Anda di halaman 1dari 15

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hutan merupakan salah satu bagian paling penting dalam


kehidupan manusia. Tanpa hutan keberadaan kehidupan di bumi tidak dapat
mungkin terjadi. Tidak hanya menyediakan oksigen tetapi juga banyak
manfaat lain yang berhubungan dengan eksistensi manusia di Bumi. 23%
dari total lahan di bumi tertutup oleh hutan. Indonesia, terutama Pulau
Kalimantan, Sumatra, dan Papua merupakan penyumbang hutan terbesar
kedua di dunia setelah hutan tropis raksasa Amazon di Brazil.
Untuk meningkatkan kesehatan manusia dan kelestarian hutan,
diperlukan hal-hal untuk mempertimbangkan hutan untuk penduduk
setempat dan untuk menilai bagaimana penghuni hutan dapat berkontribusi
untuk meningkatkan pengelolaan hutan. Intervensi terhadap hutan, baik
yang bertanggungjawab maupun tidak, memiliki implikasi untuk populasi
lain, seperti yang telah secara dramatis dan negatif yang ditunjukkan dalam
beberapa tahun terakhir dengan yaitu global warming. Oleh karena itu,
dengan melihat manfaat secara langsung dan tidak, kita dapat memberikan
kontribusi terhadap hutan di sekitar kita.

1.2 Rumusan Masalah


Didalam makalah memuat masalah sebagai berikut:
1. Apa penyebab kerusakan hutan?
2. Bagaimana cara mencegah terjadinnya kerusakan hutan?

1.3 Tujuan
Tujuan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui penyebab terjadinnya kerusakan hutan

1
2. Memberikan solusi tentang cara mencegah terjadinnya kerusakan
hutan.

1.4 Manfaat
Manfaat dari makalah ini adalah:
1. Meningkatkan kesadaran akan arti pentingnnya kedudukan hutan di
muka bumi.
2. Meningkatkan kesadaran untuk menjaga kelestarian hutan..
3. Meningkatkan rasa kepedulian terhadap pelestarian hutan.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


Kerusakan hutan hujan tropis di Indonesia tidak terlepas dari
kebijakan kehutanan Indonesia yang menjadikan hutan sebagai objek paling
dragmatis memberikan keuntungan dalam jangka waktu yang pendek. Hutan
dijadikan komoditi yang paling mudah untuk mendukung pertumbuhan
ekonomi nasional. Pertumbuhan ekonomi dijadikan alasan guna melakukan
eksploitasi hutan tanpa memperhitungkan daya dukung, keberlanjutan dan
kelestarian hutan (Koesmono, 1999).

Pengusahaan hutan secara besar-besaran dengan pola HPH (Hak


Pengusahaan Hutan) dimulai sejak dikeluarkannya UU No.5 Tahun 1967
tentang ketentuan Pokok Kehutanan dan PP No. 21 Tahun 1970 tentang HPH
dan HPHH (Hak Pemungutan Hasil Hutan). Pada PP 21 ini nilai-nilai
kemanusiaan (HAM) khususnya pada masyarakat pedesaan yang hidup di
sekitar hutan hilang dan ditindas. Semua yang ada kaitannya dengan bisnis
kayu di areal hutan HPH menjadi hak penuh pengusaha. Sementara hak-hak
masyarakat lokal dan adat ditiadakan dan dinyatakan tidak berlaku selama
kegiatan eksplotasi hutan dilaksanakan oleh pihak HPH (Awang,
2002). Persoalan penting lainnya yang dihadapi oleh kehutanan Indonesia
adalah konflik dengan masyarakat setempat pada semua fungsi hutan.
Konflik ini terjadi karena adanya penggusuran secara besar-besaran terhadap
hak kepemilikan atau karena adanya masyarakat setempat yang tidak
memiliki akses terhadap lahan pertanian (Raja, 2003).

Seiring dengan berhembusnya reformasi, terjadi


perubahan/pergeseran orientasi pengelolaan hutan yang lebih meningkatkan
peran serta masyarakat, khususnya masyarakat sekitar hutan. Dalam
kaitannya dengan hal ini, Departemen Kehutanan mulai memberikan

3
perhatian yang semakin besar kepada programprogram hutan
kemasyarakatan (Koesmono, 1999).

