SIROSIS HEPATIS
Oleh :
ZIKRI MUKHLIS
18413130
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2019
SIROSIS HEPATIS
Sirosis merupakan penyakit hati kronis yang ditandai dengan keruskan difus dan
regenerasi fibrotik sel hati. Jaringan nekrosis akan membentuk jaringan parut,
sehingga penyakit ini akan mengubah struktur hati dan vaskularisasi normal,
mengganggu aliran darah dan limfe, dan akhirnya menyebabkan insufisiensi
hepatik. Obstruksi jaringan vena menyebabkan hipertensi porta, asites, varises
esofagus, dan varises gaster. Hati yang menjadi sirosis tidak dapat mengubah
amonia menjadi ureum yang dapat dibuang melalui ginjal. Peningkatan kadar
amonia dalam darah diduga berkontribusi dalam ensefalopaty hepatik (Saputra,
2014).
Jadi dapat disimpulkan bahwa sirosis hepatis adalah kerusakan kronik pada hepar
yang menyebabkan kematian sel-sel hepar, membentuk jaringan parut dan
mengubah struktur hepar sehingga fungsi hepar terganggu.
Pembuluh darah arteri hepatika,yang keluar dari aorta dan memberikan seperlima
darahnya kepada hati : darah ini mempunyai kejenuhan oksigen 95-100
persen.Vena poprta yang terbentuk dari vena linealis dan vena mesenterika
superior,mengantarkan empat perlima darahnya kehati : darah ini mempunyai
kejenuhan oksigen hanya 70 persen sebab beberapa oksigen telah diambil limpa
dan usus.Darah vena porta ini membawa kepada hati zat makanan yang telah
diarbsorbsi oleh mukosa usus halus .Vena hepatika mengembalikan daradh dari
hati ke vena kava inferior, di dalam vena hepatika tidak terdapat katup.Saluran
empedu terbentuk dari penyatuan kapiler-kapiler empoedu yang mengumpulkan
empedu dari sel hati,maka terdapat empat pembuluh darah utama yang menjelajahi
seluruh hati, dua yang masuk yaitu arteri hepatikadan vena porta dan dua yang
keluar yaitu vena hepatika dan saluran empedu (Pearce, 2009)
Struktur halus sel hati adalah sel yang polihedral dan berinti.Protoplasma sel berisi
sejumlah besar enzim.Massa sel ini membentuk lobula hepatika yang berbentuk
hexagonal kasar,kira-kira berdiameter satu milimeter dan satu dari yang lain
terpisah oleh jaringan ikat yang memuat cabang-cabang pembuluh darah yang
menjelajahi hati.Cabang vena porta, arteri hepatika dan saluran empedu dibungkus
bersama oleh sebuah bbaluan dari jaringan ikat,yang disebut kapsul glisson dan
yang membentuk saluran porta.Darah berasal dari vena porta bersentuhan erat
dengan sel hati dan setiap lobula dijelajahi oleh sebuah jala sinusoid darah atau
kapiler hepatika .Pembuluh darah halus berjalan diantara lobula hati dan disebut
vena interlobuler.Dari sini cabang-cabang kapiler masuk kedalam bhan lobula dan
kemudian bergabung untuk membentuk sebuah vena kecil di dalam pusat lobula
,yaitu vena intralobuler.Pembuluh-pembuluh darah ini menuangkan isinya kedalam
vena lain yang disebut vena sublobuler.Vena-vena sublobuler ini bergabung dan
akhirnya membentuk beberapa vena hepatika yang berjalan langsung masuk
kedalam vena kava inferior (Perace, 2009)
HCV adalah suatu virus non sitopatik dan kerusakan hati mungkin diperentarai
oleh proses imunologik. Perkembangan penyakit hati akibat hepatitis C kronik
ditandai oleh fibrosis pporta dusertai bridging fibrosis dan pembentukan nodus-
nodus yang akhirnya memuncak berupa terjadinya sirosis. Pada sirosis akibat
hepatitis C kronik, hati kecil dan menciut dengan gambaran khas pada biopsy hati
berupa sirosis campuran makro dan mikronodular. Selain meningkatkan fibrosis
yang dijumpai pada sirosis akibat hepatitis C , terdapat infiltrate peradangan di
daerah porta disertai interface hepatitis dan kadang cidera lobules hepatoseluler
dan peradangan. Pada pasien dengan HVC genotip 3, sering terdapat stetosis.
Temuan serupa dijumpai pada pasien dengan sirosis akibat hepatitis B kronik.
