Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Tingkah laku hewan didefinisikan sebagai ekspresi dari sebuah usaha untuk
beradaptasi atau menyesuaikan diri perbedaan kondisi internal maupun eksternal. Dapat
juga didefinisikan sebagai respons hewan terhadap stimulus/rangsangan. Tingkat
kematian anak setelah kelahiran pada ternak ruminansa dan babi secara nyata
mempengaruhi tingkat keuntungan pada satu usaha peternakan dan juga kemajuan
genetika melalui pengaruhnya terhadap seleksi diferensial. Kebanyakan kematian anak
terjadi beberapa hari setelah kelahiran dan mungkin dapat disebabkan oleh kombinasi
dari beberapa faktor. Faktor-faktor ini termasuk karakteristik induk dan anak yan dalam
hal ini mungkin disebabkan oleh faktor genetika atau pengaruh faktor lingkungan dan
atau interaksi antara faktor-faktor tersebut. Faktor tersebut antara lain adalah : bobot
lahir, “litter size”, kemampuan induk, dan daya tahan anak yang baru dilahirkan.
Kematian anak dapat disebabkan oleh faktor lingkungan seperti iklim, jumlah ternak
dalam kandang / padang rumput, keadaan lokasi, tingkat pakan selama masa akhir
kebuntingan, dan interaksi yang kompleks diantara faktor tersebut yang mempengaruhi
kekuatan ikatan induk dan anak.
Tingkat kematian anak domba dan kambing di Indonesia cukup tinggi mengingat
faktor iklim tidak mempunyai peranan penting terhadap kematian anak setelah lahir
seperti yang serng terjadi di australia dan selandia baru, dimana ternak domba dan
kambing beranak di luar yaitu di padang rumput.

B. Rumusan masalah
1. Apa yang di maksud dengan tngkah laku hewan
2. Bagaimana proses keindukan pada hewan
3. Apa kajian dari segi tingkah laku hewan dari induk ke anaknya

C. Tujuan
1. Untuk mengatahui pengertian tingkah laku hewan
2. Untuk mengetahui proses keindukan dan laktasi pada hewan
3. Untuk mengetahui kajian dari segi tingkah laku hewan
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tingkah Laku Hewan