Ide pembangunan kehutanan dengan pola hutan kemasyarakatan


sebenarnya mulai dirintis sejak tahun 1995, dengan ditetapkannya SK
Menhut No. 622/Kpts-II/1995 tentang Pedoman Hutan Kemasyarakatan.
Namun pelaksanaannya sendiri kurang berjalan dengan baik karena masih
kurang tersosialisasinya program tersebut di masyarakat dan belum adanya
petunjuk teknis dan pelaksanaannya. Untuk mengatasinya, ditetapkan
Permenhut No: P. 37/Menhut-II/2007 tentang penyelenggaraan hutan
kemasyarakatan.

Diakui dan dikembangkannya pendekatan program Hutan


Kemasyarakatan (HKm) oleh Menteri Kehutanan adalah salah satu upaya
dimana paradigm kehutanan sosial telah mendapat tempat di percaturan
politik dan kebijakan pendayagunaan hutan di Indonesia. Pendekatan ini
akan mampu memecahkan berbagai masalah antara masyarakat dan
pemerintah. Walaupun paradigm kehutanan sosial orientasinya lebih luas,
tetapi tidak berarti dasar-dasar timberbased management ditinggalkan.
Langkah yang benar adalahparadigma kehutanan sosial tidak sepenuhnya
meninggalkan timber based management tersebut, terutama pada tingkat
manajemen hutannya (Awang, 2005).

4
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Pengertian dan Definisi Hutan

Hutan bukan hanya sekumpulan individu pohon tetapi merupakan


suatu masyarakat tumbuhan yang kompleks, terdiri dari pohon juga
tumbuhan bawah, jasad renik tanah, dan hewan lainnya. Satu sama lainnya
terjadi hubungan ketergantungan.

Hutan merupakan suatu ekosistem yang dibentuk atau tersusun


oleh berbagai komponen yang tidak bisa berdiri sendiri, tidak dapat dipisah-
pisahkan, bahkan saling mempengaruhi dan saling bergantung. Banyak yang
memberi definisi dan pengertian tentang hutan. Pada Undang - Undang RI
No. 41 Tahun 1999 mencantumkan Hutan adalah kesatuan ekosistem berupa
hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan
dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak
dapat dipisahkan. Pendapat lain mendefinisikan Hutan sebagai lapangan
yang ditumbuhi pepohonan yang secara keseluruhan merupakan
persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya atau ekosistem
(Kadri dkk., 1992).

Soerianegara dan Indrawan (1982) mengemukakan Hutan adalah


masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai atau didominasi oleh pohon-
pohon dan mempunyai keadaan lingkungan yang berbeda dengan keadaan
diluar hutan. Sedangkan Arief (1994) menulis bahwa Hutan adalah
masyarakat tumbuh-tumbuhan dan binatang yang hidup dalam lapisan dan
di permukaan tanah dan terletak pada suatu kawasan, serta membentuk
suatu kesatuan ekosistem yang berada dalam keseimbangan dinamis.
Walaupun berbagai pendapat dikemukakan namun semuanya itu mengadung
pengertian yang sama.

5
Untuk dapat dikategorikan hutan, sekelompok pohon-pohon harus
mempunyai tajuk-tajuk yang cukup rapat, sehingga merangsang
pemangkasan secara alami, dengan cara menaungi ranting dan dahan di
bagian bawah, dan menghasilkan tumpukan bahan organic/seresah yang
sudah terurai maupun yang belum, di atas tanah mineral. Terdapat unsur-
unsur lain yang berasosiasi, antara lain tumbuhan yang lebih kecil dan
berbagai bentuk kehidupan fauna.

Sebatang tanaman muda Pinus merkusii, pohon-pohon di sebuah


taman kota dan sisa-sisa pohon yang tersebar sesudah pembalakan berat
tidaklah memenuhi persyaratan sebagai hutan.

3.2 Penyebab Kerusaakan Hutan

1. Kebakaran Hutan

Penyebab kebakaran hutan sampai saat ini masih menjadi


topik perdebatan, apakah karena alami atau karena kegiatan manusia.
Namun berdasarkan beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa
penyebab utama kebakaran hutan adalah faktor manusia yang berawal
dari kegiatan atau permasalahan sebagai berikut:

a. Sistem perladangan tradisional dari penduduk setempat yang


berpindah- pindah.

b. Pembukaan hutan oleh para pemegang Hak Pengusahaan Hutan


(HPH) ntuk insdustri kayu maupun perkebunan kelapa sawit.

c. Penyebab struktural, yaitu kombinasi antara kemiskinan, kebijakan


pembangunan dan tata pemerintahan, sehingga menimbulkan
konflik antar hukum adat dan hukum positif negara.

