Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sirosis hepatis adalah penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi dan fibrosis
hepar yang mengakibatkan distorsi struktur hepar dan hilangnya sebagian besar
fungsi hepar. Perubahan besar yang biasanya terjadi karena sirosis adalah kematian
sel-sel hepar, terbentuknya sel-sel fibrotic (sel mask), regenerasi sel dan jaringan
parut yang menggantikan sel-sel normal. Perubahan ini menyebabkan hepar
kehilangan fungsinya dan distorsi strukturnya. Hepar yang sirotik akan
menyebabkan sirkulasi intra hepatic tersumbat (obstruksi intra hepatrik). (Baradero,
Mary. 2008)
Sirosis merupakan penyebab kematian terbesar setelah penyakit
kardiovaskuler dan kanker. Sekitar 25.000 orang meninnggal akibat penyakit ini
(Sylvia & Price). Menurut World Health Organitation (WHO) tahunn 2009 sekitar
180 juta juta manusia terinfeksi sirosis hepatis yang meliputi 4% dari seluruh
populasi manusia di dunia dan setiap tahunnya bertambah 4-5 juta orang.
Menurut data Global Burden of Disease Study 2010, CEVHAP (Coalition to
EradicateViral Hepatitis in Asia Pacific), disebutkan bahwa penyubang terbesar
penyakit hepatis berasal dari Asia Pasifik. Asia Pasifik menyumbang kematian
akibat hepatitis sebesar 70% dari kematian akibat hepatitis di seluruh dunia.
Penelitian di Indonesia menyebutkan virus hepattis yang paling banyak
menyebabkan sirosis hepatis yaitu virus hepatitis B sebesar 40-50 % dan virus
hepatitis C 30-40 %.
Menurut Riskesdas (2013) di Indonesia terjadi peningkatan prevalensi
hepatitis semua umur dari 0,6 persen tahun 2007 menjadi 1,2 persen tahun 2013.
Lima prevalensi dengan prevalensi hepatitis tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur
(4,3%), Papua (2,9%), Sulawesi Selatan (2,5%), Sulawesi Tengah
(2,3%), dan Maluku (2,3%). Prevalensi kejadian hepatitis di Sumatra Barat di
kota Padang terdapat sebanyak 15 orang dan di Kabuaten Dhamasraya sebanyak 43
orang yang terinfeksi virus hepatitis (PPHI, 2013).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan
masalah adalah bagaimana konsep dan penerapan asuhan keperawatan pada klien
dengan sirosis hepatis

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Diketahuinya konsep dan asuhan keperawatan pada klien dengan sirosis
hepatis.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya konsep penyakit tentang sirosis hepatis
b. Diketahuinya proses keperawatan yang tepat pada pasien sirosis hepatis
dengan menggunakan NANDA, NOC dan NIC
c. Diketahuinya pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang teah
dilakukan dan yang akan dilakukan pada pasien
d. Diketahuinya edukasi kesehatan yang tepat dan penting bagi pasien dengan
sirosis hepatis
BAB 2