Tingkah laku khusus ternak yaitu tingkah laku ini merupakan bawaan sejak lahir
atau sebagai refleksi karakteristik ternak tersebut, yang tidak berubah oleh proses belajar.
Tingkah laku lainnya dapat berubah.
Etogram yaitu gambaran tingkah laku khusus ternak adalah sebagai berikut:
merupakan katalog yang tepat dan terinci yang memuat respons yang membentuk
tingkah laku, untuk mengetahui bagaimana hewan mengatasi bermacam-macam
lingkungan dan pengalaman. dan terbentuk dari tiap elemen pola reaksi.
Pada kajian ini kita awali dari segi tingkah laku umum dari berbagai jenis hewan
terkait dengan tngkah laku induk-anak
1. Arthropoda
 Menjaga dengan meletakkan telur dalam kantong pengeraman, atau ruang yang
relative nyaman untuk perkembangan larva
 Penyediaan pakan kaya nutrisi sebagai sumber makanan di awal kehidupan
dilakukan sebelum telur di letakkan
 Induk / pengasuh secara berkala memantau, membersihkan dan pada beberapa jenis
serangga memberikan makanan kepada larva yang sedang tumbuh dan berkembang
2. Ikan
 Telur diletakkan pada tempat yang nyaman untuk perkembangan individu baru
 Beberapa jenis ikan membangun sarangnya dalam bentuk gelembung, terowongan,
maupun pembangunan / pembersihan daerah tertentu dengan menggunakan akar-
akaran, pasir , namun ada juga yang menetaskan dan mengasuh anaknya di dalam
mulut.
3. Amphibi dan Reptile
 Beberapa jenis katak dan kodok menjaga telur hingga menetas pada bagian kulit di
punggungnya.
 Beberapa jenis ular menjaga dan mengerami telurnya agar tetap hangat.
 Beberapa jenis buaya menggali lubang dan meletakkan telur di dalamnya untuk
kemudian ditimbun kembali dengan tanah / compose untuk menghasilkan suhu
brooding yang optimal.
 Hampir semua jenis amphibi dan reptile jarang memiliki maternal behavior, namun
pada beberapa jenis buaya seperti alligator sebagaimana kita ketahui menjaga
sarang dan anaknya setelah menetas hingga beberapa waktu.
4. Unggas
 Hampir semua unggas mengerami telurnya baik sendirian maupun bergantian
dengan pasangannya
 Mekanisme mengasuh anak ini berkembang dengan baik pada unggas.
— Unggas memberikan supply makanan kepada anakan secara langsung (burung)
maupun dengan cara mengajari untuk mencari sendiri dengan didampngi sang
induk (ayam) dari mulai menetas hingga cukup memiliki kekuatan untuk terbang
ataupun mencari makanan sendiri
 Induk menjaga anak dari serangan predator baik secara individual maupun
mempertahankannya bersama-sama anggota koloninya (burung – burung laut/tepi
pantai, camar)
 Beberapa jenis unggas (burung) parasite seperti cuckoos da cowbird tidak
menunjukkan tingkah laku mengasuh anak, namun jenis unggas tersebut
menitipkan perkembangan anaknya pada burung lain dengan cara bertelur pada
sarang burung lain.
 Beberapa jenis unggas memiliki kemampuan unik dalam membangun sarangnya
(burung Malee dari Australia yang membengun sarangnya dengan menumpuk
sejumlah besar massa akar-akaran dari vegetasi tertentu yang mampu mendukung
embrio berkembang dengan baik, dengan diikuti menutup sarangnya dengan pasir
sehingga suhu brooding terjaga dengan baik
5. Mamalia
Tingkah laku mengasuh anak berkembang dengan sangat baik pada mamalia
a) Kelahiran
 Betina-betina biasanya melahirkan pada sarang ataupun tempat-tempat yang
telah “terjadwal” secara spesifik sesuai dengan karakteristik spesies (i.e. terkait
dengan migrasi dan ketersediaan pakan)
 Fase kelahiran pada kucing (4 tahap):
1) Contraction interval
2) Emerge interval
3) Delivery interval
4) Placental interval
5) Pergerakan tubuh hampir semuanya terjadi pada fase contraction dan
emerge interval. Kucing betina berjongkok, merejan, ataupun
membungkukkan badan disamping juga menunjukkan pola
menggosokkan badan dan berputar putar. Setelah kelahiran terjadi, instinc
untuk menjilati dilakukan terhadap anak, badannya sendiri ataupun
lingkungan sekitarnya. Intense untuk menjilati menjadi semakin
meningkat pada masa delivery. Pada fase tersebut, induk kucing menjilati
corda umbilicalis dan plasenta, bahkan sering kali memakan membrane
fetal dan corda umbilicalis. Pada placental interval induk akan memakan
placenta kemudian dilanjutkan dengan menjilati tubuhnya, anaknya dan
lingkungan di sekitar tempat melahirkan. Pola kelahiran ini berjalan
dengan sangat spesifik pada jenis mamalia yang berbeda.
b) Nursing
 Mamalia memiliki hasrat kuat untuk mengasuh anaknya karena didukung
dengan adanya kelenjar mammary.
 Mekanisme nursing terjadi pada semua jenis mamalia betina, biasanya terjadi
dalam waktu yang tidak lama setelah melahirkan.
 Pada jenis kucing dan pengerat mekanismenya sangat berbeda-beda, namun
secara prinsip terbagi menjadi tiga tahap :
1) Female approach : inisiasi dari induk, characteristic nursing posture
(standing, lies near and and arches her body around)
2) Mutual approach : inisiasi dari keduanya (induk-anak)
3) Young approach : inisiasi dari anak > induk (induk mulai sering
meninggalkan anak – menolak diikuti) memaksa anak menjadi lebih siap
untuk mandiri pada saat dewasa
c) Grooming
 Terjadi pada berbagai spesies
 Bagian pelage dijaga untuk selalu bersih, sering kali dilakukan dengan cara
menjilati, meskipun pada primata jauh lebih berkembang (lebih banyan
dilakukan dengan menggunakan tangan). Upaya menjilati bagian anogenital
juga sering kali dilakukan untuk menstimulasi urinasi dan defekasi pada
beberapa jenis spesies.
d) Nest Building
 Hampir semua jenis mamalia membangun sarangnya mendekati masa
kelahiran, baik dalam bentuk kubah (tumpukan jerami, kompos dsb.),
terowongan, menggali lubang, ataupun jenis material lainnya;
 Tidak jarang masih disertai dengan menyusun bulu/rambut sebagai sarang
(kelinci)
e) Transport of Young
 Biasanya dilakukan dengan tujuan :
1) Mempertahankan kehidupan individu baru,
2) mengamankan dari serangan predator,
3) mencari tempat dengan cadangan pakan yang baik
 Cara yang ditempuh bermacam – macam. Membawa dengan mulut (ikan
nila, buaya) , kantong pada perut (koala, kanguru), kulit punggung (katak),
ventral surface (baboon, woodrat)
f) Defense of Young
 Pada hampir semua jenis mamalia, induk betina khususnya menjadi lebih
cepat marah dan sangat protectif terhadap anaknya ketika berada didekat
anaknya.
 Menjaga jarak agar anaknya tetap jauh dari pemangsa atau bahkan dari
pejantan maupun kawanannya sendiri yang dianggap membahayakan
anaknya. Upaya ini ditempuh dengan mengusir hewan lain yang mendekat ke
sarangnya ataupun justru mengajak anaknya menghindar / pergi menjauh dan
mencari tempat persembunyian dari intervensi hewan lain.
g) Play and Tuition
 Mekanisme bermain dan memberikan pelajaran terjadi sebagai bentuk
interaksi antara induk – anak.
 Mekanisme bermain terutama diarahkan untuk meningkatkan keahlian dan
keterampilan yang diperlukan sebagai bekal untuk mampu bertahan hidup
pada saat dewasa kelak (i.e. kucing mengajari anaknya untuk berburu dengan
mangsa yang telah dilemahkan, anak sapi belajar saling mendorong dan
menanduk untuk dapat bertahan dalam sebuah pertarungan).
h) Paternal Behavior
 Tampak muncul pada beberapa spesies primata selain manusia
 Pada prinsipnya jantan memberikan kontribusi dalam mengasuh anak yang
memiliki fungsi sama dengan induk betina kecuali dalam hal menyusui
 Memperbaiki daya hidup, body size anak dan stabilitas suhu tubuh pada
berbagai kondisi suhu – terkait dengan rasa nyaman dari perdator(kerjasama
antar induk) dan kecukupan supply pakan.