6
2. Penebangan hutan secara sembarangan

Menebang hutan sembarangan akan menyebabkan hutan


menjadi gundul. Ditambah lagi akhir-akhir ini penebangan hutan
liar semakin marak terjadi,

3. Penegakan Hukum yang Lemah

Mentri Kehutanan Republik Indonesia M.S.Kaban SE.MS


menyebutkan bahwa lemahnya penegakan hukum di Indonesia
telah turut memperparah kerusakan hutan Indonesia. Menurut
Kaban penegakan hukum barulah menjangkau para pelaku di
lapangan saja. Biasanya mereka hanya orang-orang upahan yang
bekerja untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka sehari-harinya.
Mereka hanyalah suruhan dan bukan orang yang paling
bertanggung jawab.

Orang yang menyuruh mereka dan paling bertanggung


jawab sering belum disentuh hukum. Mereka biasanya mempunyai
modal yang besar dan memiliki jaringan kepada penguasa. Kejahatan
seperti ini sering juga melibatkan aparat pemerintahan yang berwenang
dan seharusnya menjadi benteng pertahanan untuk menjaga
kelestarian hutan seperti polisi kehutanan dan dinas kehutanan.

Keadaan ini sering menimbulkan tidak adanya koordinasi yang


maksimal baik diantara kepolisian, kejaksaan dan pengadilan sehingga
banyak kasus yang tidak dapat diungkap dan penegakan hukum
menjadi sangat lemah.

4. Mentalitas Manusia.

Manusia sering memposisikan dirinya sebagai pihak yang


memiliki otonomi untuk menyusun blue print dalam perencanaan dan

7
pengelolaan hutan, baik untuk kepentingan generasi sekarang maupun
untuk anak cucunya.

Hal ini kemungkinan disebabkan karena manusia sering


menganggap dirinya sebagai ciptaan yang lebih sempurna dari yang
lainnya. Pemikiran antrhroposentris seperti ini menjadikan manusia
sebagai pusat. Bahkan posisi seperti ini sering ditafsirkan memberi
lisensi kepada manusia untuk “menguasai” hutan. Karena manusia
memposisikan dirinya sebagai pihak yang dominan, maka keputusan
dan tindakan yang dilaksanakanpun sering lebih banyak di dominasi
untuk kepentingan manusia dan sering hanya memikirkan kepentingan
sekarang daripada masa yang akan datang. Akhirnya hutanpun
dianggap hanya sebagai sumber penghasilan yang dapat dimanfaatkan
dengan sesuka hati. Masyarakat biasa melakukan pembukaan hutan
dengan berpindah-pindah dengan alasan akan dijadikan sebagai lahan
pertanian. Kalangan pengusaha menjadikan hutan sebagai lahan
perkebunan atau penambangan dengan alasan untuk pembangunan
serta menampung tenaga kerja yang akan mengurangi jumlah
pengangguran. Tetapi semua itu dilaksanakan dengan cara pengelolaan
yang exploitative yang akhirnya menimbulkan kerusakan hutan. Dalam
struktur birokrasi pemerintahan mentalitas demikian juga seakan-akan
telah membuat aparat tidak serius untuk menegakkan hukum dalam
mengatasi kerusakan hutan bahkan terlibat di dalamnya.

3.3 Akibat Kerusakan Hutan

Kerusakan hutan akan menimbulkan beberapa dampak negatif


yang besar di bumi:

1. Efek Rumah Kaca (Green house effect).

Hutan merupakan paru-paru bumi yang mempunyai fungsi


mengabsorsi gas Co2. Berkurangnya hutan dan meningkatnya

8
pemakaian energi fosil (minyak, batubara dll) akan menyebabkan
kenaikan gas Co2 di atmosfer yang menyelebungi bumi. Gas ini makin
lama akan semakin banyak, yang akhirnya membentuk satu lapisan
yang mempunyai sifat seperti kaca yang mampu meneruskan pancaran
sinar matahari yang berupa energi cahaya ke permukaan bumi, tetapi
tidak dapat dilewati oleh pancaran energi panas dari permukaan bumi.
Akibatnya energi panas akan dipantulkan kembali kepermukaan bumi
oleh lapisan Co2 tersebut, sehingga terjadi pemanasan di permukaan
bumi. Inilah yang disebut efek rumah kaca. Keadaan ini menimbulkan
kenaikan suhu atau perubahan iklim bumi pada umumnya. Kalau ini
berlangsung terus maka suhu bumi akan semakin meningkat, sehingga
gumpalan es di kutub utara dan selatan akan mencair. Hal ini akhirnya
akan berakibat naiknya permukaan air laut, sehingga beberapa kota
dan wilayah di pinggir pantai akan terbenam air, sementara daerah
yang kering karena kenaikan suhu akan menjadi semakin kering.

