Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN

PRAKTEK KERJA LAPANGAN (PKL) GIZI MASAYARAKAT


DIPUSKESMAS ULUSUSUA, KECAMATAN ULUSUSUA DI KABUPATEN
NIAS SELATAN

TENTANG MASALAH GIZI PADA ANAK SEKOLAH

YANG DILAKSANAKAN TANGGAL 25 MARET S/D 2 MEI 2018

DI SUSUN OLEH :

MAHASISWA D-IV SEMESTER VIII JURUSAN GIZI :

1. NOVERLYSTIAN DAKHI
2. OKTAVIANI SARUMAHA
3. PRISKA ZAI
4. RIDA AMI HALAWA
5. FEBERLINA DAKHI
6. AKTIVITAS NDRURU

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MEDAN

PROGRAM DIPLOMA IV GIZI

DI LUBUK PAKAM 2018


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di masyarakat, cara pengukuran status gizi yang paling sering digunakan
adalah antropometri gizi. Dewasa ini dalam program gizi masyarakat, pemantauan
status gizi anak balita menggunakan metode antropometri, sebagai cara untuk
menilai status gizi. Disamping itu pula dalam kegiatan penapisan status gizi
masyarakat selalu menggunakan metode tersebut.
Antropometri merupakan salah satu metode yang dapat dipakai secara
universal, tidak mahal, dan metode yang non invasif untuk mengukur ukuran,
bagian, dan komposisi dari tubuh manusia. Oleh karena itu, disebabkan
pertumbuhan anak-anak dan dimensi tubuh pada segala usia dapat mencerminkan
kesehatan dan kesejahteraan dari individu dan populasi, antropometri dapat juga
digunakan untuk memprediksi performa, kesehatan, dan daya tahan hidup.
Antropometri penting untuk kesehatan masyarakat dan juga secara klinis yang
dapat mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan sosial dari individu dan
populasi. Selain itu, aplikasi antropometri mencakup berbagai bidang karena dapat
dipakai untuk menilai status pertumbuhan, status gizi dan obesitas, identifikasi
individu, olahraga, militer, teknik dan lanjut usia.
Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthropos artinya
tubuh dan metros artinya ukuran. Jadi antropometri adalah ukuran dari tubuh.
Antropometri gizi adalah pengukuran yang berhubungan dengan berbagai macam
dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.
Umumnya, antropometri digunakan untuk mengukur status gizi dari
berbagai ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi. Antropometri
dapat dibagi menjadi dua, yaitu Antropometri Statis/structural (Pengukuran
manusia pada posisi diam, dan linier pada permukaan tubuh) dan Antropometri
Dinamis/fungsional (pengukuran keadaan dan ciri-ciri fisik manusia dalam keadaan
bergerak atau memperhatikan gerakan-gerakan yang mungkin terjadi saat pekerja
tersebut melaksanakan kegiatannya).
Pada dasarnya jenis pertumbuhan dapat dibagi dua yaitu; pertumbuhan
yang bersifat linier dan pertumbuhan massa jaringan. Dari sudut pandang
antropometri, kedua jenis pertumbuhan ini mempunyai arti yang berbeda.
Pertumbuhan linier menggambarkan status gizi yang dihubungkan pada saat
lampau dan pertumbuhan massa jaringan menggambarkan status gizi yang
dihubungkan pada saat sekarang atau saat pengukuran.
a. Linier
Bentuk dari ukuran linier adalah ukuran yang berhubungan dengan
panjang. Contoh ukuran linier adalah panjang badan, lingkar dada, lingkar kepala.
Ukuran linier yang rendah biasanya menunjukkan keadaan gizi yang kurang akibat
kekurangan energi dan protein yang dideritawaktu lampau. Ukuran linier yang
paling sering digunakan adalah tinggi atau panjang badan.
b. Massa Jaringan
Bentuk dan ukuran massa jaringan adalah massa tubuh. Contoh ukuran
massa jaringan adalah berat badan, lingkar lengan atas (LLA), dan tebal lemak
bawah kulit.
Apabila ukuran ini rendah atau kecil, menunjukkan keadaan gizi kurang
akibat kekurangan energi dan protein yang diderita pada waktu pengukuran
dilakukan.
Ukuran massa jaringan yang paling sering digunakan adalah berat badan.

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan
a. Tujuan umum
1. Dapat melakukan pengukuran antropometri dengan tepat pada anak.
2. Dapat menilai status gizi anak berdasarkan standar yang digunakan.
b. Tujuan khusus
1. Dapat melakukan pengukuran berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) pada anak.
2. Dapat menilai status gizi pada anak.

