Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori
2.1 Pengertian Petani Tambak
Petani tambak adalah petani ikan/udang, dimana orang tersebut memperoleh
mata pencaharian pokok dengan melakukan kegiatan di bidang budidaya ikan di
tambak, yang dibedakan atas :
1. Pemilik tambak, adalah mereka yang menguasai sejumlah tertentu tambak
yang dikerjakan oleh orang lain dengan system bagi hasil.
2. Pemilik yang juga sebagai penggarap tambak, adalah mereka yang tergolong
sebagai petani penggarap dimana mereka memiliki sejumlah tambak yang
dikerjakan sendiri dan disamping itu mengerjakan empang orang lain dengan
sistem bagi hasil.
3. Penggarap tambak, adalah petani yang menggarap empang orang lain tetapi
tidak memiliki empang sendiri dan memperoleh pendapatan dari hasil empang
yang mereka kerjakan setelah dikeluarka ongkos-ongkos dalam satu musim
panen.
4. Sawi/buruh tambak, adalah mereka yang tidak sama sekali memiliki tambak,
mereka semata-mata bekerja untuk menerima upah.

2.1.2 Tambak.
Tambak dalam perikanan adalah kolam buatan, biasanya di daerah pantai,
yang diisi air dan dimanfaatkan sebagai sarana budidaya perairan (akuakultur).
Hewan yang dibudidayakan adalah hewan air, terutama ikan, udang, serta kerang.
Penyebutan “tambak” biasanya dihubungkan dengan air payau atau air laut. Kolam
yang berisi air tawar biasanya disebut kolam saja atau empang.

7
a. Pengertian Tambak.
Tambak merupakan kolam yang di bangun pada daerah pasang surut yang di
pergunakan sebagai tempat pembudidayaan ikan, udang dan hewan lainnya yang
hidup di air. Tambak adalah genangan air dari campuran air laut dan air sungai yang
di batasi oleh pematang – pematang dan dapat di atur dari pintu air yang di gunakan
untuk pembudidayaan ikan, udang dan binatang lainnya. Keberhasilan budidaya
tambak sangat di pengaruhi oleh ketersediaannya lahan pertambakan yang memiliki
persyaratan baik fisik, kimia, biologi serta factor-faktor sosial masyarakat di sekitar
tambak.
b. Klasifikasi Tambak
Di tinjau dari segi letak tambak tehadap laut dan muara sungai yang memberi
air, Dikenal ada 3 golongan tambak yaitu:
1. Tambak Lanyah, letaknya dekat sekali dengan laut, ditepi pantai. Di
daerah yang datar sekali pantainya dan sangat besar perbedaan tinggi
permukaan air laut pasang tertinggi dan air surut terendah, maka air
lautnya dapat menggenangi tambak daerah itu sampai sejauh 1,5 kilometer
kearah pedalaman, tanpa mengurang salinitas yang menyolok, sehingga
tambak lanyah demikian praktis berisi air laut yang berkadar garam
setinggi 30%. Dibandingkan dengan tambak biasa (yang terletak lebih
jauh kearah pedalaman), air tambak lanyah cenderung untuk senantiasa
lebih tinggi kadar garamnya, karena pada dasarnya air yang masuk dari
laut memang masi tinggi, kemudian mengalami penguapan sehari-hari
sesudah ditahan dalam petakan tambak, sampai kadar garam dalam air itu
makin naik. Keadaan baru tertolong, jika pada waktu air pasang laut,
pengusaha tambak itu sempat mengalirkan air baru kedalam petakan atau
pada saat ada hujan turun. Tambak lanyah ini sangat cocok digunakan
dalam usaha pertambakan ikan bandeng dan mempermudah dalam
peningkatan produksinya. Karena, tambak lanyah habitatnya sesuai
dengan yang dibutuhkan oleh ikan bandeng karena ikan bandeng hidup di
perairan payau. Pengaruh atau resiko dari tambak ini adalah apabila terjadi

