Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. PAK (PENYAKIT AKIBAT KERJA)


A. Definisi
Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang timbul oleh atau didapat
pada waktu melakukan pekerjaan. Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja
RI Nomor: PER-01/MEN/1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat
Kerja bahwa yang dimaksud dengan penyakit akibat kerja (PAK) adalah
setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja.
Dalam Keputusan Presiden No. 22 Tahun 1993 terdapat 31 jenis penyakit
akibat kerja, 29 dari 31 jenis penyakit akibat kerja adalah penyakit akibat
kerja yang bersifat internasional; penyakit demikian mengikuti standar
Organisasi Perburuhan Internasional

B. Faktor Faktor penyebab


1. Faktor fisik:
a. Suara yang dapat mengakibatkan tuli akibat kerja
b. Radiasi sinar rontgen atau sinar radioaktif
c. Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan heat stroke (pukulan panas),
kejang panas (heat cramps) atau hiperpireksia (hyperpyrexia),
sedangkan suhu terlalu rendah antara lain menimbulkan frostbite.
d. Tekanan udara tinggi menyebabkan penyakit kaison (caisson disease)
e. Penerangan lampu yang buruk dapat menyebabkan kelainan pada
indera penglihatan atau kesilauan yang memudahkan terjadinya
kecelakaan.
2. Faktor kimia
a. Debu yang menyebabkan pnemokoniosis (pneumoconiosis),
diantaranya silikosis, asbestosis dan lainnya

3
b. Uap yang diantaranya menyebabkan demam uap logam (metal fume
fever), dermatosis (penyakit kulit) akibat kerja.
c. Gas, misalnya keracunan oleh CO
d. Larutan zat kimia yang misalnya menyebabkan iritasi pada kulit;
Awan atau kabut, misalnya racun serangga (insecticides), racun jamur
dan lainnya yang menimbulkan keracunan
3. Faktor biologis, misalnya bibit penyakit antraks atau brusella (brucella)
yang menyebabkan penyakit akibat kerja pada pekerja penyamak kulit.
4. Faktor fisiologis/ergonomis, yaitu antara lain kesalahan konstruksi mesin,
sikap badan yang tidak benar dalam melakukan pekerjaan dan lain-lain
yang dapat menimbulkan kelelahan fisik dan gangguan kesehatan bahkan
lambat laun dapat terjadi perubahan fisik tubuh pekerja atau kecacatan.
5. Faktor mental-psikologis yang terlihat misalnya pada hubungan kerja
atau hubungan industrial yang tidak baik, misalnya dengan timbulnya
depresi atau penyakit psikosomatis.

C. World Health Organization (WHO) membedakan kategori PAK


1. Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan
2. Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan
3. Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara
faktor-faktor penyebab lainnya.
4. Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada
sebelumnya

D. Diagnosis penyakit akibat kerja


Untuk dapat mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja pada individu perlu
dilakukan suatu pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang
diperlukan dan menginterpretasinya secara tepat.
1. Tentukan diagnosis klinisnya
2. Tentukan pajanan yang dialami oleh tenaga kerja selama ini

4
3. Tentukan apakah pajanan tersebut memang dapat menyebabkan penyakit
tersebut
4. Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat
mengakibatkan penyakit tersebut
5. Tentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat
mempengaruhi
6. Cari adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab penyakit
7. Buat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannya

II. MUSKULOSKLETAL DISORDER


A. Definisi Muskuloskeletal Disorders (MSDs)
MSDs merupakan sekelompok kondisi patologis dimana dapat
mempengaruhi fungsi normal dari jaringan halus sistem musculoskeletal
yang mencakup sistem saraf, tendon, otot dan struktur penunjang . Bagian
tubuh yang menjadi fokus pada penelitian ini adalah punggung dan bahu.
Menurut National Institute of Occupational Safety and Health
(NIOSH) dan WHO, MSDs merupakan gangguan yang disebabkan ketika
seseorang melakukan aktivitas kerja dan kondisi pekerjaan yang signifikan
sehingga mempengaruhi adanya fungsi normal jaringan halus pada sistem
Muskuloskeletal yang mencakup saraf, tendon, otot.
MSDs umumnya terjadi tidak secara langsung melainkan
penumpukan-penumpukan cidera benturan kecil dan besar yang
terakumulasi secara terus menerus dalam waktu yang cukup lama.Yang
diakibatkan oleh pengangkatan beban saat bekerja, sehingga menimbulkan
cidera dimulai dari rasa sakit, nyeri, pegal-pegal pada anggota tubuh.
Musculoskeletal disorders merupakan suatu istilah yang memperlihatkan
bahwa adanya gangguan pada sistem musculoskeletal.

B. Gejala MSDs
MSDs ditandai dengan adanya gejala sebagai berikut yaitu : nyeri,
bengkak, kemerah-merahan, panas, mati rasa retak atau patah pada tulang

5
dan sendi dan kekakuan, rasa lemas atau kehilangan daya koordinasi tangan,
susah untuk digerakkan. MSDs diatas dapat menurunkan produktivitas
kerja, kehilangan waktu kerja, menimbulkan ketidakmampuan secara
temporer atau cacat tetap.
Untuk memperoleh gambaran tentang gejala MSDs bisa menggunakan
Nordic Body Map (NBM) dengan cara melihat tingkat keluhan sakit dan
tidak sakit. Dengan melihat dan menganalisa peta tubuh (NBM) sehingga
dapat diestimasi tingkat dan jenis keluhan otot skeletal yang dirasakan oleh
para pekerja.