D. Manfaat
a. Agar mahasiswa dapat melakukan pengukuran berat badan (BB) dan tinggi badan
(TB) pada anak.
b. Agar mahasiswa dapat menentukan status gizi anak.
c. Agar mahasiswa bisa menentukan status pertumbuhan anak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Antropometri
Antropometri berasal dari kata antropos dan metros. Antropos artinya
tubuh dan metros artinya ukuran. Jadi antropometri adalah ukuran dari tubuh.
Pengertian ini bersifat sangat umum sekali. Pengertian dari sudut pandang gizi,
telah banyak diungkapkan oleh para ahli Jelliffe (1966) mengungkapkan bahwa ;
“Nutritional antropometry is measurement of the variations of the physical
dimensions and the gross composition of the human body at different age levels
and degree of nutrition”. Dari definisi ini dapat ditarik kesimpulan pengertian bahwa
antropometri gizi adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran
dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.
Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain : berat badan, tinggi badan, lingkar lengan
atas dan tebal lemak di bawah kulit. Antropometri sangat umum digunakan untuk
mengukur status gizi dari berbagai ketidak seimbangan antara asupan protein dan
energi. Gangguan ini biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi
jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh. (Nyoman, 2002)
Dewasa ini, di masyarakat sangat lazim digunakan metode antropometri
untuk menentukan status gizi, baik pada dewasa maupun anak – anak. Selain
untuk tujuan tesebut, antropometri digunakan untuk kegiatan penapisan status gizi
masyarakat. Sedangkan dari sudut pandang gizi, antropometri berarti pengukuran
dari ukuran dan komposisi tubuh pada berbagai level usia dan variasi keadaan
gizi.
Jadi dapat disimpulkan, bahwa fokus utama pengukuran antropometri
meliputi pengukuran dimensi tubuh seperti berat badan, tinggi badan atau panjang
badan, lingkar lengan atas dan komposisi tubuh meliputi lemak tubuh (fat mass)
dan bukan lemak tubuh (fat-free mass) dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.
Antropometri gizi adalah berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan
tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain: berat badan, tinggi badan,
lingkar lengan atas dan tebal lemak di bawah kulit.
Keunggulan antropometri gizi sebagai berikut :
a. Prosedurnya sederhana, aman dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang
besar.
b. Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, tetapi cukup dilakukan oleh tenaga yang
sudah dilatih dalam waktu singkat dapat melakukan pengukuran antropometri.
Kader gizi (Posyandu) tidak perlu seorang ahli, tetapi dengan pelatihan singkat ia
dapat melaksanakan kegiatannya secara rutin.
c. Alatnya murah, mudah dibawa, tahan lama, dapat dipesan dan dibuat di daerah
setempat. Memang ada alat antropometri yang mahal dan harus diimpor dari luar
negeri, tetapi penggunaan alat itu hanya tertentu saja seperti "Skin Fold Caliper"
untuk mengukur tebal lemak di bawah kulit.
d. Metode ini tepat dan akurat, karena dapat dibakukan.
e. Dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi di masa lampau.
f. Umumnya dapat mengidentifikasi status gizi sedang, kurang, dan gizi buruk,
karena sudah ada ambang batas yang jelas.
g. Metode antropometri dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada periode
tertentu, atau dari satu generasi ke generasi berikutnya.
h. Metode antropometri gizi dapat digunakan untuk penapisan kelompok yang rawan
terhadap gizi.
Di samping keunggulan metode penentuan status gizi secara antropometri,
terdapat pula beberapa kelemahan :
a. Tidak sensitifnya metode ini tidak dapat mendeteksi status gizi dalam waktu
singkat. Di samping itu tidak dapat membedakan kekurangan zat gizi tertentu
seperti zink dan Fe.
b. Faktor di luar gizi (penyakit, genetik, dan penurunan penggunaan energi) dapat
menurunkan spesifikasi dan sensitivitas pengukuran antropometri.
c. Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat mempengaruhi presisi,
akurasi, dan validitas pengukuran antropometri gizi.
d. Kesalahan ini terjadi karena:
1. pengukuran.
2. perubahan hasil pengukuran baik fisik maupun komposisi jaringan.
3. analisis dan asumsi yang keliru.
e. Sumber kesalahan, biasanya berhubungan dengan:
1. latihan petugas yang tidak cukup.
2. kesalahan alat atau alat tidak ditera.
3. kesulitan pengukuran. (Nyoman, 2002)
Jenis Parameter
Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan
mengukur beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh
manusia, antara lain: Umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar
kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak di bawah kulit.
a. Umur
Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan
penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah. Hasil
pengukuran tinggi badan dan berat badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila
tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat.
Menurut Puslitbang Gizi Bogor (1980), batasan umur digunakan adalah
tahun umur penuh (Completed Year) dan untuk anak umur 0-2 tahun digunakan
bulan usia penuh (Completed Month).
Contoh: Tahun usia penuh (Completed Year)
Umur : 7 tahun 2 bulan, dihitung 7 tahun 6 tahun 11 bulan, dihitung 6 tahun
Contoh: Bulan Usia penuh (Completed Month)
Umur : 4 bulan 5 hari, dihitung 4 bulan 3 bulan 27 hari, dihitung 3 bulan
b. Berat Badan
Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling
sering digunakan pada bayi baru lahir (neonatus). Berat badan digunakan untuk
mendiagnosa bayi normal atau BBLR. Dikatakan BBLR apabila berat bayi lahir di
bawah 2500 gram atau di bawah 2,5 kg. Pada masa bayi-balita, berat badan dapat
dipergunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi, kecuali
terdapat kelainan klinis seperti dehidrasi, asites, edema dan adanya tumor. Di
samping itu pula berat badan dapat dipergunakan sebagai dasar perhitungan dosis
obat dan makanan. Berat badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air
dan mineral pada tulang. Pada remaja, lemak tubuh cenderung meningkat, dan
protein otot menurun. Pada orang yang edema dan asites terjadi penambahan
cairan dalam tubuh. Adanya tumor dapat menurunkan jaringan lemak dan otot,
khususnya terjadi pada orang kekurangan gizi.
Penentuan berat badan dilakukan dengan cara menimbang. Alat yang
digunakan di lapangan sebaiknya memenuhi beberapa persyaratan:
1. Mudah digunakan dan dibawa dari satu tempat ke tempat yang lain.
2. Mudah diperoleh dan relatif murah harganya.
3. Ketelitian penimbangan sebaiknya maksimum 0,1 kg.
4. Skalanya mudah dibaca.
5. Cukup aman untuk menimbang anak balita.
Alat yang dapat memenuhi persyaratan dan kemudian dipilih dan
dianjurkan untuk digunakan dalam penimbangan anak balita adalah dacin.
Penggunaan dacin mempunyai beberapa keuntungan antara lain:
1. Dacin sudah dikenal umutn sampai di pelosok pedesaan.
2. Dibuat di Indonesia, bukan impor, dan mudah didapat.
3. Ketelitian dan ketepatan cukup baik.