PEMBAHASAN

1. DEFINISI SIROSIS HEPATIS


Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus (Menyebar) ditandai
dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul (Benjolan). Biasanya
dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas. Pembentukan
jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Perubahan bentuk hati akan menimbulkan
perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan
jaringan ikat dan nodul tersebut (Smeltzer & Bare, 2001).
Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronis yang tidak diketahui penyebabnya
dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium akhir dari
penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati (Sujono, 2002).
2. TYPE PEMBENTUKAN SIROSIS HATI
Ada 3 tipe sirosis atau pembetukan parut dalam hati :
1. Sirosis Laennec (alkoholik, nutrisional), dimana jaringan parut secara khas
mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis.
2. Sirosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai
akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
3. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati disekitar
saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi
(kolangitis)
3. ETIOLOGI
Menurut Mansjoer, FKUI (2001) Penyebab sirosis hepatis antara lain :
1. Malnutrisi
2. Alkoholisme
3. Virus hepatitis
4. Kegagalan jantung yang menyebabkan bendungan vena hepatica
5. Penyakit Wilson (Penumpukan tembaga yang berlebihan bawaan)
6. Hemokromatosis (Kelebihan zat besi)
7. Zat toksik
4. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Smeltzer & Bare (2001) manifestasi klinis dari sirosis hepatis antara lain:
1. Adanya ikterus (penguningan)
Pada penderita chrirosis. Timbulnya ikterus (penguningan ) pada seseorang
merupakan tanda bahwa ia sedang menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit
dan mata terjadi ketika liver sakit dan tidak bisa menyerap bilirubin. Ikterus dapat
menjadi penunjuk beratnya kerusakan sel hati. Ikterus terjadi sedikitnya pada 60 %
penderita selama perjalanan penyakit
2. Pembesaran Hati
Pada awal perjalanan sirosis hati, hati cenderung membesar dan sel - selnya
dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang
dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari
pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga mengakibatkan regangan
pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni).
3. Obstruksi Portal dan Asites
Semua darah dari organ - organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena
porta dan dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak memungkinkan perlintasan
darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke dalam limpa dan
traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ - organ ini menjadi tempat
kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ tersebut akan dipenuhi
oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik. Pasien dengan
keadaan semacam ini cenderung menderita dyspepsia kronis dan konstipasi atau
diare.
4. Varises Gastrointestinal
Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh
darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen dan distensi
pembuluh darah diseluruh traktus gastrointestinal. Esofagus, lambung dan rektum
bagian bawah merupakan daerah yang sering mengalami pembentukan pembuluh
darah kolateral. Distensi pembuluh darah ini akan membentuk varises atau
hemoroid tergantung pada lokasinya
5. Edema
Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang
kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk
terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi
natrium serta air dan ekskresi kalium.
6. Defisiensi Vitamin dan Anemia
Karena pembentukan, penggunaan dan penyimpanan vitamin tertentu yang tidak
memadai (terutama vitamin A, C dan K), maka Tanda - tanda defisiensi vitamin
tersebut sering dijumpai, khususnya sebagai fenomena hemoragik yang berkaitan
dengan defisiensi vitamin K. Gastritis kronis dan gangguan fungsi gastrointestinal
bersama - sama asupan diet yang tidak adekuat dan gangguan fungsi hati turut
menimbulkan anemia yang sering menyertai sirosis hepatis.
7. Kemunduran Mental
Manifestasi klinis lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan ensefalopati
dan koma hepatik yang membakat. Karena itu, pemeriksaan neurologi perlu
dilakukan pada sirosis hepatis dan mencakup perilaku umum pasien, kemampuan
kognitif, orientasi terhadap waktu serta tempat, dan pola bicara
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium
a) Urine
Dalam urine terdapat urobilnogen juga terdapat bilirubin bila penderita ada
ikterus. Pada penderita dengan asites , maka ekskresi Na dalam urine
berkurang ( urine kurang dari 4 meq/l) menunjukkan kemungkinan telah terjadi
syndrome hepatorenal.
b) Tinja
Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan ikterus,
ekskresi pigmen empedu rendah. Sterkobilinogen yang tidak terserap oleh
darah, di dalam usus akan diubah menjadi sterkobilin yaitu suatu pigmen yang
menyebabkan tinja berwarna cokelat atau kehitaman.
c) Darah
Biasanya dijumpai normostik normokronik anemia yang ringan, kadang –
kadang dalam bentuk makrositer yang disebabkan kekurangan asam folik dan
vitamin B12/ karena splenomegali. Bilamana penderita pernah mengalami
perdarahan gastrointestinal maka baru akan terjadi hipokromik anemi. Juga
dijumpai likopeni bersamaan dengan adanya trombositopeni.
d) Tes Faal Hati
Pada sirosis globulin menaik, sedangkan albumin menurun. Jumlah albumin
dan globulin yang masing-masing diukur melalui proses yang disebut
elektroforesis protein serum. Perbandingan normal albumin : globulin adalah
2:1 atau lebih. Selain itu, kadar asam empedu juga termasuk salah satu tes faal
hati yang peka untuk mendeteksi kelainan hati secara dini
b. Pemeriksaan Diagnostik
a) Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang sering dimanfaatkan ialah pemeriksaan fototoraks,
splenoportografi, Percutaneus Transhepatic Porthography (PTP)
b) Ultrasonografi
Gambaran USG tergantung pada tingkat berat ringannya penyakit. Pada tingkat
permulaan sirosis akan tampak hati membesar, permulaan irregular, tepi hati
tumpul, . Pada fase lanjut terlihat perubahan gambar USG, yaitu tampak
penebalan permukaan hati yang irregular. Sebagian hati tampak membesar dan
sebagian lagi dalam batas nomal.
c) Peritoneoskopi (laparoskopi)
Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada sirosis hati akan jelas
kelihatan permukaan yang berbenjol-benjol .berbentuk nodul yang besar atau
kecil dan terdapatnya gambaran fibrosis hati, tepi biasanya tumpul. Seringkali
didapatkan pembesaran limpa.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA SIROSIS HEPATIS

