Anda di halaman 1dari 25

PENDAHULUAN purulen pada pemeriksaan di cavitas

Inflamasi pada mukosa sinus paranasal nasal, demam (pada rinosinusitis akut.)
dikenal sebagai sinusitis. Pada banyak Untuk faktor minor berupa nyeri kepala
kasus, proses ini juga disertai dengan dan demam, hialitosis/ nafas berbau,
inflamasi mukosa hidung sehingga kelelahan, sakit gigi, sakit telinga.
sering disebut sebagai rinosinusitis. Faktor genetik, pola hidup, dan
Rinosinusitis adalah penyakit inflamasi keadaan lingkungan sangat
mukosa yang melapisi hidung dan sinus berpengaruh terhadap perjalanan
paranasal. Peradangan ini sering penyakit rinitis alergi maupun
bermula dari infeksi virus, yang karena rinosinusitis. Seiring dengan
keadaan tertentu berkembang menjadi berlangsungnya revolusi industri,
infeksi bakterial dengan penyebab terjadi peningkatan pajanan terhadap
bakteri patogen yang terdapat di saluran polutan lingkungan seperti asap dan
napas bagian atas. Penyebab lain adalah debu, penjinakan hewan seperti
infeksi jamur, infeksi gigi, dan dapat binatang peliharaan membuat penderita
pula terjadi akibat fraktur dan tumor.1,2 terpajan hal – hal tersebut dalam area
Menurut perjalanan penyakit sesuai yang lebih terbatas dibandingkan
konsensus tahun 2004, rinosinusitis sebelumnya. Kebiasaan masyarakat
dibagi dalam bentuk akut dengan batas seperti merokok, konsumsi alkohol,
sampai 4 minggu, subakut antara 4 penggunaan substansi intranasal seperti
sampai 12 minggu dan kronik jika lebih kokain telah menjadi penyebab yang
dari 12 minggu.3 Rinosinusitis kronis menambah keluhan hidung.8 Selain itu
adalah inflamasi mukosa hidung dan perubahan gaya hidup seperti kebiasaan
sinus paranasal yang dapat ditegakkan penggunaan AC (air cinditioner) dan
berdasarkan riwayat gejala yang berlama – lama dalam suatu ruangan
diderita sudah lebih dari 12 minggu, dan tertutup juga berpengaruh terhadap
sesuai dengan 2 kriteria mayor atau 1 kejadian rinosinusitis.9
kriteria mayor ditambah 2 kriteria
minor. KEKERAPAN/INSIDEN
Faktor mayor untuk mendiagnosis Rinosinusitis kronik mempunyai
rinosinusitis kronik adaalah nyeri pada prevalensi yang cukup tinggi.
wajah, kongesti pada wajah, Diperkirakan sebanyak 13,4-25 juta
penyumbatan hidung, nasal discharge, kunjungan ke dokter per tahun
hiposmia/anosmia, terdapat sekret dihubungkan dengan rinosinusitis atau
akibatnya. Di Eropa, rinosinusitis seluruh kasus rinosinusitis yang berasal
diperkirakan mengenai 10-30% dari infeksi gigi.
populasi. Sebanyak 14% penduduk
Amerika, paling sedikitnya pernah ANATOMI HIDUNG
mengalami episode rinosinusitis Anatomi Hidung Luar
semasa hidupnya dan sekitar 15% Hidung luar berbentuk piramid dengan
diperkirakan menderita RSK. Dari bagian – bagiannya dari atas ke bawah :
respiratory surveillance program, a) Pangkal hidung (bridge)
diperoleh data demografik mengenai b) Dorsum nasi
rinosinusitis paling banyak ditemukan c) Puncak hidung
secara berturut-turut pada etnis kulit d) Ala nasi
putih, Afrika Amerika, Spanyol dan e) Kolumela
Asia.4,5,6 f) Lubang hidung (nares anterior)
Di Indonesia sendiri, data dari Hidung luar dibentuk oleh kerangka
DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan tulang dan tulang rawan yang dilapisi
bahwa penyakit hidung dan sinus kulit, jaringan ikat dan beberapa otot
berada pada urutan ke-25 dari 50 pola kecil yaitu M. Nasalis pars transversa
penyakit peringkat utama atau sekitar dan M. Nasalis pars allaris. Kerja otot –
102.817 penderita rawat jalan di rumah otot tersebut menyebabkan nares dapat
sakit. Rinosinusitis lebih sering melebar dan menyempit. Batas atas nasi
ditemukan pada musim dingin atau eksternus melekat pada os frontal
cuaca yang sejuk ketimbang sebagai radiks (akar), antara radiks
hangat.Januari–Agustus 2005 adalah sampai apeks (puncak) disebut dorsum
435 pasien. Data dari Divisi Rinologi nasi. Lubang yang terdapat pada bagian
Departemen THT RSCM Januari- inferior disebut nares, yang dibatasi
Agustus 2005 menyebutkan jumlah oleh :
pasien rinologi pada kurun waktu  Superior : os frontal, os nasal, os
tersebut adalah 435 pasien, 69%nya maksila
adalah sinusitis. Pada tahun 2004  Inferior : kartilago septi nasi,
prevalensi rinosinusitis kronis kartilago nasi lateralis, kartilago alaris
dilaporkan sebesar 12,6% dengan mayor dan kartilago alaris minor
perkiraan sebanyak 30 juta penduduk Dengan adanya kartilago tersebut maka
menderita rinosinusitis kronis, insiden nasi eksternus bagian inferior menjadi
pada orang dewasa antara 10-15% dari fleksibel.
Gambar 1. Anatomi Hidung Luar
Anatomi Hidung Dalam terdapat konka superior, konka media,
Bagian hidung dalam terdiri atas dan konka inferior. Celah antara konka
struktur yang membentang dari inferior dengan dasar hidung
os.internum di sebelah anterior hingga dinamakan meatus inferior, berikutnya
koana di posterior, yang memisahkan celah antara konka media dan inferior
rongga hidung dari nasofaring. Kavum disebut meatus media dan sebelah atas
nasi dibagi oleh septum, dinding lateral konka media disebut meatus superior.