B. Perkembangan Ikatan Induk – Anak pada Ungulata


1. Tingkah Laku Keindukan Sebelum Melahirkan
Pembentukan kontak antara induk dan anak dimulai dari har pertama
perlekatan sel telur yang dibuahi pada uterus dan berlanjut sampai penyapihan.
Selama masa kebuntingan, induk memberikan makanan kepada fetus melalui saluran
darah plasenta dan kemudian setelah lahir menyusui anak-anaknya. Pada ungulata,
induk yang akan melahirkan anak cenderung untuk meninggalkan kelompoknya
sebelum melahirkan. Penarikan diri dari kelompoknya menolong pembentukan
ikatan yang kuat antara induk-anak yang kemudian menyebabkan anak mempunya
hak penuh terhadap persediaan air susu induk yang terbatas. Tingkat pemisahan diri
dari kelompoknya akan tergantung kepada breed dan keadaan lingkungan.
Sebagai contoh, diantara ternak domba, pemisahan diri dari kelompok pada
domba merino kurang kentara dibandingkan dengan breed domba lainnya.
Pemisahan diri lebih mudah terjadi pada ternak yang digembalakan di padang
rumput yang luas dengan teras yang patah – patah yang memberikan beragam sudut
dibandingkan dengan segi empat kecil, padang penggembalaan yang rata dengan
jumlah ternak yang banyak, serta kelahiran yang diserentakkan sehingga beberapa
anak lahir pada saat yang bersamaan. Untuk ternak ruminansia yang dilepaskan di
padang rumput, tempat melahirkan biasanya tetap di tempat amnion jatuh pertama
kali.
Di Indonesia, kebanyakan ternak dipelihara dalam kandang secara terus
menerus, sehingga pemisahan diri tidak mungkin dilakukan, kecuali induk yang
melahirkan ditaruh sendirian di dalam satu kandang terpisah. Ada kemungkinan
bahwa pada terna ruminansia, cairan amnion dapat membuat induk-induk yang
melahirkan tertarik pada keturunannya. Pada saat kelahiran atau bahkan sebelum
kelahiran. Pada jenis domba yang berasal dari daerah subtropis, beberapa induk
domba tertarik pada anak domba dari induk lain beberapa jam atau bahkan beberapa
hari sebelum saat melahirkan anaknya sendiri dan kadang- kadang berusaha mencuri
anak tersebut dari induk yang lain.
2. Tingkah Laku Induk selama dan sebelum Kelahiran
Terjadi hubungan timbal balik yang intensif antara induk – anak. Induk hewan
ungulata menjilati membran dan cairan plasenta anak yang baru lahir. Sedangkan
anak itu sendiri berusaha untuk berdiri dan mencari putting susu induk untuk
mendapatkan kolostrum yang sangat penting bagi pertumbuhannya. Induk tidak
membutuhkan waktu cukup lama untuk mengenali anaknya, tetapi anaknya
memerlukan beberapa hari untuk mengenal induknya dan jika lapar akan mendekati
siapa saja dan bahkan bukan induknya sendiri untuk menyusu selama berminggu-
minggu. Hal yang sangat kritis bagi anak adalah belajar menyusu untuk dapat
minum kolostrum, dan kemudian susu biasa dari induknya.
Lama waktu yang diperlukan sejak induk domba sejak pertama menunjukkan
rasa gelisah hingga melahirkan dan anaknya jatuh ketanah bervariasi antara 1 menit
hingga 3 jam. Kegiatan dilanjutkan dengan menjilati anaknya sering diikuti dengan
suara bernada rendah dan berat. Penjilatan dimulai dari kepala kemudian bergerak ke
bagian punggung dan ekor. Intensitasnya sangat tinggi sesaat setelah kelahiran,
kemudan menurun menjadi 75 % dalam waktu 15 menit pertama, dan menjadi 10 %
dalam waktu 4 jam setelah kelahiran. Penjilatan dengan diawali dari kepala
memberikan kesempatan bagi anak yang hidungnya telah bersih untuk mudah
bernafas, disamping berfungsi untuk membersihkan cairan amnion dan membentuk
jalinan antara induk – anak. Intensitas jilatan yang diterima anak pertama domba
biasanya lebih besar dibanding anak kedua atau ketiga jika terjadi kelahiran kembar.
Cairan amnion mempunyai peranan penting dalam penerimaan anak oleh induk
domba melalui proses penjilatan. Tingkah laku dan karakterstik anak tampaknya
juga mempengaruhi perkembangan tingkah laku keindukan dengan mempengaruhi
timbulnya sifat menjilati dan tingkah laku keindukan. Pada beberapa kasus induk
domba lebih tertarik pada anak induk lain yang berumur 12 – 24 jam dibanding
anaknya sendiri.
Periode sensitif atau kritis untuk jalinan / ikatan induk – anak berlangsung
kira-kira 20-30 menit pertama setelah kelahiran, walaupun beberapa peneliti
menyatakan bahwa proses ini berlangsung sampai waktu 4 jam. Induk domba yang
dipisahkan dari anaknya setelah kontak selama 30 menit dapat membedakan
anaknya dari anak – anak lainnya bila mereka dikumpulkan kembali. Jika pemisahan
dilakukan sesaat setelah kelahiran mengakibatkan induk kesulitan mengidentifikasi