1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian pada klien dengan chirrosis hepatis dilakukan mulai dari
pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat
keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari.
Hal yang perlu dikaji pada klien degan chirrosis hepatis :
a. Aktivitas dan istirahat
kelemahan, kelelahan, terlalu lelah, letargi, penurunan massa otot/tonus.
b. Sirkulasi
Riwayat Gagal jantung koroner kronis, perikarditis, penyakit jantung, reumatik,
kanker (malfungsi hati menimbulkan gagal hati), Distrimia, bunyi jantung ekstra
(S3, S4).
c. Eliminasi
Flatus, Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites), penurunan atau
tidak ada bising usus, Feces warna tanah liat, melena, urin gelap, pekat.
d. Nutrisi Anoreksia
Tidak toleran terhadap makanan/tidak dapat menerima, Mual, muntah,
Penurunan berat badan atau peningkatan cairan penggunaan jaringan, Edema
umum pada jaringan, Kulit kering,Turgor buruk, Ikterik, angioma spider, Nafas
berbau/fetor hepatikus, perdarahan gusi.
e. Neurosensori
Orang terdekat dapat melaporkan perubahan keperibadian, penurunan mental,
perubahan mental, bingung halusinasi, koma bicara lambat/tak jelas.
f. Nyeri
Nyeri tekan abdomen/nyeri kuadran atas, Pruritus, Neuritis Perifer, Perilaku
berhati-hati/distraksi, Fokus pada diri sendiri.
g. Respirasi
Dispnea Takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas tambahan, Ekspansi paru
terbatas (asites), Hipoksia
h. Keamanan
Pruritus, Demam (lebih umum pada sirosis alkoholik), Ikterik, ekimosis, petekia.
Angioma spider/teleangiektasis, eritema palmar.
i. Seksualitas
Gangguan menstruasi/impoten, Atrofi testis, ginekomastia, kehilangan rambut
(dada, bawah lengan, pubis).
2. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keterbatasan ekspansi dada
karena hidrotoraks dan asites
2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi cairan
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
suplai oksigen ke jaringan
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan kondisi metabolik
dan sirkulasi