Gambar 2. Anatomi Hidung Dalam


1. Septum Nasi (kuadrilateral) , premaksila dan
Septum membagi kavum nasi menjadi kolumela membranosa; bagian
dua ruang kanan dan kiri. Bagian posterior dan inferior oleh os vomer,
posterior dibentuk oleh lamina krista maksila , Krista palatine serta
perpendikularis os etmoid, bagian krista sfenoid.
anterior oleh kartilago septum
2. Kavum Nasi Konka nasalis suprema, superior dan
Dengan adanya septum nasi maka media merupakan tonjolan dari tulang
kavum nasi dibagi menjadi dua ruangan etmoid. Sedangkan konka nasalis
yang membentang dari nares sampai inferior merupakan tulang yang
koana (apertura posterior). Kavum nasi terpisah. Ruangan di atas dan belakang
ini berhubungan dengan sinus frontal, konka nasalis superior adalah resesus
sinus sfenoid, fossa kranial anterior dan sfeno-etmoid yang berhubungan
fossa kranial media. Batas – batas dengan sinis sfenoid. Kadang – kadang
kavum nasi : konka nasalis suprema dan meatus nasi
a) Posterior : berhubungan suprema terletak di bagian ini.
dengan nasofaring Perdarahan :
b) Atap : os nasal, os frontal, i. Nasalis anterior (cabang A.
lamina kribriformis etmoidale, korpus Etmoidalis yang merupakan cabang
sfenoidale dan sebagian os vomer dari A. Oftalmika, cabang dari a.
c) Lantai : merupakan bagian Karotis interna).
yang lunak, kedudukannya hampir ii. A. Nasalis posterior (cabang
horisontal, bentuknya konkaf dan A.Sfenopalatinum, cabang dari A.
bagian dasar ini lebih lebar daripada Maksilaris interna, cabang dari A.
bagian atap. Bagian ini dipisahnkan Karotis interna)
dengan kavum oris oleh palatum iii. A. Angularis (cabang dari A.
durum. Fasialis)
d) Medial : septum nasi yang Persarafan :
membagi kavum nasi menjadi dua i. Cabang dari N. Oftalmikus (N.
ruangan (dekstra dan sinistra), pada Supratroklearis, N. Infratroklearis)
bagian bawah apeks nasi, septum nasi ii. Cabang dari N. Maksilaris
dilapisi oleh kulit, jaringan subkutan (ramus eksternus N. Etmoidalis
dan kartilago alaris mayor. Bagian dari anterior)
septum yang terdiri dari kartilago ini 3. Mukosa Hidung
disebut sebagai septum pars Rongga hidung dilapisi oleh mukosa
membranosa = kolumna = kolumela. yang secara histologik dan fungsional
e) Lateral : dibentuk oleh bagian dibagi atas mukosa pernafasan dan
dari os medial, os maksila, os lakrima, mukosa penghidu. Mukosa pernafasan
os etmoid, konka nasalis inferior, terdapat pada sebagian besar rongga
palatum dan os sfenoid. hidung dan permukaannya dilapisi oleh
epitel torak berlapis semu yang dan tidak bersilia (pseudostratified
mempunyai silia dan diantaranya columnar non ciliated epithelium).
terdapat sel – sel goblet. Pada bagian Epitelnya dibentuk oleh tiga macam sel,
yang lebih terkena aliran udara yaitu sel penunjang, sel basal dan sel
mukosanya lebih tebal dan kadang – reseptor penghidu. Daerah mukosa
kadang terjadi metaplasia menjadi sel penghidu berwarna coklat kekuningan.
epital skuamosa. Dalam keadaan Anatomi dan Fisiologi Sinus
normal mukosa berwarna merah muda Paranasal
dan selalu basah karena diliputi oleh
Ada empat pasang sinus paranasal
palut lendir (mucous blanket) pada
yaitu sinus maksila, sinus frontal,
permukaannya. Palut lendir ini
sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan
dihasilkan oleh kelenjar mukosa dan sel
dan kiri. Sinus paranasal merupakan
goblet.
hasil pneumatisasi tulang-tulang
Silia yang terdapat pada permukaan
kepala, sehingga terbentuk rongga di
epitel mempunyai fungsi yang penting.
dalam tulang. Semua sinus
Dengan gerakan silia yang teratur, palut
mempunyai muara ke rongga hidung.
lendir di dalam kavum nasi akan
Secara embriologik, sinus paranasal
didorong ke arah nasofaring. Dengan
berasal dari invaginasi mukosa
demikian mukosa mempunyai daya
rongga hidung dan perkembangannya
untuk membersihkan dirinya sendiri
dimulai pada fetus usia 3-4 bulan,
dan juga untuk mengeluarkan benda
kecuali sinus sfenoid dan sinus
asing yang masuk ke dalam rongga
frontal. Sinus maksila dan sinus
hidung. Gangguan pada fungsi silia
etmoid telah ada saat anak lahir,
akan menyebabkan banyak sekret
sedangkan sinus frontal berkembang
terkumpul dan menimbulkan keluhan
dari dari sinus etmoid anterior pada
hidung tersumbat. Gangguan gerakan
anak yang berusia kurang lebih 8
silia dapat disebabkan oleh pengeringan
tahun. Pneumatisasi sinus sfenoid
udara yang berlebihan, radang, sekret
dimulai pada usia 8-10 tahun dan
kental dan obat – obatan.
berasal dari bagian postero-superior
Mukosa penghidu terdapat pada
rongga hidung. Sinus-sinus ini
atap rongga hidung, konka superior dan
umumnya mencapai besar maksila 15-
sepertiga bagian atas septum. Mukosa
18 tahun. Pada orang sehat, sinus
dilapisi oleh epitel torak berlapis semu
terutama berisi udara. Seluruh sinus mampu menghasilkan mukus dan
dilapisi oleh epitel saluran pernapasan bersilia, sekret disalurkan ke dalam
yang mengalami modifikasi, dan rongga hidung.