Ulasan khusus untuk antigen HBc (hepatitis B core) dan HBs (hepatitis B
permukaan) akan positif, dan mungkin ditemukan hepatosit ground-glass yang
menandakan HbsAg (Logo dan Anthony , 2014)
Sirosis hepatis atau kerusakan pada sel hati akn terus berkembang akibatnya aliran
darah dari usus saluran pencernaan melalui vena sampai ke vena porta ,dalam
kondisi fibrosis yang semakin bertambah akan menyebabkan hati mengeras dan
menyumbat pembuluh darah sehingga menyebabkan hipertensi porta, keadaan ini
akan menyebabkan pembuluh darah mengalami distensi sehingga menyebabkan
varsis esophaguys dan hemoroid yang kalau dibiarkan dalam jangka waktu yang
lama pasien akan mengalami hematemesis melena . Hipertensi porta juga akan
menyebabkan asites pada rongga abdomen sehingga kana ada penekanan pada
rongga dada, ekspansi paru dapat menurun serta munculnya spider nevi pada dada
pasien . Dalam jangka waktu yang lama sirosis hepatis bisa jatuh ke encepalopaty
dan koma. Gejala awal dan tanda encepalopaty meliputi perubahan tingkat
kesadaran, perubahan neuro muskular, dan kenaikan tingkat amoniak serum
(Diguilo dan Jackson, 2014)
6. Komplikasi
1. Hipertensi potal
Aliran darah normal ke dan dari hati tergantung pada fungsi vena portal yang
sesuai (70% aliran masuk), arteri hepatik (30% aliran masuk), dan vena hepatik
(aliran keluar). Hipertensi portal terjadi ketika tekanan darah di sistem vena portal
meningkat secara terus menerus akibat peningkatan resistensi atau obstruksi aliran
darah ke dalam hati melalui sistem vena portal. Tekanan darah normal di sistem
vena portal adalah 5-10 mmHg. Hipertensi portal terjadi ketika tekanan meningkat
5 mmHg lebih tinggi dari tekanan di vana cava inferior. Sistem kolateral terbentuk
sebagai usaha tubuh untuk menyeimbangkan tekanan di kedua sistem vena (Black
& Hawks, 2014).
Manifestasi klinis hipertensi portal adalah pembuluh darah epigastrik yang tampak
berliku-liku yang bercabang dari area umbilicus ke area sternum dan tulang rusuk
(caput medusa), kelenjar limpa yang mengalami pembesaran dan terpalpasi
(splenomegali), bruits yang terauskultasi di atas abdomen, dan asites.
Pembentukan sistem kolateral dapat berakibat rupturnya pembuluh darah dan
menyebabkan perdarahan esophagus. Berikut ini adalah manifestasi klinis
perdarahan esophagus akibat hipertensi portal: tekanan darah 90/60 mmHg;
kecepatan denyut nadi % 100 x/menit; kulit dingin dan berkeringat; kekuatan
denyut nadi < 2+ dari skala 0-4+; Capilary Refill Time (CRT) > 2 detik;
penurunan kemampuan orientasi terhadap orang, tempat, dan waktu; serta merasa
lelah (Black & Hawks, 2014).
2. Asites
Asites adalah akumulasi cairan di rongga peritoneum akibat hipertensi portal,
rendahnya tekanan onkotik, dan retensi natrium . Diagnosis asites ditegakkan
berdasarkan hasil pemeriksaan paracentesis, studi x-ray abdomen, ultrasonografi
(USG), atau Computed Tomography (CT) scan yang menunjukkan lokasi cairan di
rongga abdomen (Black & Hawks, 2009). Selain itu, pasien dengan sirosis hepatis
akan menunjukan adanya fluid wave dan shifting dullness ketika dilakukan
pemeriksaan fisik abdomen. Berat badan dan lingkar perut akan bertambah setiap
hari yang mengindikasikan penambahan akumulasi cairan di rongga abdomen.
3. Ensephalopaty hepatik
Ensephalophaty hepatik adalah salah satu komplikasi sirosis hepatic yang dapat
memengaruhi kualitas hidup pasien (Long & Scott, 2005). Ensephalopaty hepatik
disebabkan oleh ketidakmampuan hati mengkonversi amonia menjadi urea untuk
diekskresikan dari dalam tubuh. Amonia bersifat toksik dan depresan bagi sistem
saraf pusat. Oleh karena itu, fase awal komplikasi ini yang terobservasi adalah
penurunan kesadaran, bingung, kelelahan, kejang, koma ireversibel sampai fase
terminal.
