benda yang dikuasi seseorang baik atas upaya sendiri, maupun demgan
perantaraan orang lain. Seolah-olah benda itu adalah miliknya sendiri” (Pasal 585 BW
Belanda).

Sementara Bezit dalam pasal 529 KUH Perdata didefinisikan sebagai, “kedudukan
sesorang yang menguasai suatu kebendaan, baik dengan diri sendiri, maupun dengan
perantaraan orang lain, dan yang mempertahankan atau menikmatinya selaku orang yang
memiliki kebendaan itu.”

Dari berbagai definisi yang ada, dapat disimpulkan pengertian Bezit mendekati atau
hampir sama dengan hak milik (eigendom). Bedanya dengan eigendom lebih menujukkan
suatu hubungan hukum dengan pemiliknya, sedangkan bezit lebih menunjukkan hubungan
nyata pemegang dan hartanya. Misalnya dalam kasus penyewaan rumah, Tuan A memiliki
rumah dan rumah itu disewakan kepada Tuan B, dalam kesehariannya, Tuan B yang tampak
sebagai pemiliki rumah itu karena ia mendiaminya meski secara hukum rumah itu tetap
miliki Tuan A.

Agar keadaan menguasai suatu benda dapat disebut Bezit, maka Bezit harus memenuhi 2
syarat yaitu:

1. Antara seseorang dengan suatu benda harus ada hubungan dalam bentuk kekuasaan
nyata oleh orang yang bersangkutan. Keadaan ini disebut corpus.
2. Hubungan antara orang tersebut dengan bendanya memang dikehendaki, artinya ada
unsur kemauan untuk memiliki hal bersangkutan. Tetapi kemauan ini harus dari orang
yang berhak bukan kemauan dari orang-orang dibawah pengampuan seperti anak-
anak atau pemabuk. Ini disebut animus.
Macam-Macam Bezit :

1. Burgerlijk bezit, yang juga disebut bezit saja dan orangnya disebut bezitter, ialah jika
bezitter mempunyai kehendak untuk memiliki suatu benda bagi dirinya sendiri,
misalnya melalui perjanjian jual beli.
2. Natuurlijke bezit, orangnya disebut houder, ialah jika orang yang menguasai suatu
benda tidak mempunyai kehendak untuk memiliki benda tersebut bagi dirinya sendiri.
Keadaan menguasai timbul karena terjadinya suatu hubungan hukum tertentu
misalnya karena sewa menyewa, pinjam-meminjam, dan lain-lain.

Bezit Atas Hak Eigendoom

1. Eigendoomsbezit, pemegangnya (bezitter) adalah pemilik yuridis (eigenaar) suatu


benda.
2. Burgerlijk Bezit, disini seseorang menguasai suatu barang secara nyata dan bersikap
seperti pemilik serta berkeinginan untuk menjadi pemilik, tetapi sebenarnya dia
bukanlah pemilik sejati. Misal A membeli computer dan ia menyewakannya kepada
B. Disini A secara yuridis adalah bezitter computer tersebut, sedangkan B juga
bezitter karena secara nyata menguasai dan menggunakan komputer tersebut.
3. Natuurlijke bezit, dalam hal ini seseorang secara murni menguasai suatu benda tanpa
kehendak untuk memilikinya. Jadi disini tidak ada unsur animus, misalnya pinjam
meminjam.

Pada Natuurlijke bezit, bezitter dapat berubah menjadi houder, keadaan demikian disebut
pertukaran bezit atau interventie bezit. Contohnya adalah awalnya Tuan A menyewa rumah
dari Tuan B, tetapi setelah beberapa lama Tuan A menjadi menyukai rumah itu dan akhirnya
membelinya. Pada kasus sebaliknya, misal Tuan A membutuhkan uang, sehingga ia menjual
rumahnya, dan setelah kepemilikan rumah itu berpindah, Tuan A menyewa rumah yang
tadinya ia jual.