anaknya, dan resiko ini dapat diturunkan jika pemisahan dilakukan 2 – 4 hari setelah
kelahiran pada saat ikatan sempurna telah terbentuk.
Pada kambing liar, penjilatan atau pembersihan bulu oleh induk terhadap anak
yang baru lahir digunakan oleh induk untuk memberi tanda pada anaknya. Jadi anak
lain yang telah kontak dengan induk mereka tidak akan diterima oleh induk lain,
tetapi anak lain yang tidak pernah mengadakan kontak dengan induk aslinya dapat
diterima dengan baik.
Pada ternak sapi, jalinan antara induk dengan anak yang terlahir kembar lebih
lemah dibanding induk yang melahirkan anak tunggal yang ditunjukkan dengan
frekuensi menjilati kedua anaknya yang lebih rendah dibanding kelahiran tunggal.
Kontak induk – anak pada sapi setelah 3 menit kelahiran sudah cukup untuk
membangun jalinan yang baik antara induk – anak. Pemisahan sampai 5 jam sesudah
lahir memberikan suatu kemungkinan 50% penerimaan induk terhadap anaknya
sendiri, dan pemisahan lebih dari 24 jam menyebabkan penolakan secara permanen
oleh induk. Pengenalan induk oleh anak pada sapi sebagaimana ternak lainnya
membutuhkan waktu beberapa hari, dan bila lapar akan terus mendekati induk
lainnya sebelum mampu mengidentifikasi induknya. Pada sapi :
 Anak sapi akan mulai berdiri setelah 45 menit dilahirkan, 2 s.d. 5 jam kemudian
akan mencari putting induknya, induk sudah harus pada posisi bisa berdiri
(karakter menyusui dengan berdiri)
 Mekanisme identifikasi anak – induk dilakukan melalui vokalisasi, olfactory
(penciuman) and vision
 Calf akan menyodok ambing dan putting induknya untuk merangsang terjadinya
mekaniasme laktasi.
 Induk dengan permasalahan kelahiran membutuhkan waktu lebih lama untuk
berdiri, sehingga anak sulit mengakses susu “butuh bantuan peternak”
 Mekanisme menyusu biasa diawali dengan menyusu pada putting bagian depan,
induk secara aktif menolak menyusui anak sapi lain (sangat individualis)
 Nilai hertabilitas induk dengan mothering ability yang baik pada sapi relatif
rendah
 Karakteristik tingkah laku anak : melonjak, menendang, mencakar,
mendengkur, bersuara dan mengadu kepala (butting).
 Anak sapi jantan lebih sering menunggangi dan mendorong anak sapi betina
(buller rider syndrome).
 Induk sapi menjilati urogenital dan rectal untuk menstimulasi urinasi dan
defekasi
 Mekanisme ini diatur secara hormonal
 Anak kembar mendapatkan perlakuan “grooming” lebih sedikit dibanding anak
tunggal
 Kontak yang terjadi 5 menit setelah kelahiran akan menciptakan ikatan yang
sangat kuat antara induk – anak
C. Tingkah Laku Induk – Anak pada Babi
Runtutannya secara ringkas adalah sebagai berikut :
1. Induk babi biasanya melahirkan anaknya pada sarang yang telah dibangunnya (bila
materi tersedia)
2. kemampuan regulasi dan pertahanan suhu tubuh anak babi kurang berkembang
dibanding ternak ungulata sehingga memerlukan sarang untuk membantu
mempertahankan suhu tubuh. Mekanisme bersarang dapat meningkatkan resiko
kematian anak akibat tertndih induknya di sarang sebesar 20%.
3. Terdapat beberapa kasus induk kanibal yang memakan anaknya.
4. Jalinan induk – anak pada babi tidak sebaik ungulata, sehingga memungkinkan
pemeliharaan anak oleh induk lain (fostering) pada induk babi yang melahirkan
bersamaan tetapi terpisah apabila pengaturan jumlah anak dilakukan sebelum anak
berumur 1 minggu dan sebelum susunan anak pada putting terbentuk.
5. Induk babi tidak menjilati atau membersihkan anaknya. Secara alami setelah
“terengah – engah” karena belum bernafas beberapa saat setelah lahir, anak babi
kemudian akan terbatuk, bernapas dalam dan baru kemudian dapat bernafas dengan
normal. Terdapat persaingan yang sangat ketat antar anak untuk mendapatkan putting
susu terdepan yang memiliki produksi susu terbesar hingga terbentuk susunan anak
pada putting susu secara permanen.
6. Karakteristik khusus nursing pada babi:
 Menunjukkan tingkah laku komplek dalam mengasuh anak dan menyusui (teat
order)
 Menyusui dalam interval yang cukup pendek (50 – 60 menit)
 Induk membutuhkan stimulasi piglet sebelum proses milk let down sbb. :
1) Fase I Pada awalnya piglet berdesakan di sekitar ambing, memassage ambing
dan putting dengan moncongnya. Induk bersuara “grunt” perlahan dengan
interval teratur sebagai tanggapan. Setiap seri grunt berbeda frekuensi,
suara,dan keras lemahnya yang mengindikasikan tahapan kesiapan menyusui
dar induk bagi piglet Fase kompetisi dan menyodok ambing dengan moncong
selama + 1 menit berakhir ketika susu mulai diekskresikan