Dacin yang digunakan sebaiknya minimum 20 kg dan maksimum 25 kg.
Bila digunakan dacin berkapasitas 50 kg dapat juga, tetapi hasilnya agak kasar,
karena angka ketelitiannya 0,25 kg.
c. Tinggi Badan
Tinggi atau panjang badan merupakan indikator umum ukuran tubuh dan
panjang tulang. Namun, tinggi saja belum dapat dijadikan indikator untuk menilai
status gizi, kecuali jika digabungkan dengan indikator lain seperti usia dan berat
badan. Penggunaan tinggi, atau panjang, bukan tanpa kelemahan. Pertama, baku
acuan yang tersedia umumnya terambil dari penilaian tinggi badan subjek yang
berasal dari masyarakat berstatus gizi baik di negara maju. Kedua, defisit
pertumbuhan linier baru akan terjelma manakala defisiensi telah berlangsung lama
yang berarti tidak akan termanifestasi semasa bayi. Jika bayi terukur lebih pendek
ketimbang baku acuan, tidak berarti bayi tersebut tengah malnutrisi pascanatal,
melainkan dampak dari ukuran lahir rendah. Ketiga, secara genetik setiap orang
terlahir menurut ukuran yang tidak serupa: orang yang jika dibandingkan dengan
populasi "acuan" berukuran lebih pendek tidak langsung berarti malnutrisi.
Tinggi badan diukur dalam keadaan berdiri tegak lurus, tanpa alas kaki, kedua
tangan merapat ke badan, punggung dan bokong menempel pada dinding, dan
pandangan diarahkan ke depan.
d. Lingkar Lengan Atas (LLA)
Lingkar lengan atas (LLA) dewasa ini memang merupakan salah satu
pilihan untuk penentuan status gizi, karena mudah dilakukan dan tidak
memerlukan alat-alat yang sulit diperoleh dengan harga yang lebih murah.
Pengukuran LLA adalah suatu cara untuk mengetahui risiko kekurangan
energi protein (KEP) wanita usia subur (WUS). Pengukuran LLA tidak dapat
digunakan untuk memantau perubahan status gizi dalam jangka pendek.
Pengukuran LLA digunakan karena pengukurannya sangat mudah dan dapat
dilakukan siapa saja.
Beberapa tujuan pemeriksaan LLA adalah mencakup masalah WUS baik
ibu hamil maupun calon ibu, masyarakat umum dan peran petugas lintas sektoral.
Adapun tujuan tersebut adalah:
1. Mengetahui risiko KEK WUS, baik ibu hamil maupun calon ibu, untuk menapis
wanita yang mempunyai risiko melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR).
2. Meningkatkan perhatian dan kesadaran masyarakat agar lebih berperan dalam
pencegahan dan penanggulangan KEK.
3. Mengembangkan gagasan baru di kalangan masyarakat dengan tujuan
meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak.
d. Meningkatkan peran petugas lintas sektoral dalam upaya perbaikan gizi WUS
yang menderita KEK.
4. Mengarahkan pelayanan kesehatan pada kelompok sasaran WUS yang menderita
KEK.
Lingkar lengan atas diperiksa pada bagian pertengahan jarak antara
olekranon dan tonjolan akromion. Ambang batas LLA WUS dengan risiko KEK di
Indonesia adalah 23,5 cm. Apabila ukuran LLA kurang 23,5 cm atau dibagian
merah pita LLA, artinya wanita tersebut mempunyai risiko KEK, dan diperkirakan
akan melahirkan berat bayi lahir rendah (BBLR). BBLR mempunyai risiko
kematian, gizi kurang, gangguan pertumbuhan dan gangguan perkembangan
anak.
e. Lingkar Kepala
Lingkar kepala adalah standar prosedur dalam ilmu kedokteran anak
secara praktis, yang biasanya untuk memeriksa keadaan patologi dari besarnya
kepala atau peningkatan ukuran kepala. Contoh yang sering digunakan adalah
kepala besar (Hidrosefalus) dan kepala kecil (Mikrosefalus).
Lingkar kepala terutama dihubungkan dengan ukuran otak dan tulang
tengkorak. Ukuran otak meningkat secara cepat selama tahun pertama, akan
tetapi besar lingkar kepala tidak menggambarkan keadaan kesehatan dan gizi.
Bagaimanapun juga ukuran otak dan lapisan tulang kepala dan tengkorak dapat
bervariasi sesuai dengan keadaan gizi.
f. Lingkar Dada
Biasanya dilakukan pada anak yang berumur 2 sampai 3 tahun, karena
rasio lingkar kepala dan lingkar dada sama pada umur 6 bulan. Setelah umur ini,
tulang tengkorak tumbuh secara lambat dan pertumbuhan dada lebih cepat. Umur
antara 6 bulan dan 5 tahun, rasio lingkar kepala dan dada adalah kurang dari satu,
hal ini dikarenakan akibat kegagalan perkembangan dan pertumbuhan, atau
kelemahan otot dan lemak pada dinding dada. Ini dapat digunakan sebagai
indikator dalam menentukan KEP pada anak balita.
g. Jaringan Lunak
Otak, hati, jantung, dan organ dalam lainnya merupakan bagian yang
cukup besar dari berat badan, tetapi relatif tidak berubah beratnya pada anak
malnutrisi. Otot dan lemak merupakan jaringan lunak yang sangat bervariasi pada
penderita KEP. Antropometri jaringan dapat dilakukan pada kedua jaringan
tersebut dalam pengukuran status gizi di masyarakat.
1. Lemak subkutan (Sub-Cutaneous Fat)
Penelitian komposisi tubuh, termasuk informasi mengenai jumlah dan
distribusi lemak subkutan, dapat dilakukan dengan bermacam metode:
a) Analisis Kimia dan Fisik (melalui analisis seluruh tubuh pada autopsi).
b) Ultrasonik.
c) Densitometri (melalui penempatan air pada densitometer)
d) Radiological anthropometry (dengan mengunakan jaringan yang lunak).
e) Physical anthropometry (menggunakan skin-fold calipers).
Dari metode tersebut diatas, hanya antropometri fisik yang paling sering
atau praktis digunakan di lapangan. Bermacam-macam skin-fold calipers telah
ditemukan, tetapi pengalaman menunjukkan bahwa alat tersebut mempunyai
standard atau jangkauan jepitan (20-40 mm2), dengan ketelitian 0,1 mm, tekanan
yang konstan 10 gram/mm2). Jenis alat yang sering digunakan adalah Harpenden
Calipers. Alat itu memungkinkan jarum diputar ke titik nol apabila terlihat
penyimpangan.
Indeks Antropometri
Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi.
Kombinasi antara beberapa parameter disebut indeks antropometri.
a. Berat badan menurut umur (BB/U)
Indeks BB/U merefleksikan berat badan relatif dibandingkan dengan umur
anak. Indeks ini menggambarkan status gizi masa kini, baik digunakan apabila
data umur tidak diketahui. Karena indeks ini menggambarkan proporsi berat badan
relatif terhadap tinggi badan maka indeks ini merupakan indikator kekurusan
(wasting). Dengan sifat labil, indeks BB/U menggambarkan status gizi pada masa
kini. Indeks ini dapat mendeteksi apakah seorang anak beratnya kurang atau
sangat kurang, tetapi tidak dapat digunakan untuk mengklasifikasikan apakah
seorang anak mengalami kelebihan berat badan atau sangat gemuk.
Penting untuk diketahui bahwa seorang anak dengan BB/U rendah dapat
disebabkan oleh pendek (stunting) atau kurus(thinness) atau keduanya.
Kelebihan indeks BB/U antara lain :
1. Mudah dan cepat dimengerti masyarakat umum.
2. Sensitif melihat perubahan status gizi jangka pendek.
3. Dapat mendeteksi kelebihan berat badan (overweight).
4. Pengukuran objektif, pengulangan memberikan hasil relatif sama.
5. Alat mudah dibawa dan relatif murah.
6. Pengukuran mudah dilakukan dan teliti.
7. Pengukuran tidak makan waktu banyak.
Kekurangan indeks BB/U :
1. Kekeliruan interpretasi bila ada oedema.
2. Perlu data umur yang akurat.
3. Sering kesalahan pengukuran akibat pengaruh pakaian dan gerakan anak.
4. Secara operasional sering terjadi hambatan karena masalah sosial budaya
setempat.

b. Berat badan menurut panjang atau tinggi badan (BB/PB atau BB/TB)
Berat badan mempunyai hubungan linear dengan tinggi badan. Pada
keadaan normal, maka perkembangan berat badan searah dengan pertambahan
tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Indeks ini menggambarkan status gizi
masa kini, baik digunakan apabila data umur tidak diketahui. Karena indeks ini
menggambarkan proporsi berat badan relatif terhadap tinggi badan, maka indeks
ini merupakan indikator kekurusan (wasting).
Kelebihan indeks BB/TB antara lain :
1. Hampir bebas terhadap pengaruh umur dan ras.
2. Dapat membedakan anak : kurus, gemuk, marasmus atau bentuk KEP lainnya.
Kelemahan indeks BB/TB :
1. Tidak dapat memberi gambaran apakah anak tersebut pendek, cukup tinggi badan
atau kelebihan TB, karena faktor umur tidak diperhatikan.
2. Dalam praktek sering dialami kesulitan ketika mengukur panjang badan anak
baduta atau TB anak balita.
3. Sering terjadi kesalahan membaca angka hasil pengukuran, terutama bila
dilakukan oleh tenaga non-profesional.

c. Panjang atau tinggi badan menurut umur (PB/U atau TB/U)


Tinggi badan menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada
keadaan normal maka tinggi badan akan tumbuh bersamaan dengan pertambahan
umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, dimana tinggibadan
relatif kurang sensitif terhadap defisiensi gizi dalam jangka pendek. Indeks ini
menggambarkan keadaan stunting.
Kelebihan indeks TB/U :
1. Indikator yang baik untuk mengetahui kurang gizi masa lampau.
2. Alat mudah dibawa ke lapangan dan dapat dibuat secara lokal.
3. Jarang orangtua keberatan diukur anaknya.
4. Pengukuran objektif.
Kelemahan indeks TB/U :
1. Dalam menilai intervensi harus disertai indeks lain (spt BB/U), karena perubahan
TB tidak banyak terjadi dalam waktu singkat.
2. Membutuhkan beberapa teknik pengukuran seperti : alat ukur PB untuk anak < 2
tahun, dan alat ukur TB untuk anak >2 tahun.
3. Hasil ukur yang teliti sulit diperoleh oleh tenaga kurang terlatih, seperti kader atau
petugas yang belum berpengalaman.
4. Memerlukan tenaga 2 orang untuk mengukur panjang badan.
5. Umur tepat kadang sulit didapatkan.

d. Lingkar Lengan Atas Menurut Umur (LLA/U)


Kelebihan Indeks LLA/U :
1. Indikator yang baik untuk menilai KEP berat.
2. Alat ukur murah, sangat ringan, dan dapat dibuat sendiri.
3. Alat dapat diberi kode warna untuk menentukan tingkat keadaan gizi, sehingga
dapat digunakan oleh yang tidak dapat membaca dan menulis.
Kekurangan Indeks LLA/U :
1. Hanya dapat mengidentifikasi anak dengan KEP berat.
2. Sulit menentukan ambang batas.
3. Sulit digunakan untuk melihat pertumbuhan anak terutama anak usia 2 sampai 5
tahun yan perubahannya tidak nampak nyata.

e. Indeks Massa Tubuh


Masalah kekurangan dan kelebihan gizi pada orang dewasa (usia 18
tahun) merupakan masalah penting, karena selain mempunyai resiko penyakit
tertentu, juga dapat mempengaruhi produktivitas kerja. Oleh karena itu
pemantauan keadaan tersebut perlu dilakukan secara berkesinambungan. Salah
satu cara adalah dengan mempertahankan berat badan ideal/normal. Kategori
batas ambang IMT untuk Indonesia menurut WH)/WPR/IASO/ITF (2000) :
Kategori IMT
1. Kurus Sangat kurus < 16,49
2. Kurus 16,5 – 18,49
3. Normal 18,5 – 22,9
4. Overweight 23,0 – 24,0
5. Obesitas
i. Obesitas tingkat ringan (batas I) 23,0 – 29,9
ii. Obesitas tingkat sedang (batas II) > 30
iii. Obesitas tingkat berat (batas (III) > 40

f. Tebal Lemak Bawah Kulit Menurut Umur (TLBK/U)


Pengukuran lemak tubuh melalui pengukuran ketebalan lemak bawah kulit
(skinfold) dilakukan pada beberapa bagian misalnya pada bagian lengan atas
(triceps dan biceps), lengan bawah (foream), tulang belikat (subscapular), ditengah
garis ketiak (midaxilarry).
Lemak tubuh dapat diukur secara absolute dinyatakan dalam kilogram maupun
secara relative dinyatakan dalam persen terhadap berat tubuh total.
Jumlah lemak tubuh sangat bervariasi tergantung dari jenis kelamin dan
umur. Umumnya lemak bawah kulit pria = 3,1 kg dan wanita = 5,1 kg.
Intrepretasi Hasil Pengukuran
Status gizi adalah gambaran kondisi fisik seseorang sebagai refleksi dari
keseimbangan energi yang masuk dan yang dikeluarkan oleh tubuh. Status gizi
seseorang dapat dinilai dengan mengukur dimensi tubuh (antropometri), yaitu
berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, serta tebal lemak di bawah kulit.
Akan tetapi ukuran tubuh saja tidak akan memberikan arti jika tidak dikaitkan
dengan umur dan jenis kelamin. Kombinasi antar ukuran tubuh, atau antara ukuran
tubuh dengan umur disebut ”indices” atau indikator . Secara umum indikator
dikelompokkan menjadi dua, yaitu indikator pertumbuhan (growth indicators) dan
indikator komposisi tubuh (body composition). Indikator pertumbuhan termasuk
berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), berat badan
menurut tinggi badan (BB/TB), dan lingkar kepala. Indikator komposisi tubuh
antara lain ukuran lengkar lengan atas, dan tebal lemak bawah kulit.
Untuk menilai status gizi anak balita, WHO merekomendasikan
penggunaan baku rujukan dari National Center for Health and Statistic (NCHS).
Ambang batas (cut off point) yang digunakan skor simpang baku atau z skor untuk
menentukan status gizi baik adalah ± 2 SD (WHO, 1983). Dengan ambang batas
tersebut dapat ditetapkan underweight (BB/U <-2 SD), stunted (TB/U<-2 SD), dan
wasted (BB/TB < -2 SD). Status gizi orang dewasa dapat dinilai menggunakan
indeks masa tubuh (body mass index) lebih sering disingkat BMI, yaitu suatu rasio
antara berat badan (kg) dengan kwadrat tinggi badan (dalam meter). (Pelangi Gizi,
2008)

B. Status Gizi
a. Pengertian Status Gizi
Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk
anak yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status gizi juga
didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara
kebutuhan dan masukan nutrien.
Penelitian status gizi merupakan pengukuran yang didasarkan pada data
antropometri serta biokimia dan riwayat diit (Beck, 2000:1).
b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi
1. Faktor External
Faktor eksternal yang mempengaruhi status gizi antara lain:
a) Pendapatan
Masalah gizi karena kemiskinan indikatornya adalah taraf ekonomi
keluarga, yang hubungannya dengan daya beli yang dimiliki keluarga tersebut
(Santoso, 1999).
b) Pendidikan
Pendidikan gizi merupakan suatu proses merubah pengetahuan, sikap dan
perilaku orang tua atau masyarakat untuk mewujudkan dengan status gizi yang
baik (Suliha, 2001).
c) Pekerjaan
Pekerjaan adalah sesuatu yang harus dilakukan terutama untuk
menunjang kehidupan keluarganya. Bekerja umumnya merupakan kegiatan yang
menyita waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap
kehidupan keluarga (Markum, 1991).
d) Budaya
Budaya adalah suatu ciri khas, akan mempengaruhi tingkah laku dan
kebiasaan (Soetjiningsih, 1998).
2. Faktor Internal
Faktor Internal yang mempengaruhi status gizi antara lain :
a) Usia
Usia akan mempengaruhi kemampuan atau pengalaman yang dimiliki
orang tua dalam pemberian nutrisi anak balita (Nursalam, 2001).
b) Kondisi Fisik
Mereka yang sakit, yang sedang dalam penyembuhan dan yang lanjut
usia, semuanya memerlukan pangan khusus karena status kesehatan mereka
yang buruk. Bayi dan anak-anak yang kesehatannya buruk, adalah sangat rawan,
karena pada periode hidup ini kebutuhan zat gizi digunakan untuk pertumbuhan
cepat (Suhardjo, et, all, 1986).
c) Infeksi
Infeksi dan demam dapat menyebabkan menurunnya nafsu makan atau
menimbulkan kesulitan menelan dan mencerna makanan (Suhardjo, et, all, 1986).
c. Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi secara langsung menurut Supariasa (2001)
dapat dilakukan dengan:

1. Antropometri
Antropometri adalah ukuran tubuh manusia. Sedangkan antropometri gizi
adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan
komposisi tubuh dan tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri secara umum
digunakan untuk melihat keseimbangan asupan protein dan energi.
2. Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode untuk menilai status gizi berdasarkan
atas perubahan-perubahan yang terjadi dihubungkan dengan ketidakcukupan zat
gizi, seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau organ yang dekat dengan
permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.
3. Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang
diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan. Jaringan
tubuh yang digunakan antara lain darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan
tubuh seperti hati dan otot.
4. Biofisik
Penilaian status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi
dengan melibat kemampuan fungsi dan melihat perubahan struktur dari jaringan.
Penilaian status gizi secara tidak Iangsung menurut Supariasa, IDN (2001) dapat
dilakukan dengan:

1. Survey Konsumsi Makanan


Survey konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara
tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat dan gizi yang dikonsumsi.
Kesalahan dalam survey makanan bisa disebabkan oleh perkiraan yang
tidak tepat dalam menentukan jumlah makanan yang dikonsumsi balita,
kecenderungan untuk mengurangi makanan yang banyak dikonsumsi dan
menambah makanan yang sedikit dikonsumsi ( The Flat Slope Syndrome),
membesar-besarkan konsumsi makanan yang bernilai sosial tinggi, keinginan
melaporkan konsumsi vitamin dan mineral tambahan kesalahan dalam mencatat
(food record).
2. Statistik Vital
Yaitu dengan menganalisis data beberapa statistik kesebatan seperti
angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian karena
penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.
3. Faktor Ekologi
Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi antara
beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang
tersedia sangat tergantung dan keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi, dan
lain-lain.
d. Macam Klasifikasi Status Gizi
1. Klasifikasi Status Gizi
Tabel 2.1. Tabel Status Gizi

INDEKS STATUS GIZI AMBANG BATAS *)

Gizi Lebih > + 2 SD


Gizi Baik ≥ -2 SD sampai +2 SD
Berat badan menurut umur (BB/U)
Gizi Kurang < -2 SD sampai ≥ -3 SD
Gizi Buruk < – 3 SD
Tinggi badan menurut umur (TB/U) Normal ≥ 2 SD
Pendek (stunted) < -2 SD
Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) Gemuk > + 2 SD
Normal ≥ -2 SD sampai + 2 SD
Kurus (wasted) < -2 SD sampai ≥ -3 SD
Kurus sekali < – 3 SD
Sumber : Depkes RI, 2002.

Klasifikasi di atas berdasarkan parameter antropometri yang dibedakan atas:


a) Berat Badan / Umur
Status gizi ini diukur sesuai dengan berat badan terhadap umur dalam
bulan yang hasilnya kemudian dikategorikan sesuai dengan tabel 2.1.
b) Tinggi Badan / Umur
Status gizi ini diukur sesuai dengan tinggi badan terhadap umur dalam
bulan yang hasilnya kemudian dikategorikan sesuai dengan tabel 2.1.
c) Berat Badan / Tinggi Badan
Status gizi ini diukur sesuai dengan berat badan terhadap tinggi badan
yang hasilnya kemudian dikategorikan sesuai dengan tabel 2.1.
d) Lingkar Lengan Atas / Umur
Lingkar lengan atas (LILA) hanya dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu
gizi kurang dan gizi baik dengan batasan indeks sebesar 1,5 cm/tahun.
e) Parameter Berat Badan / Tinggi Badan banyak digunakan karena memiliki
kelebihan:
1) Tidak memerlukan data umur
2) Dapat membedakan proporsi badan ( gemuk, normal, kurus)
Menurut Depkes RI (2005) Parameter berat badan / tinggi badan
berdasarkan kategori Z-Score diklasifikasikan menjadi 4 yaitu:
1) Gizi Buruk ( Sangat Kurus) : <-3 SD
2) Gizi Kurang (Kurus) :-3SDs/d<-2SD
3) Gizi Baik (Normal) :-2SDs/d+2SD
4) Gizi Lebih (Gemuk) :>+2SD

e. Mengukur status gizi dengan indeks massa tubuh (IMT)


Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau
sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan
penggunaan (utilization) zat gizi makanan. Status gizi seseorang tersebut dapat
diukur dan diasses (dinilai). Dengan menilai status gizi seseorang atau
sekelompok orang, maka dapat diketahui apakah seseorang atau sekelompok
orang tersebut status gizinya tergolong normal ataukah tidak normal.
Antropometri adalah pengukuran bagian-bagian tubuh. Perubahan dalam
dimensi-dimensi tubuh merefleksikan keadaan kesehatan dan kesejahteraan
seseorang atau penduduk tertentu.
Antropometri digunakan untuk menilai dan memprediksi status gizi,
performan, kesehatan dan kelangsungan hidup seseorang dan merefleksikan
keadaan sosial ekonomi atau kesejahreraan penduduk. Antropometri merupakan
pengukuran status gizi yang sangat luas digunakan. Alasan penggunaan
antropometri yang luas tersebut adalah :
1. Kehandalannya dalam menilai dan memprediksi status gizi dan masalah
kesehatan dan sosial ekonomi.
2. Mudah digunakan dan relatif tidak mahal.
3. Alat ukur yang non-invasive (tidak membuat trauma bagi orang yang diukur).
Ukuran yang biasa digunakan adalah tinggi badan (atau panjang badan),
berat badan, lengkar lengan atas, dan umur. Tinggi dan berat badan paling sering
digunakan dalam pengukuran karena dapat membantu mengevaluasi
pertumbuhan anak-anak dan menentukan status gizi orang dewasa. Indeks
massa tubuh (IMT) merupakan indikator yang paling sering digunakan untuk
mendeteksi masalah gizi pada seseorang.
Antropometri dapat digunakan untuk berbagai tujuan, tergantung pada
indikator antropometri yang dipilih. Sebagai contoh, indeks massa tubuh (IMT)
merupakan indikator kekurusan dan kegemukan. Pengukuran IMT merupakan
cara yang paling murah dan mudah dalam mendeteksi masalah kegemukan di
suatu wilayah. Masalah kegemukan sekarang ini semakin meningkat dengan
semakin meningkatnya kesejahteraan masyarakat dan peningkatan kemajuan
teknologi yang memungkinkan aktivitas masyarakat semakin rendah. Peningkatan
masalah kegemukan ini saat erat kaitannya dengan berbagai penyakit kronis
degeneratif, seperti hipertensi, diabetes, penyakit jantung koroner, kanker, dll.
Pengukuran IMT dapat dilakukan pada anak-anak, remaja maupun orang
dewasa. Pada anak-anak dan remaja pengukuran IMT sangat terkait dengan
umurnya, karena dengan perubahan umur terjadi perubahan komposisi tubuh dan
densitas tubuh. Karena itu, pada anak-anak dan remaja digunakan indikator IMT
menurut umur, biasa disimbolkan dengan IMT/U.
IMT adalah perbandingan antara berat badan dengan tinggi badan
kuadrat. Cara pengukurannya adalah pertama-tama ukur berat badan dan tinggi
badannya. Selanjutnya dihitung IMT-nya, yaitu :
Berat badan (kg)
IMT = ----------------------------------------------
Tinggi badan 2 (meter)
Dimana : berat badan dalam satuan kg, sedangkan tinggi badan dalam satuan
meter.
Untuk menentukan status gizi anak balita (usia 0-60 bulan), nilai IMT-nya
harus dibandingkan dengan nilai IMT standar WHO 2005 (WHO, 2006);
sedangkan pada anak dan remaja usia 5-19 tahun nilai IMT-nya harus
dibandingkan dengan referensi WHO/NCHS 2007 (WHO, 2007). Pada saat ini,
yang paling sering dilakukan untuk menyatakan indeks tersebut adalah dengan Z-
skor atau persentil.
1. Z-skor : deviasi nilai seseorang dari nilai median populasi referensi dibagi dengan
simpangan baku populasi referensi.
2. Persentil : tingkatan posisi seseorang pada distribusi referensi (WHO/NCHS), yang
dijelaskan dengan nilai seseorang sama atau lebih besar daripada nilai persentase
kelompok populasi.
Z-skor paling sering digunakan. Secara teoritis, Z-skor dapat dihitung
dengan cara berikut :
Nilai IMT yang diukur – Median Nilai IMT (referensi)
Z-Skor = -------------------------------------------------------------
Standar Deviasi dari standar/referensi
Klasifikasi WHO agak sedikit berbeda dengan klasifikasi menurut
Kementerian Kesehatan RI. Klasifikasi status gizi pada IMT yang dihitung dengan
menggunakan Z-skor menurut WHO dapat dilihat pada Tabel 1 berikut :
Tabel 1. Klasifikasi IMT menurut WHO
Nilai Z-skor Klasifikasi
z-skor ≥ +2 Overweight (kelebihan berat
badan atau gemuk)
-2 < z-skor < +2 Normal
-3 < z-skor < -2 Kurus
z-skor < -3 Sangat kurus
Klasifikasi menurut Kemenkes RI (2010) dibedakan pada kelompok usia 0-
60 bulan dengan kelompok usia 5-18 bulan. Klasifikasi IMT untuk usia 0-60 bulan
disajikan pada Tabel 2, sedangkan klasifikasi IMT untuk anak usia 5-18 tahun
disajikan pada Tabel 3.
Tabel 2. Klasifikasi IMT menurut Kemenkes RI 2010 untuk anak usia 0-60
bulan
Nilai Z-skor Klasifikasi
z-skor ≥ +2 Gemuk
-2 < z-skor < +2 Normal
-3 < z-skor < -2 Kurus
z-skor < -3 Sangat kurus

Tabel 3. Klasifikasi IMT menurut Kemenkes RI 2010 untuk anak usia 5-18
tahun
Nilai Z-skor Klasifikasi
z-skor ≥ +2 Obesitas
+1 < z-skor < +2 Gemuk
-2 < z-skor < +1 Normal
-3 < z-skor < -2 Kurus
z-skor < -3 Sangat kurus

Sekarang untuk menghitung z-skor IMT/U tersebut bukan hal yang susah
lagi. Kemajuan teknologi mempermudah hal itu. Software-nya sudah tersedia di
web WHO. Pada orang dewasa, pengukuran status gizi dilakukan dengan
menggunakan indeks massa tubuh (IMT). Perhitungan IMT sama seperti diatas.
Hasilnya dibandingkan dengan nilai titik batas IMT menurut WHO atau
Departemen Kesehatan RI, yang nilai titik batasnya disajikan pada Tabel 4 dan
Tabel 5.
Pada orang dewasa faktor umur tidak dipertimbangkan dalam menghitung
IMT. Pada orang dewasa biasanya tinggi badannya tidak relatif stabil, sehingga
variasi yang terjadi hanya pada berat badannya.
Tabel 4. Klasifikasi IMT Dewasa menurut WHO
Klasifikasi Interpretasi
< 16,0 Severe thinness
16,00 – 16,99 Moderate thinness
17,00 – 18,49 Mild thinness
18,50 – 24,99 Normal
25,00 – 29,99 Grade 1 overweight
30,00 – 39,99 Grade 2 overweight
≥ 40,0 Grade 3 overweight

Tabel 5. Klasifikasi IMT Dewasa menurut Kemenkes RI (2003)


Kategori IMT Klasifikasi
< 17,0 Kurus (kekurangan berat
badan tingkat berat)
17,0 – 18,4 Kurus (kekurangan berat
badan tingkat ringan)
18,5 – 25,0 Normal
25,1 – 27,0 Kegemukan (kelebihan berat
badan tingkat ringan)
> 27,0 Gemuk (kelebihan berat
badan tingkat berat)