Syarat terjadinya interventie bezit:

1. Harus ada perubahan kehendak dari bezitter


2. Harus diperjanjikan antara pihak yang berkepentingan
2.6. Hukum Agraria

Merupakan keseluruhan kaidah-kaidah hukum baik tertulis maupun tidak tertulis yang
mengatur mengenai bumi, air dan dalam batas-batas tertentu juga ruang angkasa serta
kekayaan alam yang terkandung didalamnya.

Asas-asas hukum agraria:

 Asas nasionalisme

Yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa hanya warga Negara Indonesia saja yang
mempunyai hak milik atas tanah atau yang boleh mempunyai hubungan dengan bumi dan
ruang angkasa dengan tidak membedakan antara laki-laki dengan wanita serta sesama warga
Negara baik asli maupun keturunan.

 Asas dikuasai oleh Negara

Yaitu bahwa bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung
didalamnya itu pada tingkat tertinggi dikuasai oleh Negara sebagai organisasi kekuasaan
seluruh rakyat (pasal 2 ayat 1 UUPA)

 Asas hukum adat yang disaneer

Yaitu bahwa hukum adat yang dipakai sebagai dasar hukum agraria adalah hukum adat yang
sudah dibersihkan dari segi-segi negatifnya

 Asas fungsi sosial

Yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa penggunaan tanah tidak boleh bertentangan dengan
hak-hak orang lain dan kepentingan umum, kesusilaan serta keagamaan (pasal 6 UUPA)

 Asas kebangsaan (demokrasi)

Yaitu suatu asas yang menyatakan bahwa stiap WNI baik asli maupun keturunan berhak
memilik hak atas tanah

 Asas non diskriminasi (tanpa pembedaan)


Yaitu asas yang melandasi hukum Agraria (UUPA).UUPA tidak membedakan antar sesame
WNI baik asli maupun keturunan asing jadi asas ini tidak membedakan-bedakan keturunan-
keturunan anak artinya bahwa setiap WNI berhak memilik hak atas tanah.

 Asas gotong royong

Bahwa segala usaha bersama dalam lapangan agraria didasarkan atas kepentingan bersama
dalam rangka kepentingan nasional, dalam bentuk koperasi atau dalam bentuk-bentuk gotong
royong lainnya, Negara dapat bersama-sama dengan pihak lain menyelenggarakan usaha
bersama dalam lapangan agraria (pasal 12 UUPA)

 Asas unifikasi

Hukum agraria disatukan dalam satu UU yang diberlakukan bagi seluruh WNI, ini berarti
hanya satu hukum agraria yang berlaku bagi seluruh WNI yaitu UUPA.

 Asas pemisahan horizontal (horizontale scheidings beginsel)


Yaitu suatu asas yang memisahkan antara pemilikan hak atas tanah dengan benda-benda atau
bangunan-bangunan yang ada diatasnya. Asas ini merupakan kebalikan dari asas vertikal
(verticale scheidings beginsel ) atau asas perlekatan yaitu suatu asas yang menyatakan segala
apa yang melekat pada suatu benda atau yang merupakan satu tubuh dengan kebendaan itu
dianggap menjadi satu dengan benda itu artnya dalam asas ini tidak ada pemisahan antara
pemilikan hak atas tanah dengan benda-benda atau bangunan-bangunan yang ada diatasnya.

Hak-hak atas Tanah:

a. hak milik,

b. hak guna usaha,

c. hak guna bangunan,

d. hak pakai,

e. hak sewa,

f. hak membuka tanah,

g. hak memungut hasil hutan,


h. hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditetapkan
dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan
dalam pasal 53.

Hak-hak atas air dan ruang angkasa:

a. hak guna air,

b. hak pemeliharaan dan penangkapan ikan,

c. hak guna ruang angkasa.

