Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

Skizofrenia merupakan sekelompok gangguan psikotik, dengan


gangguan dasar pada kepribadian, distorsi khas pada proses pikir. Kadang-
kadang mempunyai perasaan bahwa dirinya sedang dikendalikan kekuatan
dari luar. Gangguan skizofrenia umumnya ditandai oleh distorsi pikiran dan
persepsi yang mendasar dan khas, dan oleh efek yang tidak serasi atau
tumpul1.

Onset gangguan ini sulit untuk ditentukan dan biasanya didahului oleh
fase gejala ringan yang tidak konsisten yang sering kali tidak disadari baik
oleh pasien maupun keluarga (fase prodromal). Gejala skizofrenia
menunjukkan sifat yang meluas dan majemuk dan perjalanan penyakitnya
bersifat kronis dengan deteriorasi yang bergantung dari beratnya gejala,
genetik, fisik, maupun sosial budaya. Prevalensi gangguan skizofrenia
berkisar 1% dari populasi dan umumnya gejala mulai pada usia muda
(antara 16-25 tahun). Dalam perjalanan penyakitnya, pasien dapat
mengalami keadaan yang tetap tanpa atau hanya sedikit perbaikan, episode
berulang dengan sedikit atau gejala yang stabil, hingga bahkan mengalami
fase komlit atau remisi parsial2.

Pola asuh dalam keluarga yang penuh perhatian dalam proses


pembelajaran dan pengembangan tentang nilai-nilai kehidupan, baik
kesehatan sosial, kesehatan mental, ataupun spiritual merupakan faktor yang
kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi yang baik dan anggota
masyarakat yang sehat. Peran dan fungsi keluarga skizofrenia katatonik
menjadi penting karena keluarga merupakan lembaga sosial pertama dan
sangat berpengaruh bagi seorang anak. Sehingga, peran serta keluarga
sangatlah menentukan proses pertumbuhan dan perkembangan kepribadian
anak yang meliputi nilai, sikap, dan perilaku skizofrenia katatonik dalam
berinteraksi dengan lingkungan dan menjalankan hubungan intrapersonal
dan interpersonal2.

1
BAB II

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Sdr. S

Umur : 24 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pekerjaan : Tidak bekerja

Alamat : Jingkang Rt 01/ Rw 02, Ajibarang

Status Perkawinan : Belum menikah

II. ALLOANAMNESIS

Nama : B

Agama : Islam

Pekerjaan : Wiraswasta

Hub. dengan pasien : Saudara Kandung

III. RIWAYAT PENYAKIT


A. Keluhan Utama :

Sering Menyendiri

B. Riwayat gangguan sekarang


- Keluhan dan Gejala :
Dari keluarga, S masih engga keluar rumah dan interaksi
dengan masyarakat sekitar. S hanya ingin bersama B saudranya
untuk berpergian. S sedikit membantu pekerjaan di rumah seperti:
lebeling bararang dagangan dan membatu di warungnya. S juga
aktif dalam ibadah seperti melakuan sholat wajib, namun ini harus

2
diingatkan oleh keluarganya. S kadang masih lupa akan waktu
contoh: sholat subuh yang dilakukan jam 07.00 WIB, sayangnya S
masih sering melakukan kegiatan di kamar tidurnya dan sering
memainkan telpon genggamnya. S adalah pasien yang kontrol rutin
di RSUD Margono sejak 2017 yang sebelumnya kontrol di RSUD
Banyumas.
- Disfungsi :

Disfungsi dalam bidang sosial (+)

Disfungsi dalam bidang pekerjaan (-)

Disfungsi dalam penggunaan waktu senggang (+)

- Faktor stressor psikososial :

Faktor stressor psikososial tidak jelas

C. Riwayat Gangguan Sebelumnya

Pada waktu itu sekitar 2012 S Lulus sekolah, lalu S diterima


di perusahaan otomitif ternama di Karawang. S bekerja di
Karawang selama 1 tahun dan tidak pernah mengeluh, S juga tidak
menunjukan suatu gejala yang aneh. 2013 S pulang ke rumahnya, S
tiba-tiba meminta lanjut Kuliah di Bumiayu karena memiliki
keinginan bareng dengan teman perempuannya, namun pada waktu
itu keluarga tidak memiliki biaya untuk kuliah S. S menjadi
seorang yang pendiam dan menarik diri dari sosial. S hanya
memiliki satu kegiatan yaitu mainan HP dan keluarga tidak tau apa
yang dilihat serta apa yang dilakukan. Ibu S pernah melihat
anaknya diam tidak bergerak seperti patung. Suatu ketika S pernah
kabur dari rumahnya, namun ditemukan oleh tetangganya, waktu
itu S bilang ke Ibunya katanya ada orang yang bisikin. Mulai hal
aneh terjadi seperti: melihat hantu, bicara dan ketawa sendiri,
banting-banting barang gelas piring. S selalu diam dan enggan
diajak bicara oleh keluarganya, kejadian seperti ini terjadi selama 3
tahun. S pernah mengalami kejang tanpa sebab, setelah dibawa ke

3
RS ternyata S tidak ada tanda-tanda yang mengarah gangguan
pada fisiknya. Saat itu S diketahui memiliki gangguan kejiwaan.

D. Riwayat Kehidupan Pribadi


− Riwayat Prenatal dan Perinatal (usia 0-1 tahun)

− S lahir cukup bulan di Rumah pribadi dan ditolong oleh bidan.


Selama masa kehamilan, Ibu S dalam keadaan sehat.
Pertumbuhan dan perkembangan S sama dengan anak
sebayanya.

