Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Apakah agama lebih kita ketahui ketimbangTuhan?Manakah yang lebih
universal?Atau jangan-jangan kita lebih takut neraka dari padaTuhan yang
menciptakan neraka?Ataukah pula kita lebih bahagia berjumpa surge
ketimbang berjumpa Tuhan selaku pencipta surga? Meyakini agama tanpa
meyakini Tuhan disebut humanisme. Meyakini Tuhan tanpa meyakini agama
disebut agnostis. Tidak meyakini keduanya disebu tatheis. Sementara
meyakini keduanya disebut religius. Yahudisme melarang mengucapkan
namaTuhan yang sakral. Sementara islam melarang memvisualisasikannya.
Karena memang tak dapat divisualiskan.

B. Rumusan masalah
Bagaimana cara manusia mencari Tuhan?

C. Tujuan
Menjelaskan tentang cara manusia mencari Tuhan.

1
BAB II
PEMBAHASAN
PENGERTIAN
Dalam literature inggris, Tuhan acapkali disebut dengan Him atau He.
Dimana kata tersebut merujuk pada kata dia, laki-laki. Apakah Tuhan itu feminine
atau maskulin? Siapakah Yahweh, Bapa, Allah, El, Puang AllaTa’Ala? Apakah
Dia adalah Tuhan yang satu tapi memiliki banyak nama. Ataukah kesemuanya
adalah realitas berbeda? Kepercayaan kita kepada Tuhan benar-benar pragmatis
Kita mengadopsi kepercayaan tertentu tentang Tuhan karena konsep siter sebut
berguna bagi kita. Bukan karena ilmiah, apalagi filosofis.
Cara Manusia Menemukan Tuhan
Berikut beberapa cara manusia untuk menemukanTuhan;
1. Melalui Penyucian Hati
Beberapa manusia ketika ditanya bagaimana mereka menemukan hingga
dapat meyakini Tuhan, sontak mereka menjawab; Tuhan itu ada dalam setiap hati
manusia.Tuhan membisikkan dorongan-dorongan kebaikan pada hati setiap
manusia.Dengan menyertakan hati dalam setiap aktivitas manusia, maka manusia
tersebut akan menuai kebaikan. Tuhan itu Maha Baik.Tuhan bersemayam di hati
manusia-manusia yang menggunakan hati dengan baik. Hati yang dimaksud disini
bukan liver yang berfungsi sebagai penetralisir racun. Hati bukanlah organ tubuh
biologis.Hati tidak menempati ruang dan waktu. Karena Tuhan tidak terbatas oleh
ruang dan waktu. Hati adalah media yang berisi pesan-pesan kebaikan. Maka,
manusia-manisia yang sering membersihkan hatinya akan cepat menemukan
kehadiran Tuhan dalam hidupnya.
2. Melalui KitabSuci
Golongan manusia lainnya beranggapan bahwa cara menemukan Tuhan
adalah melalui kitab suci. Segala firman Tuhan dikonversi dalam bentuk sebuaht
ulisan. Tulisan-tulisan tersebut kemudia dirangkum dalam bentuk suatu kitab.
Itulah kitab suci. Setiap agama memiliki kitab suci masing-masing. Yahudi
meyakini kesucian kitab Taurat. Kristen meyakini kesucian kitab Injil. Islam
meyakini kesucian kitab Al-qur’an. Sayangnya, cara menemukan dan meyakini
Tuhan dengan argument seperti ini terbilang cukup lemah. Bagaimana jika antara
kitab suci yang satu dan kitab suci lainnya memuat pertentangan dalam suatu
perkara? Misalnya tentang ketuhanan. Maka penganut agama dengan kitab suci
masing-masing akan mempertahankan argument mereka. Sementara yang kita
pahami adalah bahwa kebenaran atau obyektivitasi tuhanya satu. Tidak mungkin
ada dua kebenaran.