2.7. Hak merek (Merkenrecht)

a. Hak merek merupakan hak cap dagang dan cap pabrik. Jika suatu cap dimasukkan
dalam daftar, mengakibatkan si pemilik ha katas cap dilindungi oleh hukum .
b. Merek yang diatur disini menurut ketentuan pasal 2 UU merek tersebut meliputi
merek dagang dan merek jasa.

Batasan-batasan merek menurut pasal 5 UU Merek:

1. Bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum


2. Tidak memiliki daya pembeda
3. Tidak menjadi milik umum
4. Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimintakan
pendaftaran

Menurut pasal 41 UU No 19/1992, hak merek yang terdaftar dapat dialihkan dengan cara
sebagai berikut:

1. Pewarisan
2. Wasiat
3. Hibah
4. Perjanjian; atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh undang-undang

Syarat-syarat pengalihan hak atas merek sebagaimana dimaksud di atas harus memenuhi
kriteria sebagai berikut:

1. Disertai dengan dokumen-dokumen yang mendukungnya


2. Wajib dimintakan pencatatan kepada Kantor Merek untuk dicatat dalam Daftar
Umum Merek
3. Setelah dicatat oleh Kantor Merek, lalu diumumkan dalam Berita Resmi Merek.

2.8. Hak Paten (Octrooirecht)

UU no 6 tahun 1989 tentang “Paten” (Undang-undang Paten):

1. Yang dimaksud dengan paten ialah hak khusus yang diberikan Negara kepada
penemu atas hasil penemuannya dibidang teknologi, untuk selama waktu tertentu
melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada
orang lain untuk melaksanakannya.
2. Penemuan ialah kegiatan pemecahan masalah tertentu dibidang teknologi, yang dapat
berupa proses atau hasil produksi atau penyempurnaan, dan pengembangan proses
atau hasil produksi
3. Penemu adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum,
yang melaksanakan kegiatan yang menghasilkan penemuan
4. Pemegang paten adalah penemu sebagai pemilik paten atau orang yang menerima hak
tersebut dari pemilik paten atau orang lain yang menerima lebih lanjut hak dari orang
tersebut di atas, yang terdaftar dalam Daftar Umum Paten.

Hak Pemegang Paten:

Pemegang paten menurut pasal 17 UUP, memiliki hak khusus untuk melaksanakan secara
perusahaan atas patennya baik secara sendiri maupun dengan memberikan persetujuan
kepada orang lain hak untuk:

1. Membuat, menjual, menyewakan, menyerahkan, memakai, menyediakan untuk dijual


atau disewakan atau menyerahkan hasil produksi yang diberi paten
2. Menggunakan proses produksi yang diberi paten untuk membuat barang dan tindakan
lainnya sebagaimana dimaksud diatas.

Pengalihan Hak Paten dalam pasal 73 UUP ditetapkan:

1. Paten atau pemilikan paten dapat beralih atau dialihkan baik seluruhnya maupun
sebagian karena pewarisan, hibah, wasiat, dan perjanjian, dengan ketentuan bahwa
perjanjian itu harus dibuat dalam bentuk Akte Notaris, serta sebab-sebab lain yang
dibenarkan oleh undang-undang
2. Pengalihan paten melalui pewarisan, hibah dan wasiat, harus disertai dengan dokumen
paten berikut hak lain yang berkaitan dengan paten itu
3. Segala bentuk pengalihan paten sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), wajib
didaftarkan pada Kantor Paten dan dicatat dalam Daftar Umum Paten dengan
membayar biaya yang besarnya ditetapkan oleh Menteri
4. Pelaksanaan pengalihan yang tidak sesuai dengan ketentutan pasal ini adalah tidak sah
dan tidak berlaku
5. Syarat dan tata cara pendaftaran dan pencatatan pengalihan paten diatur lebih lanjut
oleh Menteri

Pasal 76 UUP mengatur masalah pemberian izin atau lisensi:

1. Pemegang paten berhak memberi lisensi kepada orang lain berdasarkan surat
perjanjian lisensi untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
17 UUP
2. Kecuali diperjanjikan lain, maka lingkup lisensi sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) meliputi semua perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, berlangsung
selama jangka waktu lisensi diberikan dan berlaku untuk seluruh wilayah Negara RI

Simpulan Hak Paten:

1. Hak paten adalah hak khusus yang diberikan oleh Negara kepada penemu atas hasil
temuannya atas dasar permintaan dari penemu tersebut
2. Hak paten mengandung suatu penghargaan dari pemerintah atas hasil kegiatan
penemuan baru oleh pihak penemu
3. Ditinjau dari sifatnya, pemberian hak paten adalah untuk melindungi kepentingan si
penemu atas hasil penemuannya tersebut dari perbuatan pihak lain yang dapat
merugikannya
4. Kewajiban mendaftarkan pada Kantor Paten dan pencatatannya dalam Daftar Umum
Paten menunjukkan terpenuhinya asas publisitas yaitu agar dapat diketahui oleh pihak
ketiga atau masyarakat umum dengan mudah dan jelas. Asas demikian merupakan
salah satu ciri dari hak kebendaan.

2.9. Hak Cipta

Pasal 2 UU no 6 tahun 1982 menyatakan sebagai berikut:

Hak cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 3:

(ayat 1) Dinyatakan bahwa hak cipta dianggap sebagai benda bergerak

(ayat 2) Hak cipta dapat beralih atau dialihkan baik seluruhnya maupun sebagian

Pengalihan atas hak cipta:

Berdasarkan ketentuan pasal 2 UU No 7 tahun 1987, hak cipta sebagai hak tunggal pencipta
atas ciptaannya dapat dialihkan dengan izin penciptanya kepada pihak lain untuk
melaksanakan dan memanfaatkan ciptaannya, misalnya:

1. Mengumumkan dan memperbanyak ciptaan itu dalam bentuk apapun dan dengan cara
apapun
2. Membuat terjemahan atau saduran dalam bentuk apapun, serta mengumumkan dan
memperbanyaknya.

2.10 Gadai

Gadai diatur dalam Bab XX Buku II KUHP Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160.
Tertulis dalam Pasal 1150 KUHP: “Gadai merupakan suatu hak yang diperoleh berpiutang
atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seoramh berutang atau orang
lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk
mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari pada orang orang
berpiutang lainnya, kecuali haruslah didahulikan biaya untuk melelang barang serta biaya
yang telah dikeluarkan untuk menyelematkan barang yang digadaikan tersebut”.

Berdasarkan rumusan tersebut maka gadai pada dasarnya adalah suatu hak kebendaan
atas benda bergerak milik orang lain dan bertujuan tidak untuk member kenikmatan atas
benda tersebut melaikan untuk member jaminan bagi pelunasan hutang orang yang
memberikan jaminan tersebut. Hak gadai dapat timbul karena adanya perjanjian. Yang
penting dalam perjanjian gadai ialah bahwa benda yang dijadikan jaminan haruslah
dilepaskan dari kekuasaan si pemberi gadai dan diserahkan kepada penerima hadai, hal ini
disebut inbezitstelling.

Objek gadai adalah benda bergerak berwujud/bertubuh (lichamelijk) dan benda


bergreak tidak berwujud/tak tertubuh (onlichamelijk), sedangkan subjeknya tidak ditetapkan,
artinya siapapun; manusia selaku pribadi dan setiap badan hukum.

