Bab I

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bell’s palsy merupakan kelemahan atau kelumpuhan saraf perifer wajah (nervus
fasialis) secara akut pada sisi sebelah wajah. Bell’s palsy merupakan kasus terbanyak dari
kelumpuhan akut perifer wajah unilateral di dunia. Insidensi dari penyakit ini sebesar 20-
30 kasus dari 100.000 orang. Penyakit ini menempati porsi sebesar 60-70% dari seluruh
kasus kelumpuhan perifer wajah unilateral (Murthy & Saxena, 2011). Data yang
dikumpulkan dari 4 buah Rumah sakit di Indonesia menunjukkan bahwa frekuensi Bell’s
palsy sebesar 19,55 % dari seluruh kasus neuropati (Sabirin, 1990).

Kelumpuhan saraf wajah pada Bell’s palsy tidak diketahui dengan pasti penyebabnya
hingga saat ini. Kondisi ini menyebabkan ketidakmampuan penderita menggerakkan
separuh wajahnya secara sadar pada sisi yang sakit. Hal ini di luar sistem saraf pusat
tanpa disertai adanya penyakit neurologis lainnya (Baugh et al, 2013). Penyakit ini dapat
terjadi pada semua umur, dan setiap saat tidak didapatkan perbedaan insidensi antara
iklim panas maupun dingin. Meskipun begitu pada beberapa penderita didapatkan
riwayat terkena udara dingin, baik kendaraan dengan jendela terbuka, tidur di lantai, atau
bergadang sebelum menderita penyakit ini (Suprayanti, 2008).

Terapi yang dilakukan selama ini adalah untuk meningkatkan fungsi saraf wajah dan
proses penyembuhan. Manajemen terapi yang digunakan akan sangat terkait dengan
struktur anatomi dan fungsi serta kelainan yang berhubungan dengannya. Terapi yang
dianjurkan saat ini ialah pemberian prednison, fisioterapi dan kalau perlu operasi.
Penanganan yang di berikan sedini mungkin sangat di perlukan untuk mengembalikan
fungsi otot-otot wajah, dan mengembalikan penampilan (Baugh et al, 2013).

1
1.2 Tujuan
Tujuan penyusunan laporan ini adalah untuk melatih keterampilan klinis dan
komunikasi dalam menangani kasus penyakit Bell’s palsy.

1.3 Manfaat
Manfaat penyusunan laporan ini adalah sebagai media pembelajaran dan evaluasi
terhadap aspek kedokteran dalam penanganan penyakit Bell’s palsy.

Anda mungkin juga menyukai