1. Kelemahan penggunaan IMT


Penggunaan IMT mempunyai kelemahan. Kelemahan yang terjadi adalah
dalam menentukan obesitas. Kita tahu bahwa obesitas adalah kelebihan lemak
tubuh. IMT hanya mengukur berat badan dan tinggi badan. Kelebihan berat badan
tidak selalu identik dengan kelebihan lemak. Berat badan terdiri dari lemak, air,
otot (protein), dan mineral. Pada seorang yang sangat aktif, misalkan
olahragawan, maka biasanya komposisi lemak tubuhnya relatif rendah dan
komposisi ototnya relatif tinggi. Pada orang yang sangat aktif IMT yang tinggi tidak
berarti kelebihan lemak tubuh atau bukan obes.
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi
Menurut Unicef (1998) gizi kurang pada anak balita disebabkan oleh
beberapa faktor yang kemudian diklasifikasikan sebagai penyebab langsung,
penyebab tidak langsung, pokok masalah dan akar masalah.
Gizi kurang secara langsung disebabkan oleh kurangya konsumsi
makanan dan adanya penyakit infeksi. Makin bertambah usia anak maka makin
bertambah pula kebutuhannya. Konsumsi makanan dalam keluarga dipengaruhi
jumlah dan jenis pangan yang dibeli, pemasakan, distribusi dalam keluarga dan
kebiasaan makan secara perorangan. Konsumsi juga tergantung pada
pendapatan, agama, adat istiadat, dan pendidikan keluarga yang bersangkutan
(Almatsier, 2001).
Timbulnya gizi kurang bukan saja karena makanan yang kurang tetapi juga
karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering
diserang diare atau demam, akhirnya dapat menderita gizi kurang. Sebaliknya
anak yang makan tidak cukup baik maka daya tahan tubuhnya (imunitas) dapat
melemah, sehingga mudah diserang penyakit infeksi, kurang nafsu makan dan
akhirnya mudah terkena gizi kurang (Soekirman, 2000). Sehingga disini terlihat
interaksi antara konsumsi makanan yang kurang dan infeksi merupakan dua hal
yang saling mempengaruhi.
Menurut Schaible & Kauffman (2007) hubungan antara kurang gizi dengan
penyakit infeksi tergantung dari besarnya dampak yang ditimbulkan oleh sejumlah
infeksi terhadap status gizi itu sendiri. Beberapa contoh bagaimana infeksi bisa
berkontribusi terhadap kurang gizi seperti infeksi pencernaan dapat menyebabkan
diare, HIV/AIDS,tuberculosis, dan beberapa penyakit infeksi kronis lainnya bisa
menyebabkan anemia dan parasit pada usus dapat menyebabkan anemia.
Penyakit Infeksi disebabkan oleh kurangnya sanitasi dan bersih, pelayanan
kesehatan dasar yang tidak memadai, dan pola asuh anak yang tidak memadai
(Soekirman, 2000).
Penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola
pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan.
Rendahnya ketahanan pangan rumah tangga, pola asuh anak yang tidak
memadai, kurangnya sanitasi lingkungan serta pelayanan kesehatan yang tidak
memadai merupakan tiga faktor yang saling berhubungan. Makin tersedia air
bersih yang cukup untuk keluarga serta makin dekat jangkauan keluarga terhadap
pelayanan dan sarana kesehatan, ditambah dengan pemahaman ibu tentang
kesehatan, makin kecil resiko anak terkena penyakit dan kekurangan gizi (Unicef,
1998) Sedangkan penyebab mendasar atau akar masalah gizi di atas adalah
terjadinya krisis ekonomi, politik dan sosial termasuk bencana alam, yang
mempengaruhi ketidak-seimbangan antara asupan makanan dan adanya penyakit
infeksi, yang pada akhirnya mempengaruhi status gizi balita (Soekirman, 2000).
Penelitian Anwar (2006) mengenai faktor resiko kejadian gizi buruk di
Lombok Timur. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa gizi buruk di Kabupaten
Lombok Timur disebabkan oleh Faktor karakteristik keluarga dan pola asuh, yaitu :
pendapatan keluarga (berisiko 5,03 kali), tingkat pendidikan ibu (2,32 kali),
pengetahuan ibu mengenai pemantauan pertumbuhan (berisiko 15,64 kali),
pengasuh anak (7,87 kali), berat badan lahir (5,73 kali), lama ASI eksklusif (2,57
kali), status imunisasi (10,28 kali), dan pola makan anak (3,27 kali). Namun secara
bersama (simultan), hanya pengetahuan ibu yang bermakna sebagai faktor risiko
gizi buruk di Kabupaten Lombok Timur. Pada penelitian ini faktor karakteristik
keluarga yang menjadi pertimbangan dan dapat mempengaruhi hasil adalah
pendapatan keluarga dan tingkat pendidikan ibu.
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
a. Gambaran Umum dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SDN Lahusa Kecamatan
Ulususua merupakan salah satu Sekolah Dasar Negeri yang
berada di Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Terletak di
jalan Lahusa, Kabupaten Nias Selatan, Provinsi Sumatera
Utara yang memiliki luas tanah 1768 M2.
SDN Lahusa Kecamatan Ulususua, berdiri sejak tahun
2006, dengan i 9 kelas sebanyak 167 siswa – siswi dan guru
sebanyak 15 guru

b. Umur Anak sekolah


Umur anak sekolah (7-12 tahun) merupakan kelompok
umur yang masih mengalami tumbuh kembang dan
memerlukan zat gizi yang cukup dan sesuai untuk menunjang
tumbuh kembang mereka, namun pada masa ini anak-anak
memiliki kebiasaan makan yang kurang baik sehingga perlu
diberikan pendidikan gizi sebagai salah satu cara mengatasi
masalah gizi pada anak sekolah (Marisa dan Nuryanto, 2014).
Distribusi sampel berdasarkan kelompok umur dapat dilihat
pada tabel 1.

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Umur Anak Sekolah

Umur n f
8-9 Tahun 19 30.2
10-11 Tahun 44 69.8
Total 63 100

Tabel 1 Menunjukkan distribusi umur sampel bahwa


paling banyak sampel berumur 10-11 tahun yaitu sebanyak
44 sampel (69.8%), selanjutnya sampel yang berumur 8-9
tahun sebanyak 19 sampel (30.2%).
c. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan gizi yang baik merupakan salah satu
faktor dalam menuntun anak sekolah memilih makanan
yang bersumber dari zat gizi dan memilih makanan jajanan
yang sehat (Notoatmodjol, 2013). Distribusi sampel
berdasarkan tingkat pengetahuan dapat dilihat pada tabel
2.

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan n f
Tinggi 57 90.5
Sedang 6 9.5
Rendah 0 0
TOTAL 63 100

Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa


pengetahuan siswa-siswi SDN Lahusa Kecamatan
Ulususua lebih banyak dengan pengetahuan tinggi
sebanyak 57 siswa siswi (90.5 %) dari pada siswa-
siswi dengan pengetahuan sedang sebanyak 6 siswa-
siswi (9.5%) dan siswa-siswi yang rendah
pengetahuannya 0(0%) siswa-siswi

d. Tingkat Perilaku
Perilaku merupakan hasil dari segala macam
pengalaman secara instansi manusia dengan
lingkungan yang berwujud dalam bentuk pengetahuan,
sikap dan tindakan tentang perilaku jajan. Perilaku jajan
adalah kebiasaan membeli makanan secara berulang-
ulang. Perilaku jajan pada dasarnya merupakan bentuk
penerapan kebiasaan jajan, kebiasan jajan merupakan
cara individu, kelompok masyarakat dalam memilih
jajanan untuk dikonsumsi. Distribusi sampel
berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada tabel 3.