C. Keluhan MSDs
Munculnya keluhan MSDs pada tubuh buruh angkut dipasar ditandai
dengan adanya gejala-gejala yang dirasakan oleh para buruh. Sedangkan
pengertian keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot
skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan
sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan
dalam waktu yang lama akan menyebabkan keluhan berupa kerusakan
sendi, ligament dan tendon. Secara garis besar keluhan ini dibagi menjadi
dua yaitu keluhan sementara dan keluhan menetap.
1. Keluhan sementara adalah keluhan otot yang terjadi pada saat otot
menerima beban statis, keluhan ini dapat hilang jika melakukan istirahat
dan pembebanan dihentikan sementara.
2. Keluhan menetap adalah keluhan otot yang bersifat menetap walaupun
sudah melakukan pemberhentian pengangkatan beban tetapi rasa sakit
diotot masih muncul. Keluhan otot biasanya terjadi karena kontraksi
otot yang berlebihan yang disebabkan oleh pembebanan saat bekerja
yang terlalu berat dengan durasi yang cukup lama.

D. Jenis-jenis MSDs
Adanya gangguan muskuloskeletal yang diakibatkan oleh cidera pada
saat bekerja yang dipengaruhi oleh lingkungan kerja dan cara bekerja.

6
Sehingga menyebabkan kerusakan pada otot, syaraf, tendon,
persendian.Sedangkan arti gangguan musculoskeletal sendiri adalah
penyakit yang menimbulkan rasa nyeri berkepanjangan. Gangguan
musculoskeletal yang berhubungan dengan pekerjaan dapat terjadi bilamana
ada ketidak cocokan antara kebutuhan fisik kerja dan kemampuan fisik
tubuh manusia.
Jenis-jenis keluhan MSDs pada bagian tubuh dibagi menjadi beberapa
bagian antara lain yaitu:

1. Nyeri Punggung

Penderita akan merasakan otot leher mengalami peningkatan


tegangan dan leher akan merasa kaku. Ini disebabkan karena leher
selalu miring saat bekerja dan peningkatan ketegangan otot. Leher
merupakan bagian tubuh yang perlindungannya lebih sedikit
dibandingkan batang tubuh yang lain. Sehingga leher rentan terkena
trauma atau kelainan yang menyebabkan nyeri pada leher dan gangguan
gerakan terutama bila dilakukan gerakan yang mendadak dan kuat.

Faktor risiko yang dapat menyebabkan nyeri leher pada pekerjaan


dengan aktifitas pergerakan lengan atas dan leher yang berulang-ulang,
beban statis pada otot leher dan bahu, serta posisi leher yang ekstrem
saat bekerja. Pekerjaan yang sebagian besar waktunya selalu duduk
menggunakan komputer juga mempunyai risiko lebih besar untuk
mengalami nyeri leher.

Gejala yang muncul pada saat nyeri leher antara lain rasa sakit
dileher dan terasa kaku, nyeri otot-otot yang terdapat pada leher, sakit
kepala dan migraine. Nyeri leherakan cenderung merasa seperti
terbakar. Nyeri bisa menjalar ke bahu, lengan, dan tangan dengan
keluhan terasa baal atau seperti ditusuk jarum. Nyeri yang tiba-tiba dan
terus menerus dapat menyebabkan bentuk leher yang abnormal, kepala
menghadap ke sisi yang sebaliknya.

7
2. Nyeri bahu
Nyeri bahu hampir selalu didahului dengan munculnya tanda rasa
nyeri pada bahu terutama pada saat melakukan aktifitas gerakan yang
melibatkan sendi bahu sehingga seseorang yang merasakan nyeri pada
bahu merasa ketakutan untuk menggerakkan sendi bahunya.Nyeri bahu
pada pekerja yang dalam aktifitasnya harus mengangkat beban berat,
bukan desebabkan oleh proses degerasi tetapi terjadi bila lengan harus
diangkat sebatas atau melebihi akronion. Posisi tersebut bila berlangsung
secara terus-menerus akan menyebabkan terjadinya iskemia pada tendon.
Tekanan tinggi pada otot bahu akan menyebabkan meningkatnya
aktifitas kontraksi otot dimana dapat mendorong terjadinya peningkatan
pada keduanya yaitu kelelahan otot dan tegangan tendon. Tekanan juga
dihubungkan dengan beban statis pada otot bahu. Gejala yang biasanya
muncul akibat nyeri pada bahu yaitu : nyeri, pembengkakan, gangguan
fungsi, kerusakan jaringan kolagen dan jaringan lunak.
3. Nyeri punggung
Nyeri punggung disebabkan oleh ketegangan otot dan postur tubuh
yang saat mengangkat beban barang dengan posisi salah, beban barang
yang terlalu berlebihan.Sikap punggung yang membungkuk dalam
bekerja, membungkuk sambil menyamping, Posisi duduk yang kurang
baik dan di dukung dengan desain kursi yang buruk, beresiko
menyebabkan penyakit akibat hubungan kerja berupa gangguan
musculoskeletal yang dapat menyebabkan kekakuan dan kesakitan pada
punggung.
Keluhan pada punggung atau keluhan muskuloskeletal merupakan
keluhan pada otot skeletal yang dirasakan dengan intensitas nyeri yang
berbeda-beda, dari nyeri yang ringan sampai nyeri yang sangat sakit.
Nyeri punggung dapat merupakan akibat dari aktifitas kehidupan sehari-
hari khususnya dalam pekerjaan yang berkaitan dengan postur tubuh
seperti mengemudi, pekerjaan yang membutuhkan duduk yang terus
menerus, atau yang lebih jarang nyeri punggung akibat dari beberapa

8
penyakit lain.

E. Upaya pencegahan MSDs


Diperlukan suatu upaya pencegahan untuk meminimalisasi timbulnya
MSDs pada lingkungan kerja.upaya pencegahan tersebut dapat mempunyai
manfaat berupa penghematan biaya, meningkatkan produktivitas serta
kualitas kerja dan meningkatkan kesehatan para karyawan. Berikut upaya
yang bisa dilakukan oleh para pekerja untuk mengurangi risiko terjadinya
kecelakaan kerja yaitu:
1. Peregangan otot sebelum melakukan pekerjaan pada setiap harinya.
2. Posisi sedikit berlutut saat mengambil barang jangan membungkuk.
3. Mencodongkan punggung saat mengangkat beban.