4. Varises esofagus
Pecah varises esofagus adalah perdarahan dari varises esofagus atau gaster yang
telah dikonfirmasi melalui endoskopi. Sekitar 70% perdarahan varises terjadi
akibat komplikasi hipertensi porta pada kasus sirosis hepatis. Disebut peradarahan
varises akut, apabila episode terjadi dalam 48 jam tanpa bukti perdarahan yang
bermakna antara waktu 24 ke 48. Sementara disebut perdarahan ulang varises,
apabila terjadi hematemesis melena baru setelah 48 jam atau lebih (Black &
Hawka, 2014).
7. Penatalaksanaan
I. Penatalaksanaan umum sirosis hepatis yang dapat dilakukan adalah sebagai
berikut :
a. Memonitor komplikasi, yaitu hipertensi portal, asites, dan ensephalopaty
hepatik.
b. Memaksimalkan fungsi hati, yang dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
a) Diet bernutrisi: protein 75-100 g/hari jika tidak terdapat tanda
ensephalopaty hepatik.
b) Restriksi cairan dan sodium jika terdapat edema.
c) Diet tinggi kalium jika pasien mendapat terapi diuretic thiazid
d) Pemberian suplemen vitamin B dan A,D,E,K
e) Istirahat yang adekuat untuk memaksimalkan regenerasi hati
f) Pemberian kortikosteroid untuk menurunkan manifestasi klinis sirosis
dan meningkatkan fungsi hati
c. Menghindari hepatotoksin, misalnya menghindari konsumsi alkohol
d. Mencegah infeksi, dengan menganjurkan istirahat adekuat, diet yang sesuai,
menghindari zat hepatotoksin.
(Black & Hawks, 2009).
II. Diet Hepar Pada Pasien Sirosis Hepatis
Malnutrisi energi dan protein biasa terjadi pada pasien dengan sirosis hepatis.
Intake energi kurang lebih 2500-3000 kalori (Black & Hawks, 2009). Diet harus
mengandung protein minimal 0,8 gr/kg BB/hari. Kadar protein perlu ditingkatkan
menjadi 1,2 – 1,5 gr/kg BB/hari untuk mencegah pemecahan protein endogen.
Restriksi protein harus dihindari karena dapat memperburuk kondisi malnutrisi.
Jika terdapat tanda-tanda ensephalopaty hepatik, pemberian formula asam amino
rantai bercabang dengan restriksi asam amino aromatik dapat diberikan untuk
memastikan intake protein yang adekuat. Restriksi protein kurang dari 0,5 gr/kg
BB/hari berakibat pemecahan protein endogen dan penurunan status nutrisi lebih
lanjut (Grodner, Long, & Walkingshaw, 2009).
Restriksi natrium dan cairan perlu dilakukan untuk mengurangi asites dan edema
pada pasien sirosis hepatis. Intake natrium harus kurang dari 2 gr/hari pada pasien
dengan asites atau edema. Jika asites dan edema sudah resisten dengan terapi
diuretik yang dilakukan, maka restriksi natrium perlu ditingkatkan menjadi kurang
dari 1 gr/hari. Restriksi cairan biasanya dimulai dari 1000-1500 cc/hari tergantung
pada respon pasien (Grodner, Long, & Walkingshaw, 2009).
Defisiensi protein biasanya juga terjadi pada pasien dengan sirosis hepatis. Oleh
karena itu, pasien perlu diberikan tambahan intake vitamin, misalnya folate,vitamin
B12, thiamin, dan vitamin A,D,E,K. Contoh diet hepar tinggi protein, tinggi kalori,
dan moderat lemak adalah sebagai berikut: susu 1 liter; telur 1-2 butir; ikan 224 gr;
sayuran: kentang atau penggantinya 2 kali penyajian, sayuran hijau atau kuning 1
kali penyajian, sayuran lain 1 kali penyajian; buah 3-4 kali penyajian termasuk jus;
nasi, roti, atau sereal 6-8 kali penyajian; mentega 2-4 sendok teh; jeli atau madu
sesuai dengan keinginan makan pasien Komposisi makanan ini dapat dimodifikasi
sesuai dengan toleransi pasien.
