Anda di halaman 1dari 7

TUGAS FARMAKOKINETIKA KLINIK

FARMAKOGENOMIK

Disusun Oleh :

Nurislamiah

(170105050)

PRODI S1 FARMASI

UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA PURWOKERTO

2019
A. Tinjauan Pustaka
Berdasarkan perbedaan sifat-sifat fisiknya, secara antropologis manusia digolongkan
dalam berbagai suku dan ras. Penggolongan ini didasarkan atas perbedaan parameter
morfologis yang antara lain terdiri dari warna kulit, warna dan tekstur rambut, tinggi badan,
bentuk raut muka, bentuk hidung, dan sebagainya yang membedakan suku-suku tertentu
dengan suku lainnya. Dalam pendekatan secara genomik, perbedaan-perbedaan morfologis
tersebut ternyata disebabkan oleh adanya beberapa gen yang bertanggung jawab terhadap
perbedaan fenotip dari masing-masing etnik.

Keterlibatan gen dan protein di dalam perjalanan penyakit dan respon tubuh terhadap obat
telah lama menjadi perhatian para praktisi baik dalam bidang kedokteran maupun dalam
bidang farmasi. Farmakogenomik merupakan salah satu bidang ilmu yang diyakini dapat
menjelaskan bahwa adanya perbedaan respon dari setiap individu terhadap obat yang diberikan
sangat erat kaitannya dengan perbedaan genetik dari masing-masing individu tersebut.
Semakin banyak informasi yang diketahui tentang peranan genetik dalam respon obat
khususnya pada tingkat molekuler akan membantu para peneliti dalam pengembangan obat.
Untuk itu dibutuhkan suatu perangkat yang mampu mengidentifikasi suatu marker tertentu
yang dapat memperkirakan terjadinya respon negatif atau respon positif dalam pengembangan
obat yang didasarkan pada pendekatan teknologi genom tersebut.

Farmakogenomik berakar dari farmakogenetik, suatu bidang ilmu yang telah dikenal lebih
dari 50 th yang lalu. Farmakogenomik mencakup studi mengenai keseluruhan genom manusia,
sementara genetik merupakan studi mengenai gen individual. Farmakogenomik mengamati
respon obat terhadap keseluruhan genom, sedangkan farmakogenetik mengidentifikasi
interaksi antara obat dan gen individual.

Farmakogenomik mencari korelasi yang belum terungkap antara pola-pola genom


dengan manifestasi klinis. Sebuah korelasi yang jika terungkap akan dapat memberikan
kemudahan bagi para dokter dan ahli farmasi untuk membuat keputusan yang tepat dan
rasional serta menurunkan angka probabilitas kesalahan pemberian obat, kesalahan dosis
maupun ADR (adverse drug reaction) karena penggunaan metode trial-and-error.Metode trial-
and-error dengan pendekatan one-drug-fits-all yang dilakukan dalam penatalaksanaan pasien
seringkali memberikan hasil yang tidak efektif dan efisien, membuang waktu, tingginya biaya
yang dikeluarkan, dan yang terpenting, gagalnya terapi. Analisis farmakogenomik membantu
mengidentifikasi pasien yang memetabolisme obat tertentu secara abnormal. Penderita seperti
ini umumnya memetabolisme suatu obat tertentu dengan cepat sehingga tidak berefek terapi
(terhadap sistem yang dituju).

Respons yang berbeda-beda inilah yang dipelajari dalam ilmu farmakogenomik dan
farmakogenetik sebagai bagian dari perkembangan ilmu biologi molekuler. Saat ini telah
ditemukan dalam sejumlah populasi di Indonesia yang tidak memiliki enzim tertentu di
hatinya. Enzim ini berfungsi untuk mengkonjugasikan obat tertentu. Berdasarkan hal itu,
dianggap perlu adanya pemilihan pengobatan secara khusus (fungsi farmakogenomik) dengan
variasi 15-50% populasi. Meski demikian, sistem “pengobatan individual” tidak hanya untuk
kuratif, tetapi juga preventif. Dengan data gen yang sudah dikumpulkan, bisa diketahui
seseorang atau suatu populasi berisiko atau tidak terhadap penyakit tertentu. Kalau ternyata
dari data genetik tersebut misalnya seseorang rentan terhadap penyakit jantung atau kanker
usus besar, maka sejak dini individu bersangkutan sudah bisa diingatkan agar mengatur pola
makan maupun aktivitas fisiknya. Di Amerika Serikat, menurut Penelope Manasco, wakil
president First Genetik Trust,

Illinois yang menangani data genetik dan bioinformatik, saat ini efektifitas obat dalam
penatalaksanaan pasien berada dalam range 30-50%. Hal ini suatu hal yang mengkhawatirkan
untuk obat tertentu seperti berbagai macam antidepresi dimana pemilihan obat yang tepat
memakan waktu 6 -12 bulan. Dengan harapan ilmu farmakogenomik, probabilitas
keefektifitasan obat akan dapat meningkat menjadi 70-80%. Variasi genetik dapat timbul
karena adanya mutasi, delesi, inversi.

