PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Beberapa penyakit tular vektor seperti demam berdarah, malaria, filariasis, dan
lain lain masih cukup tinggi angka kesakitan dan kematian yang menimbulkan
kejadian luar biasa (KLB),. Penyebaran penyakit tular vektor dapat terjadi melalui
lintas daerah maupun lintas negara (Depkes RI. 2007). Penyebaran penyakit
menular dapat melalui alat angkut, orang maupun bawaannya (Sutaryo, 2004).
penyakit dari satu daerah ke daerah lainnya serta dari negara ke negara lain
dengan cepat menyebar melalui pintu-pintu masuk negara seperti pelabuhan laut
yang masuk ke bandara Tokyo antara tahun 1975-1981 dari 168 pesawat terdapat
840 nyamuk. Disamping itu dari 295 pesawat ditemukan 955 lalat dan dari 54
merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri (Depkes RI, 2007). Wordl
(IHR) pada tahun 2005 untuk mengantisipasi penyebaran suatu penyakit (WHO,
menangkal risiko kesehatan yang mungkin masuk dari negara lain dengan
dan kawasan pelabuhan perlu dilakukan pantauan terhadap adanya hewan yang
bagian yaitu kawasan perimeter (dalam pelabuhan) dan kawasan buffer (luar
KKP di Indonesia, yang terdiri dari 1 induk (Tanjung Priok) dan 5 wilayah kerja
(Muara Baru, Kali Baru, Marunda, Sunda Kelapa dan Muara Angke). Struktur
dan tata kerja KKP terdiri dari beberapa bidang, bidang pengendalain faktor
secara rutin.
Larva dan nyamuk dewasa Ae. aegypti merupakan salah satu target
dengan beberapa cara yaitu pengendalian vektor secara kimia, biologi, fisik dan
merupakan metode yang dipilih KKP dalam pengendalian nyamuk Ae. aegypti.
Tabel 1. Penggunaan Insektisida di Wilayah Kerja KKP Tanjung Priok tahun
2009-2013
No Tahun Insektisida Golongan
1 2009 Lamdasilahotrin Piretroid
2 2010 Sipermetrin Piretroid
3 2011 Malation Organofosfat
4 2012 Deltametrin Piretroid
5 2013 Sipermetrin Piretroid
Sumber : KKP kelas I Tanjung Priok
dan fogging di wilayah kerja KKP Tanjung Priok. Pelaksanaan fogging dilakukan
bila index larva tinggi dan antisipasi pada situasi tertentu seperti pandemi
30
25
20
15
10
5
0
JAN PEB MAR APR MEI JUN JULI AGS SEPT OKT NOP DES
Tindakan Fogging (Ha) 0 0 0 0 0 6 1 1 6 0 6 2
Larvasidasi (Kg) 0.45 0.6 1.15 0.12 0.35 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6
House Indeks (HI) 3.08 5.56 16.6 11.1 4.35 9.09 4.17 10.0 25.0 11.1 15.0 10.0
Sifat serangga resisten dipicu dengan adanya pajanan yang berlangsung lama, hal
ini terjadi karena nyamuk Ae. aegypti mampu mengembangkan sistim kekebalan
insektisida dalam kurun waktu yang lama dalam frekuensi tinggi dapat
dipergunakan secara terus menerus dalam waktu yang lama akan menimbulkan
untuk pengendalian vektor akan bermanfaat apabila digunakan pada keadaan yang
ditemukan di Puerto Rico dan di beberapa negara di benua Amerika (Lima et al.,
2003). Ae. aegypti di India telah resisten terhadap DDT dan dieldrin, toleran
Ae. aegypti dengan status yang bervariasi. Di Kota Bandung, Jakarta, Surabaya
dan Palu nyamuk Ae. aegypti masih rentan terhadap malation, sedangkan di
Palembang telah resisten. Di beberapa kota di Indonesia Ae. aegypti juga telah
resisten terhadap golongan piretroid (deltamentrin dan permetrin) (Ahmad et al.,
2008).
yaitu susceptibility test yakni dengan impregnated paper dan botol Centers for
Disease Control dan Prevention (CDC). Hasil bioassay dengan status resisten
menjadi 2 yaitu mekanisme metabolik dan mekanisme titik target (WHO, 2013).
jawab pada proses resistensi. Keunggulan uji biokimia ini adalah informasi status
resistensi yang diukur pada serangga secara individu (Widiarti et al., 2005).
mekanisme yang berlangsung pada serangga secara individu. Secara biokimia ada
function oxidases atau glutathione transferase dan (3) adanya modifikasi target
termasuk nyamuk (Small, 1998a cit Widiarti, 2000). Mekanisme resistensi yang
terjadi melalui peningkatan aktivitas enzim esterase non spesifik, perlu dilakukan
karbamat dan piretroid (Widiarti et al., 2005). Uji biokimis terhadap nyamuk
Ae.albopictus yang berasal dari Palu telah dilakukan dan menunjukkan bahwa
99,58% telah resisten sedang terhadap malation dan temefos (Lidia et al., 2008).
konvensional, yang salah satunya adalah gen voltage gated sodium channel
insektisida DDT dan golongan piretroid yang ditunjukkan dengan adanya titik
mutasi. Beberapa mutasi gen VGSC telah dilaporkan terjadi pada serangga
Mutasi gen VGSC pada nyamuk Ae. Aegypti terjadi pada sembilan lokus
yang berbeda (Brengues et al., 2003). Perubahan asam amino pada nyamuk
Ae. aegypti yang paling sering terjadi di S989, I1011, L1014, dan V1016 yang
terletak di daerah segmen 6 dari domain II dan baru-baru ini diidentifikasi asam
amino pengganti di F1534 terletak di daerah segmen 6 dari domain III (Kawada et
al., 2014).
resistensi dengan cara uji biokimia dan molekuler. Sehubungan dengan hal
tersebut di atas maka perlu dilakukan studi kerentanan nyamuk Ae. aegypti di
B. Perumusan Masalah
sebagai berikut :
5. Apakah ada mutasi gen voltage gated sodium channel terhadap nyamuk
1. Tujuan umum
Priok.
2. Tujuan khusus
D. Keaslian Penelitian
E. Manfaat Penelitian
1. Ilmu pengetahuan, dapat digunakan sebagai dasar atau informasi awal untuk