III. Diet Putih Telur Pada Pasien Sirosis Hepatis
Putih telur adalah salah satu sumber makanan yang mengandung tinggi protein
dan rendah lemak. Don Amerman (2013) mengatakan bahwa diet protein sehat
yang dianjurkan bagi penderita sirosis hepatis adalah makanan dengan kandungan
tinggi protein dan rendah lemak dan salah satu contoh sumber makanan ini adalah
putih telur. Fakta ini didukung oleh pernyataan Khomsan (2006) yang mengatakan
bahwa dalam satu butir putih telur mengandung 3 gr protein dengan sedikit lemak.
Dalam 100 gr putih telur terkandung energi 48 Kkal; 87,3 gr air; 11,1 gr protein;
0,2 gr lemak; 0,4 gr karbohidrat; dan 0,7 gr mineral. Fraksi protein yang
terkandung secara lebih rinci dijelaskan sebagai berikut: Ovomucoid 11%;
Ovalbumin 54 %; Ovotransferrin 12-13 %; Lysozym 3,4-3,5 %; Ovomucin 1,5-
3,5%; G2 Ovoglobulin 1 %; G3 Ovoglobulin 1%; Ovoflavoprotein 0,8%;
Ovostatin 0,5%; Cystatin 0,05%; Avidin 0,05 %; dan sisanya adalah komponen
glikoprotein seperti Thiamin berikatan dengan protein, Glutamyl aminopeptidase,
Minor glycoprotein 1, dan Minor glycoprotein 2 . Komponen protein dalam putih
telur ini biasanya langsung dapat dimanfaatkan oleh darah untuk meningkatkan
kadar protein plasma (Khomsan, 2006). Fakta ini juga didukung oleh penelitian
yang dilakukan Taylor et al (2011) yang menjelaskan bahwa konsumsi 100 gr
putih telur setiap hari selama 6 minggu dapat meningkatkan 0,19 g/dL serum
albumin. Fakta dan penelitian ini mendukung intervensi diet putih telur yang
diberikan kepada pasien sirosis hepatis dengan komplikasi asites. Pasien diberikan
diet hepar yang mengandung tinggi protein, tinggi kalori, dan kandungan lemak
yang moderat. Jumlah protein minimal yang diberikan kepada pasien sebesar 0,8
gr/kg BB/hari. Sumber protein utama pada menu diet pasien adalah putih telur.
Sumber protein lain dapat dikombinasikan dengan sumber makanan lain seperti
tahu, tempe, ikan, buncis, tauge, dan rebung (University of Michigan Health
System, 2011). Diet putih telur ini diharapkan dapat melengkapi penatalaksanaan
hipoalbuminemia yang merupakan salah satu penyebab komplikasi asites pada
pasien sirosis hepatis.
Menurut Putrid an Wijaya (2013) proses pengkajian pasien dengan sirosis hepatis
adalah :
a. Identifikassi klien
Meliputi nama, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status kawin, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, No.MR ,dan diagnose medis.
b. Riwayat kesehatah sekarang
Biasanya klien datang dengan keluhan lemah atau letih, otot lemah, anoreksia,
kembung, perut terasa semakin membesar, berat badan menurun ,gangguan buang
air kecil, gangguan buang air besar ,sesak napas.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Klien dengan sirosis hepatis memiliki riwayat penyalahgunaan alcohol dalam
jangka waktu yang lama, sebelumnya ada riwayat hepatitis kronis, riwayat gagal
jantung, riwayat pemakaian obat-obatan, merokok.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Adanya keluarga yang menderita penyakit hepatitis atau sirosis hepatis
e. Pemeriksaan fisik
a) Wajah
Terdapat bintik-bintik merah, ukuran 5-20 mm, ditengahnya tempak pembuluh
darah, suatu arteri kecil yang kadang-kadang dapat teraba berdenyut disebut
spider nevy (angio laba-laba)
b) Mata
Konjungtiva tampak pucat ,sclera ikterik
c) Mulut
Bau napas khas dosebabkan karena peningkatan konsentrasi dimetil sulfide
akibat pintasan porto sistemik yang berat. Membran mukosa kering dan
ikterus. Bibir tampak pucat
d) Hidung
Terdapat pernapasan cuping hidung