2) Fase II berikutnya adalah fase menyusu, dimana piglet menghisap putting
melalui mulutnya dengan gerakan lambat (1x/ detik)
3) Fase III Setelah berjalan + 20 detik, interval grunt dari induk akan meningkat
dan suaranya mengeras, fase puncak tahap ini tidak diikuti dengan
peningkatan ekskresi susu bahkan ada kecenderungan menurun, piglet
mengimbangi dengan meningkatkan intensitas menghisap 3x/detik. Pada fase
ini terjadi peningkatan sekresi hormon oksitosin dari pituitary dan
peningkatan ekskresi MLD, baru kemudian selama 10 – 20 menit terjadi
puncak ekskresi susu kemudian berhenti.
4) Fase IV Piglet tetap memassage ambing dan menghisap putting untuk
menginformasikan status kebutuhan nutrisinya kepada induk yang akan
disediakan pada saat ekskresi susu selanjutnya.
7. Tingkah laku anak babi :
 Babi (piglet)
1) Induk tidak membersihkan
2) Berebut putting , perlu potong gigi
3) Strata sosial
4) Makan
5) Bermain
8. Pembentukan teat order pada anak babi :
 Dalam waktu beberapa jam setelah kelahiran hingga 2 minggu anak babi menjadi
mampu mengenali posisi putting dan lebih menyukai menyusu dari bagian
anterior dibanding posterior
 Stimulasi putting bagian anterior berpengaruh terhadap inisiasi milk let down
Shg penting untuk menjamin bahwa putting susu anterior ditempati oleh anak
babi yang sehat dan kuat
 Teat order berfungsi sebagai tipe penguasaan territori, hingga terbentuk susunan
keluarga yang relatif stabil bagi anak babi
 Perkelahian sering terjadi untuk memperebutkan teat order, namun bisa terhensi
dengan sendirinya ketika sudah tercipta siapa pemenang dan hierakhinya
 Top order piglet bisa dipisahkan dari induk dan piglet sekelahirannya hingga 25
hari dan mash diterima dan mendapatkan teat order yang sama setelah
dikembalikan. Tetapi sebaliknya jika yang dipisahkan adalah bottom order piglet,
ketika dikembalikan dan jika telah terjadi “rearrangement teat order” maka piglet
akan dianggap bukan lagi sebagai anggotanya dan ditolak/diserang jika
bergabung.
Direkomendasikan untuk tetap menggabungkan dan tidak merubah kelompok
sekelahiran hingga masa pemotongan / penyembelihan.
a) Tingkah Laku Anak Induk pada Ayam
Proses pembentukan telur berjalan selama 24 – 25 jan, melalui saluran reproduksi
yang terdiri dari infundibulum, magnum, isthmus, vagina dan cloaca. Dimana seluruh
bagian tersebut disebut sebagai oviduct.
 Tanda-tanda menjelang bertelur adalah : gelisah, mengeluarkan suara dan
mencari sarang atau tempat untuk bertelur.
 Anak ayam turun segera setelah 24 – 26 jam menetas
 Memiliki sifat meniru induk maupun ayam lainnya
 Kesendirian dan rasa tercekam ditandai dengan menciap-ciap.
 Pada saat dewasa : kanibal, saling bertengkar, patuk mematuk, berebut pakan
(saat seperti ini sering muncul peck order).
 Tingkah laku dasar yang berkembang pada akhirnya meliputi : ingestif (makan –
minum), eliminativ (ekskresi), parental (Maternal behavior), investigative
(keingintahuan), shelter seeking (mencari perlindungan), allelomimetik /
mimicking (bertingkahlaku sama), agonistic / combat (beradu, merupakan upaya
untuk mempertahankan diri)
b) Pre laying behavior pada ayam :
 Pada sistem pemeliharaan beralas litter, tingkah laku sebelurm bertelur hampir
mirip dengan tingkah laku natural.
 Didahuli dengan fase mencari sarang yang nyaman untuk bertelur; pemilihan
bidang sarang untuk bertelur dan kemudian diikuti dengan pembuataan nest
hollow / cekungan untuk bertelur
 Permasalahan yang terjadi tergantung pada ukuran pen dan jumlah sarang yang
tersedia.
 Keterbatasan sarang dan interaksi aggressive merupakan faktor utama penyebab
banyaknya “floor eggs”
 Ayam lebih menyukai bertelur di dekat tempat terjadi kopulasi dibandingkan
dengan tempat yang terisolasi, namun tetap membutuhkan suana yang nyaman
dan tenang
c) Tingkah laku pada saat oviposisi pada ayam :
 Ayam lebih menyukai bertelur dengan menghadap serong kedepan dengan bidang
miring kedepan
 Inisiasi terjadinya kanibalisme lebih banyak terjadi jika ayam menghadap ke
dalam nest box
 Jika terjadi penundaan oviposisi akibat lighting inferior, ataupun keterbatasan
nest box, retensi telur pada uterus sering mengakibatkan deposisi ekstra calcium
pada permukaan kulit telur. Hal tsb mengakibatkan tampak lapisan seperti debu
pada permukaan kulit telur dan tentunya menambah ketebalan telur dan
mereduksi kemampuan pertukaran udara jika telur akan ditetaskan.
d) Tingkah Laku Post Laying Ayam :
 Ayam menduduki telur yang telah dikeluarkannya selama + 0.5 jam