F. Faktor Risiko MSDs

MSDs dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko yang dapat


menyebabkan kejadian cedera yang terdiri dari:

1. Faktor individu
a. Lama kerja
Umumnya dalam sehari seseorang bekerja selama 6-8 jam dan
sisanya 14-18 jam digunakan untuk beristirahat atau berkumpul
dengan keluarga dan berkumpul dengan masyarakat.Adanya
penambahan jam kerja yang dapat menurunkan efisiensi pekerja,
menurunkan produktivitas, timbulnya kelelahan dan dapat
mengakibatkan penyakit dan kecelakaan. Seseorang biasanya bekerja
selama 40-50 jam dalam seminggu.

Menurut Disnaker Lama kerja juga diatur dalam undang-


undang no 13 tahun yang menyatakan bahwa jam kerja yang berlaku
7 jam dalam 1 hari dan 40 jam dalam 1 minggu untuk 6 hari kerja
dalam 1 minggu, 8 jam 1 hari dan 40 jam dalam 1 minggu untuk 5 hari
kerja. menurut pasal 77 ayat 2 dalam undang-undang no 13 tahun

9
2003 menyatakan bahwa jumlah jam kerja secara akumulatif masing-
masing shift tidak diperbolehkan bekerja lebih dari 40 jam dalam
seminggu.

Lama kerja mempunyai hubungan yang kuat dengan keluhan


otot dan dapat meningkatkan resiko gangguan musculoskeletal
disorders terutama untuk jenis pekerjaan dengan menggunakan
kekuatan kerja yang cukup tinggi.
b. Masa kerja
Masa kerja adalah waktu yang dihitung dari pertama kali pekerja
masuk kerja sampai penelitian berlangsung.Penentuan waktu dapat
diartikan sebagai pengukuran kerja untuk mencatat tentang jangka
waktu dan perbandingan kerja yaitu mengenai suatu unsur pekerjaan
tertentu yang dilaksanakan dalam suatu keadaan. Yang berguna untuk
menganalisa keterangan hingga ditemukan.
Waktu yang diperlukan untuk pelaksanaan pekerjaan pada
tingkat prestasi tertentu. Secara umum pekerja dengan masa kerja > 4
tahun memiliki kerentanan untuk munculnya gangguan kesehatan
dibandingkan dengan masa kerja yang < 4 tahun.
Masa kerja merupakan suatu faktor yang dapat mempengaruhi
seseorang mempunyai risiko terkena MSDs terutama pada pekerja
yang menggunakan kekuatan kerja yang tinggi.Dikarenakan masa
kerja mempunyai hubungan dengan keluhan otot. Semakin lama
waktu seseorang untuk bekerja maka seseorang tersebut semakin besar
resiko untuk mengalami MSDs.
Sebuah penelitian di kota Jakarta menyatakan bahwa kelompok
pekerja yang memiliki keluhan MSDs sebanyak 9,4% dengan rata-rata
masa kerja 170,3 bulan (tahun), sedangkan kelompok dengan masa
kerja 82 bulan (7tahun) sebanyak 77,3%. Hal ini menunjukkan bahwa
keluhan MSDs berbanding lurus dengan bertambahnya masa kerja.

10
c. Umur
Pertambahan umur pada masing-masing orang menyebabkan
adanya penurunan kemampuan kerja pada jaringan tubuh (otot,
tendon, sendi dan ligament). Penurunan elastisitas tendon dan otot
meningkatkan jumlah sel mati sehingga terjadi adanya penurunan
fungsi dan kapabilitas otot, tendon, ligament yang akan meningkatkan
respon setres mekanik sehingga tubuh menjadi rentan terhadap MSDs.
Dengan demikian adanya kecenderungan bahwa risiko MSDs
meningkat seiring bertambahnya umur.
Keluhan otot skeletal biasanya dialami seseorang pada usia kerja
yaitu 24-65 tahun. Biasanya Keluhan pertama dialami pada usia 30
tahun dan tingkat keluhan akan meningkat seiring dengan
bertambahnya umur. Pada usia 30 thn terjadi degenerasi berupa
kerusakan jaringan, penggantian jaringan menjadi jaringan parut,
pengurangan cairan. Hal ini menyebabkan stabilitas pada tulang dan
otot berkurang. Semakin tua seseorang, semakin tinggi resiko orang
mengalami penurunan elastisitas pada tulang yang menjadi pemicu
timbulnya gejala keluhan MSDs.
Menurut penelitian di kota Bogor menyatakan bahwa keluhan
MSDs tertinggi dialami oleh kelompok dengan usia 35 tahun keatas
sebanyak 41 orang dengan persentase sebesar 58,6% dan usia kurang
dari 35 tahun terdapat 29 orang mengalami keluhan MSDs dengan
persentase sebesar 41,4%.
d. Status gizi
Berat badan, tinggi badan dan massa tubuh erat kaitannya
dengan status gizi pada seseorang. Gizi kerja adalah gizi yang
diterapkan pada karyawan untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan
jenis dan tempat kerja dengan adanya tujuan dapat meningkatkan
efisiensi dan produktivitas yang tinggi. Status gizi pada seorang
pekerja umur 18 tahun keatas ditandai dengan indeks massa tubuh .
indeks massa tubuh dihitung berdasarkan pada berat badan dan tinggi

11
badan.
Keterikatan antara indeks masa tubuh dengan MSDs yaitu
semakin gemuk seseorang maka akan bertambah besar risiko orang
tersebut untuk mengalami MSDs. Hal ini disebabkan karena seseorang
dengan kelebihan berat badan akan berusaha untuk menopang berat
badan dari dengan cara mengontraksikan otot punggung. Dan jika ini
dilakukan terus menerus dapat menyebabkan adanya penekanan pada
bantalan saraf tulang belakang.