3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
. Keperawatan
1. Ketidakefektifa Status pernapasan Terapi oksigen :
n pola nafas Indikator: 1) Pertahankan
berhubungan 1) Frekuensi pernapasan kepatenan jalan nafas
dengan 2) Irama pernapasan 2) Siapkan peralatan
keterbatasan 3) Kedalaman inspirasi oksigen dan berikan
ekspansi dada 4) Kepatenan jalan nafas melalui
karena 5) Saturasi oksigen sistem humidifier
hidrotoraks dan6) Penggunaan otot bantu nafas 3) Monitor aliran
asites 7) Retraksi dinding dada oksigen
8) Sianosis 4) Amati tanda-
9) Suara nafas tambahan tanda hipoventilasi ind
uksi oksigen
5) Monitor kerusakan
kulit terhadap adanya
gesekan perangkat
oksigen

Monitor pernapasan:
1) Monitor kecepatan,
irama, kedalaman dan
kesulitan bernafas
2) Catat pergerakan
dada, catat
ketidaksimetrisan,
penggunaan otot-otot
bantu nafas dan
retraksi pada
otot supraclaviculas d
an interkosta
3) Monitor suara nafas
tambahan seperti
ngorok atau mengi
4) Monitor pola nafas
(misalnya., bradipneu,
takipneu,
hiperventilasi,
pernafasan kusmaul,
pernafasan 1:1,
apneustik, respirasi
biot, dan pola ataxic)
5) Pasang sensor
pemantau oksigen
6) Monitor peningkatan
kelelahan, kecemasan
dan kekurangan udara
pada pasien
7) Monitor keluhan
sesak nafas pasien,
termasuk kegiatan
yang meningkatkan
atau memperburuk
sesak nafas tersebut
2. Kelebihan Keseimbangan cairan Manajemen cairan :
volume cairan Indikator: 1) Jaga intake/asupan
berhubungan 1) Tekanan darah yang akurat dan catat
dengan retensi
2) Denyut nadi radial ouput
cairan 3) Denyut perifer 2) Masukkan kateter urin
4) Keseimbangan intake dan output dala3) Monitor status hidrasi
m 24 jam (misalnya, membaran
5) BB stabil mukosa lembab,
6) Turgor kulit denyut nadi adekuat,
dan tekanan darah
ortostatik)
Tanda-tanda vital 4) Monitor hasil labor
Indikator: yang relevan
1) Suhu tubuh 5) Kaji lokasi dan
2) Denyut jantung apikal luasnya edema, jika
3) Irama jantung apikal ada
4) Denyut nadi radial 6) Berikan terapi IV,
5) Tingkat pernapasan seperti yang
6) Irama pernapasan ditentukan
7) Tekanan darah sistolik 7) Berikan cairan,
8) Tekanan darah diastolik dengan tepat
9) Kedalaman inspirasi 8) Berikan diuretik yang
diresepkan