Tebal 3. Distribusi Frekuensi Perilaku

Perilaku N F
Baik 44 69.8
Tidak baik 19 30.2
Total 63 100.0

Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa


perilaku sampel mempunyai perilaku baik sebanyak 44
sampel (69.8 %) lebih banyak dari pada sampel
perilakunya tidak baik sebanyak 19 sampel (30.2%)

e. Status gizi
Status gizi merupakan salah satu faktor yang
menentukan sumber daya manusia dan kualitas hidup,
status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat dari
pemakaian, penyerapan, dan penggunaan zat gizi
(Dyah, 2010),

Tabel 4. Distribusi frekuensi status gizi


Status Gizi N F
Normal 59 93.7
Tidak normal 4 6.3
Total 63 100.0

Berdasarkan tabel 4 diatas menunjukan bahwa


status Gizi sampel lebih banyak status gizi normal
sebanyak 59 sampel (93.7%) dari pada status gizi
tidak normal sebanyak 4 sampel (6.3%)
B. Pembahasan
a. Karakteristik Sampel
Hasil penelitian mendapatkan dari 63 sampel dengan
umur anak banyak sampel berumur 10-11 tahun yaitu
sebanyak 44 sampel (69.8%), selanjutnya sampel yang
berumur 8-9 tahun sebanyak 19 sampel (30.2%).

b. Analisa Univariat
1. Pengetahuan
Pengetahuan gizi adalah kepandaian memilih
makanan yang merupakan sumber zat-zat gizi dan
kepandaian dalam memilih makanan jajanan yang baik.
Menurut Yusuf, dkk (2008), pengetahuan gizi sendiri
sangat perlu dimiliki oleh setiap orang atau masyarakat
karena kesalahan dalam memilih makanan akan
berdampak buruk pada kesehatan. Dampak dari
kesalahan tersebut tidak hanya dirasakan seketika
setelah kita mengkonsumsi makanan tertentu, namun
bisa juga dampak tersebut muncul setelah kita
mengkonsumsi makanan dalam jangka waktu yang
lama. Pada penelitian ini menunjukan bahwa
pengetahuan siswa-siswi SDN.101879 KANAN II lebih
banyak dengan pengetahuan tinggi sebanyak 57
siswa siswi (90.5 %) dari pada siswa-siswi dengan
pengetahuan sedang sebanyak 6 siswa-siswi (9.5%)
dan siswa-siswi yang rendah pengetahuannya 0(0%)
siswa-siswi

Dari penelitian ini sebagian besar pengetahuan


gizi siswa baik hal ini dipengaruhi oleh fasilitas di
sekolah ini yang memadai seperti memiliki area koneksi
internet sehingga

2. Perilaku
Penelitian Gubbels, et.al (2012) mengatakan
bahwa intervensi ke depan untuk mencegah kelebihan
berat badan anak harus mengatasi pola makan secara
terus menerus dengan aktivitas anak yang
kurang,sehingga perlu diatasi dengan perilaku sinergi
(misalnya antara menonton televisi, dan ngemil).
Hasil penelitian menunjukan bahwa perilaku
sampel mempunyai perilaku baik sebanyak 44 sampel
(69.8 %) lebih banyak dari pada sampel perilakunya
tidak baik sebanyak 19 sampel (30.2%).
Perilaku makan dan pilihan makanan anak usia
SD sangat dipengaruhi orangtua, pendidi- kan di
sekolah, dan teman sebaya. Orangtua bertanggung
jawab saat makan di rumah dan penyediaan bekal bagi
anak. Diperlukan perilaku positif dari orangtua dan
keluarga untuk memberikan contoh perilaku dan
kebiasaan makan yang sehat.

3. Status Gizi
Status gizi anak di tentukan oleh derajat
kebutuhan fisik energi dan zat-zat gizi lain yang
diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak
fisiknya diukur secara antroppometri dan akan
dikategorikan berdasarkan standar baku dengan indeks
masa tubuh. Tabel 4 diatas menunjukan bahwa status
Gizi sampel lebih banyak status gizi normal sebanyak
58 sampel (93.7%) dari pada status gizi tidak normal
sebanyak 4 sampel (6.3%).
Anak sekolah yang memiliki status gizi yang baik
disebabkan salah satunya adalalah makanan jajanan,
karena menurut penelitian sebelumnya makanan
jajanan menyumbang asupan energy bagi anak
sekolah sebanyak 36%, yaitu 29% protein dan 52 % zat
besi (Anonim, 2007).
Hasil penelitian yang dilaksanakan di SDN
Tunggulwulung 3 Malang didapatkan temuan bahwa
perilaku jajan anak cukup namun status gizi anak baik.
Cukupnya perilaku anak dalam memilih jajanan di
sebabkn karena sebagian orangtua jarang memberikan
pemahaman kepada anaknya tentang kandungan zat
gizi yang ternilai dalam makanan bahkan bahayanya
jajanan saat ini. Untuk mendukung pada Perilaku jajan
anak menjadi baik maka tentunya didukung oleh
orangtua dan guru di Sekolah agar anak dapat
mengerti untuk memilih jajanan yang bergizi, sehat,
bersih dan aman untuk dikonsumsi, dengan memonitor
kantin sekolah atau pun memperlakukan anak untuk
membawa bekal kesekolah. Karena Selain itu anak
berkaitan dengan makanan selingan disekolah, agar
selama disekolah kadar gula tetap terkontrol baik,
sehingga konsentrasi terhadap pelajaran dan aktivitas
lainnya dapat tetap dilaksanakan.
Secara tak langsung apabila pengetahuan gizi
baik maka sikap dalam pemilihan makanan juga baik
dan dapat berpengaruh terhadap status gizi karena
pemilihan makanan yang baik. Solihin (2005)
mengungkapkan bahwa pengetahuan anak dapat
diperoleh baik secara internal maupun eksternal.
Untuk pengetahuan secara internal yaitu
pengetahuan yang berasal dari diri sendiri berdasarkan
hasil belajarnya maupun pengalamannya sedangkan
secara eksternal merupakan pengetahuan yang
berasal dari luar atau berasal dari orang lain atau
informasi yang didapatkan dari media massa maupun
berasal dari lingkungan yang secara tak langsung
dapat berpengaruh kepada pengetahuan anak itu
sendiri.
Hasil ini diperkuat dengan uji statistik dengan chi
square diperoleh p = 1.000>0.05, maka dapat
disimpulkan tidak ada hubungan yang signifikan antara
pengetahuan dengan status gizi pada anak sekolah
SDN Lahusa Kecamatan Ulususua Kabupaten Nias
Selatan.

Anda mungkin juga menyukai