Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

SIROSIS HEPATIS

Oleh :

ZIKRI MUKHLIS

18413130

PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2019
SIROSIS HEPATIS

A. Konsep Sirosis Hepatis

1. Pengertian Sirosis Hepatis


Sirosis Hepatis adalah penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi dan fibrosis
hepar yang mengakibatkan distrosi struktur hepar dan hilangnya sebagian besar
fungsi hepar. Perubahan besar yang terjadi karena sirosis adalah kematian sel-sel
hepar, terbentuknya sel-sel fibrotik (sel mast), regenerasi sel dan jaringan parut
yang menggantikan sel-sel normal (Baradero, 2008). Menurut Black (2014) sirosis
hati adalah penyakit kronis progresif dicirikan dengan fibrosis luas (jaringan parut)
dan pembentukan nodul. Sirosis terjadi ketika aliran normal darah, empedu dan
metabolism hepatic diubah oleh fibrosis dan perubahan di dalam hepatosit, duktus
empedu, jalurvaskuler dan sel retikuler.

Sirosis merupakan penyakit hati kronis yang ditandai dengan keruskan difus dan
regenerasi fibrotik sel hati. Jaringan nekrosis akan membentuk jaringan parut,
sehingga penyakit ini akan mengubah struktur hati dan vaskularisasi normal,
mengganggu aliran darah dan limfe, dan akhirnya menyebabkan insufisiensi
hepatik. Obstruksi jaringan vena menyebabkan hipertensi porta, asites, varises
esofagus, dan varises gaster. Hati yang menjadi sirosis tidak dapat mengubah
amonia menjadi ureum yang dapat dibuang melalui ginjal. Peningkatan kadar
amonia dalam darah diduga berkontribusi dalam ensefalopaty hepatik (Saputra,
2014).

Jadi dapat disimpulkan bahwa sirosis hepatis adalah kerusakan kronik pada hepar
yang menyebabkan kematian sel-sel hepar, membentuk jaringan parut dan
mengubah struktur hepar sehingga fungsi hepar terganggu.

2. Anatomi Fisiologi Hati


Hati adalah kelenjer terbesar did dalam tubuh, yang terletak di bagian teratas
di dalam rongga abdomen di sebelah kanan di bawah diafragma.Hati secara luas
dilindungi oleh tulang iga.Hati terbagi dalam dua belahan utama,kanan dan
kiri,permukaan atas berbentuk cembung dan terletak dibawah diafragma:
permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan,fisura
transfersus.Permukaannya dilintasi oleh berbagai pembuluh darah yang masuk-
keluar hati.Fisura longitudinal memishkan belahan kanan dan kiri di permukaan
bawah,sedangkan ligamen falsiformis melakukan hal yang sama di permukaan atas
hati.Selanjutnya hati dibagi lagi menjadi empat belahan
(kanan,kiri,kaudata,kwadrata) dan setiap belahan atau lobus terdiri ats
lobulus.Lobuluys ini berbentuk polihedral (segi banyak) dan terdiri atas sel hati
berbentuk kubus dan cabang-cabang pembuluh dara diikat bersama oleh jaringan
hati.Hati mempunyai dua jenis persediaan darah,yaitu yang datang melalui arteri
hepatika dan yang melalui vena porta (Syaifuddin, 2012).

Pembuluh darah arteri hepatika,yang keluar dari aorta dan memberikan seperlima
darahnya kepada hati : darah ini mempunyai kejenuhan oksigen 95-100
persen.Vena poprta yang terbentuk dari vena linealis dan vena mesenterika
superior,mengantarkan empat perlima darahnya kehati : darah ini mempunyai
kejenuhan oksigen hanya 70 persen sebab beberapa oksigen telah diambil limpa
dan usus.Darah vena porta ini membawa kepada hati zat makanan yang telah
diarbsorbsi oleh mukosa usus halus .Vena hepatika mengembalikan daradh dari
hati ke vena kava inferior, di dalam vena hepatika tidak terdapat katup.Saluran
empedu terbentuk dari penyatuan kapiler-kapiler empoedu yang mengumpulkan
empedu dari sel hati,maka terdapat empat pembuluh darah utama yang menjelajahi
seluruh hati, dua yang masuk yaitu arteri hepatikadan vena porta dan dua yang
keluar yaitu vena hepatika dan saluran empedu (Pearce, 2009)

Struktur halus sel hati adalah sel yang polihedral dan berinti.Protoplasma sel berisi
sejumlah besar enzim.Massa sel ini membentuk lobula hepatika yang berbentuk
hexagonal kasar,kira-kira berdiameter satu milimeter dan satu dari yang lain
terpisah oleh jaringan ikat yang memuat cabang-cabang pembuluh darah yang
menjelajahi hati.Cabang vena porta, arteri hepatika dan saluran empedu dibungkus
bersama oleh sebuah bbaluan dari jaringan ikat,yang disebut kapsul glisson dan
yang membentuk saluran porta.Darah berasal dari vena porta bersentuhan erat
dengan sel hati dan setiap lobula dijelajahi oleh sebuah jala sinusoid darah atau
kapiler hepatika .Pembuluh darah halus berjalan diantara lobula hati dan disebut
vena interlobuler.Dari sini cabang-cabang kapiler masuk kedalam bhan lobula dan
kemudian bergabung untuk membentuk sebuah vena kecil di dalam pusat lobula
,yaitu vena intralobuler.Pembuluh-pembuluh darah ini menuangkan isinya kedalam
vena lain yang disebut vena sublobuler.Vena-vena sublobuler ini bergabung dan
akhirnya membentuk beberapa vena hepatika yang berjalan langsung masuk
kedalam vena kava inferior (Perace, 2009)