Hak gadai memiliki sifat kebendaan pada umumnya yaitu hak absolute, droit de suite,
droit de preference, hak menggugat, dan lain lain. Disamping sifat umum kebendaan seperti
yang diuraikan di atas, jak gadai memiliki sifat khusus antara lain:

1. Accessoir: berlakunya hak gadai tergantung pada ada atau tidaknya perjanjian pokok atau
hutang-piutang.

2. Pada pasal 1160 KUHP, Barang gadai tidak dapat dibagi bagi (ondeelbaar); Gadai
meliputi seluruh benda sebagai satu kesatuan, artinya sebagian hak gadai tidak menjadi hapus
dengan dibayarnya sebagian hutang

3. Barang yang digadaikan merupakan jaminan bagi pembayaran kembali hutang debitur
kepada kreditur

4. Barang gadai berada dalam kekuasaan kreditur atau penerima gadai sebagai akibat adanya
inbezitstelling.

Benda yang diserahkan haruslah benda bergerak apakah itu berwujud atau tidak berwujud.
Orang yang menggadaikan haruslah orang yang cakap atau berhak melakukan tindakan
hukum.

Hak Penerima/pemegang gadai (kreditur)


1. Seorang kreditur dapat melakukan parate executie yaitu menjual atas kekuasaan sendiri
benda benda debitur dalam hal debitur lalai atau wanprestasi. – Pasal 1155 ayat (1) KUHP

2.Kreditur berhak menjual benda bergerak milik debitur melalui perantaraan Hakim dan
disebut rieel executie – pasal 1156 KUHP

Dalam rieel executie ini, kreditur dapat melakukan tuntutan kepada Hakim melaluyi dua cara
yaitu:

- Atas Izin hakim, kreditur menjual benda benda debitur untuk mendaatkan pelunasan
hutangnya ditambah bunga dan biaya biaya lain
- Atas izin Hakim kreditur tetap memegang benda gadai sampai ditetapkan suatu
jumlah sebesar hutang debitur kepada krediter ditambah bunga dan biaya lain.

3. Kreditur berhak mendapatkan penggantian dari debitur semua biaya yang bermanfaat yang
telah dikeluarkan kreditur untuk keselamatan benda gadai – pasal 1157 ayat (2) KUHP

4. Jika suatu piutang digadaikan dan piutang itu menghasilkan bunga, kreditur berhak
memperhitungkan bunga piutang tersebut untuk dibayarkan kepadanya – pasal 1158 KUHP

Kewajiban penerima gadai:

1. Hanya menguasai benda selaku houder bukan sebagai bezitter serta menjaga
keselamatannya.

2. Kreditur wajib memberi tahu debitur bila benda gadai akan dijual selambat-lambatnya
pada hari yang berikutnya – Pasal 1156 ayat (2) KUHP

3. Kreditur bertanggung jawab atas hilangnya atau merosotnya nilai benda gadai jika terjadi
karena kelalaiannya (pasal 1157 KUHP)

4. Kreditur wajib mengembalikan benda gadai setelah hutang pokok, bunga, biaya atau
ongkos untuk penyelamatan benda yang bersangkutan telah dibayar lunas (Pasal 1159 ayat
(1) KUHP)

Hak pemberi/pemilik gadai (debitur)


1. Jika hasil penjulan barang gadai setelah diperhitungkan untuk pelunasan pembayaran
hutang debitur termasuk beban bungadan biaya-biaya lain masih berlebih, maka debitur
berhak menerima kelebihan dari hasil penjualan barang gadai tersebut.

2. Apabila barang gadai yang diserahkan debitur kepada kreditur menghasilkan pendapatan
sehingga dapat dipergunakan untuk mengurangi hutang debitur, maka dimungkinkan debitur
yang bersangkutan meminta diperhitungkan ke dalam pembayaran hutangnya.

