Gangguan jiwa (Mental Disorder) merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di negara-negara maju, modern dan industri. Meskipun gangguan jiwa tersebut tidak dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan kematian secara langsung, namun beratnya gangguan tersebut dalam arti ketidaktahuan serta invaliditas baik secara individu maupunkelompok menghambat pembangunan, karena mereka tidak produktif dan tidak efisien. Jumlah penderita gangguan jiwa ini terus menunjukkan peningkatan prevalensinya yang salah satunya adalah skizofrenia.1 Pasien dengan gangguan Skizofrenia merupakan kelainan jiwa yang menunjukkan gangguan dalam fungsi kognitif (pikiran) berupa disorganisasi. Jadi, gangguannya ialah mengenai pembentukan arus serta isi pikiran, dan juga ditemukan gangguan persepsi, wawasan diri, perasaan dan keinginan.2 Skizofrenia dijumpai di seluruh dunia dengan angka kejadian yang hampir sama. World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa sekitar 24 juta orang di seluruh dunia mengidap skizofrenia.3 Skizofrenia mempunyai prevalensi sebesar 1% dari populasi di dunia (rata-rata 0,85%). Angka insiden skizofrenia adalah 1 per 10.000 orang per tahun. 4 Riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan bahwa penderita skizofrenia di Indonesia mencapai 1,7% per 1000. Prevalensi tertinggi berada di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Aceh yaitu 2,7%. Gangguan jiwa skizofrenia tidak terjadi begitu saja. Ada banyak faktor yang berperan dalam munculnya gejala-gejala skizofrenia. Hingga sekarang banyak teori yang dikembangkan untuk mengetahui penyebab skizofrenia. Menurut Stuart & Laraia4 faktor-faktor predisposisi skizofrenia meliputi factor biologi, psikologi, lingkungan dan sosiokultural. Faktor biologi dari skizofrenia dapat dilihat dari segi herediter.
1 4
Hasil Riskesdas Propinsi Jambi Tahun 2013 adalah 41,8% menempati
angka kejadian tertinggi ke 5 dari 34 Propinsi di Indonesia, terlihat dari hasil Riskesda tersebut maka dapat diambil kesimpulan terjadinya peningkatan gangguan jiwa di Propinsi Jambi. Data tahun 2016 sebanyak 393 orang menderita gangguan skizofrenia, tahun 2017 dari januari samapai juli sebanyak 396 orang menderita gangguan Skizofrenia.
Menurut Copel 5 satu persen masyarakat Amerika Serikat mengalami
skizofrenia, dan 10% turunan pertama mengalami skizofrenia sepanjang kehidupan mereka. Jika skizofrenia didiagnosis pada satu anak kembar identik, ada kemungkinan 40% sampai 55% dari pasangan kembarannya akan mengalami skizofrenia. Pada kembar non identik, jika salah satu mengalami skizofrenia, pasangan kembarnya memiliki 10% sampai 15% kemungkinan untuk mengalami penyakit ini. Namun, ada orang lain yang mengalami skizofrenia namun tidak mempunyai saudara dekat yang memiliki penyakit tersebut. Hal ini memberikan kesan bahwa ada faktor lain, seperti psikologi, lingkungan dan sosiokultural. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuniarta (2009), didapatkan bahwa jenis faktor psikososial yang terbanyak menyebabkan serangan pertama pada pasien skizofrenia yang dirawat di RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang periode Maret-Mei adalah kekecewaan dengan orang tua dengan jumlah 48 penderita atau sebesar 28.57%. Sedangkan stressor psikososial pengiring terbanyak adalah faktor ekonomi dengan jumlah 51 penderita atau sebesar 30,36%. Dari data yang diperoleh, juga dapat diketahui bahwa banyak penderita baru skizofrenia adalah berusia 25-44 tahun, berjenis kelamin laki-laki, tidak sekolah dan tidak memiliki pekerjaan.6 Skizofrenia merupakan salah satu penyakit yang paling membahayakan kehidupan penderitanya karena mempengaruhi setiap aspek dari kehidupannya. Seorang yang menderita skizofrenia akan mengalami gangguan dalam pembicaraan yang terstruktur, proses atau isi pikir dan gerakan serta akan tergantung pada orang lain selama hidupnya.7 5
Menurut Maramis gejala-gejala lain dari Skizofrenia antara lain
mengabaikan penampilan pada dirinya, cenderung menarik diri dari lingkungan sosial, pembicaraan yang kacau dan sukar dimengerti, inkoheren, gejala katatonik, stupor, gelisah, negativisme, gangguan afek, halusinasi dan waham. Pengkajian pada status mental pasien Skizofrenia sangat penting dilakukan guna untuk mengetahui bagaimana tingkat dan fungsi jiwa seseorang yang mengandung aspek intelegensi, afek, emosi, sikap, minat kepribadian dan psikomotor. 8 Pengkajian pada status mental dan perilaku dilakukan juga guna untuk menegakkan diagnosa keperawatan pada tipe Skizofrenia pasien. Kontrol pada status mental dan perilaku pasien dilakukan untuk mengetahui apakah pengobatan yang telah dilakukan berhasil atau tidak. Perawatan pasien Skizofrenia yang dilakukan secara kontinyu sangat penting dilakukan untuk mengontrol gejala-gejala skizofrenia dan mencegah kekambuhan skizofrenia. 9 Hasil observasi dan wawancara di lapangan diketahui bahwa di RSJD Provinsi Jambi di Poliklinik rawat jalan, terdapat pasien yang sering menyendiri, lebih memilih untuk berdiam diri, mengejek dan mengkritik diri sendiri dan menarik diri dari realita yang di tandai dengan rasa kurang percaya diri, sulit konsentrasi, bicaranya pelan, kata-kata monoton, suara pelan, memilih untuk sendirian dan berdiam diri; atau justru tidak bisa diam, sulit menemukan solusi permasalahan, selain itu penulis juga menemukan pasien yang sulit di ajak berkomunikasi. Hasil wawancara dengan perawat di poliklinik didapatkan bahwa status mental dan perilaku pasien rawat jalan masih belum stabil. Perubahan status mental dan perilaku pasien berdampak pada perubahan perawatan dan pemberian obat, apakah akan ditingkatkan, apakah pasien intoleran dengan obat yang diberikan dan apakah pasien telah resisten terhadap obat yang diberikan. Pentingnya pengamatan atau pengukuran status mental pasien dalam perawatan pasien Skizofrenia, dan tingginya jumlah pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jambi, serta belum pernah adanya penelitian terdahulu yang melakukan penelitian mendalam tentang gambaran perilaku pasien skizofrenia itu sendiri di poliklinik rawat jalan 6
tersebut, maka peneliti tertarik melakukan penelitian tentang gambaran perilaku
pasien skizofrenia di poliklinik rawat jalan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jambi tahun 2018.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan pokok adalah
untuk mengetahui “gambaran perilaku pasien skizofrenia di poliklinik rawat jalan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jambi tahun 2018”.
1.3 Tujuan penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui gambaran perilaku pasien skizofrenia di poliklinik rawat jalan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jambi tahun 2018. 1.3.2 Tujuan khusus 1. Untuk mengetahui gambaran perilaku kekerasan pada pasien skizofrenia di poliklinik rawat jalan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jambi tahun 2018 2. Untuk mengetahui gambaran perilaku harga diri rendah pada pasien skizofrenia di poliklinik rawat jalan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jambi tahun 2018 3. Untuk mengetahui gambaran perilaku waham pada pasien skizofrenia di poliklinik rawat jalan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jambi tahun 2018 4. Untuk mengetahui gambaran perilaku halusinasi pada pasien skizofrenia di poliklinik rawat jalan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jambi tahun 2018 7
1.4 Manfaat
Beberapa manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah
1.4.1 Bagi peneliti Memberikan pengalaman dan wawasan dalam metodologi penelitian yang baik dan benar dan mengetahui gambaran mengenai perilaku pasien skizofrenia. 1.4.2 Bagi Rumah Sakit Jiwa Daerah Jambi Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi sumber bahan masukan bagi pihak rumah sakit dalam menangani perilaku pasien skizofrenia dan agar petugas kesehatan dapat mengetahui dan memahami perilaku pasien skizofrenia. 1.4.3 Bagi profesi keperawatan Sebagai bahan masukkan dalam pemberian pelayanan perawatan atau pemberian asuhan keperawatan.
1.4.4 Bagi peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat sebagai pengetahuan dan masukan dalam pengembangan ilmu keperawatan dimasa yang akan datang.
1.4.5 Bagi pelayanan kesehatan
Keperawatan kesehatan jiwa merupakan salah satu sumber daya terpenting dalam tim pemberian pelayanan kesehatan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengahasilkan metode keperawatan dalam memberikan pelayanan kesehatan, baik kepada keluarg tekait dalam proses rawat inap, rawat jalan, perawatan dirumah dan keluarga pasien serta dapat menjadi motivasi bagi perawat kesehatan jiwa dalam menjalankan perannya untuk membantu meningkatkan status kesehatan jiwa masyarakat terutama keluarga. 8