Monitor tanda-tanda
vital:
1) Monitor tekanan
darah, nadi, suhu dan
status pernapasan
dengan tepat
2) Monitor dan laporkan
gejala hipotermia dan
hipertermia
3) Monitor oksimetri
nadi
4) Monitor pola
pernapasan abnormal
5) Monitor warna kulit,
suhu dan kelembaban
6) Periksa secara berkala
kakuratan instrumen
yang digunakan untuk
perolehan data pasien
3. Ketidakefektifa Perfusi jaringan: perifer Manajemen sensasi
n perfusi Indikator: perifer
jaringan perifer1) Pengisian kapiler jari 1) Monitor
berhubungan 2) Suhu kulit ujung kaki dan tangan adanya parasthesia de
dengan 3) Kekuatan denyut nadi karotis (kanan ngan tepat (misalnya,
penurunan dan kiri) mati rasa, tingling,
suplai oksigen 4) Edema perifer hipertesia, hipotesia,
ke jaringan 5) Mati rasa dan tingkat nyeri)
6) Muka pucat 2) Instruksikan pasien
7) Kerusakan kulit dan keluarga untuk
memeriksa adanya
Keparahan hipertensi kerusakan kulit setiap
Indikator: harinya
1) Kelelahan 3) Monitor adanya
2) Denyut jantung tidak teratur penekanan dari gelang,
3) Pandangan kabur alat-alat medis, sepatu
4) Sakit kepala dan baju
5) Pusing 4) Letakkan bantalan
6) Sesak nafas pada bagian tubuh
7) Berkeringat banyak yang terganggu untuk
8) Mual melindungi area
tersebut
Manajemen diri: hipertensi 5) Diskusikan atau
Indikator: identifikasi penyebab
1) Menggunakan obat-obat sesuai resep sensasi abnormal atau
2) Mengikuti diet yang perubahan sensasi
direkomendasikan yang terjadi
3) Membatasi asupan garam
4) Menggunakan strategi manajemen Perawatan sirkulasi:
stres insufisiensi arteri
1) Lakukan pemeriksaan
Manajemen diri: diabetes fisik sistem
Indikator: kardiovaskuler atau
1) Menerima diagnosis penilaian yang
2) Melakukan pencegahan dengan komprehensif pada
perawatan kaki sirkulasi perifer
3) Menjalani aturan pengobatan sesuai (misalnya, memeriksa
resep denyut nadi perifer,
4) Berpartisipasi dalam pengambilan edema, waktu
keputusan kesehatan pengisian kapiler,
5) Mengobati gejala hiperglikemia warna dan suhu)
6) Mendapatkan pengobatan yang 2) Berikan obat
dibutuhkan antiplatelet(penurunan
agregasi platelet) atau
antikoagulan
(pengencer darah)
dengan tepat
3) Monitor jumlah cairan
yang masuk dan keluar

Manajemen
hiperglikemia
1) Monitor kadar
glukosa darah, sesuai
indikasi
2) Monitor tanda dan
gejala hiperglikemia:
poliuria, polidipsi,
polifagi, kelemahan,
letargi, malaise,
pandangan kabur, atau
sakit kepala
3) Monitor ketonurin,
sesuai indikasi
4) Berikan insulin,
sesuia resep
5) Dorong asupan cairan
oral
6) Instruksikan pasien
dan keluarga
mengenai pencegahan
dan pengenalan tanda-
tanda hiperglikemia
dan manajemen
hiperglikemia
7) Instruksikan pasien
dan kelurga mengenai
manejemen diabetes
selama sakit,termasuk
penggunaan insulin,
dan atau obat oral.
Monitor asupan cairan,
penggatian
karbohidrat, dan kapan
mencari bantuan
petugas kesehatan,
sesuai kebutuhan
8) Fasilitasi kepatuhan
terhadap diet dan
regimen latihan

4. Kerusakan Integritas jaringan: kulit dan Perawatan kulit:


integritas kulit membran mukosa pengobatan topikal
berhubungan Indikator: 1) Jangan menggunakan
dengan Suhu kulit alas kasus bertekstur
perubahan Sensasi kasar
kondisi Elastisitas 2) Pastikan pasien
metabolik dan Hidrasi menggunakan pakaian
sirkulasi Keringat yang longgar
Tekstur 3) Sapu kulit dengan
Ketebalan bubuk obat, dengan
Integritas kulit tepat
Lesi pada kulit 4) Berikan pinjatan
Lesi mukosa mebran disekitar area yang
Eritema terkena
5) Jaga alas kasur tetap
Kesehatan mulut bersih, kering dan
Indikator: bebas kerut
Kebersihan mulut 6) Mobilisasi pasien
Kelembaban bibir setidaknnya setiap 2
Kelembaban mukosa mulut dan lidah jam, menurut jadwal
Integritas mukosa mulut tertentu
Lesi mukosa mulut 7) Berikan antibiotik
topikal untuk daerah
yang terkena
Status nutrisi: Asupan makanan & 8) Berikan anti inflamasi
cairan topikal untuk daerah
Indikator: yang terkena
Asupan makanan secara oral 9) Periksa kulit setiap
Asupan makanan secara tube feeding hari bagi pasien yang
Asupan cairan secara oral berisiko kerusak kulit
Asupan cairan intravena
Asupan nutrisi parenteral Pemulihan kesehatan
mulut
1) Monitor kesehatan
mulut pasien
(misalnya, bibir,lidah,
membran mukosa,
gigi, tambalan gigi dan
kesesuaian, termasuk
karakter dan
abnormalitas
(misalnya,
ukuran, warna, dan
lokasi adanya lesi atau
inflamasi internal dan
eksternal dan tanda
dan gejala infeksi
lainnya)
2) Instruksikan pasien
untuk menggunakan
sikat gigi yang lembut
atau spons mulut
sekali pakai
3) Berikan obat kumur
pada pasien
4) Instruksikan pasien
untuk menjaga
kebersihan sikat gigi
5) Diskusikan mengenai
pentingnya nutrisi
yang adekut
(misalnya, bahas
malnutrisi yang
disebabkan karena
defiesiensi folat, zat
besi dan vitamin B
kompleks, dorong
kosumsi tinggi protein,
makanan yang
mengandung tinggi
vitamin C)