Kewajiban pemberi gadai

1. Pemberi gadai wajib menyerahkan fisik benda yang digadaikan kepada penerima gadai
(sayrat inbezitstelling).

2. Debitur pemberi gadai menyerahkan kelengkapan dokumen sebahai bukti kepemilikan


barang gadai yang bersangkutan

3. Pemberi gadai wajib mengganti segala biaya yang berguna dan diperlukan yang telah
dikeluarkan oleh kreditur penerima gadai guna keselamatan barang gadai (Pasal 1157 ayat (2)
KUHP)

Hapusnya Gadai

1. Hak gadai hapus dengan hapusnya perikatan pokok yaitu perjanjian hutang-piutang
sehubungan telah dibayarknya hutang pokik ditambah bunga dan biaya lainnya seperti biaya
pemeliharaan benda gadai

2. Jika benda gadai lepas atau tidak lagi berada dalam kekuasaan pemegang gadai

2.11 Hipotik
Salah satu hak kebendaan sebagai jaminan pelunasan hutang adalah Hipotik. Hipotik diatur
dalam Buku II KUHP Bab XXI Pasal 1162 sampai dengan 1232. Menurut Pasal 1162 KUHP,
“ Hipotik adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak, untuk mengambil
penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan”. Dapat disimpulkan bahwa unsur-
unsur dari jaminan Hipotik adalah sebagai berikut:

1. Harus ada benda yang dijamin

2. Bendanya adalah benda tidak bergerak

3. Dilakukan oleh orang yang memang berhak memindahtangankan benda jaminan

4. Ada sejumlah uang tertentu dalam perjanjian pokok dan yang ditetapkan dalam suatu akta

5. Diberikan dengan suatu akta otentik

6. Bukan untuk dinikmati atau dimiliki, namun hanya sebagai jaminan pelunasan hutang saja.

Hipotik mempunai sifat dari hak kebendaan pada umumnya antara lain:

1. Absolut, yaitu hak yang dapat dipertahankan terhadap tuntutan siapapun

2. Droit de suite atau zaaksgevolg, artinya hak itu senantiasa mengikuti bendanya di tangan
siapapun benda tersebut berada

3. Droit de Preference yaitu seseorang mempunyai hak untuk didahulukan pemenuhan


piutangnya diantara orang berpiutang lainnya. Hak jaminan kebendaan tidak berpengaruh
oleh kepailitan atau penyitaan yang dilakukan atas benda yang bersangkutan

Hipotik mempunyai ciri-ciri khas tersendiri yaitu:

1. Accessoir, artinya hipotik merupakan perjanjian tambahan yang keberadaannya tergantung


pada perjanjian pokoknya yaitu hutang-piutang

2. Ondeelbaar, yaitu Hipotik tidak dapat dibagi-bagi kerena Hipotik terletak di atas seluruh
benda yang menjadi objeknya
3. Mengandung hak untuk pelunasan hutang (verhaalsrecht) saja, namun jika diperjanjikan,
kreditur berhak menjual benda jaminan yang bersangkutan atas kekuasaan sendiri
(eigenmachtigeverkoop/parateexecusi) jikalau debitur lalai atau wanprestasi

Asas-asas yang terkandung di dalam hipotik:

1. Asas Publiciteit (Openbaarheid)

Berarti bahwa pengikatan Hipotik harus didafraekan dalam register umum agar masyarakat
khususnya pihak ketiga dapat mengetahuinya.

2. Asas Specialiteit

Pengikatan hipotik hantya dapat dilakuan atas benda-benda yang ditunjuk secara khusus.
Misalnya:

- Bendanya berwujud apa


- Dimana letaknya
- Berapa besarnya atau luasnya
- Berbatasan dengan apa atau siapa dan sebagainya

Menurut Pasal 1164 KUHP, objek-objek yang dapat dibebani hipotik adalah:

1. Badan Badan tidak bergerak yang dapat dipindahtangankan besrta sehala perlengkapannya
yang dianggap sebagai benda tidak bergerak.

2. Hak pakai hasil (vruchtgebruik) atas benda-benda tersebut beserta segala perlengkapannya

3. Hak numpang karang (postal, identik dengan hak guna bangunan) dan hak usaha (erfpacht,
identik dengan hak guna usaha).