Gambar 3 : Anatomi sinus paranasal


 Sinus Maksila melalui infindibulum etmoid. Dari segi
Sinus maksila merupakan sinus klinik yang perlu diperhatikan dari
paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus anatomi sinus maksila adalah:
maksila bervolume 6-8 ml, sinus a) Dasar dari anatomi sinus
kemudian berkembang dengan cepat maksila sangat berdekatan dengan
dan akhirnya mencapai ukuran akar gigi rahang atas, yaitu premolar
maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa. (P1 dan P2), molar (M1 dan M2),
Sinus maksila berbentuk segitiga. kadang-kadang juga gigi taring (C)
Dinding anterior sinus ialah dan gigi molar M3, bahkan akar-akar
permukaan fasial os maksila yang gigi tersebut dapat menonjol ke dalam
disebut fosa kanina, dinding sinus, sehingga infeksi gigi geligi
posteriornya adalah permukaan infra mudah naik ke atas menyebabkan
temporal maksila, dinding medialnya sinusitis.
ialah dinding lateral rongga hidung, b) Sinusitis maksila dapat
dinding superiornya adalah dasar menyebabkan komplikasi orbita.
orbita dan dinding inferior ialah c) Ostium sinus maksila terletak
prosesus alveolaris dan palatum. lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga
Ostium sinus maksila berada di drainase kurang baik, lagipula
sebelah superior dinding medial sinus drainase juga harus melalui
dan bermuara ke hiatus semilunaris infundibulum yang sempit.
Infundibulum adalah bagian dari adanya infeksi sinus. Sinus frontal
sinus etmoid anterior dan dipisahkan oleh tulang yang relatif
pembengkakan akibat radang atau tipis dari orbita dan fosa serebri
alergi pada daerah ini dapat anterior, sehingga infeksi dari sinus
menghalangi drenase sinus maksila frontal mudah menjalar ke daerah ini.
dan selanjutnya menyebabkan Sinus frontal berdrainase melalui
sinusitus. ostiumnya yang terletak di resesus
 Sinus Frontal frontal. Resesus frontal adalah bagian
Sinus frontal yang terletak di os dari sinus etmoid anterior.
frontal mulai terbentuk sejak bulan  Sinus Etmoid
ke empat fetus, berasal dari sel-sel Dari semua sinus paranasal, sinus
resesus frontal atau dari sel-sel etmoid yang paling bervariasi dan
infundibulum etmoid. Sesudah lahir, akhir-akhir ini dianggap paling
sinus frontal mulai berkembang pada penting, karena dapat merupakan
usia 8-10 tahun dan akan mencapai fokus infeksi bagi sinus-sinus lainnya.
ukuran maksimal sebelum usia 20 Pada orang dewasa bentuk sinus
tahun. etomid seperti piramid dengan
Sinus frontal kanan dan kiri dasarnya di bagian posterior.
biasanya tidak simetris, satu lebih Ukurannya dari anterior ke posterior
besar dari pada lainnya dan 4-5 cm, tinggi 2.4 cmn dan lebarnya
dipisahkan oleh sekat yang terletak 0.5 cm di bagian anterior dan 1.5 cm di
di garis tengah. Kurang lebih 15% bagian posterior.
orang dewasa hanya mempunyai satu d) Sinus etmoid berongga-
sinus frontal dan kurang lebih 5% rongga, terdiri dari sel-sel yang
sinus frontalnya tidak berkembang. menyerupai sarang tawon, yang
Ukurannya sinus frontal adalah terdapat di dalam massa bagian
2.8 cm tingginya, lebarnya 2.4 cm dan lateral os etmoid, yang terletak di
dalamnya 2 cm. Sinus frontal biasanya antara konka media dan dinding medial
bersekat-sekat dan tepi sinus berleku- orbita, karenanya sering kali disebut
lekuk. Tidak adanya gambaran septum- sebagai sel-sel etmoid. Sel-sel ini
septum atau lekuk-lekuk dinding sinus jumlahnya bervariasi antara 4-17 sel
pada foto Rontgen menunjukkan (rata-rata 9 sel).
Berdasarkan letaknya, sinus  Sinus Sfenoid
etmoid dibagi menjadi sinus etmoid Sinus sfenoid terletak dalam os
anterior yang bermuara di meatus sfenoid di belakang sinus etmoid
medius dan sinus etmoid posterior yang posterior. Sinus sfenoid dibagi dua
bermuara di meatus superior. Sel-sel oleh sekat yang disebut septum
sinus etmoid anterior biasanya kecil- intersfenoid. Ukurannya adalah tinggi
kecil dan banyak, letaknya di bawah 2 cm , dalamnya 2.3 cm dan lebarnya
perlekatan konka media, sedangkan sel- 1.7 cm. Volumenya bervariasi dari 5-
sel sinus etmoid posterior biasanya 7.5 ml. Saat sinus berkembang,
lebih besar dan lebih sedikit pembuluh darah dan nervus di bagian
jumlahnya dan terletak di postero- lateral os sfenoid akan menjadi sangat
superior dari perlekatan konka media. berdekatan dengan rongga sinus dan
Di bagian terdepan sinus tampak sebagai indentasi pada dinding
etmoid enterior ada bagian yang sinus etmoid.
sempit, disebut resesus frontal, yang Batas-batasnya ialah, sebelah
berhubungan dengan sinus frontal. superior terdapat fosa serebri media
Sel etmoid yang terbesar disebut bula dan kelenjar hipofisa, sebelah
etmoid. Di daerah etmoid anterior inferiornya atap nasofaring, sebelah
terdapat suatu penyempitan yang lateral berbatasan dengan sinus
disebut infundibulum, tempat kavernosus dan a.karotis interna
bermuaranya ostium sinus maksila. (sering tampak sebagai indentasi) dan
Pembengkakan atau peradangan di di sebelah posteriornya berbatasan
resesus frontal dapat menyebabkan dengan fosa serebri posterior di daerah
sinusitis frontal dan pembengkakan di pons.
infundibulum dapat menyebabkan  Kompleks Ostio-Meatal
sisnusitis maksila. Atap sinus etmoid Pada sepertiga tengah dinding lateral
yang disebut fovea etmoidalis hidung yaitu di meatus medius, ada
berbatasan dengan lamina kribosa. muara-muara saluran dari sinus
Dinding lateral sinus adalah lamina maksila, sinus frontal dan sinus
papirasea yang sangat tipis dan etmoid anterior. Daerah ini rumit dan
membatasi sinus etmoid dari rongga sempit dan dinamakan kompleks
orbita. Di bagian belakang sinus ostio-meatal (KOM), terdiri dari
etmoid posterior berbatasan dengan infundibulum etmoid yang terdapat di
sinus sfenoid. belakang prosesus unsinatus, resesus
frontalis, bula etmoid dan sel-sel etmoid
anterior dengan ostiumnya dan ostium
sinus maksila.

Gambar 4: Anatomi kompleks ostio-meatal


Sampai saat ini belum ada kesesuaian Lagipula mukosa sinus tidak
pendapat mengenai fisiologi sinus mempunyai vaskularisasi dan kelenjar
paranasal. Ada yang berpendapat yang sebanyak mukosa hidung.
bahwa sinus paranasal ini tidak b) Sebagai penahan suhu (thermal
mempunyai fungsi apa-apa, karena insulators)
terbentuknya sebagai akibat Sinus paranasal berfungsi sebagai
pertumbuhan tulang muka. Namun penahan (buffer) panas, melindungi
ada beberapa pendapat yang dicetuskan orbita dan fossa serebri dari suhu
mengenail fungsi sinus paranasal yakni rongga hidung yang berubah-ubah.
: c) Membantu keseimbangan kepala
a) Sebagai pengatur kondisi udara Sinus membantu keseimbangan
(air conditioning) kepala karena mengurangi berat
Sinus berfungsi sebagai ruang tulang muka. Akan tetapi, bila udara
tambahan untuk memanaskan dan dalam sinus diganti dengan tulang,
mengatur kelembaban udara hanya akan memberikan pertambahan
inspirasi.Keberatan terhadap teori ini berat sebesar 1% dari berat kepala,
ialah karena ternyata tidak didapati sehingga teori dianggap tidak
pertukaran udara yang definitive bermakna.
antara sinus dan rongga hidung.
d) Membantu resonansi suara setiap orang bergantung pada sekresi
Sinus mungkin berfungsi sebagai mukus yang normal baik dari segi
rongga untuk resonansi suara dan viskositas, volume dan komposisi;
mempengaruhi kualitas suara.Akan transport mukosiliar yang normal untuk
tetapi ada yang berpendapat, posisi mencegah stasis mukus dan
sinus dan ostiumnya tidak kemungkinan infeksi; serta patensi
memungkinkan sinus berfungsi kompleks ostiomeatal untuk
sebagai resonator yang mempertahankan drainase dan aerasi.”5
efektif.Lagipula tidak ada korelasi Kompleks ostiomeatal (KOM)
antara resonansi suara dan besarnya merupakan tempat drainase bagi
sinus pada hewan-hewan tingkat kelompok sinus anterior (frontalis,
rendah. ethmoid anterior dan maksilaris) dan
e) Sebagai peredam perubahan berperan penting bagi transport mukus
tekanan udara dan debris serta mempertahankan
Fungsi ini berjalan bila ada tekanan oksigen yang cukup untuk
perubahan tekanan yang besar dan mencegah pertumbuhan bakteri.
mendadak misalnya pada waktu bersin Obstruksi ostium sinus pada KOM
atau membuang ingus merupakan faktor predisposisi yang
f) Membantu produksi mukus sangat berperan bagi terjadinya
Mukus yang dihasilkan oleh sinus rinosinusitis kronik.7 Namun demikian,
paranasal memang jumlahnya kecil kedua faktor yang lainnya juga sangat
dibandingkan dengan mukus dari berperan bagi terjadinya rinosinusitis
rongga hidung, namun efektif untuk kronik. Interupsi pada satu atau lebih
membersihkan partikel yang turut faktor diatas akan mempengaruhi faktor
masuk dengan udara inspirasi karena lainnya dan kemudian memicu
mukus ini keluar dari meatus medius, terjadinya kaskade yang berkembang
tempat yang paling strategis. menjadi rinosinusitis kronik dengan
perubahan patologis pada mukosa sinus
ETIOLOGI dan juga mukosa nasal, seperti yang
Senior dan Kennedy (1996) tergambar pada gambar 2 dibawah ini.14
menyatakan bahwa: “ Kesehatan sinus
Gambar 5. Siklus patologis rinosinusitis kronik
Etiologi rinosinusitis akut dan maka faktor etiologi rinosinusitis
rinosinusitis kronik berbeda secara kronik dapat dibagi lagi menjadi
mendalam. Pada rinosinusitis akut, berbagai penyebab secara spesifik, ini
infeksi virus dan bakteri patogen telah dapat dilihat pada tabel 2 berikut.2,14
ditetapkan sebagai penyebab utama.2,14 James Baraniuk (2002)
Namun sebaliknya, etiologi dan mengklasifikasikan bermacam
patofisiologi rinosinusitis kronik kemungkinan patofisiologi penyebab
bersifat multifaktorial dan belum rinosinusitis kronik menjadi
sepenuhnya diketahui; rinosinusitis rinosinusitis inflamatori (berdasarkan
kronik merupakan sindrom yang terjadi tipe infiltrat selular yang predominan)
karena kombinasi etiologi yang dan rinosinusitis non inflamatori
multipel. (termasuk disfungsi neural dan
Publikasi Task Force (2003) penyebab lainnya seperti hormonal dan
menyatakan bahwa rinosinusitis kronik obat).15 Rinosinusitis inflamatori
merupakan hasil akhir dari proses kemudian dibagi lagi berdasarkan tipe
inflamatori dengan kontribusi beberapa infiltrasi selular menjadi jenis
faktor yaitu “faktor sistemik, faktor eosinofilik, neutrofilik dan kelompok
lokal dan faktor lingkungan”. 2,14
lain.15
Berdasarkan ketiga kelompok tersebut,
Tabel 1. Faktor etiologi rinosinusitis kronik, dikelompokkan masing-masing
berdasarkan faktor genetik/fisiologik, lingkungan dan struktural.2
Genetic/PhysiologicFactors Environmental Factors Structural Factors
Airway hyperreactivity Allergy Septal deviation
Immunodeficiency Smoking Concha bullosa
Aspirin sensitivity Irritants/pollution Paradoxic middle turbinate
Ciliary dysfunction Viruses Haller cells
Cystic fibrosis Bacteria Frontal cells
Autoimmune disease Fungi Scarring
Granulomatous disorders Stress Bone inflammation
Craniofacial anomalies
Foreign bodies
Dental disease
Mechanical trauma
Barotrauma

FAKTOR RISIKO hipertrofi adenoid merupakan faktor


Beberapa faktor predisposisi penting penyebab sinusitis sehingga
terjadinya sinusitis antara lain ISPA perlu dilakukan adenoidektomi untuk
akibat virus, bermacam rinitis menghilangkan sumbatan dan
terutama rinitis alergi, rinitis menyembuhkan rhinosinusitisnya.
hormonal pada wanita hamil, polip Hipertrofi adenoid dapat didiagnosis
hidung, kelainan anatomi seperti dengan foto polos leher posisi lateral.
deviasi septum atau hipertrofi konka, Faktor lain yang juga berpengaruh
sumbatan kompleks ostio-meatal adalah lingkungan berpolusi, udara
(KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, dingin dan kering serta kebiasaan
kelainan imunologik, diskinesia silia merokok. Keadaaan ini lama-lama
seperti pada sindrom Kartagener, dan menyebabkan perubahan mukosa dan
di luar negeri adalah penyakit fibrosis merusak silia.
kistik. PATOFISIOLOGI
Faktor predisposisi yang paling Kesehatan sinus dipengaruhi oleh
lazim adalah polip nasal yang timbul patensi ostium-ostium sinus dan
pada rinitis alergika; polip dapat lancarnya klirens mukosiliar didalam
memenuhi rongga hidung dan KOM. Mukus juga mengandung
menyumbat sinus. Pada anak, substansi antimikroba dan zat-zat yang
berfungsi sebagai mekanisme Bila kondisi ini menetap, sekret
pertahanan tubuh terhadap kuman yang yang terkumpul dalam sinus merupakan
masuk bersama udara pernafasan. media yang baik untuk tumbuhnya dan
Organ-organ yang membentuk KOM multipikasi bakteri. Sekret menjadi
letaknya berdekatan dan bila terjadi purulen. Keadaan ini disebut sebagai
edema, mukosa yang berdekatan akan rinosinusitis akut bakterial dan
saling bertemu sehingga silia tidak memerlukan terapi antibiotik. Jika
dapat bergerak dan ostium tersumbat. terapi tidak berhasil (misalnya karena
Akibatnya terjadi tekanan negative di ada faktor predisposisi), inflamasi
dalam rongga sinus yang menyebabkan berlanjut, terjadi hipoksia dan bakteri
terjadinya transudasi, mula-mula anaerob berkembang. Mukosa makin
serous. Kondisi ini bisa dianggap membengkak dan ini merupakan rantai
sebagai rinositis non-bakterial dan siklus yang terus berputar sampai
biasanya sembuh dalam beberapa hari akhirnya perubahan mukosa menjadi
tanpa pengobatan.4 kronik yaitu hipertrofi, polipoid atau
pembengkakan polip dan kista.4

Gambar 6. Aliran Mukosiliar Sinus Paranasal


DIAGNOSIS
Terdapat faktor klinis/ gejala mayor pemeriksaan fisik seperti ditampilkan
dan minor yang diperlukan untuk pada tabel 3.2 Diagnosis klinik
diagnosis.1,2,12,17,18 Selanjutnya menurut ditegakkan berdasarkan anamnesis,
Task Force on Rhinosinusitis (TFR) pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
2003, ada tiga kriteria yang dibutuhkan penunjang meliputi transiluminasi,
untuk mendiagnosis rinosinusitis pemeriksaan radiologi, endoskopi
kronik, berdasarkan penemuan pada nasal, CT-scan dan lainnya.
Tabel 2. Kriteria diagnosis rinosinusitis kronik terdiri dari durasi dan pemeriksaan
fisik. Bila hanya ditemukan gambaran radiologis namun tanpa klinis
lainnya maka diagnosis tidak dapat ditegakkan.2
REQUIREMENTS FOR DIAGNOSIS OF CHRONIC RHINOSINUSITIS

(2003 TASK FORCE)

Duration Physical findings (on of the following must be


present)

>12 weeks of 1. Discolored nasal discharge, polyps, or polypoid


continuous symptoms (as swelling on anterior rhinoscopy (with
described by 1996 Task decongestion) or nasal endoscopy
Force) or physical 2. Edema or erythema in middle meatus on nasal
findings endoscopy
3. Generalized or localized edema, erythema, or
granulation tissue in nasal cavity. If it does not
involve the middle meatus, imaging is required for
diagnosis
4. Imaging confirming diagnosis (plain filmsa or
computerized tomography)

Diagnosis rinosinusitis kronik posterior.11 Yang menjadi pembeda


tanpa polip nasi (pada dewasa) antara kelompok rinosinusitis kronik
berdasarkan EP3OS 2007 ditegakkan tanpa dan dengan nasal polip adalah
berdasarkan penilaian subyektif, ditemukannya jaringan polip / jaringan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan polipoid pada pemeriksaan rinoskopi
penunjang lainnya.6 Penilaian subyektif anterior.Pemeriksaan penunjang yang
berdasarkan pada keluhan, berlangsung dilakukan antara lain endoskopi nasal,
lebih dari 12 minggu: sitologi dan bakteriologi nasal,
1) Buntu hidung, kongesti atau pencitraan (foto polos sinus,
sesak transiluminasi, CT-scan dan MRI),
2) Sekret hidung / post nasal drip, pemeriksaan fungsi mukosiliar,
umumnya mukopurulen penilaian nasal airway, fungsi
3) Nyeri wajah / tekanan, nyeri penciuman dan laboratorium.
kepala dan Anamnesis
4) Penurunan / hilangnya Anamnesis yang cermat dan teliti
penciuman sangat diperlukan terutama dalam
Pemeriksaan fisik yang dilakukan menilai gejala-gejala yang ada pada
mencakup rinoskopi anterior dan kriteria diatas, mengingat patofisiologi
rinosinusitis kronik yang kompleks. Keluhan buntu hidung pasien biasanya
Adanya penyebab infeksi baik bakteri bervariasi dari obstruksi aliran udara
maupun virus, adanya latar belakang mekanis sampai dengan sensasi terasa
alergi atau kemungkinan kelainan penuh daerah hidung dan sekitarnya
anatomis rongga hidung dapat 2. Sekret / discharge nasal
dipertimbangkan dari riwayat penyakit Dapat berupa anterior atau posterior
yang lengkap.18 Informasi lain yang nasal drip
perlu berkaitan dengan keluhan yang 3. Abnormalitas penciuman
dialami penderita mencakup durasi Fluktuasi penciuman berhubungan
keluhan, lokasi, faktor yang dengan rinosinusitis kronik yang
memperingan atau memperberat serta mungkin disebabkan karena obstruksi
riwayat pengobatan yang sudah mukosa fisura olfaktorius dengan /
dilakukan.2 Beberapa keluhan/gejala tanpa alterasi degeneratif pada mukosa
yang dapat diperoleh melalui anamnesis olfaktorius.
dapat dilihat pada tabel 1 pada bagian 4. Nyeri / tekanan fasial
depan. Menurut EP3OS 2007, keluhan Lebih nyata dan terlokalisir pada pasien
subyektif yang dapat menjadi dasar dengan rinosinusitis akut, pada
rinosinusitis kronik adalah: rinosinusitis kronik keluhan lebih difus
1. Obstruksi nasal dan fluktuatif.
Pemeriksaan Fisik
 Rinoskopi anterior dengan Pemeriksaan Penunjang
cahaya lampu kepala yang adekuat dan  Transiluminasi, merupakan
kondisi rongga hidung yang lapang pemeriksaan sederhana terutama untuk
(sudah diberi topikal dekongestan menilai kondisi sinus maksila.
sebelumnya)1,2, Dengan rinoskopi Pemeriksaan dianggap bermakna bila
anterior dapat dilihat kelainan rongga terdapat perbedaan transiluminasi
hidung yang berkaitan dengan antara sinus kanan dan kiri.1
rinosinusitis kronik seperti udem  Endoskopi nasal, dapat menilai
konka, hiperemi, sekret (nasal drip), kondisi rongga hidung, adanya sekret,
krusta, deviasi septum, tumor atau patensi kompleks ostiomeatal, ukuran
polip.18 konka nasi, udem disekitar orifisium
 Rinoskopi posterior bila tuba, hipertrofi adenoid dan
diperlukan untuk melihat patologi di penampakan mukosa sinus.1,13 Indikasi
belakang rongga hidung.18 endoskopi nasal yaitu evaluasi bila
pengobatan konservatif mengalami tanpa polip nasi pada orang dewasa
kegagalan.18 Untuk rinosinusitis kronik, dapat dilihat pada gambar 4.
endoskopi nasal mempunyai tingkat  Pemeriksaan penunjang lain
sensitivitas sebesar 46 % dan yang dapat dilakukan antara lain:1,2,13,14
spesifisitas 86 %. 1. Sitologi nasal, biopsi, pungsi
 Radiologi, merupakan aspirasi dan bakteriologi
pemeriksaan tambahan yang umum 2. Tes alergi
dilakukan, meliputi X-foto posisi 3. Tes fungsi mukosiliar : kliren
Water, CT-scan, MRI dan USG. CT- mukosiliar, frekuensi getar siliar,
scan merupakan modalitas pilihan mikroskop elektron dan nitrit oksida
dalam menilai proses patologi dan 4. Penilaian aliran udara nasal
anatomi sinus, serta untuk evaluasi (nasal airflow): nasal inspiratory
rinosinusitis lanjut bila pengobatan peakflow, rinomanometri, rinometri
medikamentosa tidak memberikan akustik dan rinostereometri
respon.1,18 Ini mutlak diperlukan pada 5. Tes fungsi olfaktori: threshold
rinosinusitis kronik yang akan testing
dilakukan pembedahan.1,2,18 Contoh 6. Laboratorium : pemeriksaan
gambaran CT-scan rinosinusitis kronik CRP ( C-reactive protein)

Gambar 7. CT-scan penampang koronal menunjukkan rinosinusitis kronik akibat konka


bulosa sehingga mengakibatkan penyempitan KOM.
PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan rinosinusitis 1. Antibiotika, merupakan
kronik tanpa polip nasi pada orang modalitas tambahan pada rinosinusitis
dewasa dibedakan menjadi dua yaitu kronik mengingat terapi utama adalah
penatalaksanaan medikamentosa dan pembedahan. Jenis antibiotika yang
pembedahan. Pada rinosinusitis kronik digunakan adalah antibiotika spektrum
(tanpa polip nasi), terapi pembedahan luas antara lain:
mungkin menjadi pilihan yang lebih a. Amoksisilin + asam klavulanat
baik dibanding terapi medikamentosa. b. Sefalosporin: cefuroxime,
Adanya latar belakang seperti alergi, cefaclor, cefixime
infeksi dan kelainan anatomi rongga c. Florokuinolon : ciprofloksasin
hidung memerlukan terapi yang d. Makrolid : eritromisin,
berlainan juga. klaritromisin, azitromisin
Terapi Medikamentosa e. Klindamisin
Terapi medikamentosa memegang f. Metronidazole
peranan dalam penanganan 2. Antiinflamatori dengan
rinosinusitis kronik yakni berguna menggunakan kortikosteroid topikal
dalam mengurangi gejala dan keluhan atau sistemik. Kortikosteroid topikal :
penderita, membantu dalam diagnosis beklometason, flutikason, mometason
rinosinusitis kronik (apabila terapi a. Kortikosteroid sistemik, banyak
medikamentosa gagal maka cenderung bermanfaat pada rinosinusitis kronik
digolongkan menjadi rinosinusitis dengan polip nasi dan rinosinusitis
kronik) dan membantu memperlancar fungal alergi.
kesuksesan operasi yang dilakukan. 3. Terapi penunjang lainnya meliputi:
Pada dasarnya yang ingin dicapai a. Dekongestan oral/topikal yaitu
melalui terapi medikamentosa adalah golongan agonis α-adrenergik
kembalinya fungsi drainase ostium b. Antihistamin
sinus dengan mengembalikan kondisi c. Stabilizer sel mast, sodium
normal rongga hidung.20,21 kromoglikat, sodium nedokromil
Jenis terapi medikamentosa yang d. Mukolitik
digunakan untuk rinosinusitis kronik e. Antagonis leukotrien
tanpa polip nasi pada orang dewasa f. Imunoterapi
antara lain:
g. Lainnya: humidifikasi, irigasi i) Fistula likuor serebrospinalis
dengan salin, olahraga, avoidance dan meningo ensefalokel
terhadap iritan dan nutrisi yang cukup j) Atresia koanae
Terapi Pembedahan k) Dakriosistorinotomi
Beberapa jenis tindakan l) Kontrol epistaksis
pembedahan yang dilakukan untuk
rinosinusitis kronik tanpa polip nasi
ialah:
1. Sinus maksila:
a) Operasi Caldwell-Luc
2. Sinus etmoid:
a) Etmoidektomi intranasal,
eksternal dan transantral
3. Sinus frontal:
a) Intranasal, ekstranasal
b) Frontal sinus septoplasty
c) Fronto-etmoidektomi
4. Sinus sfenoid :
a) Trans nasal
b) Trans sfenoidal
5. FESS (functional endoscopic sinus
surgery), dipublikasikan pertama kali
oleh Messerklinger tahun 1978.
Indikasi tindakan FESS adalah:
a) Sinusitis (semua sinus
paranasal) akut rekuren atau kronis
b) Poliposis nasi
c) Mukokel sinus paranasal
d) Mikosis sinus paranasal
e) Benda asing
f) Osteoma kecil
g) Tumor (terutama jinak, atau
pada beberapa tumor ganas)
h) Dekompresi orbita / n.optikus
Gambar 8. kriteria rujukan dari pelayanan primer
KOMPLIKASI 1.4. Komplikasi lain yang sangat jarang
Komplikasi rinosinusitis kronik tanpa polip terjadi : abses glandula lakrimalis, perforasi
nasi dibedakan menjadi komplikasi orbita, septum nasi, hilangnya lapangan pandang,
oseus/tulang, endokranial dan komplikasi mukokel/mukopiokel, septikemia.
lainnya.1
1.1. Komplikasi orbita :
EDUKASI
a) Selulitis periorbita
1. menghindari allergen
b) Selulitis orbita
2. Meminimalkan kadar polutan
c) Abses subperiosteal
dilingkungan
d) Abses orbita
3. Mengurangi berdiam lama di tempat
1.2. Komplikasi oseus/tulang :
yang dingin
Osteomielitis (maksila dan frontal)
4. Hindari menghabiskan waktu yang
1.3. Komplikasi endokranial:
lama di luar ruangan selama musim alergi
a) Abses epidural / subdural
5. Menjaga kebersihan sinus yang baik
b) Abses otak
dengan minum banyak
c) Meningitis
d) Serebritis
e) Trombosis sinus kavernosus
CASE REPORT Keluhan batuk saat tidur disangkal. Rasa
Seorang laki-laki Tn.T 38 tahun datang ke terbakar di dada disangkal. Di keluarga
poliklinik THT-KL RS. TK II Moh.Ridwan tidak ada yang mengalami keluhan yang
Meuraksa mengeluh mampet pada kedua serupa seperti pasien. Pasien juga mengaku
hidung terutama yang paling sering hidung sering terpapar AC baik dirumah ataupun
sebelah kanan sejak 1 tahun yang lalu. kantor, AC dibersihkan 3 bulan sekali.
Mampet disertai adanya sekret bening agak Pada pemeriksaan klinis telinga
kental, mampet dirasakan memberat pada didapatkan hasil: pada bagian luar tidak ada
malam hari, dan pada pagi hari sering nyeri tekan, sikatrik (jaringan parut), dan
bersin-bersin serta hidung meler sehingga kelainan kogenital. Membran timpani yang
penciuman terganggu. Pasien juga intak, liang telinga lapang, tidak terdapat
mengaku ada rasa penuh pada pipi sebelah adanya sikatrik, edema, perdarahan.
kanan. Awalnya pasien mngeluh adanya Penulis juga melakukan tes pendengaran
nyeri sekitar alis mata dan biasanya pasien rinne,weber, dan scwabach yang hasilnya
hanya minum obat pengurang rasa nyeri adalah sebagai berikut: tes rinne +/+, weber
yang beli di warung. 3 bulan terakhir pasien tidak ada lateralisasi kanan dan kiri, dan
mengaku sekret berbau busuk. Pasien scwabach sama dengan pemeriksa. Pada
mengatakan sebelum hidung mampet pemeriksaan hidung bagian luar tidak
pernah mengalami gigi berlubang pada gigi terdapat adanya edema, hematoma, dan
geraham bawah kiri dan kanan namun tidak terdapat nyeri tekan hidung kanan
sudah di tambal dan tidak ada keluhan lagi, maupun kiri. Pemeriksaan rhinoskopi
Pasien tidak pernah memiliki riwayat sakit anterior didapatkan hasilnya sebagai
seperti ini sebelumnya. sebelumnya tidak berikut: cavum nasi tampak lapang, ada
ada riwayat kemasukan benda asing ke sedikit secret, septum nasal tidak deviasi,
dalam hidungnya. Riwayat trauma odem -/-
disangkal. Riwayat demam disangkal.
Riwayat Asma disangkal. Pasien tidak
mempunyai alergi terhadap obat ataupun
makanan. Pasien mengaku sehari-hari
sering mengkonsumsi makanan berlemak,
pedas dan berminyak. Batuk disangkal.
Rhinoskopi anterior hidung kiri Rhinoskopi anterior hidung kanan
Pada pemeriksaan cavum oris dan subyektif, pemeriksaan fisik dan
orofaring tidak terlihat hiperemis. Uvula pemeriksaan penunjang lainnya,
berada di tengah tidak ada deviasi, tidak berlangsung lebih dari 12 minggu yaitu
terdapat bau mulut. Pada pemeriksaan Buntu hidung, kongesti atau sesak, Sekret
tonsil mukosa terlihat normal, besar T1/T1, hidung / post nasal drip, umumnya
tidak ada perlengketan. mukopurulen, Nyeri wajah / tekanan, nyeri
kepala dan Penurunan / hilangnya
penciuman. Pasien juga sering terpapar
udara dingin, sesuai dengan Publikasi Task
Force (2003) menyatakan bahwa
rinosinusitis kronik merupakan hasil akhir
dari proses inflamatori dengan kontribusi
Cavum oris pasien beberapa faktor yaitu : faktor sistemik,
PEMBAHASAN/DISKUSI faktor lokal dan faktor lingkungan. Faktor
Dari hasil anamnesis didapatkan adanya lain yang juga berpengaruh adalah
hidung tersumbat disertai secret bening lingkungan berpolusi, udara dingin dan
agak kental dan berbau busuk, penciuman kering serta kebiasaan merokok.
terganggu serta ada rasa penuh di pipi Keadaaan ini lama-lama menyebabkan
bagian kanan, bersin-bersin dan hidung perubahan mukosa dan merusak silia.
meler pada pagi hari yang dirasakan sejak 1 KESIMPULAN
tahun terakhir . Hal ini sesuai dengan Rinosinusitis merupakan suatu inflamasi
Diagnosis rinosinusitis kronik tanpa polip pada mukosa hidung dan sinus paranasal,
nasi (pada dewasa) berdasarkan EPOS disertai dua atau lebih gejala dimana salah
2012 ditegakkan berdasarkan penilaian satunya adalah buntu pada hidung (nasal
blockage/obstruction/congestion) atau Philadelphia: Lippincott Williams &
nasal discharge (anterior/posterior nasal Wilkins, 2006; 406-416.
drip) ditambah nyeri fasial dan 3. Lund VJ. Impact of chronic rhinosinusitis
penurunan/hilangnya daya penciuman. on quality of life and health care
Sinusitis dibagi menjadi dua menurut expenditure. In Hamilos DL, Baroody FM,
waktunya, yaitu sinusitis akut (<12 eds. Chronis rhinosinusitis pathogenesis
minggu) dan sinusitis kronik (≥12 minggu). and medical management. New York:
Klasifikasi sinusitis berdasarkan Informa,2007; 15-21.
etiologinya dapat dibagi menjadi rinogen 4. Pawankar R, Nonaka M, Yamagishi S, et
dan dentogen. Rinogen merupakan masalah al. Pathophysiologic mechanisms of
di hidung yang menyebabkan sumbatan chronic rhinosinusitis. Immunol Allergy
pada hidung sehingga terjadi sinusitis Clin N Am, 2004; 24:75-85.
seperti rinitis alergi, rinitis infeksi, rinitis 5. Kentjono WA. Rinosinusitis: etiologi dan
vasomotor, kelainan anatomi hidung, atau patofisiologi. In Mulyarjo, Soedjak S,
deviasi septum. Sedangkan penyebab Kentjono WA, Harmadji S, JPB Herawati
dentogenik terjadi bila terdapat infeksi gigi S, eds. Naskah lengkap perkembangan
geraham atas (pre molar dan molar). Rinitis terkini diagnosis dan penatalaksanaan
alergi merupakan inflamasi mukosa hidung rinosinusitis. Surabaya: Dep./SMF THT-
yang dipicu oleh reaksi hipersensitivitas KL Univ.Airlangga,2004; 1-16.
tipe I setelah terpapar dengan allergen. 6. Osguthorpe JD. Adult rhinosinusitis :
DAFTAR PUSTAKA diagnosis and management. American
1. Fokkens W, Lund V, Mullol J, et al. Family Physician, 2001; 63:69-74.
European position paper on rhinosinusitis 7. Hamilos DL. Chronic rhinosinusitis pattern
and nasal polyps. Rhinology, 2007; of illness. In Hamilos DL, Baroody FM,
45(suppl 20): 1-139. eds. Chronis rhinosinusitis pathogenesis
2. Busquets JM, Hwang PH. Nonpolypoid and medical management. New York:
rhinosinusitis: Classification, diagnosis and Informa, 2007;1-12.
treatment. In Bailey BJ, Johnson JT, 8. Shah DR, Salamone FN, Tami TA. Acute
Newlands SD, eds. Head & Neck Surgery – & chronic rhinosinusitis. In Lalwani AK,
Otolaryngology. 4th ed. Vol 1. eds. Current diagnosis and treatment in
otolaryngology – head and neck surgery. 13. Mulyarjo. Terapi medikamentosa pada
New York: Mc Graw Hill, 2008; 273-281. rinosinusitis. In Mulyarjo, Soedjak S,
9. Jackman AH, Kennedy DW. Kentjono WA, Harmadji S, JPB Herawati
Pathophysiology of sinusitis.In Brook I, S, eds. Naskah lengkap perkembangan
eds. Sinusitis from microbiology to terkini diagnosis dan penatalaksanaan
management. New York: Taylor & Francis, rinosinusitis. Surabaya: Dep./SMF THT-
2006;109-129. KL Univ.Airlangga,2004; 59-65.
10. Naclerio RM, Gungor A. Etiologic factors 14. Chiu AG, Becker DG. Medical
in inflammatory sinus disease. In Kennedy management of chronic rhinosinusitis. In
DW, Bolger WE, Zinreich SJ, eds. Diseases Brook I, eds. Sinusitis from microbiology
of the sinuses diagnosis and management. to management. New York: Taylor &
Hamilton: BC Decker Inc, 2001;47-53. Francis, 2006; 219-229.
11. Mulyarjo. Diagnosis klinik rinosinusitis. In 15. Siswantoro. Tatalaksana bedah pada
Mulyarjo, Soedjak S, Kentjono WA, rinosinusitis. In Mulyarjo, Soedjak S,
Harmadji S, JPB Herawati S, eds. Naskah Kentjono WA, Harmadji S, JPB Herawati
lengkap perkembangan terkini diagnosis S, eds. Naskah lengkap perkembangan
dan penatalaksanaan rinosinusitis. terkini diagnosis dan penatalaksanaan
Surabaya: Dep./SMF THT-KL rinosinusitis. Surabaya: Dep./SMF THT-
Univ.Airlangga,2004; 17-23 KL Univ.Airlangga,2004; 67-74.
12. Farina D, Tomenzoli D, et al. Inflammatory
lessions. In Leuven ALB, Heidelberg KS,
eds. Imaging in treatment planning for
sinonasal diseases. New York : Springer,
2005; 68.
Sinusitis Rinogen sebagai penyebab terjadinya Rhinosinusitis
Kronis