 Meningkatkan resiko pemendekan masa simpan telur konsumsi dengan mencegah
pendinginan telur secara cepat disamping peningkatan kontaminasi mikrobia
 Pada sistem roll way nest boxes hal ini dapat direduksi, karena telur akan segera
dikeluarkan dari sarang.
 Memberikan peluang untuk menduduki telur dapat meningkatkan hasrat untuk
mengeram, hal ini dapat terjadi meskpun pada jenis ayam petelur yang sudah
terseleksi secara genetis.
 Resiko lain yang muncul adalah munculnya peluang bagi ayam untuk memakan
telurnya sendiri. Pada awalnya dapat terjadi dengan mengkonsumsi telur yang
retak / pecah, namun ayam yang memiliki pengalaman memakan telur biasanya
akan terus berlanjut dengan memakan telur yang retak bahkan jika tidak
menemukan akan memecahkan telur yang utuh.
 Solusi perbaikan management, pengurangan lighting.
e) Tingkah laku anak ayam :
 Unggas
1) Mengenal induk
Ikatan induk – anak terbentuk dengan adanya panggilan / suara induk untuk
menunjukkan makanan pada anak (maternal feeding call)
peran induk terbatas pada proteksi dan mengajarkan mengenal pakan edible
maupun inedible
2) Hubungan dalam kelompok
Agresi dilakukan dalam rangka membentuk hierarkhi / pecking order yang
stabil. Pecking order mulai muncul beberapa minggu setelah menetas dan
baru mulai stabil setelah berumur 6 – 8 minggu.
3) Makan
 Tingkat ketergantungan terhadap induk sebatas pada kebutuhan broodiness, dan
brooding system; pada jenis unggas lain tingkat ketergantungan cukup tinggi
(berbagai jenis burung merpati, burung hantu dsb.)
 Social relationship bisa terbangun dengan sendirinya (imprinting tidak terfokus;
jika didampingi induk imprinting fokus pada induk)
f) Tingkah Laku Induk – Anak pada Kuda
 Masa bunting 340 + 5 hari, kelahiran terjadi pada malam hari meskipun ada juga
kecenderungan terjadi pada dini hari.
 Setelah melahirkan mare akan tetap rebah beberapa saat sambil menyodok-
nyodok foal. Kontak tersebut merupakan awal terbentuknya ikatan induk – anak
secara intensive yang bahkan lebih besar dibanding kedekatan dengan
kawanannya.
 2 jam setelah lahir anak kuda berdiri, kemudian berjalan mengikut induknya.
Mare seringkali menggigit, menyodok bahkan menendang untuk menjauhkan foal
dari kawanannya
 Anak kuda suka menggigit kaki induknya, pada umur 3 – 4 minggu suka
berkelahi
 Sebagian besar anak kuda selalu mengikuti induknya dan kurang bersosialisasi
dengan kawanannya. Mare baru mengijinkan foal bergabung dengan kawanannya
setalah dirasa cukup memiliki kemampuan.
 Hubungan mengasuh anak pada kuda dapat terjadi hingga kurun waktu 2 tahun
D. Regulasi Endokrine dan Penginderaan Tingkah Laku Keindukan
1) Peranan Hormon terhadap Permulaan Tingkah Laku Keindukan
Stimulasi hormon sintetik estrogen dan progesteron dapat merangsang laktasi
pada domba betina bahkan pada kondisi tidak bunting, namun hasil yang diperoleh
stimulasi dengan menggunakan estrogen menghaslkan stimulasi tingkah laku
keindukan yang lebih baik. Pada kondisi konsentrasi estrogen sedikit dan progesteron
yang tinggi dapat mengakibatkan tdak munculnya tingka laku keindukan dari domba
betina tersebut.
2) Pengaruh Hormon terhadap Lamanya Periode Sensitif
Perlakuan untuk mengidentifikasi jalinan induk – anak untuk mengetahui
periode kritis ikatan menunjukkan bahwa hanya sesudah 4 jam pemisahan pada saat
lahir 50% dari induk menerima anaknya sendiri. Hal ini menngkat menjadi + 75%
bila pemisahan terjadi 12 atau 24 jam sesudah lahir, sedangkan pemisahan selama 24
jam pada waktu 2 sampai 4 hari setelah kelahiran beresiko jauh lebih kecil – hanya 1
dari 10 ekor yang ditolak untuk sementara. Periode sensitif / kritis ini berada di
bawah kontrol hormon estrogen dan bukan prolaktin.
3) Pengaruh Karakteristik Anak yang Baru Lahir
Penurunan respon sifat keindukan dalam hubungannya dengan waktu lahir
paling tidak sebagian diduga disebabkan karena penurunan daya tarik anak domba itu
sendiri.
4) Pengaruh Indera
Bau sangat penting peranannya dalam penerimaan induk untuk menyusui
anaknya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa mekanisme menyusui anak
terganggu akibat penghilangan bau, pecucian anak atau dengan mencampurkan bau
yang berbeda meskipun dari induknya. Pada mulanya hormon merangsang sifat
keindukan dan sifat keindukan ini sangat dibantu oleh pengalaman sebelumnya dari
induk – induk tersebut. Selanjutnya anak domba mulai mempengaruhi tingkah laku
keindukan dan informasi melalui penginderaan anak yang baru lahir menjadi sangat
penting. Setelah akhir periode sensitif, tingkah laku keindukan berubah dari