Fungsi hati bersangkutan dengan metabolisme tubuh,khgususnya mengenai


pengaruhnya atas makanan dan darah.Hati merupakan pabrik kimia terbesar dalam
tubuh dalam hal bawa ia menjadi “pengantara mtabolisme”, artinya ia mengubah
zat makanan yang diarbsorbsi dari usus dan yang disimpan disuatu tempat di dalam
tubuh,guna dibuat sesuai dengan pemakaiannya di dalam jaringan.Hati juga
mengubah zat buangan dan bahan racun untuk dibuat mudah untuk di ekskresi ke
dalam emepedu dan urin. Fungsi gllikogenik.Karena dirangsang oleh kerja suatu
enzim maka sel hati menghasilkan glikogen (yaitu zat tepung hewani) dari
konsentrasi glukosa yang diambil makanan hidrat karbon. Zat ini disimpan
sementara oleh sel hati dan diubah kembali menjadi glukosa oleh kerja enzim bila
diperlukan oleh jaringan tubuh, karena fungsi hati ini maka hati membantu supaya
kadar gula yang normal dalam darah, yaitu 80-100 mg glukosa setiap 100 cm
darah, dapat dipertahankan.Akan tetapi fungsi hati ini dikendalikan oleh sekrasi
dari pankreas, yaitu insulin, hati juga dapat mengubah asam amino menjadi
glukosa (Pearce, 2009)
3. Etiologi Sirosis Hepatis
Cedera pada struktur seluler dari hati menyebabkan fibrosis terkait dengan radang
kronis dan perubahan nekrotik, menghasilkan sirosis. Ada perubahan nodular pada
hati.Sakuran empedu dan pembuluh darah melalui hati mungkin terhambat karena
perubahan nodular maupun fibrosis.Perubahan pada hati menyebabkan pelebaran
organ tubuh dan perubhan tekstur. Tekanan di dalam pembullluh vena porta naik.
Hal ini menyebabkan perlawanan ke arus darah di sepanjang system pembuluh
darah di dalam hati dan juga mem-backup darah pembuluh darah ke limpa,
menyebabkan pelebaran pada organ ini juga. Kerusakan pada hati mungkin dapat
diatasi jika penyebab dikenali lebih awal dan dihilangkan. Penyebab paling umum
sirosis hepatis meliputi alcohol kronis, kuman virus ( terutama hepatitis B, hepatitis
C an hepatitis D pada mereka yang telah terinfeksi dengan hepatitis B), hati
berlemak (steatohepatitis), hepatitis autoimun, cystic fibrosis, gangguan
metabolism (kelebihan zat besi-hemachromatosis), atau penyebab genetic (Digiulio
dan Jackson, 2014)

Menurut Saputra (2014) penyebab sirosis hepatis adalah :


1) Alkoholisme
Organ hati sangat terganggu dengan masuknya zat alcohol (methanol dan
etanol) ke dalamnya. Karena alcohol yang masuk ke dalam akan dieliminasi
oleh organ hati, oleh karena itu banyak mengkonsumsi alcohol dapat
memperberat kerja hati dan merusak fungsi hati secara terus menerus dan
perlahan.
2) Defisiensi α1-antitripsin
Alpha-1 antitripsinadalah salah satu dari keluarga protein dengan fungsi yang
sama,yang dikenal sebagai inhibitor proteinase serin (atau serpin). Protein ini
memainkan peranan penting dalam tubuh.Alpha-1 antitripsin dalam tubuh
diproduksi oleh hati. Hati juga rusak akibat penurunan alpha-1 antitripsin
3) Sindroma Budd-Chiari
Sindroma Budd-Chiari adalah kelainan yang terjadi, dimana ditemukan
penyumbatan parsial atau penyumbatan total dari vena-vena besar di hati, yang
biasanya disebabkan oleh bekuan darah
4) Hemokromatisis
Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal .Ada dua kemungkinan
timbulnya hemokritisis, yaitu :
a. Sejak dilahirkan si penderita mengalami kenaikan arbsorbsi dari Fe
b. Kemungkinan didapatkan setelah lahir,misalnya dijumpai pada penderita
dengan penyakit hati alkoholik.
c. Hepatitis
Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab
sirosis hepatis,apalagi sejak penemuan Australian Antigen oleh Blumberg
pada tahun 1965 dalam darah penderiya dengan penyakit hati kronis, maka
diduga mempunyai peranan yang besar untuk terjadinya nekrosa sel hati
sehingga terjadi sirosis
d. Penyakit Wison
Suatu penyakit yang jarang ditemukan, biasanya terdapat pada orang-orang
muda dengan ditandai sirosis hepatis, degenerasi basal ganglia dari otak dan
terdapatnya cincin pada kornea yang berwarna coklat kehijauan disebut
Kayser Fleicher Ring.Penyakit ini diduga disebabkan oleh defisiensi
bawaan dari seruloplasmin. Penyababnya belum diketahui dengan pasti,
diduga ada hubungannya dengan penimbunan tembaga dalam jaringan hati
4. Patofisiologi
Sirosis hepatis disebabkan oleh beberapa factor seperti alcohol. Etanol terutama
diserap di usus halus dan dengan tingkat yang lebih rendah di l;ambung.Alkohol
dehidrogenase ( ADH ) lambung memulai metabolisme alcohol. Terdapat tiga
system enzim yang berperan dalam metabolism alcohol di hati. Ketiganya adalah
ADH sitosol, system pengoksidasi di mikrosom (microsomal0-oxiding system,
MEOS) dan katalase peroksisom. Sebagian oksidasi methanol terjadi melalui ADH
untuk membentuk asetaldehida vyaitu molekul yang sangat reaktif dan mungkin
memiliki efek multiple. Akhirnya asetaldehida di metabolisasi menjadi asetat oleh
aldehida dehidrogenase (ALDH). Asupan etanol meningkatkan penyerapan asam
lemak dan dengan mengurangi oksidasi asam lemak serta sekresi lipoprotein.
Sintesis, glikosilasi dan sekressi protein terganggu (Longo Anthony , 2014)

