Anda di halaman 1dari 10

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lansia merupakan tahap lanjut dari proses kehidupan yang ditandai

dengan perubahan-perubahan pada struktur dan fisiologis dari berbagai sel,

jaringan, organ dan sistem yang ada pada tubuh manusia sehingga

menyebabkan sebagian besar lansia mengalami kemunduran atau perubahan

pada fisik, psikologis, dan sosial (Mubarak et. al, 2009). Seseorang dikatakan

lanjut usia (lansia) apabila usianya telah mencapai 65 tahun ke atas (Efendi, et.

al. 2009). Menurut WHO, batasan umur seseorang dikatakan lanjut meliputi usia

pertengahan (middle age) 45-60 tahun, lanjut usia (elderly) 60-74 tahun, lanjut

usia tua (0ld) 75-90 tahun, dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun (WHO,

2010).

Seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup penduduk lanjut usia di

Indonesia dapat menjadi penyebab peningkatan populasi penduduk lanjut usia.

Meningkatnya populasi lansia ini bukan hanya fenomena yang terjadi di

Indonesia, tetapi juga terjadi secara global. WHO memperkirakan tahun 2025

jumlah lansia di seluruh dunia akan mencapai 1,2 miliar orang yang akan terus

bertambah hingga 2 miliar orang. Data WHO juga memperkirakan 75% populasi

lansia di dunia pada tahun 2025 berada di negara berkembang (WHO, 2010).

Kepala Pusat Intelengensi Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

(2012) menyatakan, jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia tahun 1990, 11.3

juta jiwa, pada tahun 2000 jumlah lansia meningkat menjadi 15,3 juta jiwa

(meningkat 4 juta jiwa dari tahun 1990). Jumlah lansia tahun 2010 sama dengan

anak balita yaitu sekitar 24 juta jiwa, meningkat 8.7 juta jiwa (117%) dari tahun

2000 . Tahun 2020 diperkirakan lansia meningkat menjadi 28.8 juta jiwa (Depkes

RI, 2014).
Masalah terbesar yang sering terjadi pada lansia adalah jatuh. Survei

komunitas melaporkan bahwa sekitar 30% lansia diatas 65 tahun pernah

mengalami jatuh setiap tahunnya dan separuhnya pernah jatuh lebih dari sekali.

Bahkan pada lanjut usia diatas 80 tahun sekitar 50% pernah jatuh. Walaupun

tidak semua kejadian jatuh mengakibatkan luka atau memerlukan perawatan,

tetapi kejadian luka akibat jatuh pun juga meningkat terutama pada lansia diatas

80 tahun (Probosuseno, 2007).

Jatuh merupakan suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi

mata, yang melihat kejadian mengakibatkan seseorang mendadak terbaring atau

terduduk di lantai atau tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan

kesadaran atau luka (Darmojo, 2009). Jatuh menyebabkan subyek yang sadar

menjadi berada di permukaan tanah tanpa disengaja dan tidak termasuk jatuh

akibat pukulan keras, kehilangan kesadaran, atau kejang.. Jatuh dapat

mengakibatkan berbagai jenis cedera, kerusakan fisik, dan psikologis. Kerusakan

fisik yang paling ditakuti dari kejadian jatuh adalah patah tulang panggul. Jenis

fraktur lain yang sering terjadi akibat jatuh adalah fraktur pergelangan tangan,

lengan atas dan pelvis serta kerusakan jaringan lunak. Dampak psikologis yang

dapat terjadi yaitu syok setelah jatuh dan rasa takut akan jatuh lagi dapat

memiliki banyak konsekuensi termasuk ansietas, hilangnya rasa percaya diri,

penbatasan dalam aktivitas sehari-hari, falafobia atau fobia jatuh (Stanley, 2006).

WHO melaporkan persentase lansia yang mengalami jatuh di dalam rumah

sekitar 47,7%, sedangkan lansia yang mengalami jatuh di luar rumah sebanyak

52,3%. Kurang dari separuh lansia yang jatuh melaporkan ke pelayanan

kesehatan. Hanya sebanyak 22,9% lansia yang mencari pengobatan ke rumah

sakit, sedangkan 14,6% memilih untuk tidak melakukan pengobatan apapun

(WHO. 2010). Di Indonesia, prevalensi cedera pada penduduk usia lebih dari 55

tahun mencapai 22%, dimana 65% diantaranya dikarenakan jatuh (Depkes RI,
2014). Sedangkan di rumah-rumah perawatan berkisar 50% penghuninya

mengalami jatuh dan memerlukan perawatan di rumah sakit sekitar 10-25%.