8
pasang surut air laut menyebabkan kerusakan pada tambak dikarenakan
abrasi laut dan tambak lanyah ini jauh dari pemukiman sehingga
menambah biaya (cost)
2. Tambak Biasa, yang terletak di belakang tambak lanyah, dan selalu terisi
oleh campuran air asin dari laut dan air tawar dari sungai. Airnya dapat
asin selama tambak itu diisi dengan air pasang (laut) yang tinggi, dan
dapat tawar jika diisi dengan air sungai yang leluasa mengalir ke arah
pantai, pada waktu lautnya sedang surut. Setelah kedua Jenis air itu
ditahan dalam petakan tambak (pintu air ditutup rapat setelah petakan
penuh air). Maka terciptalah air payau yang kadar garamnya mencapai
sekitar 15%.Tambak biasa ini membutuhkan pengetahuan tentang jenis
ikan apa yang harus di budidayakan. Karena, ikan tidak bisa hidup pada
perubahan lingkungan antara air payau dengan air tawar. Hasil budidaya
ikan bandeng pada jenis tambak biasa agak kurang bagus karena pada
daging ikan mengalami bau lumpur menyebabkan hasil produksi yang
kurang bagus.
3. Tambak darat, yang terletak jauh sekali dari pantai laut. Pasokan air hanya
dapat dipertahankan hanya selama musim hujan saja. Tambak darat
kebanyakan di pergunakan di daerah-daeraah pegunungan karena tambak
ini mengharapkan air dari hujan dan aliran air dari gunung-gunung dan
biasanya tambak ini digunakan untung memelihara ikan air tawar aja dan
perlu penanganan yang khusus.

c. Bentuk dan Tata Letak Tambak


Menurut Zakaria (2011) Konstruksi tambak untuk pemeliharaan ikan
bandeng dan udang widu biasanya berbentuk empat persegi panjang dengan
perbandingan lebar : panjang, 1 : 2 atau 1 : 3 dan setiap unit tambak terdiri
dari 3 jenis petakan yaitu petak peneneran, petak buyaran (penggelondongan)
dan petak pembesaran selain itu diperlukan pula petak pembagi air, saluran
keliling (caren) dan plataran. Luas dari petak pembesaran sebaiknya berkisar

9
antara 1 – 3 Ha, sedangkan luas dari petak peneneran dan petak buyarannya
bisa diperhitungkan berdasarkan perbandingan. Petak peneneran:petak
buyaran : petak pembesaran = 1 : 9 : 90. Jadi untuk setiap Ha pembesaran
diperlukan 0,01 Ha petak peneneran dan 0,1 Ha petak buyaran. Setiap petakan
dalam satu unit, mempunyai pintu air sendiri-sendiri agar pengaturan dan
pengelolaan air menjadi mudah baik pada waktu pengisian maupun pada
waktu pengeringannya. Tinggi air pada jenis petakan berlainan, yaitu antara
20 – 30 cm untuk petak peneneran, 30 – 40 cm untuk petak buyaran dan 50 –
60 cm untuk petak pembesaran. Sedangkan di petak / saluran pembagi air
lebih dalam lagi. Di sepanjang pinggiran petakan dibuat saluran keliling yang
disebut Caren yang lebarnya berkisar antara 4 – 6 cm dan dalamnya 40 – 60
cm, berfungsi sebagai tempat berlindung ikan dari panas terik matahari,
gangguan hama serta untuk memudahkan penangkapan ikan pada waktu
panen. Dasar pelataran tambak dibuat melandai ke atas pintu air dan
semaksimal mungkin dibuat rata sebagai tempat tumbuhnya makanan alami
terutama klekap. Luas pelataran sekitar 90 % dari luas seluruh areal tanah
yang ada.
d. Sistem Tambak
Menurut Reza (2011), teknik pembuatan tambak dibagi dalam tiga
sistem yang disesuaikan dengan letak, biaya, dan operasi pelaksanaannya,
yaitu tambak ekstensif (tradisional), semi intensif, dan intensif.
1. Tambak Ekstensif atau Tradisional.
a. Dibangun di lahan pasang surut, yang umumnya berupa rawa-rawa
bakau, atau rawa-rawa pasang surut bersemak dan rerumputan.
b. Bentuk dan ukuran petakan tambak tidak teratur.
c. Luasnya antara 3-10 ha per petak.
d. Setiap petak mempunyai saluran keliling (caren) yang lebarnya 5-10 m
di sepanjang keliling petakan sebelah dalam. Di bagian tengah juga
dibuat caren dari sudut ke sudut (diagonal). Kedalaman caren 30-50

10
cm lebih dalam dari bagian sekitarnya yang disebut pelataran. Bagian
pelataran hanya dapat berisi sedalam 30-40 cm saja.
e. Di tengah petakan dibuat petakan yang lebih kecil dan dangkal untuk
mengipur nener yang baru datang selama 1 bulan.
f. Selain itu ada beberapa tipe tambak tradisional, misalnya tipe corong
dan tipe taman.
g. Pada tambak ini tidak ada pemupukan.
2. Tambak Semi Intensif
a. Bentuk petakan umumnya empat persegi panjang dengan luas 1-3
ha/petakan.
b. Tiap petakan mempunyai pintu pemasukan (inlet) dan pintu
pengeluaran (outlet) yang terpisah untuk keperluan penggantian air,
penyiapan kolam sebelum ditebari benih, dan pemanenan.
c. Suatu caren diagonal dengan lebar 5-10 m menyerong dari pintu (pipa)
inlet ke arah pintu (pipa) outlet. Dasar caren miring ke arah outlet
untuk memudahkan pengeringan air dan pengumpulan udang pada
waktu panen.
d. Kedalaman caren selisih 30-50 cm dari pelataran.
e. Kedalaman air di pelataran hanya 40-50 cm.
f. Ada juga petani tambak yang membuat caren di sekeliling pelataran.