Kerusakan oksidatif pada membrane hepatosit terjadi karena terbentuknya berbagai


spesies oksigen reaktif : asetal dehida adalah molekul yang sangat reaktif yang
berikatan dengan protein untuk membentuk adduct protein asetaldehida. Kompleks
ini dapat mengganggu aktifitas enzim ,termasuk pembentukan mikrotubulus dan
lalu lintas protein di hati. Kerusakan hepatosit yang diperantarai asetaldehida
menyebabkan pengaktifan sel kupffer oleh spesies oksigen reaktif. Akibatnya
terbentuk berbagai sitokin profibrogenik yang memicu dan memperhatikan
pengaktifan sel stelata, dengan konsekuensi pembentukan berlebihan kolagen dan
mtriks ekstrasel. Jaringan ikat muncul di daerah periporta dan perisentral dan
akhirnya menghubungkan triad porta dengan vena sentral untuk membentuk nodus-
nodus regenerative.Hepatosit berkurang, dan dengan meningkatkan produksi dan
pengendapan kolagen, bersama dengan dekstrusi hepatosit yang berkelanjutan, hati
berkontraksi dan menciut. Proses ini biasanya berlangsung beberapa tahun sampai
puluh tahun dan memerlukan cidera berulang (Longo dan Anthony, 2014)

HCV adalah suatu virus non sitopatik dan kerusakan hati mungkin diperentarai
oleh proses imunologik. Perkembangan penyakit hati akibat hepatitis C kronik
ditandai oleh fibrosis pporta dusertai bridging fibrosis dan pembentukan nodus-
nodus yang akhirnya memuncak berupa terjadinya sirosis. Pada sirosis akibat
hepatitis C kronik, hati kecil dan menciut dengan gambaran khas pada biopsy hati
berupa sirosis campuran makro dan mikronodular. Selain meningkatkan fibrosis
yang dijumpai pada sirosis akibat hepatitis C , terdapat infiltrate peradangan di
daerah porta disertai interface hepatitis dan kadang cidera lobules hepatoseluler
dan peradangan. Pada pasien dengan HVC genotip 3, sering terdapat stetosis.
Temuan serupa dijumpai pada pasien dengan sirosis akibat hepatitis B kronik.
Ulasan khusus untuk antigen HBc (hepatitis B core) dan HBs (hepatitis B
permukaan) akan positif, dan mungkin ditemukan hepatosit ground-glass yang
menandakan HbsAg (Logo dan Anthony , 2014)

Sirosis hepatis atau kerusakan pada sel hati akn terus berkembang akibatnya aliran
darah dari usus saluran pencernaan melalui vena sampai ke vena porta ,dalam
kondisi fibrosis yang semakin bertambah akan menyebabkan hati mengeras dan
menyumbat pembuluh darah sehingga menyebabkan hipertensi porta, keadaan ini
akan menyebabkan pembuluh darah mengalami distensi sehingga menyebabkan
varsis esophaguys dan hemoroid yang kalau dibiarkan dalam jangka waktu yang
lama pasien akan mengalami hematemesis melena . Hipertensi porta juga akan
menyebabkan asites pada rongga abdomen sehingga kana ada penekanan pada
rongga dada, ekspansi paru dapat menurun serta munculnya spider nevi pada dada
pasien . Dalam jangka waktu yang lama sirosis hepatis bisa jatuh ke encepalopaty
dan koma. Gejala awal dan tanda encepalopaty meliputi perubahan tingkat
kesadaran, perubahan neuro muskular, dan kenaikan tingkat amoniak serum
(Diguilo dan Jackson, 2014)

5. Tanda dan Gejala


Menurut Digiulio dan Jackson (2014) tanda dan gejala yang dialami awalnya
asimtomatik, namun akan diikuti oleh tanda sebagai berikut :
a. Lemah, lelah karena penyakit kronis
b. Kram otot
c. Berat badan turun
d. Anoreksia
e. Mual dengan kemungkinan muntah
f. Asites-akumulasi cairan di dalam lubang perut karena hipertensi porta
g. Rasa sakit abdominal
h. Hipertensi porta
i. Pruritus (gatal-gatal)
j. Ecchymosis (memar) atau petechiae (bercak merah keunguan bentuknya bulat
kecil)
k. Kerusakan koagulasi karena masalah penyerapan vitamin K, menimbulkan
masalah-masalah seperti produksi factor-faktor pembekuan
l. Amenorrhea
m. Impotensi akibat hormone tidak aktif
n. Gynekomastia
o. Penyakit kuning akibat masalah ekskresi bilirubin
p. Hepatomegaly pada lebih dari setengah jumlah pasien
q. Spider ven-spider angioma atau telangiectasia di pipi, hidung, bahu atau dada
atas
r. Kemerahan pada telapak tangan
s. Glossitis akibat kekurangan vitamin
t. Edema peripheral
u. Dispnea karena tekanan pada diafragma akibat asites
v. Encepalopaty

6. Komplikasi

1. Hipertensi potal
Aliran darah normal ke dan dari hati tergantung pada fungsi vena portal yang
sesuai (70% aliran masuk), arteri hepatik (30% aliran masuk), dan vena hepatik
(aliran keluar). Hipertensi portal terjadi ketika tekanan darah di sistem vena portal
meningkat secara terus menerus akibat peningkatan resistensi atau obstruksi aliran
darah ke dalam hati melalui sistem vena portal. Tekanan darah normal di sistem
vena portal adalah 5-10 mmHg. Hipertensi portal terjadi ketika tekanan meningkat
5 mmHg lebih tinggi dari tekanan di vana cava inferior. Sistem kolateral terbentuk
sebagai usaha tubuh untuk menyeimbangkan tekanan di kedua sistem vena (Black
& Hawks, 2014).

Manifestasi klinis hipertensi portal adalah pembuluh darah epigastrik yang tampak
berliku-liku yang bercabang dari area umbilicus ke area sternum dan tulang rusuk
(caput medusa), kelenjar limpa yang mengalami pembesaran dan terpalpasi
(splenomegali), bruits yang terauskultasi di atas abdomen, dan asites.
Pembentukan sistem kolateral dapat berakibat rupturnya pembuluh darah dan
menyebabkan perdarahan esophagus. Berikut ini adalah manifestasi klinis
perdarahan esophagus akibat hipertensi portal: tekanan darah 90/60 mmHg;
kecepatan denyut nadi % 100 x/menit; kulit dingin dan berkeringat; kekuatan
denyut nadi < 2+ dari skala 0-4+; Capilary Refill Time (CRT) > 2 detik;
penurunan kemampuan orientasi terhadap orang, tempat, dan waktu; serta merasa
lelah (Black & Hawks, 2014).

2. Asites
Asites adalah akumulasi cairan di rongga peritoneum akibat hipertensi portal,
rendahnya tekanan onkotik, dan retensi natrium . Diagnosis asites ditegakkan
berdasarkan hasil pemeriksaan paracentesis, studi x-ray abdomen, ultrasonografi
(USG), atau Computed Tomography (CT) scan yang menunjukkan lokasi cairan di
rongga abdomen (Black & Hawks, 2009). Selain itu, pasien dengan sirosis hepatis
akan menunjukan adanya fluid wave dan shifting dullness ketika dilakukan
pemeriksaan fisik abdomen. Berat badan dan lingkar perut akan bertambah setiap
hari yang mengindikasikan penambahan akumulasi cairan di rongga abdomen.
3. Ensephalopaty hepatik
Ensephalophaty hepatik adalah salah satu komplikasi sirosis hepatic yang dapat
memengaruhi kualitas hidup pasien (Long & Scott, 2005). Ensephalopaty hepatik
disebabkan oleh ketidakmampuan hati mengkonversi amonia menjadi urea untuk
diekskresikan dari dalam tubuh. Amonia bersifat toksik dan depresan bagi sistem
saraf pusat. Oleh karena itu, fase awal komplikasi ini yang terobservasi adalah
penurunan kesadaran, bingung, kelelahan, kejang, koma ireversibel sampai fase
terminal.
4. Varises esofagus
Pecah varises esofagus adalah perdarahan dari varises esofagus atau gaster yang
telah dikonfirmasi melalui endoskopi. Sekitar 70% perdarahan varises terjadi
akibat komplikasi hipertensi porta pada kasus sirosis hepatis. Disebut peradarahan
varises akut, apabila episode terjadi dalam 48 jam tanpa bukti perdarahan yang
bermakna antara waktu 24 ke 48. Sementara disebut perdarahan ulang varises,
apabila terjadi hematemesis melena baru setelah 48 jam atau lebih (Black &
Hawka, 2014).

7. Penatalaksanaan
I. Penatalaksanaan umum sirosis hepatis yang dapat dilakukan adalah sebagai
berikut :
a. Memonitor komplikasi, yaitu hipertensi portal, asites, dan ensephalopaty
hepatik.
b. Memaksimalkan fungsi hati, yang dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
a) Diet bernutrisi: protein 75-100 g/hari jika tidak terdapat tanda
ensephalopaty hepatik.
b) Restriksi cairan dan sodium jika terdapat edema.
c) Diet tinggi kalium jika pasien mendapat terapi diuretic thiazid
d) Pemberian suplemen vitamin B dan A,D,E,K
e) Istirahat yang adekuat untuk memaksimalkan regenerasi hati
f) Pemberian kortikosteroid untuk menurunkan manifestasi klinis sirosis
dan meningkatkan fungsi hati
c. Menghindari hepatotoksin, misalnya menghindari konsumsi alkohol
d. Mencegah infeksi, dengan menganjurkan istirahat adekuat, diet yang sesuai,
menghindari zat hepatotoksin.
(Black & Hawks, 2009).
II. Diet Hepar Pada Pasien Sirosis Hepatis
Malnutrisi energi dan protein biasa terjadi pada pasien dengan sirosis hepatis.
Intake energi kurang lebih 2500-3000 kalori (Black & Hawks, 2009). Diet harus
mengandung protein minimal 0,8 gr/kg BB/hari. Kadar protein perlu ditingkatkan
menjadi 1,2 – 1,5 gr/kg BB/hari untuk mencegah pemecahan protein endogen.
Restriksi protein harus dihindari karena dapat memperburuk kondisi malnutrisi.
Jika terdapat tanda-tanda ensephalopaty hepatik, pemberian formula asam amino
rantai bercabang dengan restriksi asam amino aromatik dapat diberikan untuk
memastikan intake protein yang adekuat. Restriksi protein kurang dari 0,5 gr/kg
BB/hari berakibat pemecahan protein endogen dan penurunan status nutrisi lebih
lanjut (Grodner, Long, & Walkingshaw, 2009).

Restriksi natrium dan cairan perlu dilakukan untuk mengurangi asites dan edema
pada pasien sirosis hepatis. Intake natrium harus kurang dari 2 gr/hari pada pasien
dengan asites atau edema. Jika asites dan edema sudah resisten dengan terapi
diuretik yang dilakukan, maka restriksi natrium perlu ditingkatkan menjadi kurang
dari 1 gr/hari. Restriksi cairan biasanya dimulai dari 1000-1500 cc/hari tergantung
pada respon pasien (Grodner, Long, & Walkingshaw, 2009).

Defisiensi protein biasanya juga terjadi pada pasien dengan sirosis hepatis. Oleh
karena itu, pasien perlu diberikan tambahan intake vitamin, misalnya folate,vitamin
B12, thiamin, dan vitamin A,D,E,K. Contoh diet hepar tinggi protein, tinggi kalori,
dan moderat lemak adalah sebagai berikut: susu 1 liter; telur 1-2 butir; ikan 224 gr;
sayuran: kentang atau penggantinya 2 kali penyajian, sayuran hijau atau kuning 1
kali penyajian, sayuran lain 1 kali penyajian; buah 3-4 kali penyajian termasuk jus;
nasi, roti, atau sereal 6-8 kali penyajian; mentega 2-4 sendok teh; jeli atau madu
sesuai dengan keinginan makan pasien Komposisi makanan ini dapat dimodifikasi
sesuai dengan toleransi pasien.
III. Diet Putih Telur Pada Pasien Sirosis Hepatis
Putih telur adalah salah satu sumber makanan yang mengandung tinggi protein
dan rendah lemak. Don Amerman (2013) mengatakan bahwa diet protein sehat
yang dianjurkan bagi penderita sirosis hepatis adalah makanan dengan kandungan
tinggi protein dan rendah lemak dan salah satu contoh sumber makanan ini adalah
putih telur. Fakta ini didukung oleh pernyataan Khomsan (2006) yang mengatakan
bahwa dalam satu butir putih telur mengandung 3 gr protein dengan sedikit lemak.
Dalam 100 gr putih telur terkandung energi 48 Kkal; 87,3 gr air; 11,1 gr protein;
0,2 gr lemak; 0,4 gr karbohidrat; dan 0,7 gr mineral. Fraksi protein yang
terkandung secara lebih rinci dijelaskan sebagai berikut: Ovomucoid 11%;
Ovalbumin 54 %; Ovotransferrin 12-13 %; Lysozym 3,4-3,5 %; Ovomucin 1,5-
3,5%; G2 Ovoglobulin 1 %; G3 Ovoglobulin 1%; Ovoflavoprotein 0,8%;
Ovostatin 0,5%; Cystatin 0,05%; Avidin 0,05 %; dan sisanya adalah komponen
glikoprotein seperti Thiamin berikatan dengan protein, Glutamyl aminopeptidase,
Minor glycoprotein 1, dan Minor glycoprotein 2 . Komponen protein dalam putih
telur ini biasanya langsung dapat dimanfaatkan oleh darah untuk meningkatkan
kadar protein plasma (Khomsan, 2006). Fakta ini juga didukung oleh penelitian
yang dilakukan Taylor et al (2011) yang menjelaskan bahwa konsumsi 100 gr
putih telur setiap hari selama 6 minggu dapat meningkatkan 0,19 g/dL serum
albumin. Fakta dan penelitian ini mendukung intervensi diet putih telur yang
diberikan kepada pasien sirosis hepatis dengan komplikasi asites. Pasien diberikan
diet hepar yang mengandung tinggi protein, tinggi kalori, dan kandungan lemak
yang moderat. Jumlah protein minimal yang diberikan kepada pasien sebesar 0,8
gr/kg BB/hari. Sumber protein utama pada menu diet pasien adalah putih telur.
Sumber protein lain dapat dikombinasikan dengan sumber makanan lain seperti
tahu, tempe, ikan, buncis, tauge, dan rebung (University of Michigan Health
System, 2011). Diet putih telur ini diharapkan dapat melengkapi penatalaksanaan
hipoalbuminemia yang merupakan salah satu penyebab komplikasi asites pada
pasien sirosis hepatis.

B. Asuhan Keperawatan Teoritis


1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan berfokus pada awitan gejala dari riwayat factor-faktor
pencetus , khususnya penyalahgunaan alcohol dalam jangka waktu yang lama
disamping asupan makanan dan perubahan dalam status jasmani serta rohnai si
penderita. Pola penggunaan alcohol yang sekarang dan pada masa lampau (durasi dan
jumlahnya) dikaji serta dicatat, yang juga harus dicatat adalah riwayat kontaj dengan
zat toksik di tempat kerja atau selama melakukan kegiatan rekreasi . Pajanan dengan
obat-obat yang potensial bersifat hepototoksik atau dengan obat-obat anastesi umum
dicatat dan dilaporkan (Smeltzer dan Bare, 2013).

Menurut Putrid an Wijaya (2013) proses pengkajian pasien dengan sirosis hepatis
adalah :
a. Identifikassi klien
Meliputi nama, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status kawin, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, No.MR ,dan diagnose medis.
b. Riwayat kesehatah sekarang
Biasanya klien datang dengan keluhan lemah atau letih, otot lemah, anoreksia,
kembung, perut terasa semakin membesar, berat badan menurun ,gangguan buang
air kecil, gangguan buang air besar ,sesak napas.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Klien dengan sirosis hepatis memiliki riwayat penyalahgunaan alcohol dalam
jangka waktu yang lama, sebelumnya ada riwayat hepatitis kronis, riwayat gagal
jantung, riwayat pemakaian obat-obatan, merokok.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Adanya keluarga yang menderita penyakit hepatitis atau sirosis hepatis
e. Pemeriksaan fisik
a) Wajah
Terdapat bintik-bintik merah, ukuran 5-20 mm, ditengahnya tempak pembuluh
darah, suatu arteri kecil yang kadang-kadang dapat teraba berdenyut disebut
spider nevy (angio laba-laba)
b) Mata
Konjungtiva tampak pucat ,sclera ikterik

c) Mulut
Bau napas khas dosebabkan karena peningkatan konsentrasi dimetil sulfide
akibat pintasan porto sistemik yang berat. Membran mukosa kering dan
ikterus. Bibir tampak pucat
d) Hidung
Terdapat pernapasan cuping hidung
e) Thorax
1. Jantung
Inspeksi : Biasanya pergerakan kordis tidak terlihat
Palpasi : Biasanya apeks tidak teraba
Perkusi : Biasanya tidak terdapat pembesaran jantung
Auskultasi : Biasanya normal, tidak ada bunyi suara ketiga
2. Paru-paru
Inspeksi : Biasanya pasien menggunakan otot bantu pernapasan
Palpasi : Biasanya vermitus kiri dan kanan sama
Perkusi :Biasanya resonance, bila terdapat efusi pleura bunyinya redup
Auskultasi : Biasanya vesikuler
f) Abdomen
Inspeksi : umbilicus menonjol, asites (+)
Palpasi : Sebagian besar penderita hati mudah teraba dan terasa
keras. Nyeri tumpul atau perasaan berat pada epigastrium dan
kuadran kanan atas
Perkusi : Dulnes
Auskultasi : biasanya bising usus cepat
g) Ekstremitas
Pada ekstremitas atas telapak tangan menjadi hiperemesis (erithema palmare)
Pada ekstremitas bawah ditemukan edema. Cavilari revil lebih dari 2 detik
h) Kulit
Karena fungsi hati terganggu mengakibatkan bilirubin tidak terkonjugasi
sehingga kulit tampak ikterus. Turgor kulit jelek

f. Pemeriksaan penunjang
1) Uji faal hepar
a. Bilirubin meningkat (N: 0,2- 1,4 gr %)
b. SGOT meningkat ( N : 10-40 u/c)
c. SGPT meningkat ( N ; 5-35 u/c)
d. Protein total menurun ( N : 6,6-8 gr/dl)
e. Albumin menurun
2) USG
Gambaran USG tergantung pda tingkat berat ringannya penyakit. Pada tingkat
pemulaan sirosis akan tampak hati membesar, permulaan irregular, tepi hati
tumpul, pada fase lanjut terlihat perubahan gambar USG, yaitu tampak penebalan
permukaan hati yang irregular. Sebagian hati tampak membesar dan sebagian lagi
dalam batas normal
3) CT (chomputed tomoghrapy)
Memberikan informasi tentang pembesaran hati dan aliran darah hepatic serta
obstruksi aliran tersebut.
4) MRI
Memberikan informasi tentang pembesaran hati dan aliran darah hepatic serta
obstruksiu aliran tersebut
5) Analisa gas darah
Analisa gas darah arterial dapat mengungkapkan gangguan keseimbangan
ventilasi-pervusi dan hipoksia pada sirosis hepatis

2. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan


Menurut Nanda (2015) diagnose yang mungkkin muncul pada pasien dengan sirosis
hepatis adalah :
a. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan asites, keletihan, posisi
tubuh yang menghambat ekspansi paru
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan produksi sel
darah merah yang menurun, gangguan metabolism zat besi
c. Kelebihan volume cairan berhubungan denga retensi cairan karena aldosteron
meningkat dan tekanan osmotic koloid menurun, gangguan mekanisme
regulasi, kelenbihan asupan cairan, kelebihan asupan natrium
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kegagalan hati dalam metabolism, gangguan penyerapan di usus halus
e. Mual berhubungan dengan gangguan metabolism lemak, distensi lambung
f. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit, kurang
control situasi, kurang pengendalian lingkungan, program pengobatan,
stimulasi lingkungan yang mengganggu, sumber daya tidak adekuat
g. Risiko perdarahan berhubungan dengan aneurisma, gangguan fungsi hati
gangguan fungsi hatigangguan gastrointestinal (missal : ulkus lambung, polip,
varises), koagulopati inheren, program pengobatan
h. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan , gaya hidup kurang
gerak, imobilitas, ketidaksiembangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
i. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan, ansietas, gangguan
musculoskeletal, gangguan neuromuscular, nyeri, penurunan motivasi
j. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan cidera, gangguan fungsi
psikososial, penyakit, perubahan fungsi kognitif, perubahan fungsi tubuh,
perubahan persepsi diri, program pengobatab
k. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan denagn factor mekanik,
gangguan metabolism ,gangguan pigmentasi, nutrisi tidak adekuat
l. Risiko cdera berhubungan dengan gangguan orientasi efektif, hipoksia
jaringan, malnutrisi, profil darah yang abnormal, usia ekstrim, gangguan ubgsi
psikomotor, gangguan fungsi kognitif

3. Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa
No NOC NIC
Keperawatan
1 Ketidakefektifan pola 1.Respratory status : 1.Respiratory
napas berhubungan
gas exchange monitoring
dengan asites ,
keletihan , posisi indicator : Aktivitas :
tubuh yang
a.Saturasi oksigen a.Monitor rata-
menghambat ekspansi
paru b.Keseimbangan perfusi rata, kedalaman
ventilasi irama , dan usaha
c.Gelisah respirasi
d.Sianosis b.Monitor pola
2.Respiratory status napas : takipnea
:ventilation vital sign c.Observasi hasil
Indicator : pemeriksaan foto
a.Jumlah pernapasan thorax
b.irama pernapasan d.Auskultasi
c.Otot bantu pernapasan suara napas
d.Retraksi dinding dada 2.Oxygen
3.Fluid overload Therapy
severity Aktivitas :
Indicator : a.Pertahankan
a.Tekanan darah kepatenan jalan
b.Intake dan output 24 napas
jam b.Atur peralatan
c.Turgor kulit oksigenasi
d.Asites c.Monitor aliran
oksigen
d.Pertahankan
posisi pasien
e.Observasi
adanya tanda-
tanda
hipoventilasi
f.Monito adanya
kecemasan
3.Vital sign
monitoring
Aktrivitas :
a.Monitor TD,
nadi, suhu, dan
RR
B. Catat adanya
flutuasi tekanan
darah
c.Monitor kualitas
nadi
d.Monitir suara
paru
e.Monitor suara
pernapasan
f.Monitor suhu,
warna, dan
kelembapan kulit
2 Ketidakefektifan 1.Circulation status Oxygen Therapy
perfusi jaringan Indicator : Aktivitas :
perifer berhubungan a.Tekanan darah sitol a.Pertahankan
dengan produksi sek b.Tekanan darah distol kepatenan jalan
darah merah yang c.Tekanan nadi napas
menurun, gangguan d.Status oksigen b.Atur peralatan
metabolism zat besi e.Capilarry revil oksigenasi
2.Tissue perfusion : c.Monitor aliran
peripheral, ineffective oksigen
Indicator : d.Pertahankan
a.Capilarry revil jari posisi pasien
tangan e.Observasi
b.Capilarry revil jari kaki adanya tanda-
c.Tekanan darah sistol tanda
d.Tekanan darah distol hipoventilasi
f.Monito adanya
kecemasan
Vital sign
monitoring
Aktrivitas :
a.Monitor TD,
nadi, suhu, dan
RR
B. Catat adanya
flutuasi tekanan
darah
c.Monitor kualitas
nadi
d.Monitir suara
paru
e.Monitor suara
pernapasan
f.Monitor suhu,
warna, dan
kelembapan kulit
Peripheral
sensation
management
Aktivitas :
a.Monitor adanya
daerah tertentu
yang hanya peka
terhadap
panas/dingin/taja
m, tumpul
b.Monitor adanya
paratese
(kesemutan)
c.Batasi gerakam
pada kepala, leher
, dan punggung
d.Monitor adanya
tromboplebitis
dan vena
tromboembolisme
3 Mual berhubungan Nutritional status : food Manajemen
dengan gangguan and fluid intake mual
metabolism lemak , Indicator : Aktivitas :
distensi lambung a.Asupan kalori, vitamin, a.Anjurkan pasien
mineral untuk
b.Asupan protein, lemak mengkonsumsi,
c.Asupan serat, kalsium, ajarkan pasien
sodium untuk memonitor
d. Asupan karbohidrat, b.Ajarkan pasien
asupat zat besi untuk
mempelajari
strategi-strategi
untuk mengatur
mualnya
c.Lakukan
pengkajian
lengkap terkait
mual, meliputi
frekuensi durasi,
dan factor
presipitasi
d.Evaluasi
pengalaman-
pengalaman mual
pasien
sebelumnya
e.Identifikasi
factor-faktor yang
menyebabkan
mual sebelumnya
f.Berikan terapi
anti emetic yang
diberikan untuk
menghindari
terjadinya mual
g.Ajarkan teknik-
teknik
nonfarmakologi,
seperti relaksasi,
terapi music,
distraksi,
acupressure untuk
mengatur mual
yang dirasakan
oleh pasien
h.Makanan tinggi
kalsium
i.Monitor hasil
labor berakitan
dengan status
nutrisi pasien
j.Berikan pada
pasien atau
keluarga catatn
contoh diit yang
ditentukan
4 Kelebihan volume Elektrolit and acid/base Fluid
cairan berhubungan balance manajement
dengan retensi cairan Indicator Aktivitas
karena aldosteron a.Frekuensi napas a.Pertahankan
meningkat dan b.Irama pernapasan catatan intake
tekanan osmotic c.Gelisah output yang
koloid menurun, Fluid balance akurat
gangguan mekanisme Indicator : b.Monitor hasil
regulasi, kelebihan a.Tekanan darah Hb yang sesuai
asupan natrium b.Asites dengan retensi
c.Intake dan output 24 cairan (BUN,
jam Henatokrit,
d.Turgor kulit Osmolaritas
e.Haus urine)
f.Pusing c.Monitor vital
sign
d.Monitorr
indikasi retensi
e.Kaji luas dan
loaksi edema
f.Monitor status
nutrisis
g.Kolaborasi
dengan dokter
jika ada tanda
cairan berlebihan
muncul
memburuk
Fluid
monitoring
Aktivitas
a.Tentukan
riwayat jumlah
dan tipe intake
cairan dan
eliminasi
b.Tentukan
kemungkinan
factor risiko dari
ketidakseimbanga
n cairan
c.Monitor Berat
badan
d.Monitor TD,
Nadi, RR
E.Monitor
tekanan darah
orthosttik dan
perubahan irama
jantung
F.Monitor
parameter
hemodinamik
infasif
g.Monitor tanda
dan gejala edema

5 Ketidakseimbangan Nutritional status : food Manajemen


nutrisi kurang dari and fluid intake nutrisi
kebutuhan tubuh Indicator : Aktivitas :
berhubungan dengan a.Asupan kalori, vitamin, a.Kaji adanya
kegagalan hati dalam mineral alergi makanan
metabolism, gangguan b.Asupan protein, lemak b.Kolaborasi
penyerapan di usus c.Asupan serat, kalsium, dengan ahli gizi
halus sodium untuk
d.Asupan karbohidrat, menentukan
asupan zat besi jumlah kalori dan
Weight control : nutrisi yang
Indicator : dibutuhkan pasien
a.Adanya peningkatan c.Anjurkan pasien
berat badan sesuai tujuan untuk
b.Berat badan ideal meningkatkan
sesuai dengan tinggi intake Fe
badan d.Anjurkan pasien
c.Mampu untk
mengidentifikasi meningkatkan
kebutuhan nutrisi protein dan
d.Tidak ada tanda-tanda viamin C
malnutrisi e.Berikan
e.Menunjukkan substansi gula
peningkatan fungsi f.Yakin diet yang
pengecapan dari menelan dimakan
f.Tidak terjadi penurunan mengandung
berat badan yang berarti tinggi serat untuk
mencegh
konstipasi

6 Gangguan rasa
nyaman berhubungan
dengan gejala terkait
penyakit, kurang
control situasi, kurang
DAFTAR PUSTAKA

Afriyanti, Y dan Rachmawati, I N. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif Dalam


Riset Keperawatan. Jakarta : Selemba Medika

Bararah,T.,Mohammad Jauhar.2013. Asuhan Keperawatan: Panduan Lengkap

Menjadi Perawat Profesional. Jilid 2. Jakarta: Prestasi Medika

Baradero, Mari dkk. 2012. Klien Gangguan Hati. Jakarta: EGC.

Bulechek, Gloria dkk. 2016. Nursing Interventions Clasifications (NIC). Indonesia:

Mocommedia.

DiGiulio, Mari dan Jackson, Donna. 2014. Keperawatan Medikal Bedah.

Yogyakarta: Rapha Publishing.

Diyono dan Mulyanti,Sri. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan


Edisi Pertama. Jakarta : Kencana

Hadi, Sujono. 2013. Gastroenterologi. Bandung: PT.Alumni

Kartika, Iin Ira. 2017. Dasar-dasar Riset Keperawatan Dan Pengolahan Data
Statistik. Jakarta : Trans Info Medika

LeMone,dkk. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Longo, Dan L dan Fauci, Anthony. 2014. Gastroenterologi dan Hepatologi.

Jakarta: EGC

Moorhead, Sue dkk. 2016. Nursing Outcomes Clasification (NOC). Indonesia:


Mocomedia.
NANDA International. 2015. Diagnosis Keperawatan (Defenisi dan
Klasifikasi2015-2017). Jakarta: EGC.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka


Cipta

Nuari, Nian afrian. 2015. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem
Gastrointestinal. Jakarta : Trans Info Media
Pearce, Evelyn. 2009. Anatomi dan Fisiologi Untuk Para Medis. Jakarta:
Gramedia.

PPHI. 2013. Artikel Umum : Sirosis Hati. http://pphi-online.org/alpha/?p=570


akses 25September 2017

Price, Sylvia A dan Wilson, Lorraine M. 2012. Konsep Klinis Proses-proses


Penyakit Edisi 6.Jakarta : EGC

Robinson, Joan M & Saputra, Lyndon. 2014. Buku Ajae Visual Nursing
Medikal-Bedah. anggerang: Binarupa Aksara

Ratu R, Ardian dan Adwan, G Made. 2013. Penyakit-penyakit Hati,


Lambung,Usus dan Ambeien. Yogyakarta : Nuha Medika

Sanjaya, Rizki Putra. 2014. A 50 Years Old Man with Cirrhosis


HepatisDekompensata: Case eport. Diakses tanggal 1 Februari 2017 di
http://portalgaruda.org/

Smelzer, Suzanne dan Bare Brenda. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner dan Suddart. Jakarta: EGC.

Sugiyono,dkk. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta

Soemaharjo, soewiginjo. 2008. Hepatitis Virus B edisi 2. Jakarta : EGC

Tarwoto, dkk. 2009. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta :

Trans Info Media

Vidyani et all., 2011. Faktor Risiko Terkait Pendarahan Varises Esofagus


Berulang pada Penderita Sirosis Hati. Jurnal Indonesian Medical Association

Anda mungkin juga menyukai