dipengaruhi hormon menjadi dipengaruhi kontrol syaraf yang tidak tergantung dari
kontrol hormon. Hal ini juga berlaku pada kambing dan sapi.
Pengenalan induk anak mencakup dua proses yaitu pengenalan induk terhadap anak
dan anak terhadap induk. Kedua proes ini melibatkan isyarat penciuman,
pendengaran dan penglihatan. Peranan indera lebih lanjut dikaji pada sub kajian
peranan indera terhadap proses pengenalan induk – anak.
5) Pengaruh Pelebaran Vagina
Stimulasi vagina dapat dipergunakan sebagai stimulasi penerimaan anak yang
dipelihara oleh induk lain.
6) Peranan Pengalaman
Pada domba baik yang dipelihara di padang rumput maupun dikandangkan
dilaporkan bahwa tingkah laku keindukan yang lebih buruk terdapat pada induk yang
melahirkan pertama kali. Induk muda seringkali menendang anaknya dan
membutuhkan waktu lebih lama untuk menjilati, namun gangguan tersebut sering
bersifat sementara saja. Namun reaksi negatif berlebihan dapat mengakibatkan
kematian pada anak. Perlakuan dengan estrogen maupun progesteron sintetik
sebagaimana di atas gagal menghasilkan stimulasi sifat keindukan pada induk muda
yang belum pernah melahirkan.
E. Peranan Indera terhadap Proses Pengenalan Induk – Anak
1) Pengenalan oleh Induk
Induk domba dapat mengenali anaknya melalui bau dari pantat, ekor, dan
daerah anusnya, tetapi tidak dari kotoran ataupun kencingnya. Identifikasi anak
melalui pendengaran dimunculkan dalam bentuk jawaban mengembik oleh induk
domba, dimana induk menjawab embikan anak – anak mereka lebih sering
dibandingkan ambikan anak domba dari induk lain.
Isyarat penglihatan bagi induk domba tampaknya lebih penting dibanding
pendengaran pada jarak yang dekat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa induk yang
diberi kesempatan untuk melihat dan mencium anaknya membuat lebih banyak
pilihan benar dibandingkan induk yang hanya diberi kebebasan untuk mencum tetapi
tidak bisa melhat anaknya. Induk lebih mudah mengenal anaknya bila diwarnai
dengan warna yang termasuk gelombang panjang seperti : merah, oranye, kuning
atau putih. Tetapi kurang mampu mengenal anaknya yang diberi warna dalam
kategori gelombang pendek seperti : biru, hijau, abu-abu, dan hitam. Pewarnaan
terhadap bagian kepala tampaknya lebih penting dibanding bagian tubuh lainnya.
2) Pengenalan oleh Anak
Kemampuan anak untuk mengenal induknya terjadi paling baik bila menggunakan
isyarat pendengaran. Lebih sering seekor induk mengembik, maka lebih mudah bagi
anak domba untuk mencari induknya sendiri. Anak domba umur 8 – 12 hari
menggunakan isyarat pendengaran lebih efektif, sementara anak yang lebih tua
menggunakan isyarat penglihatan. Jarak tertentu suara panggilan menunjukkan
tempat atau sumber panggilan untuk induk – anak. Penglihatan juga menolong proses
pencarian ini. Tetapi pada saat pertemuan, induk mencium bagian pinggul dan baru
bagan anus anaknya, dan hanya setelah induk mengenal anaknya secara positif akan
memberikan kesempatan pada anaknya untuk menyusu. Jadi alat pengawasan jarak
dekat adalah penciuman.
F. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kehidupan Anak
1) Litter Size dan Bobot Lahir
Semakin banyak litter size maka semakin buruk jalinan batin induk – anak,
sehingga kemungkinan kekurangan susu dan berkurangnya kemampuan mengasuh
terhadap anak kembar dari seekor indukpun semakin besar. Bobot lahir yang terlalu
besar sering bermasalah (distokia) sehingga proses parturisi terlalu lama dan induk
terlalu lemah untuk segera mengenal anaknya baik melalui menjlat menciumi dsb.
Hal tersebut berakibat terhadap berkurangnya jalinan induk – anak yang seng
mengakibatkan terjadinya penolakan anak oleh induk sebaliknya bobot lahir yang
terlalu kecil berdampak pada lemah dan buruknya anak yang dilahirkan, anak
menjadi tidak kuat berdiri ataupun mencari putting induknya, sehingga tidak dapat
memberikan stimulasi karakteristik tingkah laku kindukan bagi sang induk.
2) Makanan Induk Selama Periode Akhir Kebuntingan
3) Tempat Melahirkan dan Jalinan / Ikatan Batin
4) Kondisi Cuaca yang Tidak Baik
5) Pencurian Anak Domba : Lebih disebabkan karena ketertarikan induk terhadap anak
domba dari induk lain, sehingga sebelum atau setelah anaknya sendiri dilahirkan
justru diabaikan. Oleh karena itu sangat perlu memberikan kesempatan bagi induk
domba untuk menyendiri sesaat menjelang kelahiran, sehingga tidak terpengaruh
oleh tingkah laku anak domba dari induk lainnya.
6) Kurangnya Kemampuan Induk Saat Melahirkan