Diestimasikan 1% lansia yang jatuh akan mengalami fraktur kolum femoris, 5 %

akan mengalami fraktur tulang lain seperti iga, humerus, pelvis, dan lain-lain, 5%

akan mengalami perlukaan jaringan lunak. Perlukaan jaringan lunak yang serius

seperti subdural hematom, hemarthroses, memar dan keseleo otot juga sering

merupakan komplikasi akibat jatuh (Darmojo, 2009).

Faktor resiko yang menyebabkan jatuh pada lansia terbagi menjadi 2

bagian, yaitu yang pertama berdasarkan faktor instrinsik. Faktor ini

menggambarkan variabel variabel yang menentukan mengapa seseorang dapat

jatuh pada waktu tertentu dan orang lain dalam kondisi yang sama mungkin tidak

jatuh (Stanley, 2006). Faktor intrinsik tersebut antara lain adalah gangguan

muskuloskeletal misalnya menyebabkan gangguan gaya berjalan, kelemahan

ekstremitas bawah, kekakuan sendi, sinkop yaitu kehilangan kesadaran secara

tiba tiba yang disebabkan oleh berkurangnya aliran darah ke otak dengan gejala

lemah, penglihatan gelap, keringat dingin, pucat dan pusing (Lumbantobing,

2004). Kedua, berdasarkan faktor ekstrinsik. Faktor ini merupakan faktor dari luar

atau lingkungan sekitarnya. Faktor-faktor lingkungan yang menyebabkan jatuh

adalah penerangan yang tidak baik (kurang atau menyilaukan), lantai yang licin

dan basah, tempat berpegangan yang tidak kuat atau tidak mudah dipegang dan

alat-alat atau perlengkapan rumah tangga yang tidak stabil dan tergeletak di

bawah. (Darmojo, 2009).

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Permata (2016) tentang gambaran

persepsi faktor resiko jatuh pada lansia di Panti Werdha Budi Mulia 4 Margaguna

Jakarta Selatan, diketahui untuk faktor intrinsik penyebab jatuh lansia didapatkan

lansia dengan masalah jantung sebanyak 27 (71,1%), gangguan anggota gerak

19 (50%), gangguan persyarafan sebanyak 26 (68,4%), ganguan penglihatan


sebanyak 24 (63,2%), dan gangguan pendengaran 19 (50%) dari total 38

responden. Sementara untuk faktor resiko jatuh ekstrinsik didapatkan responden

yang menggunakan alat bantu jalan sebanyak 16 (42,1%) dan responden yang

menilai lingkungan tidak aman sebanyak 31 (81,6%) dari total 38 reponden

(Permata, 2016).

Dari penelitian yang dilakukan oleh Permata (2016) dapat diketahui

bahwa faktor lingkungan menjadi penyumbang terbesar resiko jatuh

dibandingkan faktor lainnya (Permata, 2016). Hal ini sesuai dengan penelitian

yang sebelumnya dilakukan oleh Jamebozorgi et al (2013) yang menjelaskan

bahwa lingkungan yang kurang baik merupakan salah satu penyebab jatuh pada

lansia dimana didapatkan 72.3% lansia berisiko jatuh tinggi di Tehran Hospitals

dari 125 responden. Lingkungan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi

keseimbangan dan berkontribusi pada risiko jatuh, kejadian jatuh didalam

ruangan lebih sering terjadi seperti di kamar mandi, kamar tidur, toilet, dan dapur.

Sekitar 10% jatuh sering terjadi saat turun tangga karena lebih berbahaya

daripada saat naik tangga. Lingkungan yang tidak aman dapat dilihat pada

lingkungan diluar panti, ruang tamu, kamar tidur, kamar mandi, dan tangga

(Mauk, 2010).

Dari hasil penelitian yang dilakukan Nurhasana (2013) tentang gambaran

resiko jatuh pada lansia berdasarkan Fall Assesment di Rumah Sakit Umum

Mokopido Kabupaten Tolitoli didapatkan gambaran bahwa sebagian besar

pasien lansia yang diteliti beresiko untuk jatuh ( 62,9%) (Nurhasana, 2013).