2. Kerusakan Lapisan Ozon

Lapisan Ozon (O3) yang menyelimuti bumi berfungsi menahan


radiasi sinar ultraviolet yang berbahaya bagi kehidupan di bumi. Di
tengah-tengah kerusakan hutan, meningkatnya zat-zat kimia di bumi
akan dapat menimbulkan rusaknya lapisan ozon. Kerusakan itu akan
menimbulkan lubang-lubang pada lapisan ozon yang makin lama dapat
semakin bertambah besar. Melalui lubang-lubang itu sinar ultraviolet
akan menembus sampai ke bumi, sehingga dapat menyebabkan kanker
kulit dan kerusakan pada tanaman-tanaman di bumi.

3. Kepunahan Species

Hutan di Indonesia dikenal dengan keanekaragaman hayati di


dalamnya. Dengan rusaknya hutan sudah pasti keanekaragaman ini
tidak lagi dapat dipertahankan bahkan akan mengalami kepunahan.

9
Dalam peringatan Hari Keragaman Hayati Sedunia dua tahun yang lalu
Departemen Kehutanan mengumumkan bahwa setiap harinya
Indonesia kehilangan satu species (punah) dan kehilangan hampir 70%
habitat alami pada sepuluh tahun terakhir ini.

4. Merugikan Keuangan Negara.

Sebenarnya bila pemerintah mau mengelola hutan dengan lebih


baik, jujur dan adil, pendapatan dari sektor kehutanan sangat besar.
Tetapi yang terjadi adalah sebaliknya. Misalnya tahun 2003 jumlah
produksi kayu bulat yang legal (ada ijinnya) adalah sebesar 12 juta
m3/tahun. Padahal kebutuhan konsumsi kayu keseluruhan sebanyak 98
juta m3/tahun. Data ini menunjukkan terdapat kesenjangan antara
pasokan dan permintaan kayu bulat sebesar 86 juta m3. Kesenjangan
teramat besar ini dipenuhi dari pencurian kayu (illegal loging). Dari
praktek tersebut diperkirakan kerugian yang dialami Indonesia
mencapai Rp.30 trilyun/tahun. Hal inilah yang menyebabkan
pendapatan sektor kehutanan dianggap masih kecil yang akhirnya
mempengaruhi pengembangan program pemerintah untuk masyarakat
Indonesia.

5. Banjir.

Dalam peristiwa banjir yang sering melanda Indonesia akhir-


akhir ini, disebutkan bahwa salah satu akar penyebabnya adalah karena
rusaknya hutan yang berfungsi sebagai daerah resapan dan tangkapan
air (catchment area). Hutan yang berfungsi untuk mengendalikan banjir
di waktu musim hujan dan menjamin ketersediaan air di waktu musim
kemarau, akibat kerusakan hutan makin hari makin berkurang luasnya.
Tempat-tempat untuk meresapnya air hujan (infiltrasi) sangat
berkurang, sehingga air hujan yang mengalir di permukaan tanah
jumlahnya semakin besar dan mengerosi daerah yang dilaluinya.

10
Limpahannya akan menuju ke tempat yang lebih rendah sehingga
menyebabkan banjir.Bencana banjir akan semakin bertambah dan akan
berulang apabila hutan semakin mengalami kerusakan yang parah.
Tidak hanya akan menimbulkan kerugian materi, tetapi nyawa manusia
akan menjadi taruhannya.

3.4 UPAYA MENGATASI KERUSAKAN HUTAN


1. Upaya mengatasi kerusakan hutan:
a. Masyarakat harus sadar akan dampak yang di timbulkan akibat
kerusakan hutan
b. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memelihara hutan dan
tidak melakukan penebanagan hutan.
c. Melakukan tindakan yang memotivasi warga untuk bertanggung
jawab terhadap lingkungan hidup
d. Menetapkan peraturan–peraturan tentang yang mengatur
penebangan hutan
e. Mengadakan pengawasan,pengendalian, dan pengelolaan hutan
f. Mengeluarkan Undang-undang tentang lingkungan hidup.
Misalnya Undang-undang No.4 tahun 1982 tentang pokok-pokok
pengelolaan Lingkungan hidup.