Indeks masa tubuh dapat digunakan sebagai indikator kondisi


status gizi pada pekerja. Dengan menggunakan rumus BB2/TB (berat
badan2/tinggi badan), sedangkan menurut WHO dikategorikan
menjadi tiga yaitu kurus ringan (<17,0), kurus berat (17,0-18,5),
normal (>18,5- 25), gemuk (>25,0-27,0) dan obesitas (>27,0). Kaitan
indeks masa tubuh dengan MSDs adalah semakin gemuk seseorang
maka bertambah besar risiko untuk mengalami MSDs.

Hasil penelitian pada tenaga kerja bongkar muat di pelabuhan


Manado menjelaskan bahwa tidak ada hubungan antara status gizi
dengan keluhan MSDs.
e. Kebiasaan Merokok
Semakin lama dan semakin tingginya frekuensi merokok
seseorang maka semakin tinggi pula tingkat keluhan yang dirasakan.
Meningkatnya keluhan otot ada hubungannya dengan lama dan tingkat
kebiasaan merokok. kebiasaan merokok dibagi menjadi 4 kategori
yaitu kebiasaan merokok berat > 20 batang/hari, sedang 10-20
batang/hari, ringan < 10 batang/hari dan tidak merokok.
Meningkatnya keluhan otot ada hubungan dengan lama dan
tingkat kebiasaan merokok seseorang. Risiko meningkatnya kebiasaan
merokok pada seseorang 20% untuk tiap 10 batang rokok per hari.
mereka yang berhenti merokok selama setahun memiliki risiko MSDs.
Adanya kebiasaan merokok akan menurunkan kapasitas paru-paru,

12
sehingga kemampuan untuk mengkonsumsi oksigen akan menurun.
Jika seseorang dituntut untuk melakukan tugas dengan pengerahan
tenaga, maka akan mudah lelah karena kandungan oksigen didalam
darah rendah dan pembakaran karbohidrat terhambat, sehingga dalam
hal ini terjadi tumpukan asam laktat dan akhirnya menimbulkan rasa
nyeri otot.
Hasil dari penelitian di kota klaten menunjukkan bahwa
kebiasaan merokok ada hubungannya dengan keluhan MSDs yaitu
dengan persentase 19,04% beresiko tinggi dan 54,76% beresiko
sedang. Pekerja yang memiliki kebiasaan merokok lebih berisiko
mengalami keluhan MSDs dibanding dengan pekerja yang tidak
memiliki kebiasaan merokok.

2. Faktor Pekerjaan

a. Beban angkut

Beban angkut adalah ektifitas pekerjaan yang dibebankan


kepada tenaga kerja meliputi beban fisik maupun beban mental.
Akibat beban angkut yang terlalu berat atau kemampuan fisik yang
terlalu lemah dapat mengakibatkan seseorang pekerja menderita
gangguan atau penyakit akibat kerja. Beban angkut fisiologis dapat
didekati dari banyaknya O2 yang digunakan tubuh, jumlah kalori
yang dibutuhkan, nadi kerja/menit, kecepatan penguapan berkeringat.

Beban yang diperbolehkan diangkat pada seseorang menurut


ILO yaitu 23-25 Kg mengangkat suatu beban yang terlalu berat dapat
mengakibatkan diskus pada tulang belakang serta dapat
menyebabkan kelelahan karena adanya peningkatan yang disebabkan
oleh tekanan pada diskus intervertebralis.

13
G. Angkat angkut secara manual (MMH)
Manual Material Handling (MMH) didefinisikan sebagai pekerjaan
yang mempunyai keterikatan dengan mengangkut, mendorong, menarik,
menahan atau memindahkan beban dengan cara dua tangan atau dengan cara
pergerakkan seluruh tubuh. Pekerjaan Manual Material Handling dapat
menyebabkan setres pada kondisi fisik pekerja tersebut sehingga akan
mengakibatkan terjadinya cedera, energi terbuang dan waktu kerja tidak
efisien.
Kegiatan mengangkat dan mengangkut banyak terdapat dilingkungan
pertanian, perkebunan, pasar dan sektor perekonomian lainnya. Di
kehidupan sehari-hari kita juga dapat menemui adanya pekerjaan yang
memindahkan secara manual seperti memindahkan pasien di Rumah Sakit,
memindahkan kotak atau peti, dan lain sebagainya.
Pemindahan material secara manual apabila tidak dilakukan secara
ergonomi maka menimbulkan terjadinya kecelakaan saat bekerja.
Kecelakaan saat bekerja dapat merusak jaringan tubuh yang diakibatkan
oleh beban angkut yang berlebihan atau biasa disebut over exertion lifting
and carrying. Beberapa parameter yang perlu diperhatikan untuk
pemindahan material secara manual yaitu sebagai berikut :
1. Beban yang harus diangkat
2. Perbandingan yang harus diangkat
3. Jarak horizontal dari beban terhadap orangnya
4. Ukuran beban yang akan diangkat

III. HIRARC
A. Bahaya
Bahaya atau hazard adalah suatu sumber yang berpotensi
menimbulkan kerugian baik berupa luka-luka terhadap manusia, penyakit,
kerusakan properti, lingkungan atau kombinasinya (frank bird-loss control
management). Sedangkan menurut OHSAS 18001 hazard adalah sumber,
situasi atau tindakan yang berpotensi menimbulkan kerugian dalam hal

14
luka-luka atau penyakit terhadap manusia.
Bahaya adalah segala sesuatu termasuk situasi atau tindakan yang
berpotensi menimbulkan kecelakaan atau cidera pada manusia, kerusakan
atau gangguan lainnya. Oleh karena itu, diperlukan pengendalian yang tepat
agar bahaya tersebut tidak menimbulkan akibat yang merugikan. Bahaya
merupakan sifat yang melekat (inherent) dan menjadi bagian dari suatu zat,
sistem, kondisi atau peralatan. Bahaya dapat diklasifikasikan menjadi dua
yaitu :

