Anda di halaman 1dari 3

TUGAS PENDDIKAN PANCASILA

“TANTANGAN PKN BAGI PENDIDIKAN DALAM


ERA GLOBALISASI”

DOSEN MK: RAHMADHONA FITRI HELMI, S.Ap M.P.M

OLEH:

ANGGI RAMADAN 2017610034

INSTITUT TEKNOLOGI PADANG


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
TEKNIK INFORMATIKA
TAHUN AKADEMIK 2017
Wahai seluruh rekan rekan mahasiwa,pastinya kalian tidak asing ya dengan mata
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan atau Pancasila saat sekolah? Bila belum, maka perlu
dipertanyakan kualitas sekolah anda terdahulu. Karena, setiap sekolah baik negeri maupun
swasta di Indonesia diharuskan menerapkan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di
lingkungan institusinya. Saat ini, negara sedang berkoar-koar tentang pembentukan karakter
dan penerapan rasa nasionalisme yang lebih nyata di setiap lini kehidupan masyarakat,
khususnya di bidang pendidikan. Lebih utama lagi dalam bidang Pendidikan
Kewarganegaraan. Tantangan mengajar Pendidikan Kewarganegaraan di era milenial saat ini
butuh usaha keras. Justru tantangan tersebut bukan datang dari materi atau kurikulum
pendidikan kewarganegaraan itu sendiri. Melainkan dari kualitas sumber daya manusia yang
kompeten, yaitu guru.

Pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi


manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.

Selanjutnya, Pendidikan Kewarganegaraan di lingkup sekolah juga mengembangkan


misi sebagai pendidikan bela negara, pendidikan multikultural, pendidikan lingkungan
hidup, pendidikan hukum, dan pendidikan anti korupsi. Nah, dari berbagai misi tersebut
timbul pertanyaan bagaimanakah pengajar masa kini, terutama guru Pendidikan
Kewarganegaraan, bersinergi dan beradaptasi seiring perkembangan globalisasi dan
teknologi?

Bila anda pengajar yang "konvensional", maka materi yang anda sampaikan ke anak
didik juga akan konvensional. Hasil yang diperoleh adalah anak didik dengan rasa
nasionalisme yang konvensional pula. Dalam artian, anak didik hanya mampu
mendengarkan ceramah dan akan segera melupakannya saat mereka sudah keluar kelas atau
berganti mata pelajaran. Ibarat seperti angin lalu bagi mereka. Inilah sebabnya, banyak anak
didik yang menyepelekan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan bila masih mengajar
dengan gaya ajar yang lama dan monoton. Ingat, dunia selalu bergerak. Ojek yang dulu hanya
bisa mangkal, sekarang serba online dan serba bisa. Dulu beli tiket kereta dan pesawat antri
panjang (on the spot), sekarang sudah praktis hanya sekali sentuh dan bisa order jauh hari.
Semua serba digital, maju, online, update dan mengikuti kebutuhan masyarakat milenial.
Begitu pula seharusnya gaya ajar Pendidikan Kewarganegaraan, lebih modern, canggih,
update dan online.

Di jaman yang serba digital ini, akan lebih mudah mengajarkan ilmu dan materi
pendidikan kewarganegaraan dengan sarana internet. Segala sumber, contoh-contoh kasus,
infografis, link, kejadian nyata, atau bahkan sekedar tayangan mendidik dan menarik akan
membuat anak didik lebih menghayati.
Tiga Komponen Pendidikan Kewarganegaraan

Bagaimana mengajarkan anti korupsi bila anak didik kita tidak tahu wujud tentang
KPK dan kasus-kasus korupsi yang ada? Bagaimana anda mengajarkan bela negara apabila
anak didik tak memahami budaya, letak geografis dan lembaga negara Indonesia secara
nyata? Bagaimana anda mengajarkan baik dan buruknya media sosial, apabila anda tidak
paham dan tidak memiliki akses media sosial (facebook, line, twitter, dsb)?

Padahal ada tiga komponen utama Pendidikan Kewarganegaraan, yaitu pengetahuan


kewarganegaraan (civic knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civic skills), dan sikap
kewarganegaraan (civic disposition).

Di era milenial ini, ketiga komponen tersebut akan lebih mudah dicerna dan diresapi
anak didik dengan contoh nyata dan realis. Tidak sekedar ceramah yang membosankan dan
bikin kantuk.Logikanya, anak didik milenial yang memiliki lebih banyak pengetahuan dan
sikap kewarganegaraan akan menjadi warga negara yang percaya diri (civic competence).
Kemudian warga negara yang memiliki pengetahuan dan keterampilan kewarganegaraan
akan menjadi warga negara milenial yang mampu (civic competence). Selanjutnya, warga
negara milenial yang memiliki sikap dan keterampilan akan menjadi warga negara milenial
yang komitmen(civic commitment).

Dan pada akhirnya, warga negara milenial yang memiliki pengetahuan, sikap dan
keterampilan kewarganegaraan akan menjadi warga negara milenial yang cerdas dan baik
( smart and good citizenship). Itulah tujuan akhir mengajar Pendidikan Kewarganegaraan di
era milenial, bila didukung juga oleh "smart and good teacher". Ubah gaya ajar
konvensional anda, menjadi gaya ajar "modern and milenial". Ingat, Pancasila is a living
ideology.

Anda mungkin juga menyukai