· 2. Langkah-langkah Mengatasi Kerusakan Hutan


a. Langkah yang harus dilakukan oleh pemerintah sebagai penentu
kebijakan harus segera melakukan pemulihan terhadap kerusakan
hutan harus untuk menjaga agar tidak terjadi kerusakan yang
lebih parah. Untuk melaksanakan pemulihan terhadap kerusakan
hutan yang telah terjadi, pemerintah dengan mengajak seluruh
lapisan masyarakat, dari kalangan individu, kelompok maupun
organisasi perlu secara serentak mengadakan reboisasi hutan
dalam rangka penghijauan hutan kembali sehingga pada 10 - 15
tahun ke depan kondisi hutan Indonesia dapat kembali seperti

11
sedia kala. Pelaksanaan penghijauan tersebut harus lebih
mengaktifkan masyarakat lokal ( masyarakat yang berada di
sekitar hutan ) untuk secara sadar dan spontan turut menjaga
kelestarian hutan tersebut.
b. Seharusnnya emerintah menerapkan cara-cara baru dalam
penanganan kerusakan hutan. Pemerintah mengikutsertakan peran
serta masyarakat terutama peningkatan pelestarian dan
pemanfaatan hutan alam berupa upaya pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, pendidikan dan latihan serta rekayasa
kehutanan.
c. Pencegahan dan peringanan. Pencegahan di sini dimaksud kegiatan
penyuluhan / penerangan kepada masyarakat lokal akan penting
menjaga fungsi dan manfaat hutan agar dapat membantu dalam
menjaga kelestarian hutan dan penegakan hukum yang tegas oleh
aparat penegak hukum, POLRI yang dibantu oleh POL HUT dalam
melaksanakan penyelidikan terhadap para oknum pemerintahan
daerah atau desa yang menyalahgunakan wewenang untuk
memperdagangkan kayu pada hutan lindung serta menangkap dan
melakukan penyidikan secara tuntas terhadap para cukong -
cukong kayu yang merugikan negara trilyunan rupiah setiap
tahunnya. Peringanan yang dimaksud di sini adalah pemerintah
harus melaksanakan analisa terhadap pelaksanaan peraturan
tersebut di dalam masyarakat. Bila ditemukan hal - hal yang tidak
cocok bagi masyarakat sebaiknya pemerintah mengadakan revisi
terhadap undang - undang tersebut sepanjang tujuan awal
pembuatan undang - undang itu tidak dilanggar.
d. Pemerintah harus melaksanakan pengawasan dan pengendalian
secara rutin dan situasional terhadap segala hal yang berkaitan
adanya informasi kerusakan hutan yang didapatkan melalui media
massa cetak maupun elektronik ataupun informasi yang berasal

12
dari masyarakat sendiri. Pemerintah harus melakukannya secara
kontinyu dan terus - menerus sehingga kalaupun ada kerusakan
hutan yang dilakukan oleh oknum tertentu dapat segera diambil
langkah yang tepat serta dapat mengurangi akibat bencana/
disaster yang akan ditimbulkan kemudian.

13
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

1. Hutan merupakan sumberdaya alam yang tidak ternilai harganya


karena didalamnya terkandung keanekaragaman hayati sebagai
sumber plasma nutfah, sumber hasil hutan kayu dan non-kayu,
pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta kesuburan tanah,
dan sebagainya. Karena itu pemanfaatan dan perlindungannya
diatur oleh Undang-undang dan peraturan pemerintah.

2. Kebakaran dan penebangan liar merupakan salah satu bentuk


gangguan terhadap sumberdaya hutan dan akhir-akhir ini makin
sering terjadi. Kebakaran dan penebangan hutan menimbulkan
kerugian yang sangat besar dan dampaknya sangat luas, bahkan
melintasi batas negara. Di sisi lain upaya pencegahan dan
pengendalian yang dilakukan selama ini masih belum memberikan
hasil yang optimal. Oleh karena itu perlu perbaikan secara
menyeluruh, terutama yang terkait dengan kesejahteraan
masyarakat pinggiran atau dalam kawasan hutan.

3. Berbagai upaya perbaikan yang perlu dilakukan antara lain dibidang


penyuluhan kepada masyarakat khususnya yang berkaitan dengan
faktor-faktor penyebab kebakaran hutan, peningkatan kemampuan
aparatur pemerintah terutama dari Departemen Kehutanan,
peningkatan fasilitas untuk mencegah dan menanggulagi kebakaran
hutan, dan penebangan liar ,pembenahan bidang hukum dan
penerapan sangsi secara tegas.

14
DAFAR FUSTAKA

http://www.silvikultur.com/definisi_pengertian_hutan.html

http://sangsurya-wahana.blogspot.com/201...

http://noerdblog.wordpress.com/2011/06/0...

15

Anda mungkin juga menyukai