1. Bahaya Keselamatan Kerja (Safety Hazard)

Bahaya keselamatan kerja merupakan bahaya yang


berdampak pada timbulnya kecelakaan kerja yang dapat
menyebabkan luka (injury), cacat hingga kematian serta
kerusakan property. Dampak yang ditimbulkan bersifat akut. Jenis
bahaya keselamatan kerja dapat diklasifikasikan menjadi :

a. Bahaya mekanis, yaitu bersumber dari peralatan mekanis atau


benda bergerak baik secara manual maupun dengan penggerak.
Gerakan mekanis ini dapat menimbulkan cedera atau kerusakan
seperti tersayat, terpotong, terjatuh, terjepit dan terpeleset
b. Bahaya elektrik, yaitu sumber bahaya yang berasal dari energi
listrik yang dapat mengakibatkan berbagai bahaya seperti
kebakaran, sengatan listrik dan hubungan singkat.
c. Bahaya kebayakaran dan peledakan, yaitu bahaya yang berasal
dari bahan kimia yang bersifat flammable dan explosive
2. Bahaya Kesehatan Kerja (Health Hazard)

Bahaya kesehatan kerja merupakan bahaya yang


mempunyai dampak terhadap kesehatan manusia dan penyakit
akibat kerja. Dampak yang ditimbulkan bersifat kronis. Jenis
bahaya kesehatan kerja dapat diklasifikasikan menjadi :

a. Bahaya fisik, antara lain yaitu kebisingan, getaran, radiasi,

15
suhu ekstrim dan pencahayaan
b. Bahaya kimia, mengandung berbagai potensi bahaya sesuai
dengan sifat dan kandungannya. Bahaya yang dapat
ditimbulkan seperti keracunan dan iritasi
c. Bahaya biologi, yaitu bahaya yang berkaitan dengan makhluk
hidup seperti bakteri, virus, dan jamur
d. Bahaya ergonomik, antara lain yaitu manual handling, postur
janggal, dan repetitive movement
e. Bahaya psikologi, antara lain yaitu beban kerja berat, hubungan
dan kondisi kerja yang tidak nyaman
B. Risiko
Menurut AS/NZS 4360:2004, risiko adalah peluang terjadinya sesuatu
yang akan mempunyai dampak terhadap sasaran, diukur dengan hukum
sebab akibat. Risiko diukur berdasarkan nilai probability dan
consequences. Konsekuensi atau dampak hanya akan terjadi bila ada
bahaya dan kontak atau exposure antara manusia dengan peralatan
ataupun material yang terlibat dalam suatu interaksi. Formula yang
digunakan dalam melakukan perhitungan risiko adalah :
Risk = Probability x Eksposure x Consequences

Menurut Soehatman Ramli (2010), risiko yang dihadapi oleh


suatu organisasi atau perusahaan dipengaruhi oleh berbagai faktor
baik dari dalam maupun dari luar. Oleh karena itu, risiko dalam
organisasi sangat beragam sesuai dengan sifat, lingkup, skala, dan
jenis kegiatannya antara lain yaitu :

1. Risiko finansial (financial risk)


Setiap organisasi atau perusahaan mempunyai risiko
finansial yang berkaitan dengan aspek keuangan. Ada berbagai
risiko finansial seperti piutang macet, perubahan suku bunga, nilai
tukar mata uang dan lain-lain. Risiko keuangan ini harus dikelola

16
dengan baik agar organisasi tidak mengalami kerugian atau bahkan
sampai gulung tikar.
2. Risiko pasar (market risk)
Risiko pasar dapat terjadi terhadap perusahaan yang
produknya dikonsumsi atau digunakan secara luas oleh masyarakat.
Setiap perusahaan mempunyai tanggung jawab terhadap produk dan
jasa yang dihasilkannya. Perusahaan wajib menjamin bahwa produk
barang atau jasa yang diberikan aman bagi konsumen. Dalam
Undang-undang No. 8 tahun 1986 tentang Perlindungan Konsumen
memuat tentang tanggung jawab produsen terhadap produk dan jasa
yang dihasilkannya termasuk keselamatan konsumen atau produk
(product safety atau product liability).
Perusahaan harus memperhitungkan risiko pasar seperti
adanya penolakan terhadap produk atau mungkin tuntutan hukum
dari masyarakat konsumen atau larangan beredarnya produk
dimasyarakat oleh lembaga yang berwenang. Risiko lain yang
berkaitan dengan pasar dapat berupa persaingan pasar. Dalam era
pasar terbuka kosumen memiliki kebebasan untuk memilih produk
atau jasa yang disukainya dan sangat kritis terhadap mutu, harga,
layanan dan jaminan keselamatannya. Setiap produk yang bersaing
di pasar bebas menghadapi risiko untuk ditinggalkan konsumen.
3. Risiko alam (natural risk)
Bencana alam merupakan risiko yang dihadapi oleh siapa saja
dan dapat terjadi setiap saat tanpa bisa diduga waktu, bentuk dan
kekuatannya. Bencana alam dapat berupa angin topan atau badai,
gempa bumi, tsunami, tanah longsor, banjir, dan letusan gunung
berapi. Disamping korban jiwa, bencana alam juga mengakibatkan
kerugaian materil yang sangat besar yang memerlukan waktu
pemulihan yang lama.
Di Indonesia, bencana alam merupakan ancaman serius bagi
setiap usaha atau kegiatan. Indonesia berada di pertemuan lempeng