e) Thorax
1. Jantung
Inspeksi : Biasanya pergerakan kordis tidak terlihat
Palpasi : Biasanya apeks tidak teraba
Perkusi : Biasanya tidak terdapat pembesaran jantung
Auskultasi : Biasanya normal, tidak ada bunyi suara ketiga
2. Paru-paru
Inspeksi : Biasanya pasien menggunakan otot bantu pernapasan
Palpasi : Biasanya vermitus kiri dan kanan sama
Perkusi :Biasanya resonance, bila terdapat efusi pleura bunyinya redup
Auskultasi : Biasanya vesikuler
f) Abdomen
Inspeksi : umbilicus menonjol, asites (+)
Palpasi : Sebagian besar penderita hati mudah teraba dan terasa
keras. Nyeri tumpul atau perasaan berat pada epigastrium dan
kuadran kanan atas
Perkusi : Dulnes
Auskultasi : biasanya bising usus cepat
g) Ekstremitas
Pada ekstremitas atas telapak tangan menjadi hiperemesis (erithema palmare)
Pada ekstremitas bawah ditemukan edema. Cavilari revil lebih dari 2 detik
h) Kulit
Karena fungsi hati terganggu mengakibatkan bilirubin tidak terkonjugasi
sehingga kulit tampak ikterus. Turgor kulit jelek
f. Pemeriksaan penunjang
1) Uji faal hepar
a. Bilirubin meningkat (N: 0,2- 1,4 gr %)
b. SGOT meningkat ( N : 10-40 u/c)
c. SGPT meningkat ( N ; 5-35 u/c)
d. Protein total menurun ( N : 6,6-8 gr/dl)
e. Albumin menurun
2) USG
Gambaran USG tergantung pda tingkat berat ringannya penyakit. Pada tingkat
pemulaan sirosis akan tampak hati membesar, permulaan irregular, tepi hati
tumpul, pada fase lanjut terlihat perubahan gambar USG, yaitu tampak penebalan
permukaan hati yang irregular. Sebagian hati tampak membesar dan sebagian lagi
dalam batas normal
3) CT (chomputed tomoghrapy)
Memberikan informasi tentang pembesaran hati dan aliran darah hepatic serta
obstruksi aliran tersebut.
4) MRI
Memberikan informasi tentang pembesaran hati dan aliran darah hepatic serta
obstruksiu aliran tersebut
5) Analisa gas darah
Analisa gas darah arterial dapat mengungkapkan gangguan keseimbangan
ventilasi-pervusi dan hipoksia pada sirosis hepatis
Diagnosa
No NOC NIC
Keperawatan
1 Ketidakefektifan pola 1.Respratory status : 1.Respiratory
napas berhubungan
gas exchange monitoring
dengan asites ,
keletihan , posisi indicator : Aktivitas :
tubuh yang
a.Saturasi oksigen a.Monitor rata-
menghambat ekspansi
paru b.Keseimbangan perfusi rata, kedalaman
ventilasi irama , dan usaha
c.Gelisah respirasi
d.Sianosis b.Monitor pola
2.Respiratory status napas : takipnea
:ventilation vital sign c.Observasi hasil
Indicator : pemeriksaan foto
a.Jumlah pernapasan thorax
b.irama pernapasan d.Auskultasi
c.Otot bantu pernapasan suara napas
d.Retraksi dinding dada 2.Oxygen
3.Fluid overload Therapy
severity Aktivitas :
Indicator : a.Pertahankan
a.Tekanan darah kepatenan jalan
b.Intake dan output 24 napas
jam b.Atur peralatan
c.Turgor kulit oksigenasi
d.Asites c.Monitor aliran
oksigen
d.Pertahankan
posisi pasien
e.Observasi
adanya tanda-
tanda
hipoventilasi
f.Monito adanya
kecemasan
3.Vital sign
monitoring
Aktrivitas :
a.Monitor TD,
nadi, suhu, dan
RR
B. Catat adanya
flutuasi tekanan
darah
c.Monitor kualitas
nadi
d.Monitir suara
paru
e.Monitor suara
pernapasan
f.Monitor suhu,
warna, dan
kelembapan kulit
2 Ketidakefektifan 1.Circulation status Oxygen Therapy
perfusi jaringan Indicator : Aktivitas :
perifer berhubungan a.Tekanan darah sitol a.Pertahankan
dengan produksi sek b.Tekanan darah distol kepatenan jalan
darah merah yang c.Tekanan nadi napas
menurun, gangguan d.Status oksigen b.Atur peralatan
metabolism zat besi e.Capilarry revil oksigenasi
2.Tissue perfusion : c.Monitor aliran