Terapi nutrisi
1) Monitor intake
makanan/ cairan dan
hitung masukan kalori
perhari, sesuai
kebutuhan
2) Dorong pasien untuk
memilih makanan
yang setengah lunak,
jika pasien mengalami
kesulitan menelan
karena menurunnya
jumlah saliva
3) Sediakan pasien
makanan dan
minuman bernutrisi
yang tinggi protein,
tinggi kalori an mudah
dikosumsi, sesuai
kebutuhan
4) Berikan nutrisi yang
dibutuhkan sesuai
batas diet yang
dianjurkan
5) Ajarkan pasien dan
keluarga mengenai
diet yang dianjurkan
6) Berikan pasien dan
keluarga contoh
tertulis mengenai diet
yang dianjurkan
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari makalah ini, kami dapat menarik kesimpulan bahwasanya Sirosis hati
adalah sekelompok penyakit hati kronik yang mengakibatkan kerusakan sel hati
dan sel tersebut digantikan oleh jaringan parut sehingga terjadi penurunan jumlah
jaringan hati normal. Peningkatan jaringan parut tersebut menimbulkan distorsi
struktur hati yang normal, sehinggga terjadi gangguan fungsi hati.
(soemoharjo, Soewigenjo ;2008). Sirosis merupakan penyebab kematian terbesar
setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker. Sekitar 25.000 orang meninnggal
akibat penyakit ini (Sylvia & Price). Penyakit sirosis disebabkan oleh penyakit
infeksi, penyakit keturunan dan metabolic, dan obat dan toksin

B. Saran
Pembelajaran tentang konsep dan asuhan keperawatan pada klien dengan
sirosis hepatis yang ditanamkan kepada mahasiswa keperawatan sedini mungkin
supaya nantinya mereka bisa lebih memahami .Setelah membaca makalah
ini,diharapkan ada kritik dan saran yang dapat membangun sehingga kami dapat
menyempurnakan makalah kami.
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, S. C., Bare, B. G., 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
&Suddarth. Vol. 2. E/8, EGC, Jakarta
Irwansyah (2014) Sirosis Hepatis. [Online] Tersedia :

https://www.slideshare.net/IrwansyahTKD/sirosis-hepatis-36538168 [2018, 27
November]

Gulanick, M., & Mylers, J. L.(2011). Nursing care plans; diagnoses,interventions, and outcomes.
8th ed. St.Louis, Missouri: Saunders Elsevier.

Mitchell, Kumar, Abbas, & Fausto. (2008). Buku saku dasar patologis penyakit Robbins &
Cotran. (Andry hartono: Penerjemah). Jakarta: EGC. [Online] Tersedia :

http://magungakbar.blogspot.com/2017/09/serosis-hepatis-dan-konsep-
asuhan.html [2018, 28 November]

Anda mungkin juga menyukai