Sarah Tri Wahyuni

Abstrak
Rinosinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter
sehari-hari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan
tersering seluruh dunia Rinosinusitis kronik adalah inflamasi mukosa hidung dan
sinus paranasal yang dapat ditegakkan berdasarkan riwayat gejala yang diderita sudah
lebih dari 12 minggu, dan sesuai dengan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor
ditambah 2 kriteria minor. Terapi konservatif berupa Antibiotik dapat mengatasi
rhinosinusitis dan biasanya jika dalam satu minggu keluhan tak berkurang dapat
diganti antibiotik jenis lain. Untuk melegakan saluran nafas maka diberikan
dekongestan, dan untuk mengencerkan dahak agar mudah dikeluarkan diberikan
mukolitik, dan untuk mengurangi pembengkakan diberikan anti inflamasi non steroid.

Kata Kunci : Rinosinusitis, sinusitis rinogen, terapi

Abstract
Rhinosinusitis is a disease that is often found in everyday medical practice, even
considered as one of the most common health problem worldwide. Chronic
Rhinosinusitis is an inflammation of nasal mucosa and paranasal sinuses that can be
detected by the history of symptoms which suffered more than 12 weeks, and suitable
with two major criteria or one major criterion plus two minor criteria. Conservative
treatment such as antibiotics can overcome rhinosinusitis and usually within one week
if the complaint was not reduced can be replaced other types of antibiotics. To relieve
airway then given a decongestant, and to thin the phlegm so easily removed given
mucolytics, and to reduce swelling given non-steroidal anti-inflammatory.

Keywords : Rhinosinusitis, rhinogen sinusitis, therapy.


Sub Departemen THT-KL

RS TK II Moh. Ridwan Meuraksa

Presentasi Laporan Kasus

Sinusitis Rinogen sebagai penyebab terjadinya Rhinosinusitis


Kronis

Nama : Sarah Tri Wahyuni

NPM : 1102013264

Tanggal : 25 januari 2018

Tempat : RS TK II. Moh Ridwan Meuraksa Kesdam Jaya

Pembimbing : dr. Tri Damijatno, Sp.THT

Fakultas Kedokteran YARSI

Tahun 2018

Anda mungkin juga menyukai