peripheral, ineffective oksigen
Indicator : d.Pertahankan
a.Capilarry revil jari posisi pasien
tangan e.Observasi
b.Capilarry revil jari kaki adanya tanda-
c.Tekanan darah sistol tanda
d.Tekanan darah distol hipoventilasi
f.Monito adanya
kecemasan
Vital sign
monitoring
Aktrivitas :
a.Monitor TD,
nadi, suhu, dan
RR
B. Catat adanya
flutuasi tekanan
darah
c.Monitor kualitas
nadi
d.Monitir suara
paru
e.Monitor suara
pernapasan
f.Monitor suhu,
warna, dan
kelembapan kulit
Peripheral
sensation
management
Aktivitas :
a.Monitor adanya
daerah tertentu
yang hanya peka
terhadap
panas/dingin/taja
m, tumpul
b.Monitor adanya
paratese
(kesemutan)
c.Batasi gerakam
pada kepala, leher
, dan punggung
d.Monitor adanya
tromboplebitis
dan vena
tromboembolisme
3 Mual berhubungan Nutritional status : food Manajemen
dengan gangguan and fluid intake mual
metabolism lemak , Indicator : Aktivitas :
distensi lambung a.Asupan kalori, vitamin, a.Anjurkan pasien
mineral untuk
b.Asupan protein, lemak mengkonsumsi,
c.Asupan serat, kalsium, ajarkan pasien
sodium untuk memonitor
d. Asupan karbohidrat, b.Ajarkan pasien
asupat zat besi untuk
mempelajari
strategi-strategi
untuk mengatur
mualnya
c.Lakukan
pengkajian
lengkap terkait
mual, meliputi
frekuensi durasi,
dan factor
presipitasi
d.Evaluasi
pengalaman-
pengalaman mual
pasien
sebelumnya
e.Identifikasi
factor-faktor yang
menyebabkan
mual sebelumnya
f.Berikan terapi
anti emetic yang
diberikan untuk
menghindari
terjadinya mual
g.Ajarkan teknik-
teknik
nonfarmakologi,
seperti relaksasi,
terapi music,
distraksi,
acupressure untuk
mengatur mual
yang dirasakan
oleh pasien
h.Makanan tinggi
kalsium
i.Monitor hasil
labor berakitan
dengan status
nutrisi pasien
j.Berikan pada
pasien atau
keluarga catatn
contoh diit yang
ditentukan
4 Kelebihan volume Elektrolit and acid/base Fluid
cairan berhubungan balance manajement
dengan retensi cairan Indicator Aktivitas
karena aldosteron a.Frekuensi napas a.Pertahankan
meningkat dan b.Irama pernapasan catatan intake
tekanan osmotic c.Gelisah output yang
koloid menurun, Fluid balance akurat
gangguan mekanisme Indicator : b.Monitor hasil
regulasi, kelebihan a.Tekanan darah Hb yang sesuai
asupan natrium b.Asites dengan retensi
c.Intake dan output 24 cairan (BUN,
jam Henatokrit,
d.Turgor kulit Osmolaritas
e.Haus urine)
f.Pusing c.Monitor vital
sign
d.Monitorr
indikasi retensi
e.Kaji luas dan
loaksi edema
f.Monitor status
nutrisis
g.Kolaborasi
dengan dokter
jika ada tanda
cairan berlebihan
muncul
memburuk
Fluid
monitoring
Aktivitas
a.Tentukan
riwayat jumlah
dan tipe intake
cairan dan
eliminasi
b.Tentukan
kemungkinan
factor risiko dari
ketidakseimbanga
n cairan
c.Monitor Berat
badan
d.Monitor TD,
Nadi, RR
E.Monitor
tekanan darah
orthosttik dan
perubahan irama
jantung
F.Monitor
parameter
hemodinamik
infasif
g.Monitor tanda
dan gejala edema
6 Gangguan rasa
nyaman berhubungan
dengan gejala terkait
penyakit, kurang
control situasi, kurang
DAFTAR PUSTAKA
Mocommedia.
Kartika, Iin Ira. 2017. Dasar-dasar Riset Keperawatan Dan Pengolahan Data
Statistik. Jakarta : Trans Info Medika
Jakarta: EGC
Nuari, Nian afrian. 2015. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem
Gastrointestinal. Jakarta : Trans Info Media
Pearce, Evelyn. 2009. Anatomi dan Fisiologi Untuk Para Medis. Jakarta:
Gramedia.
Robinson, Joan M & Saputra, Lyndon. 2014. Buku Ajae Visual Nursing
Medikal-Bedah. anggerang: Binarupa Aksara
Smelzer, Suzanne dan Bare Brenda. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner dan Suddart. Jakarta: EGC.