− Riwayat masa kanak-kanak awal (usia 1-3 tahun)

− S bertumbuh kembang dengan sama dengan anak sebayanya.

− Riwayat masa kanak-kanak pertengahan (usia 4-11 tahun)

− S masuk SD umur 7 tahun di SD. Prestasi akademik S baik dan


diatas rata-rata. S bergaul dengan baik di sekolahnya.

− Riwayat masa kanak-kanak akhir (usia 12-17 tahun)

− S melanjutkan SMP dan melanjutkan di SMK Ma’arif dibidang


otomotif Hubungan S sangat baik dengan teman-temannya di
Sekolah. Prestasi akademik S baik selama disekolah. S rajin
beribadah di masjid.

− Riwayat masa dewasa


− Riwayat Pekerjaan

− Bekerja di perusahaan ternama di bidang otomotif di


Karawang.

E. Riwayat kehidupan keluarga :

− Pasien anak ke-3 dari 4 bersaudara (♂,♂,♂,♀)

4
− Hubungan pasien dengan keluarga dan tetangga baik
− Tidak ada riwayat keluarga yang menderita gejala yang sama.
− Ayah S sebagai tukang jahit di Jakarta.
− Ibu S, dulu adalah seorang PRT dan sekarang di rumah
membantu usaha anak yang pertama.
− Saudara pertamanya membuka toko bangunan dan sembako di
sebelah rumahnya.
− Saudara keduanya membantu perkerjaan toko.
− Saudara terakhir sedang melanjutkan studi di Yogyakarta.
F. Riwayat Sosial Sekarang
− Pasien tinggal bersama ibunya di rumah yang cukup nyaman
− ayah pasien seorang penjahit di jakarta dengan penghasilan
kurang
− ibu pasien adalah IRT yang membantu pekerjaan anak
pertamanya
− pasien membantu pekerjaan kakaknya
− pasien taat dalam beribdah
− sesekali pasien diajak keluar oleh kakaknya
− masih kurang dalam interaksi dalam masyarakat
G. Persepsi pasien tentang diri dan kehidupannya

- Sulit dinilai.

IV. STATUS MENTAL


A. Deskripsi Umum
1. Penampilan :
Tampak seorang pria berambut pendek, perawakan tinggi rata-
rata dan gizi cukup. Memakai kaos dan celana pendek. Cukup
rapi. Perawatan diri baik, kulit sawo matang , wajah sesuai
umur.
2. Perilaku dan aktivitas psikomotor : tenang, hipoaktif atau
lamban

5
3. Sikap terhadap pemeriksa : sedikit kooperatif, tidak ada feed
back.
B. Bicara
− Lambat
C. Mood dan Afek
1. Mood : tidak dapat diraba rasakan
2. Afek : terbatas
3. Keserasian : tidak serasi
D. Pikiran dan Persepsi
1. Bentuk pikir
a. Produktivitas : menjawab hanya ketika
ditanya, pikiran lamban
b. Arus pikir : menjawab pada tujuan,
relevan
c. Gangguan berbahasa : tidak ada
2. Isi pikir
a. Preokupasi : tidak ada
3. Gangguan pikiran
a. Waham : sulit dinila
b. Ide : sulit dinila
4. Gangguan persepsi
a. Halusinasi dan ilusi : sulit dinilai
b. Depersonalisasi dan derealisasi : sulit dinilai
5. Mimpi dan fantasi
a. Mimpi : sulit dinilai
b. Fantasi : sulit dinila
E. Sensorium dan Fungsi Kognitif
1. Kesadaran
Coumposmentis
2. Orientasi
a. Waktu : kurang
b. Tempat : baik

6
c. Orang : hanya orang yang terdekat

F. Konsentrasi dan Perhitungan


Cukup baik
G. Daya Ingat
1. Jangka panjang : baik
2. Jangka pendek : baik
3. Segera : baik
H. Abstrak
Cukup baik
I. Tilikan
4 (sadar akan penyakitnya disebabkan oleh sesuatu yang tidak
diketahui pada dirinya)
J. Daya Nilai
1. Norma sosial : sulit dinilai
2. Uji Daya Nilai : baik
3. Penilaian Realitas : sulit dinilai

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan Fisik:
1. TTV: TD = tidak diukur, Nadi = 100x/menit, RR = 20x/menit, Suhu
= 36,70c
2. Status generalis : DBN
3. Status neurologis :

- Pasien tidak pernah mengalami cidera kepala ringan, sedang atau


berat.

- Pasien tidak pernah kejang deman atau tanpa demam

- Kesadaran : cm

- GCS : 15

- Kaku kuduk : tidak ada

- Kernigs sing : -

7
- Bruzinski : -

- Motorik : ekstremitas atas 5/5, ekstrmitas bawah 5/5

- Kelainan neurologis lainnya : tidak ada

IV. EVALUASI MULTI AKSIAL


 Aksis I

Berdasarkan alloanamnesa dan autoanamnesis, didapatkan


adanya gejala klinis berupa berdiam diri dan tidak berbicara
selama 3 tahun sebelum berobat di RS Margono. S pernah bicara
dan ketawa sendiri, mendengar bisikan dan melihat hantu.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami Gangguan
jiwa

Pada S ditemukan adanya disorganisasi perilaku berupa,


mutisme, posturing dan flexibility cerea. S juga mengalami
difungsi berat berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari seperti
tidak mampu bekerja, menjalin hubungan sosial, dan melakukan
kegiatan rutin sebelum berobat di RS Margono, sehingga
digolongkan ke dalam Gangguan Jiwa Psikotik.

Pada pemeriksaan status internus tidak ditemukan kelainan


dan neurologis tidak ditemukan adanya kelainan organobiologik,
sehingga kemungkinan gangguan mental organik dapat
disingkirkan dan pasien digolongkan ke dalam Gangguan Jiwa
Psikotik Non Organik.

Dari alloanamnesis didapatkan halusinasi auditorik dan


visual. Dan berdasarkan autoanamnesis didapatkan berkurangnya
reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam gerakan, posturing dan
mempertahankan anggota gerak yang dibentuk dari luar
(flexibilitas cerea), sehingga berdasarkan penggolongan diagnosis
gangguan jiwa (PPDGJ III) diagnosis pasien diarahkan pada
Skizofrenia Katatonik (F20.2)

 Aksis II

8
Ciri kepribadian tidak khas
 Aksis III

Tidak ada diagnosis

 Aksis IV

Stressor psikososial tidak jelas

 Aksis V

GAF Scale 30-21 = disability berat dalam komunikasi dan daya


nilai, tidak mampu berfungsi hampir semua bidang. (sebelum
berobat di Margono).

GAF Scale 90-81 = gejala minimal, berfungsi baik, cukup puas,


tidak lebih dari maslah harian yang biasa.

V. DAFTAR PROBLEM
 Organobiologik : Tidak ditemukan kelainan fisik yang
bermakna. Namun diduga terdapat ketidak
seimbangan neurotransmitter, maka pasien
memerlukan psikofarmakoterapi.
 Psikologik : Ditemukan adanya sediki disfungsi psikis
dan pengendalian impuls, sehingga
diperlukan farmakoterapi.
 Sosiologik : Ditemukan adanya disfungsi bidang social,
terhadap masyarakat atau orang yang belum
dikenal. Ikut membantu pekerjaan di Toko,
dan masih perlu diingatkan masalah waktu.

VI. PENATALAKSANAAN
1. Lorazepam dengan dosis 2mg 2x1 perhari
2. Risperidone 2mg 2x1/2 perhari
3. ECT selama 6 bulan.

9
VII. PROGNOSIS

Quo ad vitam : Ad bonam

Quo ad functionam : Dubia

Quo ad sanationam : Dubia

Faktor pendukung:

- Keluarga mendukung kesembuhan


pasien
- Skizofrenia katatonik memilik
prognosis yang lebih baik
- Cepat mendapat terapi

Faktor penghambat

- Ketidak patuhan terhadap pengobatan


- Onset usia muda
- Stressor tidak jelas

10
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi

Skizofrenia adalah salah satu bentuk gangguan psikosis yang


menunjukkan beberapa gejala psikotik, ditambah dengan cerita lain
seperti jangka waktu, konsekuensi dari gangguan tersebut dan tidak
tumpang tindih dengan gangguan lain yang mirip. Pasien psikotik tidak
dapat mengenali atau tidak memiliki kontak dengan realitas. Beberapa
gejala psikotik adalah delusi, halusinasi, pembicaraan kacau, tingkah laku
kacau3.

II. Etiologi

Menurut teori model diathesis stress skizofrenia dapat timbul karena


adanya integrasi antara faktor biologis, faktor psikososial dan lingkungan.
Seseorang yang rentan jika dikenai stressor akan lebih mudah untuk
menjadi skizofrenia. Lingkungan emosional yang tidak stabil mempunyai
risiko yang besar pada perkembangan skizofrenia. Stressor sosial juga
mempengaruhi perkembangan suatu skizofrenia. Diskriminasi pada
komunitas minoritas mempunyai angka kejadian skizofrenia yang tinggi4.

Tampaknya skizofrenia tidak disebabkan oleh penyebab yang


tunggal, tetapi dari berbagai faktor. Sebagaian besar ilmuwan meyakini
bahwa skizofrenia adalah penyakit biologis yang disebabkan oleh faktor-
faktor genetik, ketidakseimbangan kimiawi di otak, abnormalitas struktur
otak, atau abnormalitas dalam lingkungan prenatal. Berbagai peristiwa
stress dalam hidup dapat memberikan kontribusi pada perkembangan
skizofrenia pada meraka yang telah memiliki predisposisi pada penyakit
ini3.

Keturunan dapat dipastikan bahwa ada faktor keturunan yang juga


menentukan timbulnya skizofrenia. Hal ini dibuktikan dengan penelitian
tentang keluarga-keluarga penderita skizofrenia dan terutama pada anak-
anak kembar satu telur5.

11
III. Patofisiologi

Teori tentang sebab-sebab skizofrenia adalah sebagai berikut :

a. Teori somotogenesis, yaitu pendekatan yang berusaha memahami


kemunculan skizofrenia sebagai akibat dari berbagai proses biologis
dalam tubuh, kelainan badaniah. Antara lain :

1. Keturunan

Faktor keturunan juga menentukan timbulnya skizofrenia.


Telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga
penderita skizofrenia dan terutama anak-anak kembar satu telur.
Angka kesakitan bagi saudara tiri ialah 0,9 % - 0,8 %, bagi saudara
kandung 7-15 %, bagi anak dengan salah satu orang tua menderita
skizofrenia 7-16 %, bila kedua orang tua menderita skizofrenia 7-16
%, bila kedua orang tua menderita skizofrenia 40-68 %, bagi kembar
dua telur (heterozigot) 2-15 %, kembar satu telur (monozigot) 61-86
%.Tetapi pengaruh keturunan tidak sesederhana seperti hukum-
hukum Mendel, ada sangkaan bahwa potensi untuk terkena
skizofrenia adalah turunan. Potensi ini mungkin kuat, mungkin juga
lemah, tetapi selanjutnya tergantung pada lingkungan individu
apakah akan terjadi skizofrenia atau tidak5.

2. Endokrin

Dahulu dikira skizofrenia mungkin disebabkan oleh suatu


gangguan endokrin. Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering
timbulnya skizofrenia pada waktu kehamilan dan klimakterium.
Tetapi hal ini tidak terbukti5.

3. Metabolisme

Ada yang menyangka skizofrenia disebabkan oleh suatu


gangguan metabolisme, karena penderita akan tampak pucat dan
tidak sehat. Nafsu makan berkurang dan berat badan menurun5.

12
4. Susunan saraf pusat

Ada yang mencari penyebab skizofrenia ke arah kelainan


susunan saraf pusat, yaitu pada diensefalon atau kortek otak. Tetapi
kelainan patologis yang ditemukan itu mungkin disebabkan oleh
perubahan-perubahan postmortem atau merupakan artefakt pada
waktu membuat sediaan5.

b. Teori Psikogenik, yaitu skizofrenia sebagai suatu gangguan fungsional


dan penyebab utama ialah konflik, stres psikologik dan hubungan antar
manusia yang mengecewakan.

1. Teori Adolf Meyer

Skizofrenia tidak disebabkan oleh suatu penyakit badaniah,


kata Meyer (1906), sebab sampai sekarang para ilmuwan tidak dapat
menemukan kelainan patologis anatomis atau fisiologis yang khas
pada susunan saraf. Sebaliknya Meyer mengakui bahwa penyakit
badaniah dapat mempengaruhi timbulnya skizofrenia5.

2. Teori Sigmund Freud

Bila kita memakai formula Freud, maka pada skizofrenia


terdapat :

a. Kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab psikogenik


ataupun somatik.

b. Superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan


terjadi suatu regresi ke fase narsisme.

c. Kehilangan kapasitas untuk pemindahan (transference) sehingga


terapi psikoanalitik tidak mungkin5.

3. Teori Eugen Bleuler (1857-1938)

Tahun 1911 Bleuler menganjurkan supaya lebih baik dipakai


istilah “skizofrenia”, karena nama ini dengan tepat sekali
menonjolkan gejala utama penyakit ini, yaitu jiwa terpecah-pecah,

13
adanya keretakan atau disharmoni antara proses berfikir, perasaan
dan perbuatan (schizoc: pecah-pecah bercabang, phren: jiwa)5.

IV. Gejala

a. Gejala Positif Skizofrenia :

1. Delusi atau Waham, yaitu suatu keyakinan yang tidak rasional.


Meskipun telah dibuktikan secara obyektif bahwa keyakinannya itu
tidak rasional, namun penderita tetap meyakini kebenarannya.

2. Halusinansi, yaitu pengalaman panca indera tanpa ada


rangsangan. Misalnya penderita mendengar bisikan - bisikan di
telinganya padahal tidak ada sumber dari bisikan itu.

3. Kekacauan dalam pikir, yang dapat dilihat dari isi


pembicaraannya. Misalnya bicaranya kacau, sehingga tidak dapat
diikuti alur pikirannya.

4. Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara


dengan semangat dan gembira berlebihan.

5. Merasa dirinya “Orang Besar”, merasa serba mampu, serba hebat


dan sejenisnya.

6. Pikirannya penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada


ancaman terhadap dirinya.

7. Menyimpan rasa permusuhan6.

b. Gejala negatif skizofrenia :

1. Alam perasaan “tumpul” dan “mendatar”. Gambaran alam


perasaan ini dapat terlihat dari wajahnya yang tidak menunjukkan
ekspresi.

2. Menarik diri atau mengasingkan diri tidak mau bergaul atau


kontak dengan orang lain, suka melamun.

3. Kontak emosional amat “miskin”, sukar diajak bicara, pendiam.

14
4. Pasif dan apatis, menarik diri dari pergaulan sosial.

5. Sulit dalam berfikir abstrak.

6. Tidak ada/kehilangan dorongan kehendak dan tidak ada inisiatif


dan serba malas6.

V. Diagnosis

Penegakan diagnosa skizofrenia didasarkan pada pedoman


penggolongan diagnosa gangguan jiwa (PPDGJ III) yang dapat
dijabarkan sebagai berikut:

1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan
biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau
kurang jelas) :

a. Thought echo: isi pikiran dirinyasendiri yang berulang atau


bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan,
walaupun isi sama, namun kualitasnya berbeda, atau Thought
insertion or withdrawal: isi pikiran yang asing dari luar masuk
kedalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar
oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal), dan Thought
broadcasting: isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau
umum mengetahuinya.

b. Delusion of control: waham tentang dirinya dikendalikan oleh


suatu kekuatan tertentu dari luar, atau Delusion of influence:
waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu
dari luar, atau Delusion of passivity: waham tentang dirinya tidak
berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan tertentu dari luar,
(tentang “dirinya” = secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh atau
anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan
khusus), Delusional perception: pengalaman inderawi yang tak
wajar, yang bermakna, sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat
mistik atau mukjizat.

15
c. Halusinasi auditorik: Suara halusinasi yang berkomentar secara
terus menerus terhadap perilaku pasien, atau- mendiskusikan
perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai suara
yang berbicara), atau- jenis suara halusinasi lain yang berasal dari
salah satu bagian tubuh.

d. Waham – waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya


setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil,
misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau
kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa (misalnya mampu
mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk asing
dari dunia lain).

2. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada
secara jelas :

e. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila


disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang
setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun
disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap,
atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau
berbulan- bulan terus menerus.

f. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan


(interpolation) yang berakibat inkoherensia atau pembicaraan yang
tidak relevan atau neologisme.

g. Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah (excitement),


posisi tubuh tertentu (posturing) atau fleksibilitas cerea,
negativisme, mutisme, dan stupor.

h. Gejala negatif seperti sikap apatis, bicara yang jarang dan respons
emosional yang menumpul tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunya
kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak
disebabkan oleh depresi atau medikasi neureptika.

16
3. Adapun gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama
kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase
nonpsikotik prodromal).

4. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi
(personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup
tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri
(self absorbed attitute), dan penarikan diri secara sosial.

Setelah menegakkan diagnosa skizofrenia, maka dapat dilanjutkan dengan


mengelompokkan pasien ke dalam sub-kelompok tipe skizofrenia, yang
terjabarkan sebagai berikut:

1. Skizofrenia paranoid

- Paling sering ditemukan

- Memenuhi kriteria pedoman diagnostik umum

- Halusinasi dan / atau waham harus menonjol:

a. Suara yang mengancam / memerintah, bunyi pluit,


mendengung, atau tawa.

b. Pembauan / pengecap rasa, perabaan yang bersifat seksual,


jarang visual.

c. Waham hampirt iap jenis, tetapi yang paling khas adalah


dikendalikan, dipengaruhi, passivity, dan dikejar-kejar.

2. Skizofrenia hebefrenik

- Onset umumnya pada usia yang lebih muda.

- Memenuhi kriteria pedoman diagnostik umum.

- Diagnostik pertama kali pada usia remaja atau dewasa muda (15-25
tahun).

- Kepribadian premorbid dengan ciri khas pemalu dan senang


menyendiri.

17
- Untuk diagnosa diperlukan pengamatan kontinu selama 2-3 bulan

a. Mannerisme, cenderung menyendiri, hampa tujuan / perasaan

b. Afek yang dangkal dan tidak wajar, cekikikan, rasa puas diri,
senyum sendiri, tawa menyeringai, ungkapan kata yang diulang-
ulang.

c. Proses pikir disorganisasi, pembicaraan yang tidak menentu,


inkoherensi.

- Dorongan kehendak hilang, tidak ada minat, kadang ingin berbuat


sesuatu tetapi segera ditinggalkan, preokupasi yang dangkal
dengan tema yang aneh dan sulit untuk memahami jalan pikiran
yang bersangkutan.

3. Skizofrenia katatonik

- Yang menonjol adalah gambaran psikomotor pasien berupa


hiperkinesis, stupor, otomatisme, maupun negativisme

- Memenuhi kriteria pedoman diagnostik umum

- Terdapat lebih dari satu perilaku yang mendominasi gambaran


klinisnya:

a. Stupor atau mutisme

b. Gaduh gelisah

c. Posturing (tidak wajar dan aneh)

d. Negativisme

e. Rigiditas

f. Fleksibilitas cerea

g. Gejala lain: command automatism, verbigerasi, ekolali, maupun


ekopraksi7.

18
VI. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pasien skizofrenia dapat meliputi pemberian


farmakoterapi dan juga psikoterapi. Perawatan inap mungkin
diperlukan apabila pasien mengalami agitasi berat atau beresiko untuk
melukai diri sendiri maupun orang lain. Perawatan inap ini juga
berguna untuk mencegah kemungkinan resiko bunuh diri yang berkisar
10% pada pasien dengan skizofrenia. Penatalaksanaan farmakoterapi
dengan pemberian obat antipsikotik dapat dibedakan dalam dua bagian
besar: obat antipsikotik tipikal dan antipsikotik atipikal. Antipsikotik
tipikal merupakan obat generasi lama dengan property yang lebih fokus
pada penghambatan ambilan kembali neurotransmitter dopamin.
Sementara obat antipsikotik atipikal merupakan generasi baru dengan
fokus bukan hanya pada neurotransmitter dopamin saja, namun juga
pada yang lainnya seperti serotonin, norepinefrin, dan lainnya. Menurut
consensus terbaru, pemberian obat antipsikotik atipikal merupakan lini
pertama dalam penatalaksanaan farmakoterapi pada pasien skizofrenia.
Yang termasuk dalam obat antipsikotik tipikal diantaranya:
chlorpromazine, levopromazine, thioridazine, droperidole,
fluphenazine, haloperidol, perphenazine, pimozide, trifluoperazine.
Sedangkan yang termasuk dalam golongan antipsikotik atipikal:
amisulpiride, clozapine, olanzapine, quetiapine, risperidone, srtindole,
sulpiride.

Efek samping yang seringkali timbul pada pemberian obat


antipsikotik tipikal:

- Disotinia akut

- Parkinsonisme

- Akathisia

- Tardive dyskinesia

- Sedasi, hipotensi orthostatis, pemanjangan QT, antikolinergik,


penurunan ambang kejang, peningkatan prolaktin.

19
Efek samping dari obat antipsikotik atipikal:

- Sedasi

- Hiperglikemia

- Efek antikolinergik

- Pemanjangan kurva QT

- Kadang EPS

- Peningkatan kadar lipid

Antipsikotik pada terapi psikosis akut maupun kronik, suatu


gangguan jiwa yang berat. Ciri terpenting obat antipsikotik adalah:

1. Berguna mengatasi agresivitas, hiperaktivitas dan labilitas


emosional pada pasien psikotik.

2. Dosis besar tidak menyebabkan koma yang dalam ataupun


anesthesia.

3. Dapat menimbulkan gejala ekstrapiramidal yang reversibel atau


ireversibel.

4. Tidak ada kecenderungan untuk menimbulkan ketergantungan


fisik dan psikis8.

Mekanisme Kerja Antipsikotik menghambat (agak) kuat reseptor


dopamine (D2) di sistem limbis otak dan di samping itu juga
menghambat reseptor D1/D2 , α1 (dan α2) adrenerg, serotonin,
muskarin dan histamin. Akan tetapi pada pasien yang kebal bagi obat-
obat klasik telah ditemukan pula blokade tuntas dari reseptor D2
tersebut. Riset baru mengenai otak telah menunjukkan bahwa blokade-
D2 saja tidak selalu cukup untuk menanggulangi skizofrenia secara
efektif. Untuk ini neurohormon lainnya seperti serotonin (5HT2),
glutamate dan GABA (gamma-butyric acid) perlu dipengaruhi9.
Golongan obat antipsikotik ada 2 macam yaitu: Golongan antipsikotik
tipikal : chlorpromazine, fluperidol, haloperidol, loxapine, molindone,
mesoridazine, perphenazine, thioridazine, thiothixene, trifluperezine.

20
Diberikan untuk mengontrol gejala positif. Dan golongan antipsikotik
atipikal : aripiprazole, clozapin, olanzapine, quetiapine, risperidone,
ziprasidone8. Mengatasi gejala positif maupun negatif.

Terapi non farmakologi

Electroconvulsive Therapy (ECT) merupakan salah satu jenis terapi


fisik yang merupakan pilihan untuk indikasi terapi pada beberapa kasus
gangguan psikiatri. Indikasi utama adalah depresi berat11.

Mekanisme kerja ECT tidak diketahui. Berbagai perubahan selama


perjalanan ECT yang mungkin berperan mencakup perubahan reseptor dan
neurotransmitter pusat, pelepasan hormon seperti arginine, vasopresin dan
oxytocin, dan perubahan ambang kejang12.

Penelitian neurokimiawi tentang mekanisme kerja ECT telah memusatkan


perhatian pada perubahan reseptor neurotransmitter dan, sekarang ini,
perubahan sistem pembawa pesan kedua (second-messenger). Hampir setiap
sistem neurotransmitter dipengaruhi oleh ECT. Tetapi, urutan sesion ECT
menyebabkan regulasi turun reseptor adrenergik-β pascasinaptik, reseptor
yang sama dan terlihat pada hampir semua terapi antidepressan. Efek ECT
pada neuron serotonergik masih merupakan daerah penelitian yang
kontroversial. Berbagai penelitian telah menemukan suatu peningkatan
reseptor serotonin pascasinaptik, tidak ada perubahan pada neuron
serotonin, dan perubahan pada regulasi prasinaptik pelepasan serotonin.
ECT telah dilaporkan mempengaruhi sistem neuronal muskarinik,
kolinergik, dan dopaminergik. Pada sistem pembawa kedua, ECT telah
dilaporkan mempengaruhi pengkopelan protein G dengan reseptor, aktivitas
adenylyl cyclase dan phospholipase C, dan regulasi masuknya kalsium ke
dalam neuron13.
ECT merupakan terapi yang efektif untuk gejala skizofrenia akut dan tidak
untuk gejala skizofrenia kronis. Pasien skizofrenia dengan gejala afektif
dianggap paling besar kemungkinannya berespons terhadap ECT13.

Pemberian ECT pada pasien skizofrenia diberikan bila terdapat:

21
 Gejala-gejala positif dengan onset yang akut.
 Katatonia
 Riwayat ECT dengan hasil yang baik.

Electroconvulsive Therapy (ECT) atau Terapi Kejang Listrik


merupakan terapi yang termasuk penatalaksanaan dalam gangguan
psikiatri.Electroconvulsive Therapy (ECT) atau terapi kejang listrik adalah
suatu intervensi non farmakologi penting yang efektif dalam pengobatan
pasien dengan gangguan neuropsikiatrik tertentu yang berat. ECT
menggunakan arus listrik singkat melalui otak yang menginduksi kejang
umum sistem saraf pusat13.

ECT melibatkan induksi kejang oleh rangsang listrik singkat pada


otak. Indikasi utamanya adalah12:

 Gangguan/episode depresif mayor


 Penyakit depresif masa nifas (episode depresi mayor onset
pasca partum)
 Mania
 Skizofrenia katatonik
 Gangguan skizoafektif

Psikiater akan memberitahu pasien tentang manfaat yang diharapkan


dari ECT. Ini bervariasi tergantung pada sifat dan keseriusan penyakit
pasien, tetapi ECT umumnya akan meningkatkan kemampuan pasien untuk
berpikir dan mengembalikan emosi pasien ke keadaan sehat. Semua
perawatan memiliki efek dan bahkan memiliki risiko. Risiko dan efek
samping ECT termasuk14.

 Pasien mungkin memiliki beberapa efek samping dari obat bius,


seperti sakit kepala, mual, muntah.

 Pasien mungkin mendapatkan nyeri otot akibat relaksan otot atau


aktivitas otot yang disebabkan oleh kejang.
 Terganggunya memory jangka pendek dan memory jangka panjang.

22
Ada risiko kurang umum dari komplikasi medis, seperti denyut jantung
yang tidak teratur. Mungkin ada kenaikan sementara tekanan darah dan
denyut jantung yang diikuti dengan melambatnya denyut jantung.

Terapi Psikis

1. Terapi psikososial

Dengan terapi psikososial dimaksudkan penderita agar mampu


kembali beradaptasi dengan lingkungan sosial sekitarnya dan
mampu merawat diri, mampu mandiri tidak tergantung pada orang
lain sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga atau masyarakat,
pasien diupayakan untuk tidak menyendiri, tidak melamun, banyak
kegiatan dan kesibukan dan banyak bergaul.

2. Terapi psikoreligius

Terapi keagaman terhadap penderita skizofrenia ternyata


mempunyai manfaat misalnya, gejala-gejala klinis gangguan jiwa
skizofrenia lebih cepat hilang. Terapi keagamaan yang
dimaksudkan adalah berupa kegiatan ritual keagamaan seperti
sembahyang, berdoa, memanjatkan puji-pujian kepada Tuhan,
ceramah keagamaan dan kajian kitab suci.

3. Terapi fisik berupa olahraga.

4. Berbagai kegiatan seperti membatu pekerjaan rumah, kursus dan


belajar4.

23
VII. PERAN PUSKESMAS10

Program Puskesmas

A. Advokasi dan dukungan = sosialisali lintas sektoral

B. Pelatihan kader 7 desa = pengisian materi dan tanya jawab serta praktek

C. Pendampingan rujukan pasien odgj = peran serta keluarga dan


masyarakat

D. Laporan bulanan = agar terpatau

E. Odgj bisa berperan keg yg positif = posyandu keswa

F. Kunjungan rumah keluarga odgj = konseling ke odgj & keluarga & lingk
sekitar

1. Penyuluhan Kesehatan Jiwa

a. Penyuluhan Pada Kelompok : Sehat Jiwa

b. Penyuluhan Pada Kelompok : Risiko Masalah Psikososial

c. Penyuluhan Pada Kelompok : Keluarga Dengan Gangguan


Jiwa

2. Rehabilitasi

3. Terapi Aktivitas Kelompok

Deteksi Keluarga Di Rw/Kelurahan Siaga Sehat Jiwa


PENGERTIAN DETEKSI KELUARGA
Deteksi Keluarga adalah kemampuan kader untuk mengetahui kondisi
kesehatan jiwa keluarga yang ada di wilayah.
TUJUAN DETEKSI KELUARGA
Tujuan deteksi keluarga adalah untuk mengetahui gambaran kesehatan jiwa
di wilayah dengan mengetahui :
 Jumlah keluarga yang sehat jiwa
 Jumlah keluarga yang memiliki risiko psikososial

24
 Jumlah keluarga yang mempunyai penderita gangguan jiwa
LANGKAH-LANGKAH MENDETEKSI KELUARGA
1. Deteksi dilakukan dengan melakukan kunjungan rumah di tiap-tiap
keluarga
2. Mengisi format Deteksi Keluarga, 1 lembar diisi untuk 1 Kepala
Keluarga
a. Tulis nama Kepala Keluarga
b. Tulis umur (dalam tahun)
c. Status kawin (kawin/belum kawin/janda/duda)
d. Pendidikan (tidak sekolah/SD/SMP/SMA/Perguruan Tinggi)
e. Pekerjaan (Jenis Pekerjaan)
f. Alamat (RT/RW/KELURAHAN)
g. Kondisi kesehatan: baca status kesehatan keluarga lalu isi sesuai
dengan kondisi kesehatannya
h. Bila ada anggota keluarga yang menderita penyakit kronis atau
gangguan, tulis di kolom keterangan di mana dia mendapat
pengobatan
3. Setelah seluruh keluarga dikunjungi dan dideteksi, buat isi daftar
rekapitulasi kepala keluarga yang ada di tiap-tiap RT.
DESA SIAGA SEHAT JIWA (DSSJ)
DSSJ adalah yang penduduknya memiliki kesiapan sumber daya dan
kemampuan untuk mengatasi masalah kesehatan jiwa secara mandiri.
ODGJ pada tahun 2019 berjumlah 53 orang sudah termasuk epilepsi. Dalam
program puskesmas mulai 2019 epilepsi dikut sertakan. 38 odgj sudah dalam
pantauan pusksesmas. dikarenakan harus terdiagnosis terlebih dahulu oleh
dokter, puskesmas memiliki kaderisasi. dimana setiap rt memiliki 1 kader jiwa.

25
BAB IV

KESIMPULAN

Skizofrenia katatonik adalah jenis dari skizofrenia dimana terjadi


perubahan perilaku yang ekstrim. Perubahan perilaku berupa tidak bicara,
bergerak atau merespon rangsangan dari luar. Atau bisa berupa overexited,
hiperaktif, echolalia. Berdasarkan PPDGJ III, untuk mendiagnosa
sklzofrenia katatonik, perlu ditentukan apakah masuk golongan skizofrenia
atau tidak, yaitu :

Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan
biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau
kurang jelas):

a. Thought echo: isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau


bergema dalam kepalanya (tidak keras) dan isi pikiran ulangan,
walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda, atau Thought
insertion or withdrawal: isi pikiran yang asing dari luar masuk
kedalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar
oleh sesuatu dari luar dirinya (Withdrawal) dan Thought
broadcasting:isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau
umumnya mengetahuinya.

b. Delusion of control: waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu


kekuatan tertentu dari luar atau Delusion of influence: waham
tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar
atau Delusion of passivity: waham tentang dirinya tidak berdaya
dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang dirinya:
secara jelas ,merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau
kepikiran, tindakan atau penginderaan khusus). Delusion
perception: pengalaman inderawi yang tidak wajar, yang bermakna
sangat khas bagi dirinya , biasanya bersifat mistik dan mukjizat.

26
c. Halusional Auditorik: Suara halusinasi yang berkomentar secara
terus menerus terhadap prilaku pasien. Mendiskusikan perihal
pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang
berbicara atau Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah
satu bagian tubuh.

d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya


setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahi,misalnya
perihal keyakinan agama atau politik tertentu atau kekuatan dan
kemampuan diatas manusia biasa (misalnya mampu
mengendalikan cuaca atau berkomunikasi dengan mahluk asing
atau dunia lain).

Atau paling sedikitnya dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada
secara jelas:

e. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja , apabila


disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang
setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun
disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap,
atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau
berbulan-bulan terus menerus.

f. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan


(interpolation) yang berakibat inkoherensia atau pembicaraan yang
tidak relevan atau neologisme.

g. Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah (excitement),


posisi tubuh tertentu (posturing) atay fleksibilitas cerea,
negativisme, mutisme, dan stupor.

h. Gejala negatif seperti sikap apatis, bicara yang jarang dan respons
emosional yang menumpul tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunya
kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak
disebabkan oleh depresi atau medikasi neureptika.

27
* adapun gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama
kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase
nonpsikotik prodromal);

* Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi
(personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak
bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self
absorbed attitute), dan penarikan diri secara sosial.

Pada pasien ini, didapatkan mutisme dimana pasien tidak memberi


respon verbal sama sekali dengan semua pertanyaan yang diberikan pada
riwayat gangguan sebelumnya. Berdasarkan hasil alloanamnesis, didapatkan
juga halusinasi auditorik dan visual. Pada pasien juga dtemukan gejala klinis
berupa stupor, posturing dan flexibilitas cerea sehingga pasien didiagnosis
dengan skizofrenia katatonik (F20.2).

RENCANA TERAPI
 Psikofarmakoterapi dan terapi lainnya :
 Risperidon dosis rumatan (2-8mg perhari)
menghilangkan gejala negati dan positif.
 Lorazepam dengan dosis 2mg 2x1 perhari,
memiliki efek sedatif untuk menenangkan.
 Pernah melakukan Electroconvulsive Therapy
(ECT) selama 6 bulan.
 Psikoterapi suportif:

1. Terapi psikososial

Dengan terapi psikososial dimaksudkan penderita


agar mampu kembali beradaptasi dengan lingkungan sosial
sekitarnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri tidak
tergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi beban
bagi keluarga atau masyarakat, pasien diupayakan untuk
tidak menyendiri, tidak melamun, banyak kegiatan dan
kesibukan dan banyak bergaul.

28
Dari keluarga, pasien telah mendapat dukungan
penuh. Pasien diikutkan dalam kegitaan usaha keluarga,
sesekali pasien diajak berkeliling lingkungan menggunakan
sepeda motor dan pasien yang mengendarai. Pasien juga
diajak interaksi dengan lingkungan sekitar.

2. Terapi psikoreligius

Terapi keagaman terhadap penderita skizofrenia


ternyata mempunyai manfaat misalnya, gejala-gejala klinis
gangguan jiwa skizofrenia lebih cepat hilang. Terapi
keagamaan yang dimaksudkan adalah berupa kegiatan ritual
keagamaan seperti sembahyang, berdoa, memanjatkan puji-
pujian kepada Tuhan, ceramah keagamaan dan kajian kitab
suci.

Pasien selalu dipantau oleh keluarga untuk


menjalankan ibadah. Hanya keluarga belum percaya penuh
apabila pasien beribadah di masjid desa.

3. Terapi fisik berupa olahraga.

Keluaraga sesekali mengajak pasien untuk bermain


bola dan jalan-jalan di lapangan dekat rumahnya.

4. Berbagai kegiatan seperti membatu pekerjaan rumah, kursus


dan belajar.

Pasien dipekerjakan di rumah contoh: pengemasan


barang dagangan, lebeling, pengepakan dan sesekali
diikutkan interaksi dengan pelanggan.

29

Anda mungkin juga menyukai

  • Ini Itu
    Ini Itu
    Dokumen2 halaman
    Ini Itu
    Nuraga Dwi Pratapa
    Belum ada peringkat
  • Evolusi ST Elevasi
    Evolusi ST Elevasi
    Dokumen4 halaman
    Evolusi ST Elevasi
    Nuraga Dwi Pratapa
    Belum ada peringkat
  • Sampul Osler
    Sampul Osler
    Dokumen4 halaman
    Sampul Osler
    Nuraga Dwi Pratapa
    Belum ada peringkat
  • HHHJJ
    HHHJJ
    Dokumen7 halaman
    HHHJJ
    Nuraga Dwi Pratapa
    Belum ada peringkat
  • Sampul Osler
    Sampul Osler
    Dokumen4 halaman
    Sampul Osler
    Nuraga Dwi Pratapa
    Belum ada peringkat
  • BAB II Cts
    BAB II Cts
    Dokumen18 halaman
    BAB II Cts
    Nuraga Dwi Pratapa
    Belum ada peringkat
  • Cover Referat Egi Ikm
    Cover Referat Egi Ikm
    Dokumen4 halaman
    Cover Referat Egi Ikm
    Nuraga Dwi Pratapa
    Belum ada peringkat
  • Dasi Ikm
    Dasi Ikm
    Dokumen4 halaman
    Dasi Ikm
    Nuraga Dwi Pratapa
    Belum ada peringkat