17
yang meningkatkan risiko terjadinya gempa. Indonesia berada di
antara dua benua dan dua lautan luas yang berpengaruh terhadap
pola cuaca dan iklim. Indonesia juga memiliki rantai gunung berapi
yang masih aktif. Oleh karena itu, faktor bencana alam harus
diperhitungkan sebagai risiko yang dapat terjadi setiap saat.
4. Risiko operasional
Risiko dapat berasal dari kegiatan operasional yang
berkaitan dengan bagaimana cara mengelola perusahaan yang baik
dan benar. Perusahaan yang memiliki sistem manajemen yang
kurang baik mempunyai risiko untuk mengalami kerugian. Risiko
operasional suatu perusahaan tergantung dari jenis, bentuk dan
skala bisnisnya masing-masing. Yang termasuk kedalam risiko
operasional antara lain yaitu :
a. Ketenagakerjaan
Tenaga kerja merupakan asset paling berharga dan menentukan
dalam operasi perusahaan. Pada dasarnya perusahaan telah
mengambil risiko yang berkaitan dengan ketenagakerjaan
ketika perusahaan memutuskan untuk menerima seseorang
bekerja. Perusahaan harus membayar gaji yang memadai bagi
pekerjanya serta memberikan jaminan sosial yang diwajibkan
menurut perundangan. Di samping itu perusahaan juga harus
memberikan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja
serta membayar tunjangan jika tenaga kerja mendapat
kecelakaan.Tenaga kerja merupakan salah satu unsur yang dapat
memicu atau menyebabkan terjadinya kecelakaan atau
kegagalan dalam proses produksi. Mempekerjakan pekerja
yang tidak terampil, kurang pengetahuan, lalai dapat
menimbulkan risiko yang serius terhadap keselamatan.
b. Teknologi
Aspek teknologi di samping bermanfaat untuk meningkatkan
produktivitas juga mengandung berbagai risiko. Penggunaan

18
mesin modern misalnya dapat menimbulkan risiko kecelakaan
dan pengurangan tenaga kerja. Teknologi juga bersifat dinamis
dan terus berkembang dengan inovasi baru. Perusahaan yang
buta terhadap perkembangan teknologi akan mengalami
kemunduran dan tidak mampu bersaing dengan perusahaan lain
yang menggunakan teknologi yang lebih baik. Penerapan
teknologi yang lebih baik oleh pesaing akan mempengaruhi
produk, biaya dan kualitas yang dihasilkan sehingga dapat
menjadi ancaman bagi perusahaan. Oleh karena itu, pemilihan
dan penggunaan teknologi harus mempertimbangkan dampak
risiko yang ditimbulkan.
c. Risiko K3
Risiko K3 adalah risiko yang berkaitan dengan sumber bahaya
yang timbul dalam aktivitas bisnis yang menyangkut aspek
manusia, peralatan, material dan lingkungan kerja. Umumnya
risiko K3 dikonotasikan sebagai hal yang negatif (negatif
impact) seperti :
1) Kecelakaan terhadap tenaga kerja dan asset perusahaan
2) Kebakaran dan peledakan
3) Penyakit akibat kerja
4) Kerusakan sarana produksi
5) Gangguan operasi
Menurut data kecelakaan di Indonesia, pada tahun
2007 terjadi 89.000 kecelakaan kerja pada seluruh perusahaan
yang menjadi anggota Jamsostek yang meliputi 7 juta pekerja.
Salah satu upaya untuk mengendalikan risiko K3 adalah
dengan menerapakan sistem manajemen K3 dengan salah satu
aspeknya adalah melalui identifikasi bahaya dan penilaian risiko
yang diimplementasikan di berbagai perusahaan.

19
5. Risiko keamanan (security risk)
Masalah keamanan dapat berpengaruh terhadap kelangsungan
usaha atau kegiatan suatu perusahaan seperti pencurian asset
perusahaan, data informasi, data keuangan, formula produk, dll. Di
daerah yang mengalami konflik dan gangguan keamanan dapat
menghambat atau bahkan menghentikan kegiatan
perusahaan.Risiko keamanan dapat dikurangi dengan menerapkan
sistem manajemen keamanan dengan pendekatan manajemen
risiko. Manajemen keamanan dimulai dengan melakukan
identifikasi semua potensi risiko keamanan yang ada dalam
kegiatan bisnis, melakukan penilaian risiko dan selanjutnya
melakukan langkah pencegahan dan pengamanannya.
6. Risiko sosial
Risiko sosial adalah risiko yang timbul atau berkaitan
dengan lingkungan sosial dimana perusahaan beroperasi. Aspek
sosial budaya seperti tingkat kesejahteraan, latar belakang budaya
dan pendidikan dapat menimbulkan risiko baik yang positif
maupun negatif. Budaya masyarakat yang tidak peduli terhadap
aspek keselamatan akan mempengaruhi keselamatan operasi
perusahaan.

C. Tindakan Pengendalian Hazard


Pengendaian adalah proses, peraturan, alat, pelaksanaan atau tindakan
yang berfungsi untuk meminimalisir efek negatif atau meningkatkan
peluang positif. Tidakan pengendalian terhadap bahaya yang ada harus
dilakukan sesuai dengan hierarki pengendalian. Hierarki pengendalian
bahaya yaitu :
1. Eliminasi
Eliminasi merupakan langkah pengendalian yang paling baik untuk
dapat mengendalikan paparan. Risiko dapat dihindarkan dengan
menghilangkan sumbernya. Jika sumber bahaya dihilangkan maka

20
risiko yang akan timbul dapat dihindarkan.
2. Substitusi
Subtitusi adalah mengganti bahan, alat atau cara kerja dengan yang
lain sehingga kemungkinan kecelakaan dapat ditekan. Sebagai
contoh penggunaan bahan pelarut yang bersifat beracun diganti
dengan bahan lain yang lebih aman dan tidak berbahaya.
3. Pengendalian engineering
Pengendalian engineering dapat merubah jalur transmisi bahaya atau
mengisolasi dari bahaya. Pengendalian engineering antara lain yaitu
:
a. Isolasi, yaitu sumber bahaya diisolir dengan penghalang
(barrier) agar tidak dapat memajan pekerja
b. Pengendalian jarak, prinsip dari pengendalian ini yaitu dengan
menjauhkan jarak antara sumber bahaya dengan pekerja
c. Ventilasi, cara ini merupakan cara yang paling efektif untuk
mengurangi kontaminasi udara
4. Pengendalian admistratrif
Prinsip dari pengendalian ini adalah untuk mengurangi kontak antara
penerima dengan sumber bahaya. Contoh pengendalian
administrative yaitu :
a. Rotasi dan penenpatan pekerja, cara ini dilakukan untuk
mengurangi paparan yang diterima pekerja dengan membagi
waktu kerja dengan pekerja yang lain. Penempatan pekerja
terkait dengan masalah kemampuan seseorang untuk
melakukan pekerjaan
b. Perawatan secara berkala terhadap peralatan penting untuk
meminimalkan penurunan performance dan memperbaiki
kerusakan secara lebih dini.
c. Monitoring, yaitu untuk memonitor efektivitas pengendalian
yang sudah dilakukan.