Ginjal merupakan organ vital yang berperan dalam mempertahankan kestabilan biologis
dalam tubuh. Ginjal berperan penting dalam pengaturan cairan tubuh, keseimbangan elektrolit,
pengeluaran hasil metabolit dan eksresi obat dari dalam tubuh (Shargel, Wu-Pong & Yu,
2005). Berdasarkan hal tersebut, diperlukan perhatian yang cukup besar agar organ tersebut
tetap berfungsi dengan baik. Terdapat dua macam istilah umum gagal ginjal yaitu gagal ginjal
akut dan gagal ginjal kronik. Gagal ginjal akut, terjadinya penurunan fungsi ginjal secara tiba–
tiba yang dapat disebabkan oleh kerusakan, sirkulasi yang buruk atau penyakit ginjal lainnya
(Frizzell, 2001). Gagal ginjal kronik merupakan penurunan fungsi yang progresif selama
beberapa bulan hingga bertahun-tahun yang ditandai berubahnya bentuk serta fungsi dari ginjal
normal secara bertahap (Joy, Kshirsagar &Franceschini, 2008). Sebagian besar obat yang larut
air dieksresikan dalam jumlah tertentu dalam bentuk utuh melalui ginjal. Dosis obat– obat
tersebut, terutama yang memiliki kisar terapetik sempit (narrow therapeutic window drugs)
butuh penyesuaian yang hati–hatiapabila diresepkan pada pasien dengan fungsi ginjal menurun
(Baeur,2006). Akumulasi kadar obat dalam plasma dapat terjadi dan level toksik minimum
dapat terlewati apabila dosis tidak dihitung berdasarkan fungsi ginjal pasien.

Sebagian besar obat juga memiliki efek merusak ginjal (nefrotoksik), Henny L., et al. J.
Sains Tek. Far., 16(2), sehingga dosisnyajuga harus disesuaikan pada pasien yang mengalami
penurunan fungsi ginjal (Hewlet, 2004). Strategi penyesuaian dosis pada pasien gagal ginjal
dapat membantu dalam terapi obat individu dan dapat mencegah penurunan kualitas hidup
pasien lebih lanjut (Falconnier etal.,2001). Metode yang direkomendasikan dalam mengatur
penyesuaian dosis adalah dengan mengurangi dosis, memperpanjang interval dosis atau
kombinasi keduanya (Munar & Singh, 2007)

B. Contoh Kasus
1. Farmakokinetik Aminoglikosida Pada Pasien Gangguan Ginjal

Klirens renal ↓ klirens obat↓ AUC ↑ T1/2 memanjang


Penyesuaian dosis

2. Perhitungan Dosis
Cockroft-Gault ClCr = (140 - Umur) x BB Kg
72 x Scr
Contoh soal

Nama : Tn Ms
Umur : 50 tahun
Diagnosa : Pneumonia
BB : 70 kg
TB : 5 kaki 10 inci
Kreatinin : 3,5 mg/dL stabil

Farmakokinetik Gentamisin

 Absorbsi: IM: cepat dan lengkap; oral: buruk


 Distribusi: Lebih utama ke cairan ekstraseluler, bersifat hidrofilik
 Protein binding < 30%
 T ½ eliminasi: dewasa 1,5 – 3 jam; pada ESRD 36 – 70 jam
 T maks IM: 30 – 90 menit; IV 30 menit setelah diinfus selama 30 menit
 Ekskresi: urin dalam bentuk tidak berubah

Perhitungan ClCr

• Cockroft-Gault

ClCr = (140-Umur) x BB Kg

72 x Scr

ClCr = (140-50) x 70 Kg

72 x 3,5 mg/dL

ClCr = 90 x 70 Kg

252

ClCr = 25 mL/min

Pasien mengalami gangguan fungsi ginjal stage IV

Perhitungan konstanta eliminasi (ke) dan t ½


ke = 0.00293(CrCl) + 0.014

= 0.00293(25 mL/min) + 0.014

= 0.087 h−1

t1/2 = 0.693/ke

= 0.693/0.087 h−1

= 8 jam

Pasien memiliki gangguan ginjal, akan tetapi kondisi tersebut tidak akan mengubah volume
distribusi dari nilai normal 0,26 L / kg, maka:

Vd = 0.26 L/kg (70 kg)

= 18.2 L

interval pemberian dosis yang dibutuhkan ( τ ) :

• τ = [(ln Cssmax - ln Cssmin ) / Ke ]

= (ln 9 µg/mL - ln 1 µg/mL ) / 0,087 h-1

= 25 jam

Perhitungan dosis

D = Cssmax Vd ( 1 - e-keτ )

D = 9 mg/L . 18,2 L(1 - e-(0,087 h-1)(24 jam))

= 143 mg ≈ 145 mg/24 jam


DAFTAR PUSTAKA

Henny Lucida, Riah Trisnawati dan Muslim Suardi. 2011. Analisis Aspek Farmakokinetika Klinik
Pasien

Gagal Ginjal Pada Irna Penyakit Dalam Rsup Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Sains dan
Teknologi

Farmasi. 16(2):144-155.

Shargel, L., Wu-Pong, S., Yu, A. B. C.2005. Applied Biopharmaceutics and Pharmacokinetics.
Fifth edition.

United States : The McGraw-Hill Companies

Anda mungkin juga menyukai