Sementara hasil dari penelitian yang dilakukan Irawan (2015) tentang pengaruh

latihan keseimbangan terhadap resiko jatuh pada lansia di Panti Sosial Tresna

Werdha Yogyakarta, diketahui resiko jatuh pada lansia di PSTW Yogyakarta Unit

Budhi Luhur Kasongan Bantul sebelum dilakukan latihan keseimbangan terdapat

20 lansia (100%) mengalami resiko jatuh (Irawan, 2015). Hasil studi yang
dilakukan Alfidadesna (2014) bertempat di PSTW Yogyakarta Unit Budhi Luhur

menunjukkan bahwa terdapat 88 lansia dipanti sosial tersebut. Menurut kepala

bagian sosial panti semua lansia di panti tersebut pernah mengalami jatuh

(Alfidadesna, 2014). Meski belum ada penelitian yang menunjukkan bahwa

angka resiko jatuh lansia di panti jompo lebih tinggi dibandingkan dengan di

rumah ataupun di rumah sakit, namun Nugroho (2009) mengatakan bahwa

lansia yang tinggal di institusi (panti) mengalami jatuh lebih sering karena mereka

secara khas lebih rentan dan memiliki lebih banyak disabilitas (Nugroho, 2009).

Dari uraian di atas terkait tingginya angka kejadian jatuh pada lansia serta faktor

faktor penyebabnya, peneliti tertarik untuk lebih mengetahui “Hubungan kondisi

lingkungan dengan resiko jatuh pada lansia di panti jompo”.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana hubungan lingkungan eksternal pada panti jompo dengan faktor

resiko jatuh pada lansia di panti jompo?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Mengetahui hubungan kondisi lingkungan pada panti jompo dengan

faktor resiko jatuh pada lansia di panti jompo

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengetahui faktor lingkungan yang paling berperan dalam

peningkatan resiko jatuh pada lansia

2 Mengetahui kondisi lingkungan yang dapat menurunkan resiko jatuh

pada lansia

3 Menganalisa perubahan lingkungan yang diperlukan oleh panti

jompo untuk menurunkan resiko jatuh pada lansia


1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat akademis

1. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar teori untuk

memahami pengaruh kondisi lingkungan pada panti jompo

terhadap faktor resiko jatuh pada lansia di panti jompo.

2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk

menganallisa lingkungan yang aman bagi lansia guna menurunkan

resiko jatuh pada lansia khususnya di panti jompo.

1.4.2 Manfaat praktis

1. Bagi pendidikan keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dan

tambahan ilmu bagi profesi keperawatan terkait faktor lingkungan

yang dapat meningkatkan resiko jatuh pada lansia khususnya di

panti jompo.

2. Bagi masyarakat

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana informasi

khususnya bagi masyarakat yang memiliki anggota keluarga lanjut

usia agar mengetahui faktor faktor yang dapat menyebabkan jatuh

pada lansia serta upaya upaya yang dapat dilakukan untuk

meminimalkan resiko jatuh pada lansia.

3. Bagi panti jompo

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan

masukan terhadap pihak pengelola panti jompo dalam mengkaji,

menganalisa serta meminimalkan faktor faktor yang dapat

mengakibatkan kejadian jatuh pada lansia.


4. Bagi peneliti lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

sebagai dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut.


Daftar Pustaka

Af’idah, F.S., Dewi,Y.S., Hadhisuyatmana, S. (2011) . Studi faktor resiko jatuh

pada lansia di panti werdha Hargo Dedali Surabaya. Skripsi

diterbitkan. http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/Frida%25205docx.

Diakses pada tanggal 27 Mei 2016.

Alfikadesna, G. 2014. Pengaruh Terapi Do-in Shiatsu Massage dan Gym

Terhadap Resiko Cedera: Jatuh pada Lansia di PSTW Yogyakarta Unit

Budhi Luhur.

http://opac.unisayogya.ac.id/236/1/ALFIKADESNA%20GUSMITASARI_2

01010201033_NASKAH%20PUBLIKASI.pdf. diakses pada 11 Juni 2016

Aras, R.Y., Narayan, V., D’souza, N.D., Veigas, I. (2012) . Penilaian risiko

kecelakaan pada lansia di lingkungan domestik: Sebuah studi cross-

sectional di daerah pedesaan selatan Karnataka, India. Departemen

Kedokteran Komunitas, Yenepoya Medical College. Universitas

Yenepoya, Deralakatte, Mangalore, Karnataka, India.

