KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya
validasi dan penyempurnaan Modul Perencanaan Bangunan Irigasi sebagai Materi
Substansi dalam Diklat Teknis Perencanaan Irigasi Tingkat Dasar. Modul ini disusun
untuk memenuhi kebutuhan kompetensi dasar Aparatur Sipil Negara (ASN) di bidang
Sumber Daya Air (SDA).
Modul Perencanaan Bangunan Irigasi disusun dalam 11 (Sebelas) bab yang terbagi
atas Pendahuluan, Materi Pokok, dan Penutup. Penyusunan modul yang sistematis
diharapkan mampu mempermudah peserta pelatihan dalam memahami
Perencanaan Bangunan Irigasi dalam perencana irigasi. Penekanan orientasi
pembelajaran pada modul ini lebih menonjolkan partisipasi aktif dari para peserta.
Akhirnya, ucapan terima kasih dan penghargaan kami sampaikan kepada Tim
Penyusun dan Narasumber Validasi, sehingga modul ini dapat diselesaikan dengan
baik. Penyempurnaan maupun perubahan modul di masa mendatang senantiasa
terbuka dan dimungkinkan mengingat akan perkembangan situasi, kebijakan dan
peraturan yang terus menerus terjadi. Semoga Modul ini dapat memberikan manfaat
bagi peningkatan kompetensi ASN di bidang SDA.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ....................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. vii
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL ....................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ I-1
1.1 Latar belakang ............................................................................................ I-1
1.2 Deskripsi singkat ......................................................................................... I-2
1.3 Tujuan Pembelajaran .................................................................................. I-3
1.3.1 Kompetensi Dasar ............................................................................... I-3
1.3.2 Indikator keberhasilan .......................................................................... I-3
1.4 Materi Pokok ............................................................................................... I-3
1.5 Estimasi waktu ............................................................................................ I-4
BAB II BANGUNAN PENGUKUR DEBIT ................................................................ II-1
2.1 Umum ........................................................................................................ II-1
2.2 Alat ukur Ambang Lebar ............................................................................. II-3
2.2.1 Tipe .................................................................................................... II-3
2.2.2 Perencanaan hidrolis .......................................................................... II-5
2.2.3 Flum dasar rata ................................................................................... II-7
2.2.4 Batas Moduler..................................................................................... II-7
2.2.5 Besaran debit...................................................................................... II-9
2.2.6 Papan duga ........................................................................................ II-9
2.2.7 Tabel debit .........................................................................................II-10
2.2.8 Karakteristik alat ukur ambang lebar ..................................................II-12
2.2.9 Kelebihan-kelebihan yang dimiliki alat ukur ambang lebar .................II-12
2.2.10 Kelemahan-kelemahan yang dimiliki alat ukur ambang lebar .............II-12
2.2.11 Penggunaan alat ukur ambang lebar .................................................II-13
2.3 Alat Ukur Romijin...................................................................................... II-13
2.3.1 Tipe-tipe alat ukur Romijn ..................................................................II-13
2.3.2 Perencanaan Hidrolis.........................................................................II-15
2.3.3 Dimensi dan tabel debit standar .........................................................II-17
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi iii
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.3 - Contoh hubungan antara jarak vertikal dan kemiringan samping pada
papan duga untuk saluran dengan kemiringan talut 1:1,5 ....................................II-11
Tabel 2.4 - Besaran debit yang dianjurkan untuk alat ukur Romijn Standar ........II-18
Tabel 4.1 – Perbandingan antara bangunan – bangunan pengatur muka air ....... IV-3
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.1 - Alat ukur ambang lebar dengan mulut pemasukan yang dibulatkan II-4
Gambar II.2 - Alat ukur ambang lebar dengan pemasukan bermuka datar dan
peralihan penyempitan .......................................................................................... II-5
Gambar II.10 – Dimensi alat ukur romijn dengan pintu bawah ............................II-17
Gambar II.11 - Perencanaan yang dianjurkan untuk alat ukur Crump-de Gruyter II-20
Gambar III.1 - Koefisien debit untuk aliran di atas skot balok potongan segi empat
(cv = 1,0) ................................................................................................................III-2
Gambar III.2 - Aliran di bawah pintu sorong dengan dasar horizontal ...................III-5
Gambar III.4 - Koefisien debit µ masuk permukaan pintu datar atau lengkung .....III-6
Gambar III.5 - Bentuk-bentuk mercu bangunan pengatur ambang tetap yang lazim
dipakai ...................................................................................................................III-7
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi vii
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
Gambar III.7 - Penggabungan kurve muka air dan kurve debit ...........................III-10
Gambar IV.1 – Saluran primer dengan pengatur sadap ke saluran sekunder ..... IV-2
Gambar IV.2 - Perubahan debit dengan variasi muka air untuk pintu aliran atas dan
aliran bawah ......................................................................................................... IV-4
Gambar IV.3 – saluran sekunder dengan bangunan pengatur dan sadap ke berbagi
arah ...................................................................................................................... IV-6
Gambar IV.4 - Bangunan pengatur pintu aliran bawah dengan mercu tetap ....... IV-7
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi viii
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
Deskripsi
Metode
Alat Bantu/Media
Kompetensi Dasar
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kriteria Perencanaan Bangunan ini meliputi seluruh bangunan yang melengkapi
saluran-saluran irigasi dan pembuang, termasuk bangunan-bangunan yang
diperlukan untuk keperluan komunikasi, angkutan, eksploitasi dan
pemeliharaan.
Pada topik ”Bangunan Irigasi di Saluran II” ini kita akan lebih banyak
mengamati dan mendiskusikan permasalahan hidrolis yang terjadi pada
saluran irigasi utamanya pada pembuatan perencanaan bangunannya.
Namun kita juga tidak lupa juga untuk meninjau dalam kondisi apa dan
bagaimana perumusan teori yang berlaku, serta sebaiknya diperlakukan pada
tanah dan lahan yang bagaimana.
Beberapa buku referensi kita pakai dalam penulisan bahan ini antara lain:
Peserta diklat mempelajari keseluruhan modul ini dengan cara yang berurutan.
Pemahaman setiap materi pada modul ini diperlukan untuk memahami
perencanaan bangunan irigasi. Setiap kegiatan belajar dilengkapi dengan
latihan/simulasi atau evaluasi yang menjadi alat ukur tingkat penguasaan
peserta diklat setelah mempelajari materi dalam modul ini
BAB II
BANGUNAN PENGUKUR DEBIT
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diharapkan mampu menjelaskan mengenai
bangunan pegukuran debit
2.1 Umum
Agar pengelolaan air irigasi menjadi efektif, maka debit harus diukur (dan
diatur) pada hulu saluran primer, pada cabang saluran dan pada bangunan
sadap tersier.
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi II- 1
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi II- 2
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
Hubungan tunggal antara muka air hulu dan debit mempermudah pembacaan
debit secara langsung dari papan duga, tanpa memerlukan tabel debit.
2.2.1 Tipe
Alat ukur ambang lebar adalah bangunan aliran atas (overflow), untuk ini tinggi
energi hulu lebih kecil dari panjang mercu. Karena pola aliran di atas alat ukur
ambang lebar dapat ditangani dengan teori hidrolika yang sudah ada sekarang,
maka bangunan ini bisa mempunyai bentuk yang berbeda-beda, sementara
debitnya tetap serupa. Gambar II.1 dan II.2 memberikan contoh alat ukur
ambang lebar.
Mulut pemasukan yang dibulatkan pada alat ukur Gambar II.1, dipakai apabila
konstruksi permukaan melengkung ini tidak menimbulkan masalah-masalah
pelaksanaan, atau jika berakibat diperpendeknya panjang bangunan. Hal ini
sering terjadi bila bangunan dibuat dari pasangan batu.
Tata letak pada Gambar II.2 hanya menggunakan permukaan datar saja. Ini
merupakan tata letak paling ekonomis jika bangunan dibuat dari beton.
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi II- 3
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
Gambar II.1 - Alat ukur ambang lebar dengan mulut pemasukan yang dibulatkan
Juga, penggunaan peralihan masuk bermuka bulat atau datar dan peralihan
penyempitan tidak mempunyai pengaruh apa-apa terhadap kalibrasi.
Permukaan-permukaan ini harus mengarahkan aliran ke atas mercu alat ukur
tanpa kontraksi dan pemisahan aliran. Aliran diukur di atas mercu datar alat
ukur horisontal.
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi II- 4
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
Gambar II.2 - Alat ukur ambang lebar dengan pemasukan bermuka datar dan
peralihan penyempitan
di mana:
Q = debit m3/det
Cd adalah 0,93 + 0,10 H1/L, for 0,1 < H1/L < 1,0
bc = lebar mercu, m
Harga koefisien kecepatan datang dapat dicari dari Gambar II.3, yang
memberikan harga-harga Cv untuk berbagai bentuk bagian pengontrol.
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi II- 5
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
Persamaan debit untuk alat ukur ambang lebar bentuk trapesium adalah:
di mana:
Gambar II.4 memberikan ilustrasi arti simbol-simbol yang digunakan oleh kedua tipe
alat ukur ambang lebar ini.
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi II- 6
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi II- 7
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
Nilai banding ekspansi 1 : 6 diilustrasikan pada Gambar II.6 di bawah ini. Dalam
Gambar itu ditunjukkan cara untuk memotong ekspansi, yang hanya akan
sedikit saja mengurangi efektivitas peralihan.
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi II- 8
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
Untuk alat ukur segi empat = ﻻ35, untuk alat ukur trapesium = ﻻ55 untuk alat
ukur besar dan 210 untuk alat ukur kecil.
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi II- 9
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
Untuk alat ukur trapesium dan saluran dengan lebar dasar yang tidak standar,
harus digunakan rumus tinggi energi (head) - debit. Tabel A2.2. (Lampiran 2)
memberikan harga-harga yc/H1 sebagai fungsi m dan H1/b untuk bagian
pengontrol trapesium yang akan digunakan dengan persamaan 2.2.
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi II- 10
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi II- 11
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi II- 12
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
Dipandang dari segi hidrolis, ini merupakan perencanaan yang baik. Tetapi
pembuatan kedua lingkaran gabungan sulit, padahal tanpa lingkaran-lingkaran
itu pengarahan air di atas mercu pintu bisa saja dilakukan tanpa pemisahan
aliran.
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi II- 13
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi II- 14
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
dimana :
Q = debit, m3 / det
Cd = koefisien debit
bc = lebar meja, m
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi II- 15
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
Dengan
Dimana :
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi II- 16
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi II- 17
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
Harga-harga besaran debit yang dianjurkan untuk standar alat ukur Romijn
diberikan pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 - Besaran debit yang dianjurkan untuk alat ukur Romijn Standar
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi II- 18
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi II- 19
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi II- 20
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
di mana:
Q = debit, m3/det
b = lebar bukaan, m
Tabel debit diberikan dalam Lampiran 2, Tabel A.2.6. Untuk harga-harga lebar
standar alat ukur Crump-de Gruyter, di sini dilampirkan beberapa grafik dalam
Lampiran 2, Gambar A.2.1, Gambar A.2.1 sampai A.2.5.
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi II- 21
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
Grafik pada Gambar II.12 dapat digunakan untuk perencanaan alat ukur
Crump-de Gruyter. Grafik tersebut memberikan karakteristik hidrolis orifis yang
didasarkan pada dua nilai banding
∆h w
h1 h1
Qmaks
Qmin
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi II- 22
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
g) Kehilangan tinggi energi yang diperlukan untuk aliran moduler kurang dari
h1 - w. Kehilangan ini bisa diperkecil lagi jika peralihan pelebaran bertahap
dipakai di belakang (hilir) leher. Sebagai contoh untuk peralihan pelebaran
berkemiringan 1: 6, tinggi energi yang diperlukan ∆h diperkecil hingga 0,5
(h1 - w). Kehilangan ini lebih kecil daripada kehilangan yang diperlukan
untuk bukaan-bukaan yang lain.
h) Bangunan ini kuat, tidak mudah rusak.
i) Pada bangunan ini benda-benda hanyut cenderung tersangkut.
2.4.3 Kelebihan-kelebihan yang dimiliki alat ukur Crump-de Gruyter
a) bangunan ini dapat mengukur dan mengatur sekaligus
b) bangunan ini tidak mempunyai masalah dengan sedimen
c) eksploitasi mudah dan pengukuran teliti
d) bangunan kuat.
2.4.4 Kelemahan-kelemahan yang dimiliki alat ukur Crump-de Gruyter
a) pembuatannya rumit dan mahal
b) biaya pemeliharaan mahal
c) kehilangan tinggi energi besar
d) bangunan ini mempunyai masalah dengan benda-benda hanyut.
2.4.5 Penggunaan alat ukur Crump-de Gruyter
Alat ukur Crump-de Gruyter dapat dipakai dengan berhasil jika keadaan muka
air di saluran selalu mengalami fluktuasi atau jika orifis harus bekerja pada
keadaan muka air rendah di saluran. Alat ukur Crump-de Gruyter mempunyai
kehilangan tinggi energi yang lebih besar daripada alat ukur Romijn.
Bila tersedia kehilangan tinggi energi yang memadai, alat ukur Crump-de
Gruyter mudah dioperasikan, pemeliharaannya tidak sulit dan lebih mudah
dibanding bangunan-bangunan serupa lainnya.
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi II- 23
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi II- 24
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi II- 25
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
2.6 Latihan
1. Sebutkan rekomendasi penggunaann bangunan tertentu didasarkan factor
penting !
2. Rincikan karakterisitik alat ukur ambang lebar !
3. Sebutan 3 papan duga yang harus dipasang !
2.7 Rangkuman
Berbagai macam bangunan dan peralatan telah dikembangkan untuk maksud
ini. Namun demikian, untuk menyederhanakan pengelolaan jaringan irigasi
hanya beberapa jenis bangunan saja yang boleh digunakan di daerah irigasi.
Bangunan-bangunan yang dianjurkan untuk dipakai diuraikan dalam pasal 2.2
dan seterusnya.
Bangunan ukur ambang lebar dianjurkan karena bangunan itu kokoh dan
mudah dibuat.
Alat ukur Romijn adalah bangunan pengukur dan pengatur serba bisa yang
dipakai di Indonesia sebagai bangunan sadap tersier. Untuk ini tipe standar
paling kecil (lebar 0,50 m) adalah yang paling cocok. Tetapi, alat ukur Romijn
dapat juga dipakai sebagai bangunan sadap sekunder. Eksploitasi bangunan itu
sederhana dan kebanyakan juru pintu telah terbiasa dengannya.
Alat ukur Crump - de Gruyter yang dapat disetel adalah saluran ukur leher
panjang yang dipasangi pintu gerak vertikal yang searah aliran (streamline).
Alat ukur Crump-de Gruyter dapat dipakai dengan berhasil jika keadaan muka
air di saluran selalu mengalami fluktuasi atau jika orifis harus bekerja pada
keadaan muka air rendah di saluran. Alat ukur Crump-de Gruyter mempunyai
kehilangan tinggi energi yang lebih besar daripada alat ukur Romijn.
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi II- 26
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
BAB III
BANGUNAN PENGATUR TINGGI MUKA AIR
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diharapkan mampu menjelaskan mengenai
bangunan pengatur tinggi muka air
3.1 Umum
Banyak jaringan saluran irigasi dieksploitasi sedemikian rupa sehingga muka air
di saluran primer dan saluran cabang dapat diatur pada batas-batas tertentu
oleh bangunan-bangunan pengatur yang dapat bergerak. Dengan keadaan
eksploitasi demikian, muka air dalam hubungannya dengan bangunan sadap
(tersier) tetap konstan.
Apakah nantinya akan digunakan pintu sadap dengan permukaan air bebas
(pintu Romijn) atau pintu bukaan bawah (alat ukur Crump-de Gruyter), hal ini
bergantung kepada variasi tinggi muka air yang diperkirakan (lihat Tabel 2.1).
Bab ini akan membahas empat jenis bangunan pengatur muka air, yaitu: pintu
skot balok, pintu sorong, mercu tetap dan kontrol celah trapesium. Kedua
bangunan pertama dapat dipakai sebagai bangunan pengontrol untuk
mengendalikan tinggi muka air di saluran. Sedangkan kedua bangunan yang
terakhir hanya mempengaruhi tinggi muka air.
Pada saluran yang lebar (lebih dari 2 m) mungkin akan menguntungkan untuk
mengkombinasi beberapa tipe bangunan pengatur muka air, misalnya:
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi III- 1
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
Gambar III.1 - Koefisien debit untuk aliran di atas skot balok potongan segi
empat (cv = 1,0)
di mana:
Q = debit, m'/det
Cd = koefisien debit
b = lebar normal, m
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi III- 2
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
Koefisien debit Cd untuk potongan segi empat dengan tepi hulu yang tajamnya
90 derajat, sudah diketahui untuk nilai banding H1/L kurang dari 1,5 (lihat
Gambar 3.1).
Untuk harga-harga H1/L yang lebih tinggi, pancaran air yang melimpah bisa
sama sekali terpisah dari mercu skot balok. Bila H1/L menjadi lebih besar dari
sekitar 1,5, maka pola alirannya akan menjadi tidak mantap dan sangat sensitif
terhadap "ketajaman" tepi skot balok bagian hulu. Juga, besarnya airasi dalam
kantong udara di bawah pancaran, dan tenggelamnya pancaran sangat
mempengaruhi debit pada skot balok.
Jelaslah bahwa tinggi muka air hulu dapat diatur dengan cara
menempatkan/mengambil satu atau lebih skot balok.
Pengaturan langkah demi langkah ini dipengaruhi oleh tinggi sebuah skot balok.
Seperti yang sudah disebutkan dalam Gambar 3.1, ketinggian yang cocok
untuk balok dalam bangunan saluran irigasi adalah 0,20 m.
Seorang operator yang berpengalaman akan mengatur tinggi muka air di antara
papan balok 0,20 m dengan tetap membiarkan aliran sebagian di bawah balok
atas.
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi III- 3
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
Q = K µ a b √ 2g h1 ....... (3.2)
di mana:
Q = debit, m3/det
a = bukaan pintu, m
b = lebar pintu, m
Lebar standar untuk pintu pembilas bawah (undersluice) adalah 0,50, 0,75,
1,00,1,25 dan 1,50 m. Kedua ukuran yang terakhir memerlukan dua stang
pengangkat.
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi III- 4
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi III- 5
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
3.3.3 Kelemahan-kelemahannya
a) Kebanyakan benda-benda hanyut bisa tersangkut di pintu.
b) Kecepatan aliran dan muka air hulu dapat dikontrol dengan baik jika aliran
moduler.
3.3.4 Pintu radial
Tipe khusus dari pintu sorong adalah pintu radial. Pintu ini dapat dihitung dengan
persamaan 3.2 dan harga koefisiennya diberikan pada gambar III.4b.
Gambar III.4 - Koefisien debit µ masuk permukaan pintu datar atau lengkung
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi III- 6
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
Cd = 1,48 Cd = 1,03
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi III- 7
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
Untuk mercu yang dipakai di saluran irigasi, nilai-nilai itu dapat dipakai dalam
rumus berikut:
di mana:
Q = debit, m3/det
Cd = koefisien debit
b = lebar mercu, m
Dengan rumus ini, diandaikan bahwa koefisien kecepatan datang adalah 1,0.
Pembicaraan mendetail mengenai mercu bulat dapat dijumpai dalam buku KP-
02 Bangunan Utama, pasal 4.2.2.
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi III- 8
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi III- 9
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
Dengan sebuah celah kontrol trapesium tinggi muka air di saluran dan di
pengontrol dapat dijaga agar tetap sama untuk berbagai besaran debit. Jika
dipakai tanpa ambang, celah kontrol itu akan menimbulkan gangguan kecil
pada aliran air dan pengangkutan sedimen. Untuk ukuran-ukuran sebuah celah
lihat Gambar III.8.
di mana:
b = lebar dasar, m
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi III- 10
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
Persamaan ini dapat dipecahkani untuk b dan s yang ada. Grafik celah kontrol
untuk berbagai b dan s ditunjukkan pada gambar A.2.6 sampai A.2.12,
Lampiran 2. Untuk membuat grafik-grafik ini Cd diambil 1,05.
Q100 (h100)1,8
Q20
Q100
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi III- 11
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi III- 12
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
Penggunaan celah trapesium lebih disukai apabila pintu sadap tidak akan
dikombinasi dengan pengontrol.
3.7 Latihan
1. Sebutkan kelebihan dan kelemahan yang dimiliki pintu skot balok !
2. Sebutkan kegunaan grafik – grafik tersebut dalam perencanaan celah
kontrol trapesium !
3.8 Rangkuman
Banyak jaringan saluran irigasi dieksploitasi sedemikian rupa sehingga muka air
di saluran primer dan saluran cabang dapat diatur pada batas-batas tertentu
oleh bangunan-bangunan pengatur yang dapat bergerak. Dengan keadaan
eksploitasi demikian, muka air dalam hubungannya dengan bangunan sadap
(tersier) tetap konstan.
Tipe khusus dari pintu sorong adalah pintu radial
Seperti halnya mercu tetap, celah kontrol trapesium juga dipakai untuk
mengatur tinggi muka air di saluran. Pengaturan tinggi muka air dengan
menggunakan kedua alat tersebut didasarkan pada pencegahan terjadinya
fluktuasi yang besar yang mengakibatkan berubah-ubahnya debit.
Dengan sebuah celah kontrol trapesium tinggi muka air di saluran dan di
pengontrol dapat dijaga agar tetap sama untuk berbagai besaran debit.
Pintu skot balok dan pintu sorong adalah bangunan-bangunan yang cocok
untuk mengatur tinggi muka air di saluran. Pintu harganya mahal tetapi bisa
lebih ekonomis karena ketelitian berfungsinya bangunan ini. Kelebihan lain
adalah bahwa pintu lebih mudah di eksploitasi, mengontrol muka air dengan
lebih baik dan dapat dikunci di tempat agar setelannya tidak diubah oleh orang-
orang yang tidak berwenang.
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi III- 13
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
BAB IV
BANGUNAN BAGI DAN SADAP
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diharapkan mampu menjelaskan mengenai
bangunan bagi dan sadap
Adalah biasa untuk memasang pintu pengatur di saluran terbesar dan membuat
alat-alat pengukur dan pengatur di bangunan-bangunan sadap yang lebih kecil
(lihat Gambar IV.3)
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi IV- 1
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi IV- 2
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi IV- 3
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
Gambar IV.2 - Perubahan debit dengan variasi muka air untuk pintu aliran
atas dan aliran bawah
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi IV- 4
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
Saluran sekunder biasanya tegak lurus terhadap garis-garis kontur dan, oleh
sebab itu, kehilangan tinggi energi lebih besar dan bangunan pengaturnya lebih
sempit.
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi IV- 5
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi IV- 6
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
Gambar IV.4 - Bangunan pengatur pintu aliran bawah dengan mercu tetap
Ada tiga tipe bangunan yang dapat dipakai untuk bangunan sadap sekunder,
yakni:
Tipe mana yang akan dipilih bergantung pada ukuran saluran sekunder yang
akan diberi air serta besarnya kehilangan tinggi energi yang diizinkan.
Untuk kehilangan tinggi energi kecil, alat ukur Romijn dipakai hingga debit
sebesar 2 m3/det; dalam hal ini dua atau tiga pintu Romijn dipasang
bersebelahan. Untuk debit-debit yang lebih besar, harus dipilih pintu sorong
yang dilengkapi dengan alat ukur yang terpisah, yakni alat ukur ambang lebar.
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi IV- 7
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
Bila tersedia kehilangan tinggi energi yang memadai, maka alat ukur Crump-de
Gruyter merupakan bangunan yang bagus. Bangunan ini dapat direncana
dengan pintu tunggal atau banyak pintu dengan debit sampai sebesar 0,9
m3/det setiap pintu.
Bila kehilangan tinggi energi tidak begitu menjadi masalah dan muka air banyak
mengalami fluktuasi, maka dapat dipilih alat ukur Crump-de Gruyter. Harga
antara debit Qmaks/Qmin untuk alat ukur Crump-de Gruyter lebih kecil daripada
harga antara debit untuk pintu Romijn.
Di saluran irigasi yang harus tetap memberikan air selama debit sangat rendah,
alat ukur Crump-de Gruyter lebih cocok karena elevasi pengambilannya lebih
rendah daripada elevasi pengambilan pintu Romijn.
Untuk bangunan sadap tersier yang mengambil air dari saluran primer yang
besar, di mana pembuatan bangunan pengatur akan sangat mahal dan muka
air yang diperlukan di petak tersier rendah dibanding elevasi air selama debit
rendah di saluran, akan menguntungkan untuk memakai bangunan sadap pipa
sederhana dengan pintu sorong sebagai bangunan penutup. Debit maksimum
melalui pipa sebaiknya didasarkan pada muka air rencana di saluran primer
dan petak tersier. Hal ini berarti bahwa walaupun mungkin debit terbatas sekali,
petak tersier tetap bisa diairi bila tersedia air di saluran primer pada elevasi
yang cukup tinggi untuk mengairi petak tersebut.
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi IV- 8
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
4.4 Latihan
1. Sebutkan 3 tipe bangunan yang dapat dipakai untuk bangunan sadap !
2. Bagaimana perencanaan bangunan pengatur, Jelaskan !
4.5 Rangkuman
Apabila air irigasi dibagi dari saluran primer sekunder, maka akan dibuat
bangunan bagi. Bangunan bagi terdiri dari pintu-pintu yang dengan teliti
mengukur dan mengatur air yang mengalir ke berbagai saluran.
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi IV- 9
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
BAB V
BAHAN DISKUSI
5.1 Bangunan Sadap
Bahan diskusi tersebar berada di buku utama referensi. bahan paparan
maupun dibahan serahan ini meliputi :
1) Bangunan Pembawa,
2) Kolam Olak,
3) Bangunan Lindung,
4) Jalan dan Jembatan,
5) Bangunan Pelengkap lengkap bersama sub-sub topiknya.
5.2 Latihan
1. Diskusikan dan jelaskan dibawah ini :
1) Bangunan Pembawa,
2) Kolam Olak,
3) Bangunan Lindung,
4) Jalan dan Jembatan,
5) Bangunan Pelengkap lengkap bersama sub-sub topiknya.
BAB VI
BANGUNAN PEMBAWA
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diharapkan mampu menjelaskan mengenai
bangunan pembawa
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi VI- 1
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
(e) Bahan
6) Bangunan Terjun, terdiri:
(a) Bagian Pengontrol
(b) Bangunan Terjun Tegak c. Bangunan Terjun Miring
7) Got Miring, terdiri:
(a) Peralihan
(b) Bangunan Pembawa c. Aliran Tidak Stabil
8) Kolam Olak :
(a) Kolam Loncat Air
(b) Kolam Olak untuk Bilangan Froude anatara 2,5-4,5
(c) Kolam Olak untuk Bilangan Froude > 4,5
(d) Kolam Vlugter
(e) Lindungan dari Pasangan Batu Kosong
(f) Perencanaan FILTER
6.2 Latihan
1. Sebutkan dan Rincikan bahan paparan dan bahan serahan !
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi VI- 2
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
BAB VII
BANGUNAN LINDUNG
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diharapkan mampu menjelaskan mengenai
bangunan lindung
7.1 Umum
Akibat perobahan pola perilaku air yang terjadi akibat bangunan irigasi beserta
salurannya memberikan dampak pada properties( sifat khusus air ) lainnya
berupa antara lain munculnya daya rusak air. Hal ini sudah tentu harus
diantisipasi penyelesaiannya agar sistem irigasi dapat berfungsi dengan baik,
tahan lama dan stsbil serta cukup langgeng.
Untuk itu perlu dipelajari bangunan lindung untuk menangkalnya, antara lain
sbb :
1) Saluran Pelimpah, terdiri
dari:
(a) Perencanaan PANAJANG Saluran
(b) Metoda BILANGAN
(c) Metoda Grafik
2) Sipon PELIMPAH:
(a) Penentuan Dimensi
(b) Kavitasi
(c) Tipe-tipe Sipon Pelimpah
3) Pintu Pelimpah Otomatis:
4) Bangunan Penguras:
(a) Kapasitas
(b) Perencanaan Pintu Penguras
5) Bangunan Pembuang Silang:
(a) Sipon
(b) Gorong-gorong
(c) Overchute
(d) Alur Pembuang
7.2 Latihan
1. Ricikan hal yang perlu dipelajari dari bangunan lindung !
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi VII- 1
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
BAB VIII
JALAN DAN JEMBATAN
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diharapkan mampu menjelaskan mengenai
Jalan dan jembatan
8.1 Umum
Bagaimanapun juga pembangunan sistem jaringan irigasi tidak bisa terlepas
dari keberadaan fasilitas publik yang lai dan dilapangan keberadaannya justru
saling menunjang, komplementer dan saling melengkapi. Hal tersebut
dalam rangka pelayanan masyarakat penerima manfaat utamanya dalam
rangka operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi. Prasarana tersebut diatas
yaitu berupa jalan dan jembatan, yang diutarakan antara lain sbb :
1) Jalan Inspeksi:
(a) Klasifikasi Jalan
(b) Potongan Melintang
(c) Trase Jalan
(d) Pelaksanaan Pembuatan Jalan
(e) Bangunan Pembuang/ Drainase Jalan dan Sekitarnya
2) Jembatan:
(a) Tipe Jembatan
(b) Pembebasan Ruang
(c) Bangunan Atas
(d) Pondasi dan Tiang Pancang
(e) Ruang Bebas
8.2 Latihan
1. Rincikan jalan inspeksi dan jembatan !
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi VIII- 1
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
BAB IX
BANGUNAN BANGUNAN PELENGKAP
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diharapkan mampu menjelaskan mengenai
bangunan – bangunan pelengkap
9.1 Umum
Ternyata banyak sekali yang perlu kita perhatikan manakala membangun
jaringan irigasi beserta bangunannya. Tidak sekedar komponen utama berupa
pembuatan jaringan & bangunan saja. Namun yang tidak kalah pentingnya:
bangunan pelengkap dan penunjang yang perlu dibuat demi sempurnany
jaringan yang dibangun. Hal ini demi sempurnanya fungsi jaringan dalam
upaya mencapai tujuan pembangunan yang tidak sekedar output( keluaran )
semata namun justru yang lebih penting harus menghasilkan dampak( impact
) bagi kesejahteraan rakyat banyak.
Adapun bangunan-bangunan dan pelengkap yang dibicarakan adalah sbb :
1) Tanggul:
(a) Kegunaan Tanggul
(b) Bahan Pembuatan Tanggul
(c) Trase
(d) Tinggi Jagaan
(e) Lebar Atas
(f) Kemiringan TALUD
(g) Stabilitas Tanggul
(h) Pembuangan
(i) Lindungan
2) Fasilitas Eksploitasi:
(a) Komunikasi
(b) Kantor dan Perumahan Staf
(c) Patok Hektometer
(d) Pelat Nama
(e) Papan Pasten
(f) Papan Duga Muka Air g. Pintu
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi IX- 1
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
3) Bangunan-Bangunan Lain
(a) Peralatan Pengaman
(b) Tempat Cuci
(c) Kolam Mandi Ternak
4) Pencegahan Rembesan:
(a) Diding Halang
(b) Koperan
(c) Filter
(d) Lubang Pembuang
(e) Alur Pembuang
9.2 Latihan
1. Rincikan bangunan – banguan pelengkap yang sudah dibicarakan !
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi IX- 2
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
BAB X
STUDI KASUS
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diharapkan mampu menjelaskan mengenai
studi kasus
10.1 Umum
Dalam rangka pencerahan maka dalam bahan diskusi ini disampaikan
beberapa studi kasus yang relevant dalam pembuatan jaringan irigasi, sebagai
referensi. Pada umumnya merupakan kumpulan dan kompilasi dari
pelaksanaan pekerjaan( yang merupakan hasil laboratorium lapangan dengan
skala 1/1). Dengan harapan bila baik bisa ditiru, namun bila hal ini sebagai hal
yang kurang berhasil untuk tidak diulang dilakukan. Beberapa studi kasus sbb:
1) Kerucut Penguat Lining Pasangan Batu/Beton
Dalam pekerjaan rehabilitasi bangunan/ saluran irigasi sering
diperlukan pekerjaan pasangan batu (lining) yang dipasang
bersamaan dengan pekerjaan timbunan( yang baik manakala pekerjaan
timbunan dilakukan satu tahun sebelumnya. Bagaimanapun baiknya
pekerjaan dilakukan, timbunan tanah tersebut pasti akan mengalami
penurunan akibat proses konsolidasi,besarnya tergantung pada kualitas
timbunan. Apalagi bila pekerjaan timbunan dilaksakan kurang
sempurna pemadatannya.
Bila disamping atas tanah timbunan tsb harus dipasang lining batu
kali/beton( lihat gambar pada lembar bahan paparan ), maka bisa
dibayangkan apa yang akan terjadi ?. Secara pelan tapi pasti akan terjadi
rongga antara pasangan batu dengan tanah. Batu praktis akan berdiri
(sendiri ) yang menimbulkan tegangan sekundair pada pasangan batu
kali. Manakala tegangan negatip terjadi dan hal ini menimbulkan tekanan
tarik melampaui 5 kg/cm2 (tekanan tarik maksimal pasangan batu kali
yang diizinkan) maka pasangan batukali/ beton (lining) akan pecah. Dan
manakala hal ini dibiarkan terus, mengingat adanya daya rusak aliran air,
kemungkinan bangunan tersebut akan mengalami kerusakan yang lebih
parah (hancur).
Mengingat konstruksi batu kali/ beton sangat sensitif terhadap tegangan
negatif, maka lining batu kali/ beton yang dipasang langsung sesudah
Mari kita perhatikan gambar pada lembar paparan dan kita renungkan &
perhatikan hal sbb:
(1) Fungsi wheep hole/ pipa sulingan, untuk mengurangi tekanan aktif dari
air kepada dinding batu/beton, dengan besaran sesuai tertera pada bahan
paparan.
(2) Hal ini bisa terjadi bila wheep hole/ pipa sulingan berfungsi dengan baik,
artinya bila ada air yang menekan dinding bisa dialirkan dan mengalir lewat
pipa suling tsb diatas. Artinya pipa suling:
(a) Harus benar-benar menembus dinding kedua sisi luar dalam dengan
baik, dengan lobang menerus.
(b) Hendaknya ujung dalam (yang bersentuhan dengan tanah) dilengkapi
dengan filter, baik yang dibuat dari kerikil-batu yang diatur yang
berfungsi sebagai filter, ataupun ijuk.
(c) Pemasangan filter untuk mencegah dan menghindari terjadinya
piping (aliran air yang disertai butiran tanah)
(d) Piping sangat berbahaya terhadap stabilitas bangunan. Bangunan akan
rusak/hancur bila tidak segera ditanggulangi.
(3) Terjadinya keretakan pada dinding talud miring kantong lumpur
disebabkan antara lain:
(a) Dinding talud direncanakan sebagai lining/ protection, bukan
sebagai retainning wall (tembok penahan tanah). Sehinnga wheep hole
harus benar- benar berfungsi dengan baik.
(b) Tampaknya pada kejadian ini pipa suling tidak berfungsi dengan baik
antara lain karena tidak ada filter, dan suling dibeberapa tempat tidak
berfungsi dengan baik (suling tidak tembus)
(c) Akibatnya saat kantong lumpur dioperasikan/ dikuras dan mungkin saat
itu hujan, terjadi sudden draw down yaitu suatu peristiwa mendadak
yang terjadi akibat penurunan muka air saluran yang menyebabkan
berkurangnya tekanan pasif terhadap dinding talud saluran sehingga
kondisi ketidak seimbangan baru terjadi. Dengan adanya hujan tekanan
aktif bertambah, sedang saat kantong lumpur dikuras tekanan pasif
sebagai penyeimbang tekanan aktif berkurang. Usaha mengurangi
tekanan aktif gagal mengingat wheep hole tidak berfungsi sebagaimana
mestinya. Pasangan talud tidak kuat menahan, maka retaklah dia dan
ini sekalian sebagai usaha mengurangi tekanan aktif pada dinding talud
tsb diatas.
3) Proyek Lahan Gambut Sejuta HA
Pada zaman orde baru pernah dilaksanakan proyek pengairan/ irigasi
besar sekali, yang pimpronya disetarakan eselon I yaitu Proyek Lahan
Gambut Sejuta Ha di Propinsi Kalimantan Tengah. Salah satu tujuannya
agar Indonesia menjadi swsasembada kembali dalam pengadaan beras
(yang telah diraih th 1984). Dengan dana Rp 2 triliun lebih, diharapkan
dalam 2 tahun proyek tsb bisa selesai dan berfungsi secara penuh
sehingga impor beras yang dilakukan oleh BULOG sebesar 2 juta ton
beras pertahun dapat dikurangi/ dihindari.
Mengingat waktu terbatas sifat pemberian pekerjaan pemborongan,
pemasokan barang, jasa lainnya, maupun konsultansi (pada umumnya)
semuanya bersifat penunjukan baik kepada swasta besar maupun kepada
BUMN Jakons.
Sayangnya proyek tsb gagal total mengingat hal-hal sbb :
Proyek gigantic tsb dilakukan tanpa memakai kaedah-kaedah teknis baku
maupun hukum alam yang diberikan Tuhan YME, dengan penjelasan sbb
:
1) Proyek dilakukan tanpa menggunakan konsep FeSIDLACOM yang
selama ini secara baku dan cukup berhasil dipakai sebagai panduan
proyek-proyek ke PUan. Indikasinya sbb:
(a) Pekerjaan fisik konstruksi dilakukan tanpa studi dan desain
yang memadai.
(b) Konsep design as you go yang telah lama ditinggalkan (dipakai
pada permulaan Pelita) dipakai dalam penyelenggaraan proyek
ini.
2) Hukum alam bahwa air mengalir dari tempat yang tinggi ketempat
yang lebih rendah diingkari keberadaannya, padahal pengembangan
sistem irigasinya didasarkan konsep gravitasi . Hal ini terlihat pada
pembuatan site plan semuanya berbentuk garis lurus, demikian pula
dimana pada waktu musim kemarau airnya sangat kecil jauh dari
kebutuhan.
(2) Adapun jalur yang dilewati jaringan air baku tsb dari Stasiun Pompa
Air Baku di Cawang terus mengalir lewat DI Panjaitan- Jembatan
Kampung Melayudi Jatinegara- Jalan Casablanca-Memotong
Jl.Sudirman- Kuburan Karet – Instalsi Air Bersih Pejompongan.
(3) Terjadi belokan 90 derajat sebelum menjadi Talang di Jembatan
Kampung Melayu. Justru bangunan Belokan 90 derajat Kampung
Melayu ini yang menjadi topik permasalahan dan menjadi kasus
yang perlu menjadi bahan studi( lihat gambar di bahan paparan)
dengan penjelasan sbb:
(a) Desain Konstruksi Belokan dari konsultan dari Belanda berupa
konstruksi
beton bertulang yang sangat lebar, masif, kokoh, bertiang
pancang beton bertulang, dengan biaya yang sangat besar.
(b) Dengan konstruksi semacam itu maka pembuatan
jembatan flyover Kampung Melayu dengan kaki seribu tidak
mungkin bisa dilakukan karena akan mengenai konstruksi
belokan jaringan air baku tsb.
(c) Proyek Air Baku Pejompongan Proyek Induk Serbaguna
Jatiluhur mencoba mencari alternatif solusi desain dengan
penjelasan sbb:
(1) Desai Konstruksi Belokan sangat mahal.
(2) Bila tetap dengan konstruksi itu Dinas PU DKI harus
membuat revisi design jembatan Kampung Melayu. Hal
ini memerlukan waktu yang cukup panjang,
sedang keberadaan flyover untuk mengatas
kemacetan sangat ditunggu warga DKI Jakarta.
(3) Akhirnya proyek memeutuskan membuat revisi
desain Konstruksi
10.3 Rangkuman
Dalam rangka pencerahan maka dalam bahan diskusi ini disampaikan
beberapa studi kasus yang relevant dalam pembuatan jaringan irigasi, sebagai
referensi. Pada umumnya merupakan kumpulan dan kompilasi dari
pelaksanaan pekerjaan( yang merupakan hasil laboratorium lapangan dengan
skala 1/1).
BAB XI
PENUTUP
11.1 Simpulan
Berbagai macam bangunan dan peralatan telah dikembangkan untuk maksud
ini. Namun demikian, untuk menyederhanakan pengelolaan jaringan irigasi
hanya beberapa jenis bangunan saja yang boleh digunakan di daerah irigasi.
Bangunan-bangunan yang dianjurkan untuk dipakai diuraikan dalam pasal 2.2
dan seterusnya.
Bangunan ukur ambang lebar dianjurkan karena bangunan itu kokoh dan
mudah dibuat
Banyak jaringan saluran irigasi dieksploitasi sedemikian rupa sehingga muka
air di saluran primer dan saluran cabang dapat diatur pada batas-batas
tertentu oleh bangunan-bangunan pengatur yang dapat bergerak. Dengan
keadaan eksploitasi demikian, muka air dalam hubungannya dengan
bangunan sadap (tersier) tetap konstan.
Tipe khusus dari pintu sorong adalah pintu radial
1) Bangunan Pembawa,
2) Kolam Olak,
3) Bangunan Lindung,
4) Jalan dan Jembatan,
Bangunan Pelengkap lengkap bersama sub-sub topiknya.
Dalam rangka pencerahan maka dalam bahan diskusi ini disampaikan
beberapa studi kasus yang relevant dalam pembuatan jaringan irigasi,
sebagai referensi. Pada umumnya merupakan kumpulan dan kompilasi dari
pelaksanaan pekerjaan( yang merupakan hasil laboratorium lapangan dengan
skala 1/1).
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi XI- 1
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi XI- 2
Modul 09 Perencanaan Bangunan Irigasi
DAFTAR PUSTAKA
GLOSARIUM
Ambang Lebar : Bangunan aliran atas (over flow), untuk ini tinggi energi hulu lebih
kecil dari panjang mercu
Hidrolis : Reaksi kimia yang memecah molekul air (H2O) menjadi kation hidrogen
(H+) dan anion hidroksida (OH−) melalui suatu proses kimia
Trapesium : Bangun datar dua dimensi yang dibentuk oleh empat buah rusuk yang
dua di antaranya saling sejajar namun tidak sama panjang
Sedimen : Benda padat berupa serbuk yang terpisah dari cairan dan mengendap di
dasar bejana