 Tingkah Laku Penyapihan


 Penyapihan adalah umur paling muda dimana anak dapat dipisahkan dari induk

tanpa gangguan. 2 hal menarik yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan

penyapihan :

 Penyapihan bertahap/tiba-tiba serta sifat meniru pada anak

 Adanya tingkah laku agresive induk ke anak ---- hilangkan ketergantunga

 Pada sapi :

 Perah : 3 – 6 bulan

 Potong : ? (tergantung pada produksi susu dan kesiapan reproduksi)

 Menyapih anak 6 – 7 bulan, agar induk dapat melahirkan setahun sekali. Pada

induk laktasi dipengaruhi oleh LTH, sedangkan pada anak adalah GH, dll

 Pada Kambing dan domba :

 Disapih setelah berumur 3 bulan tanpa substitusi. Substitusi susu dapat

dilakukan pada anak kambing betina sebanyak 1 kg / hari dan 1,5 kg / hari untuk

anak kambing jantan.

 Disapih umur 4 – 5 bulan. Bobot badan anak domba dipengaruhi oleh panjang

masa menyusu, yaitu lebih dari 120 hari setelah dilahirkan.

 Pada babi :

 Puncak produksi susu terjadi selama 3 minggu setelah melahirkan. Masa laktasi

berlangsung selama 12 minggu, sedangkan penyapihan dapat dilaksanakan

umur 4 minggu namun biasa dilaksanakan umur 8 minggu dengan bobot badan

14 – 18 kg dan max dilaksanakan pada umur 17 minggu.

 Cara penyapihan : bertahap, yaitu induk yang dipisah dari anak. Didahului

dengan mengeluarkan induk selama beberapa jam, sehari penuh dan akhirnya

dikeluarkan sepenuhnya. Ransum induk juga dkurangi secara bertahap.

 Keuntungan penyapihan dini pada babi adalah :


 Memberi kesempatan induk untuk beranak lagi (2x setahun atau 5x/ 2 tahun)

 Memberi kesempatan anak babi tumbuh cepat, yaitu bisa mencapai 23 kg pada

umur 8 minggu.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tingkah laku reproduksi dari ternak unggas keseluruhan hampir sama. Ternak
unggas jantan lebih menampakan kelebihan seperti kegagahanya, suaranya, bulunya dan
lain-lain. Ternak betina cenderung menerima ataupun menolak. Ternak betina yang
menerima akan diam dan memposisikan diri seperti rebah, menempelkan dada, perut,
paruh dan ekor ke tanah, apabila menolak maka akan lari. Ada beberapa perbedaan dari
tingkah laku reproduksi ternak unggas yang membuat ciri khas ternak tertentu. Ayam
jantan memiliki ciri khas lebih agresif dan mengejar betina, serta betina yang mula-mula
lebih suka menghindar atau lari. Ternak kalkun jantan yang memulai dengan
menegakkan bulunya, lalu melakukan tarian dan berputar-putar. Merpatipun memiliki
ciri khas seperti berciuman dan membersihkan bulunya setelah perkawinan, serta ternak
yang paling setia terhadap pasangannya.

B. Saran

Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan bagi mahasiswa yang


mambacanya serta mampu mengimplementasikan dalam kehidupan sehingga apa yang di
pelajari tidak di lupakan begitu saja.
DAFTAR PUSTAKA

Adi, T. 2019. Tingkah Laku Induk-Anak. http://adisarjana.blogspot.com/2008/06/diktat-tlt-


1-st-revised-tingkah-laku.html. Diakses pada tanggal 4 juni 2019.

Susilowati, Sofia E.R., dan M. Amin 2000. Tingkah Laku Hewan. Malang: Universitas
Negeri malang.

Davies, Nicholas B., Krebs, John R., and West, A. West. 2012.An Introduction to
Behavioural Ecology . 4th. West Sussex: Wiley- Blackwell.

Krohn, C.C. 1994. “Behavior of Dairy Cows Kept in Extensive (loose housing/pasture) or

Intensive (tie stall) Environments:III) grooming, Exploration and Abnormal Behavior.”


Applied Animal Behavior Science.

Vande, Nursholeh. 2011. Human Physiology. Company, Tanjung Jabung Timur. Unja
Nanda, 2012. Fakultas Peternakan Universitas Haluoleo.

Campbell, N. A., J. B. Reece., & L. G. Mitchel. Biologi. Edisi Kelima Jilid 3. Terjemahan
oleh Manalu W. 2000. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Campbell, N. A. & Reece, J. B. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 3. Terjemahan oleh Damaring
Tyas Wulandari. 2008. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Dwi, F., dan Sugiharti, E. 2011. Etologi alias Tingkah Laku


Hewan.http://dyahemangfitri.blogspot.co.id/2011/03/etologi-alias-tingkah-laku-
hewan.html. [Diakses pada 7 September 2015].

Rakhmawati, A. 2014. Materi Kuliah Biologi Umum Perilaku Makhluk Hidup. Jurnal
Pendidikan Biologi. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai