Anda di halaman 1dari 5

2.

Tes Bisik
Sejarah
Pada 1802 dilakukan penelitian pertama tentang tes berbicara oleh
Pfingsten. Beliau mengklasifikasikan suara menjadi tiga kelas, yaitu huruf
vokal, konsonan tertutup, dan konsonan terbuka. Tiga kelas suara
tersebut diklasifikasi berdasarkan suara-suara yang masih dapat
dimengerti oleh orang percobaan.
Awal dari tes bisik adalah pada 1846 oleh Schmalz yang membagi
ketulian menjadi empat kategori. Pembagian itu berdasarkan jarak
berbagai sumber suara sperti jam dinding dan pocket watch. Beliau
membedakan suara menjadi tingkat moderat dan normal, selain itu
beliau juga memerhatikan perbedaan antara huruf vokal dan konsonan
untuk menghormati Pfingsten.
Tes bisik belum digunakan secara luas sampai pertengahan abad 19
karena tidak dipublikasikan dan tidak dijelaskan tentang adanya
penggunaan kata-kata atau kalimat dalam tes tersebut. Beberapa tahun
setelah penetilian Schmalz, Frank (1949) dan Von Troltsch (1962)
melaporkan bahwa tidak selalu terdapat hubungan antara jarak dengan
sumber suara yang dipakai. Karena pernyataan tersebut maka untuk tes
bisik digunakan kata-kata.

Syarat Tes Bisik


 Tempat
Ruangan sunyi dan tidak ada echo (dinding dibuat tidak rata
/ dilapisi “softboard”/ korden, serta ada jarak sepanjang enam
meter).
 Penderita (yang diperiksa)
 Mata ditutup atau dihalangi agar tidak dapat membaca gerak
bibir pemeriksa.
 Telinga yang diperiksa dihadapkan ke arah pemeriksa.
 Telinga yang tidak diperiksa, ditutup atau dimasking dengan
menekan tragus ke arah kanalis akustikus eksternus oleh
pembantu pemeriksa. Bila tak ada pembantu, telinga ditutup
kapas yang dibasahi gliserin.
 Mengulang dengan keras dan jelas kata-kata yang dibisikkan.
 Pemeriksa
 Kata-kata dibisikkan dengan suara cadangan paru-paru, sesudah
ekspirasi biasa.
 Kata-kata yang dibisikkan terdiri dari satu atau dua suku kata
yang dikenal penderita, biasanya kata-kata benda yang ada di
sekeliling kita. Kata harus mengandung huruf lunak (frekuensi
rendah ) dan huruf desis (frekuensi tinggi).

Cara Melakukan Tes Bisik


1. Penderita dan pemeriksa sama-sama berdiri, penderita tetap di
tempat sedangkan pemeriksa yang berpindah tempat.
2. Mulai pada jarak satu meter, dibisikkan lima atau sepuluh kata
(umumnya lima kata).
3. Bila semua kata dapat didengar, pemeriksa mundur ke jarak dua
meter, dibisikkan kata lain dalam jumlah yang sama, bila didengar
semua mundur lagi, sampai pada jarak dimana penderita mendengar
80% kata-kata (mendengar empat kata dari lima kata yang
dibisikkan), pada jarak itulah tajam pendengaran telinga akan diuji.
4. Untuk memastikan apakah hasil tes benar maka dapat diuji ulang.
Misalnya tajam pendengaran tiga meter, maka bila pemeriksa maju
kearah dua meter, penderita akan mendengar semua kata yang
dibisikkan (100%) dan bila pemeriksa mundur ke jarak empat meter
maka penderita hanya mendengar kurang dari 80% kata yang
dibisikkan.

Hasil Tes
Pendengaran dapat dinilai secara kuantitatif (tajam pendengaran)
KUANTITATIF
Fungsi Pendengaran Suara Bisik
Normal 6m
Tuli ringan >4m-<6m
Tuli sedang >1 m - < 4 m
Tuli berat <1m
Tuli total Bila berteriak di depan telinga,
penderita tetap tidak dapat
mendengar

3. Gambaran perforasi membran timpani (letak, bentuk, ukuran, gambar).


Berdasarkan Letak:
a. Perforasi sentral (sub total): letak perforasi di sentral dan pars tensa
membran timpani. Seluruh tepi perforasi masih mengandung sisa membran
timpani.
b. Perforasi marginal: sebagian tepi perforasi langsung berhubungan dengan
anulus atau sulkus timpanikum: tipe marginal perforasi berada di pinggir
membran timpani.
c. Perforasi atik (pars flaksida): letak perforasi di pars flaksida membran
timpani.
d. Perforasi tipe tuba: perforasi dekat muara timpani dengan tuba eustachius.

a) Perforasi marginal
Menandakan bahwa tulang pada margo timpani telah
mengalami destruksi.

b) Perforasi sentral
Letak perforasi di sentral dan pars tensa membran timpani.
Seluruh tepi perforasi masih mengandung sisa membran
timpani.
c) Perforasi attic (pars flaksida)
Ini menandakan bahwa sudah ada kholesteatoma pada tepi
timpanum.

d) Perforasi tuba
Letak perforasi dekat muara timpani dengan tuba
eustachius.

Berdasarkan ukuran:
a) Kecil: hanya melibatkan 1 kuadran atau < 10% pars tensa.

b) Sedang: melibatkan 2 kuadran atau 10 - 40 % pars tensa.

c) Besar: melibatkan 3 - 4 kuadran atau > 40% dari pars tensa


dengan sisa membrana timpani yang masih lebar.

d) Subtotal: melibatkan 4 kuadran dan mencapai annulus


fibrosus.
e) Total: perforasi seluruhnya dari pars tensa dan anulus
fibrosus.

4. Cara Pemakaian obat cuci telinga H2O2


H2O2 telah lama dikenal dan digunakan di bidang medis. Pemakaiannya
adalah sebagai obat cuci luka dan debriding agent.
Di bidang THT, H2O2 digunakan sebagai pembersih serumen, mengobati
telinga berair dan membersihkan tuba ventilasi yang tersumbat.
Cara mengunakannya :
1. Cuci tangan dengan air dan sabun.
2. Pastikan kondisi ujung botol atau pipet tetes tidak rusak.
3. Bersihkan telinga bagian luar dengan menggunakan air hangat atau kain
lembab dengan hati-hati, kemudian dikeringkan
4. Hangatkan obat tetes telinga dengan memegang botolnya menggunakan
tangan selama bbrp menit. Kocok botol obat tetes.
5. Miringkan kepala sehingga telinga yang akan diberikan obat menghadap
keatas
6. Teteskan obat sesuai dosis pd lubang telinga. Pertahankan posisi kepala 2-
3 menit. Tekan tragus agar obat mencapai dasar saluran telinga.
7. Pasang kembali tutup botol tetes telinga dengan rapat, jangan menyeka
atau membilas ujung botol tetes.
8.Cuci tangan dengan air dan sabun untuk membersihkan sisa obat yang
mungkin menempel.

Anda mungkin juga menyukai