4. Bunga tanah, baik yang harus dibayar dengan uang maupun yang harus dibayar dengan
hasil tanah.

5. Bunga sepersepuluh.

6. Pasar-pasar yang diakui oleh Pemerintah, beserta hak-hak istimewa yang melekat padanya
Diluar pasal 1164 KUHP, objek yang dapat dibebani hipotik antara lain:

1. Bagian yang tak dapat dibagi-bagi dalam benda tak bergerak yang merupakan Hak Milik
Bersama Bebas (Vrije Mede Eigendom)

2. Kapal-Kapal yang didaftar menurut Pasal 314 ayat 1 KUH Dagang

3. Hak Konsesi Pertambangan menurut Pasal 18 Indische Mijnwet.

4. Hak Konsesi menurut S. 1918 No. 21 jo. No. 20 yang juga dapat dijadikan jaminan hipotik.

Selain itu, dalam Undang Undang berikut juga ada peraturan yang mengatur tentang Hipotik
dalam ruang lingkup tersendiri:

1. Undang Undang Pokok Agraria (UUPA)

2. Undang Undang Rumah Susun (UURS)

3. Undang Undang Perumahan dan Pemukiman (UUPP)

4. Undang Undang Hak Tanggungan

5. Undang Undang Penerbangan

6. Undang Undang Pelayaran

2.12. Pengalihan (penyerahan) / levering / opdracht / overdracht/


traditio

Secara yuridis, Levering merupakan pemindahan hak eigendom atas suatu benda yang
berasal dari seseorang yang berhak memindahkannya kepada orang lain, yang mengakibatkan
orang lain tersebut menjadi pemilik benda yang bersangkutan.

Doktrin telah membedakan penyerahan menjadi dua sistem, yaitu :

 Sistem kausal (pasal 584 KUH Perdata) : merupakan sistem yang masih bersifat
perjanjian dasar, yang berarti bahwa setiap perjanjian yang diadakan oleh pihak baru
akan menimbulkan perikatan yang mengikat para pihak. Sehingga hak yang
ditimbulkannya adalah hak perorangan. Berdasarkan sistem ini, pengalihan hak
eigendom sah saat perjanjian dasarnya sah, vice versa.
 Sistem abstrak : pada sistem ini, perjanjian bersifat zakelijk, atau sudah tercipta hak
kebendaan, sehingga pengalihan hak eigendom tidak tergantung dengan sah tidaknya
perjanjian dasar.

Dalam tahap penyerahan, ada dua fase yang harus dilewati, yaitu :

 Fase obligatoir : tahap perjanjian yang menimbulkan suatu perikatan seperti yang
dimaksud dalam buku III KUH Perdata.
Akibat dari fase ini adalah adanya para pihak baru yang mengikatkan diri dan hanya
melahirkan hak dan kewajiban diantara para pihak.
 Fase Zakelijk : tahap dimana perjanjian yang bersifat kebendaan terjadi saat para
pihak mengadakan perjanjian yang berisikan pengalihan hak eigendom dan para pihak
juga melakukan perbuatan juridis dalam bentuk transfering of ownership.

Dalam mengikuti kedua fase tersebut, ada empat syarat yang harus dipenuhi, yaitu :

 Harus ada perjanjian kebendaan


 Harus ada alas hak (titel) atau sistem penyerahan yang digunakan (pasal 584 KUH
Perdata)
 Harus ada kewenangan penguasaan benda
 Adanya penyerahan nyata dan penyerahan juridis.

Sementara, tata cara penyerahan juga dibagi menjadi tiga, yaitu :

1. Penyerahan benda bergerak


2. Penyerahan benda tak bergerak
3. Penyerahan benda tak berwujud
Daftar Pustaka

Prof. R. Subekti, S.H. dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Ny. Frieda Husni Hasbullah S.H. M.H., Hukum kebendaan perdata (jilid 1: hak-hak yang
memberi kenikmatan)

Ny. Frieda Husni Hasbullah S.H. M.H., Hukum kebendaan perdata (jilid 2 : hak-hak yang
memberi jaminan)

Anda mungkin juga menyukai