21
5. Training
Training dilakukan untuk meningkatkan kemampuan dan
pengetahuan pekerja sehingga pekerja dapat bekerja dengan lebih
aman.
6. Alat Pelindungan Diri
Tujuan dari penggunaan APD adalah untuk mengurangi
dampak/keparahan resiko dari suatu bahaya yang memajan tubuh
manusia/pekerja.

IV. ERGONOMI RISK ASSESMENT


A. Definisi
Ergonomi ialah studi tentang tingkah laku dan aktifitas manusia yang
bekerja dengan menggunakan mesin atau peralatan mekanik dan listrik.
Dengan perkataan lain, ergonomi ialah studi mengenai hubungan antara
manusia dengan mesin, berdasarkan data yang diperoleh dari bidang
engineering, biomekanika, fisiologi, antropologi dan psikologi. Tugas ahli
ergonomi ialah merencanakan atau memperbaiki tempat kerja, perlengkapan
dan prosedure kerja para pekerja guna menjamin keamanan, kesehatan dan
keberhasilan perorangan maupun organisasi secara efisien. (Zuljasri Albar,
Musculoskeletal Disorders Akibat Kerja, 2003).
Menurut NIOSH, sering disebut dengan “Human Factor
Engineering”, didefinisikan sebagai penerapan ilmu pengetahuan yang lebih
menitik beratkan rancangan fasilitas peralatan, perkakas dengan peruntukan
tugas yang sesuai dengan bentuk karakteristi, anatomi, fisiologi,
biomekanik, persepsi serta sikap kebiasaan manusia. Dari definisi diatas,
terlihat pada ergonomi terdapat 3 aspek utama, yaitu; anthropometry, bio
mechanic, dan safety behavior.
Ergonomi adalah praktek dalam mendisain peralatan dan rincian
pekerjaan sesuai dengan kapabilitas pekerja dengan tujuan untuk mencegah
cidera pada pekerja.(OSHA, 2003).
Ergonomi menurut IEA (International Ergonomic Association) adalah

22
suatu studi anatomi, fisiologi, psikologi, dan aspek-aspek manusia dalam
lingkungan kerja yang berkenan dengan efisiensi, kesehatan, keselamatan
serta kenyamanan orang- orang yang dipekerjakan, di rumah maupun saat
mereka memainkan peranannya.

B. Aplikasi Ergonomi
Aplikasi penerapan ergonomi sebagai berikut: (Pusat Kesehatan Kerja
Depkes RI)
1. Posisi kerja terdiri dari posisi duduk dan berdiri, posisi duduk dimana
kaki tidak terbebani dengan berat tubuh dan posisi stabil selama bekerja.
Sedangkan posisi berdiri dimana posisi tulang belakang vertikal dan berat
badan bertumpu secara seimbang pada dua kaki.
2. Proses kerja, para pekerja dapat menjangkau peralatan kerja sesuai
dengan posisi waktu bekerja dan sesuai dengan ukuran antropometrinya.
Harus dibedakan ukuran antropometri barat dan timur.
3. Tata letak tempat kerja, display harus jelas terlihat pada waktu
melakukan aktifitas kerja. Sedangkan simbol yang berlaku secara
internasional lebih banyak digunakan dari pada kata-kata.
4. Mengangkat beban, bermacam-macam cara dalam mengangkat beban
yakni dengan kepala, bahu, tangan, punggung dan lain sebagainya. Beban
yang terlalu berat dapat menimbulkan cedera tulang punggung, jaringan
otot, dan persendian akibat gerakan yang berlebihan.
a. Menjinjing beban
Beban yang diangkat tidak melebihi aturan yang ditetapkan oleh ILO,
adalah
Jenis kelamin Berat beban
Laki-laki dewasa 40 kg
Wanita dewasa 15-20 kg
Laki-laki (16-18) 15-20 kg
Wanita (16-18) 12-15 kg

23
b. Organisasi kerja
Pekerjaan harus diatur dengan berbagai cara :
1) Alat bantu mekanik
2) Frekuensi pergerakan diminimalisasi
3) Jarak mengangkat beban dikurangi
4) Dalam membawa beban perlu diingat bidangnya tidak licin dan
mengangkat tidak terlalu tinggi.
5) Prinsip ergonomi yang relavan bisa diterapkan.
c. Metode mengangkat beban
Semua pekerja harus diajarkan mengangkat beban. Metode kinetik
dari pedoman penanganan harus dipakai yang didasarkan pada dua
prinsip:
1) Otot lengan lebih banyak digunakan dari pada otot punggung
2) Untuk memulai gerakan horizontal maka digunakan momentum
berat badan
Metode ini termasuk lima faktor dasar :
1) Posisi kaki yang benar
2) Punggung kuat dan kekar
3) Posisi lengan dekat dengan tubuh
4) Mengangkat dengan benar
5) Menggunakan berat badan
d. Supervisi medis
Semua pekerja secara kontinyu harus mendapat supervisi medis
teratur, yaitu :
1) Pemeriksaan sebelum bekerja untuk menyesuaikan dengan beban
kerjanya.
2) Pemeriksaan berkala untuk memastikan pekerja sesuai dengan
pekerjaannya dan mendeteksi bila ada kelainan.
3) Nasehat harus diberikan tentang hygiene dan kesehatan,
khususnya pada wanita muda dan yang sudah berumur.