Ariawan, I.Y., Kuswardhani, R.T., Astika, I.N., Aryana, I.S. (2010) . Hubungan

antara activities specific balance confidence scale dengan umur dan falls

pada lansia di poliklinik geriatri RSUP. Sanglah Denpasar.

http://ojs.unud.ac.id/index.php/jim/article/download/3943/2935. diakses

pada tanggal 14 Juni 2016.

Ashar, P H. 2016. Gambaran Persepsi Faktor Resiko Jatuh Pada Lansia di Panti

Werdha Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan.

.http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30621/1/PERM

ATA%20HIDAYAT%20ASHAR-FKIK.pdf diakses pada 2 Juni 2016

Damayanti, I. 2011 . Penyakit pada lansia, gaya hidup aktif dan proses

penuaan.http://file.upi.edu/Direktori/FPOK/JUR._PEND._KESEHATAN_&
_REKREASI/PRODI_ILMU_KEOLAHRAGAAN. diakses tanggal 15 Juni

2016.

Darmojo. 2009. Buku ajar geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. edisi 4. Jakarta:

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Departemen Kesehatan RI. 2014. Situasi dan AnalisisLanjut Usia.

www.depkes.go.id. Diakses pada 3 juni 2016

Efendi, Ferry dan Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas. Jakarta:

Penerbit Salemba

Irawan, D.R .2015. Pengaruh Latihan Keseimbangan Terhadap Resiko Jatuh

pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Yogyakarta.

http://opac.say.ac.id/84/1/NASKAH%20PUBLIKASI_IRAWAN%20DANAR

%20NK_201110201025.pdf. Diakses pada 1 juni 2016

Jamebozorgi, A. A, Kavoosi, A., Shafiee, Z., Kahlaee, A, H., & Raei, M. 2013.

Investigation of the Prevalent Fall-Related Risk Factor of Fractures in

Ederly toTehran Hospital. Medical Journal of Islamic Republic of Iran

Kusnanto. 2004. Pengantar Profesi dan Praktik Keperawatan Professional.

Jakarta: EGC

Lumbantobing, SM. 2004. Neurogeriatri. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Maryam, R.S. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta:

Salemba Medika.

Mauk, K.L. 2010. Gerontological nursing competencies for care (2nd ed).

Sudbury: Janes and Barlett Publisher.

Meilla,Tria 2003 Proporsi dan faktor resiko kejadian jatuh pada lansia di panti

sosial tresna wredha. Fakultas kedokteran universitas islam indonesia

yogyakarta. http://fk.uii.ac.id/index.php/Karya-Tulis-Ilmiah-KTI/Proporsi-
dan-Faktor-Resiko-Kejadian-Jatuh-pada-Lansia-di-Panti-Sosial-Tresna-

Wredha.html diakses pada 2 Juni 2016

Miller, C. A. 2005. Nursing for wellness in older adults: theory & practice.

Philadelpia: Lippincott

Mubarak, W, I & Chayatin, N. 2009. Ilmu Keperawatan Komunitas Pengantar dan

Teori. Jakarta : Salemba Medika.

Nugroho. H, W. 2009. Keperawatan Gerontologi. Jakarta : EGC

Nurhasana, U. 2013. Gambaran Resiko Jatuh pada Lansia berdasarkan Fall

Assesment di Rumah Sakit Umum Mokopido Kabupaten Tolitoli.

http://repository.unhas.ac.id:4001/digilib/files/disk1/181/--nurhasanau-

9020-1-13-nurh-n.pdf. Diakses pada 1 juni 2016

Permata H, A. 2016. Gambaran Persepsi Faktor Resiko Jatuh pada Lansia di

Panti Werdha Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan.

http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30621/1/PER

MATA%20HIDAYAT%20ASHAR-FKIK.pdf. Diakses pada 1 Juni 2016

Probosuseno. 2007. Mengatasi Isolasi Lanjut Usia. http//medicalzone.org.

diunduh tanggal 28 Mei 2016.

Stanley, M., & Beare, P. G. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik.

Jakarta: EGC.

Tambayong, J. 2000. Patofisiologi untuk keperawatan. Jakarta: EGC

WHO. 2010. Definition elderly people. http://www.who.int/ageing diakses pada 27


Mei 2016

Anda mungkin juga menyukai