2
3. Melalui Rasionalitas Akal
Kalau hati berbicara tentang kebaikan, akal berbicara tentang kebenaran.
Dalam semua kitab suci pun menganjurkan manusia untuk menggunakan akal.
Salah satu prinsip akal adalah hukum kausalitas. Bahwa setiap akibat pasti
memiliki sebab. Darimana manusia dan alam semesta tercipta. Manusia dan alam
semesta adalah akibat. Siapa sebabnya? Penyebab dari terciptanya manusia dan
alam semesta adalah pencipta yang dinamakan Tuhan. Masih banyak lagi prinsip-
prinsip akal yang dapat digunakan sebagai cara menemukan dan meyakini Tuhan.
Gunakanlah aka lAnda untuk menemukannya.
Mengapa Manusia Mencari Tuhan?
Di zaman mutakhir ini, masih saja ada orang yang mencari Tuhan,
meskipun hidup dalam hirupikuk kemajuan teknologi yang super-canggih.
Ternyata manusia zaman ini masih membuka ruang hatinya untuk kehadiran
Tuhan. Hanya saja paham tentang Tuhan dan cara memahaminya berbeda. Bila di
abad silam Tuhan dicari di tempat-tempat sakral (Sinagoga, Gereja, Mesjid dan
kuil-kuil), zaman sekarang, Tuhan dicari melalui kecanggihan alat tekonologi.
Para astronot menembus ruang angkasa, dan mengagumi begitu indahnya alam
semesta ini dan sekaligus mempertanyakan kembali keberadaan Tuhan itu. Akan
tetapi, sebaliknya di abad 20-21 ini, kebangkitan agama-agama mulai menyeruak
di segala penjuru. Justru disaat Tuhan kembali dipertanyakan, disaat itulah
manusia mulai merindukan-Nya.
Akhir-akhir ini, kita melihat sebuah tendensi zaman untuk kembali
menghidupkan agama yang sempat terpuruk pada abad modern (17-19), zaman
kejayaan sains. Di berbagai belahan dunia semakin marak aktivitas-aktivitas
religius. Begitu banyak dana dan waktu dihabiskan untuk aktivitas-aktivitas
keagamaan. Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa masih banyak orang
mencari Tuhan?
Hal yang paling fenomenal di dunia sains saat ini adalah munculnya
berbagai penelitian tentang masalah spiritual. Misalnya buku “Kecerdasan
Spiritual” Karangan Danah Zohar dan Ian Marshall. Dalam penelitian ini, mereka
melihat bahwa sejak zaman purbakala, di setiap kebudayaan, selalu ada tendensi
untuk ingin berkomunikasi langsung dengan Tuhan atau dewa. Pola budaya
seperti ini terjadi hampir di seluruh dunia hingga saat ini. Pada awal tahun 1990-
an Michael Persinger, neurolog-psikolog asal Kanada, mengalami kehadiran
Tuhan untuk pertama kalinya.
Dr. Persinger menghubungkan kepalanya dengan stimulator magnet
“transendental”, suatu piranti yang mengeluarkan medan magnetik yang kuat dan
berubah-ubah dengan cepat di area kecil jaringan otak. Jika piranti ini digunakan
untuk merangsang berbagai area di korteks motorik otak, otot-otot tertentu akan
berkedut atau anggota badan akan bergerak sendiri. Jika arena korteks visual

3
dirangsang, orang buta sejak lahirpun dapat “melihat”. Dalam percobaan Dr.
Persinger ini, piranti itu dirancang untuk merangsang jaringan lobus temporal,
bagian otak yang berada tepat di bawah pelipis. Dan dia melihat “Tuhan.”
Penelitian Dr. Persinger ini menemukan bahwa ada satu jaringan dalam otak
manusia jika diransang akan menghasilkan pengalaman akan Tuhan. Lobus
Temporal ini yang ada dalam otak manusia selalu berkaitan dengan pengalaman
religius atau spiritual. Maka bagian lobus temporal ini disebut sebagai “Titik
Tuhan” (God Spot) atau “Modul Tuhan” (God Module). God Spot inilah yang
selalu merindukan Tuhan, dan merindukan dunia yang penuh makna dan
kepenuhan spiritual. Kiranya di sanalah ada arti dan makna hidup yang
sesungguhnya. Dan makna hidup itu hanya dapat ditemukan dalam kesatuan
dengan yang ilahi.
Hubungan Badan-Jiwa
Dalam pemahaman St. Agustinus, hubungan badan-jiwa adalah sebuah
misteri besar yang tak dapat dipahami, “Hubungan jiwa dan badan itu begitu
mengherankan, sehingga manusia tidak dapat memahaminya. Padahal ia sendiri
terdiri atas hubungan tersebut”.Misteri hubungan jiwa-badan ini membuat
manusia mencari apa yang menyebabkan itu terjadi. Manusia mengalami
keterbatasan dalam memaknai dan memahami siapa dirinya yang sejati.
Dalam refleksi ini, Agustinus menekankan bahwa jiwa yang berakal budi
yang menyadari eksistensinya dalam kesatuan dengan badan adalah suatu
substansi rohani atau spiritual. Meskipun hubungan badan-jiwa tak terpahami,
namun tak bisa juga ditolak keterhubungan dan kesatuan keduanya. Kesatuan
badan-jiwa menjadi sebuah substansi yang menggerakkan manusia untuk mencari
kepenuhan dalam Allah.

4
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Cara Manusia Menemukan Tuhan :
1. Melalui Penyucian Hati
2. Melalui Kitab Suci
3. Melalui Rasionalitas Akal

B. Saran
Setiap manusia memiliki kepribadian masing-masing sehingga
kepercayaannya juga masing-masing. Begitupun halnya dalam mencari
Tuhan, seseorang mencari Tuhan-nya dengan sendirinya tanpa paksaan dari
pihak manapun.

5
DAFTAR PUSTAKA

http://segiempat.com/tips-dan-cara/umum/pengembangan-diri/cara-manusia-
menemukan-tuhan/
http://novelaoli.blogspot.co.id/2008/12/mengapa-manusia-mencari-
tuhan.html?m=1

6
7

Anda mungkin juga menyukai