24
C. Prinsip Ergonomi
Memahami prinsip ergonomi mempermudah evaluasi setiap
tugas/pekerjaan, meskipun ilmu pengetahuan dalam ergonomi terus
mengalami kemajuan dan teknologi yang digunakan dalam pekerjaan
tersebut terus berubah. Prinsip ergonomi adalah pedoman dalam
menerapkan ergonomi di tempat kerja, dalam prinsip itu terdapat 12 prinsip
yaitu: (Macleod, 1999).
1. Bekerja dalam posisi atau postur normal
2. Mengurangi beban berlebihan
3. Menempatkan peralatan agar selalu berada dalam jangkauan
4. Bekerja sesuai dengan ketinggian dimensi tubuh
5. Mengurangi gerakan berulang dan berlebihan
6. Minimalisasi gerakan statis
7. Minimalisasikan titik beban
8. Mencakup jarak ruangan
9. Menciptakan lingkungan kerja yang nyaman (tidak bising, suhu
lingkungan normal, pencahayaan baik dan lain-lain)
10. Melakukan gerakan, olah raga dan peregangan saat bekerja
11. Membuat agar display dan contoh mudah dimengerti
12. Mengurangi stress.

D. Program Ergonomi
Program ergonomi adalah metode yang sistematis untuk mencegah,
mengevaluasi dan mengatur pekerjaan yang dihubungkan dengan
muskuloskeletal disorders (MSDs). Empat elemen dalam program ergonomi
yaitu:
1. Analisis tempat kerja
Mengidentifikasi pekerjaan dan area kerja (work station) yang mungkin
mengandung bahaya MSDs, faktor risiko dan penyebab faktor risiko.
2. Pencegahan dan pengendalian bahaya
a. Pengendalian engineering : desain area kerja, worksurface, seating.

25
b. Pengendalian work practice : training metode kerja, rotasi kerja.
c. Alat pelindung diri
3. Manajemen kesehatan
Tujuan medical management :
a. Mempromosikan pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja
b. Mengidentifikasi gejala-gejala yang terjadi
c. Menjamin evaluasi dan treatment yang tepat terhadap pekerja yang
cidera
d. Menjamin keamanan dan waktu untuk bekerja kembali bagi pekerja
yang cidera
e. Mengurangi kerugian langsung dari kecelakaan dan penyakit akibat
kerja
f. Mengurangi kerugian tidak langsung dari kecelakaan dan penyakit
akibat kerja dengan memelihara produktifitas
4. Pelatihan dan Pendidikan
Pelatihan dan pendidikan mengenai gejala, faktor risiko dan penyebab
potensial, dan bagaimana untuk melaporkan faktor risiko pada tim
ergonomi

26
E. Ergonomic Risk Factor
Ergonomic risk factor adalah sebuah alat, karakteristik atau eksposur yang
dapat menyebabkan atau berkontribusi pada kerusakan muskuleskeletal.
Umumnya, dua atau lebih faktor risiko pada waktu yang bersamaan dapat
meningkatkan risiko kejadian. Penilaian pada ERA, sebagai berikut :
1. Awkward posture
2. Forceful and sustained exertions
3. Repetitive motion
4. Static and sustained posture
5. Vibration
6. Contact stress
7. Environmental risk factors

V. CHEMICAL RISK ASSESMENT


A. Definisi
Bahaya kimia, mengandung berbagai potensi bahaya sesuai dengan
sifat dan kandungannya. Bahaya yang dapat ditimbulkan seperti keracunan
dan iritasi. Bahan kimia yang sering di gunakan pada instalasi londri RS
adalah Klorin.
Manfaat dan Bahaya Klorin bagi manusia. Klorin adalak unsur
halogen yang sangat reaktif. Meski kereaktifannya masih jauh di bawah
fluorin tapi dibandingkan unsur-unsur halogen yang lain klorin lebih
reaktif. Klorin adalah unsur kimia yang dapat kita temui sehari-hari dalam
bentuk garam dapur. klorin banyak sekali manfaatnya, namun begitu
klorin juga sangat berbahaya dan dapat merusak lingkungan. Karena itu
dalam menggunakan klorin sebaiknya dipertimbangkan dulu manfaat dan
bahayanya bagi kesehatan dan lingkungan. Berikut ini beberapa manfaat
dan bahaya penggunaan klorin.

27
B. Manfaat Klorin bagi kesehatan
Klorin yang dikenal dengan kaporit atau dalam bentuk gas klor
merupakan bahan antiseptik ataudisinfektan yang dapat membunuh kuman,
virus dan bakteri. Klorin adalah bahan utama yang digunakan dalam proses
klorinasi air minum.
C. Dampak Klorin bagi Kesehatan

Klorin dalam bentuk produk kimia buatan menimbulkan dampak


terhadap lingkungan, seperti penipisan lapisan ozon dan pemanasan global.
Selain berdampak pada kesehatan, senyawa klorin juga menimbulkan dampak
terhadap lingkungan, baik berupa produk maupun limbah yang dihasilkan.
Senyawa klorin juga dapat disebabkan dari pembakaran sampah dan
kebocoran klorin dalam proses industri. Seiring dengan meningkatnya
perhatian terhadap lingkungan dan perkembangan teknologi peralatan analisis,
dampak-dampak klorin terhadap lingkungan mulai diketahui, misalnya saja
klorin yang digunakan sebagai desinfektan ternyata juga bereaksi dengan
senyawa-senyawa organik yang terdapat di dalam air Selain itu terbentuknya
senyawa organoklorin lain secara tidak sengaja dari proses pembakaran
senyawa yang berbasis klorinat hidrokarbon, berdampak negatip terhadap
lingkungan.

Selain memiliki banyak manfaat, ternyata klorin juga sangat berbahaya


bagi kesehatan dan kelestarian lingkungan. Hal ini disebabkan karena klorin
sangat reaktif dan dapat bereaksi dengan segala jenis unsur untuk membentuk
senyawa baru. Senyawa baru yang terbentuk antara lain adalah organoklorin
yang bersifat toksik dan mempunyai efek karsinogenik.

28

Anda mungkin juga menyukai