3. Tambak Intensif
a. Petakan berukuan 0,2-0,5 ha/petak, supaya pengelolaan air dan
pengawasannya lebih mudah.
b. Kolam/petak pemeliharaan dapat dibuat dari beton seluruhnya atau
dari tanah seperti biasa atau dinding dari tembok, sedangkan dasar
masih tanah.
c. Biasanya berbentuk bujur sangkar dengan pintu pembuangan di tengah
dan pintu panen model monik di pematang saluran buangan. Bentuk
dan konstruksinya menyerupai tambak semi intensif bujur sangkar.

11
d. Lantai dasar dipadatkan sampai keras, dilapisi oleh pasir/kerikil.
Tanggul biasanya dari tembok, sedang air laut dan air tawar dicampur
dalam bak pencampur sebelum masuk dalam tambak.
e. Pipa pembuangan air hujan atau kotoran yang terbawa angin, dipasang
mati di sudut petak.
f. Diberi aerasi untuk menambah kadar O2 dalam air.
g. Penggantian air yang sangat sering dimungkinkan oleh penggunaan
pompa.

2.2 Hutan Mangrove.


Hutan Mangrove berasal dari kata mangue/mangal (Portugis) dan grove
(Inggris). Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal woodland,
dan vloedbosschen. Hutan mangrove dapat didefinisikan sebagai tipe ekosistem hutan
yang tumbuh di daerah batas pasang-surutnya air, tepatnya daerah pantai dan sekitar
muara sungai. Tumbuhan tersebut tergenang di saat kondisi air pasang dan bebas dari
genangan di saat kondisi air surut. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi
mayoritas pesisir pantai di daerah tropis dan sub tropis yang didominasi oleh
tumbuhan mangrove pada daerah pasang surut pantai berlumpur khususnya di
tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik
(Departemen Kehutanan, 2007).
Sumber makanan utama bagi organisme air di daerah mangrove adalah dalam
bentuk partikel bahan organik (detritus) yang dihasilkan dari dekomposisi serasah
mangrove (seperti daun, ranting dan bunga). Hutan mangrove sangat berbeda dengan
tumbuhan lain di hutan pedalaman tropis dan subtropis, ia dapat dikatakan merupakan
suatu hutan di pinggir laut dengan kemampuan adaptasi yang luar biasa. Akarnya,
yang selalu tergenang oleh air, dapat bertoleransi terhadap kondisi alam yang ekstrem
seperti tingginya salinitas dan garam. Hal ini membuatnya sangat unik dan menjadi
suatu habitat atau ekosistem yang tidak ada duanya. Kita sering menyebut hutan di
pinggir pantai tersebut sebagai hutan bakau. Sebenarnya, hutan tersebut lebih tepat
dinamakan hutan mangrove (Rahmawati, 2006).

12
Istilah „mangrove‟ digunakan sebagai pengganti istilah hutan bakau untuk
menghindarkan kemungkinan salah pengertian dengan hutan yang terdiri atas pohon
mangrove Rhizophora spp, karena bukan hanya pohon mangrove yang tumbuh di
sana, selain mangrove, terdapat banyak jenis tumbuhan lain yang hidup di dalamnya.
Hutan-hutan mangrove menyebar luas di bagian yang cukup panas di dunia, terutama
di sekeliling khatulistiwa di wilayah tropika dan sedikit di subtropika. Hutan
mangrove adalah tipe hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai
yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove tumbuh pada pantai-pantai
yang terlindung atau pantai-pantai yang datar, biasanya di sepanjang sisi pulau yang
terlindung dari angin atau di belakang terumbu karang di lepas pantai yang terlindung
(Nybakken, 1982).
Ekosistem hutan mangrove bersifat kompleks dan dinamis, namun labil.
Dikatakan kompleks karena ekosistemnya di samping dipenuhi oleh vegetasi
mangrove, juga merupakan habitat berbagai satwa dan biota perairan. Jenis tanah
yang berada di bawahnya termasuk tanah perkembangan muda (saline young soil)
yang mempunyai kandungan liat yang tinggi dengan nilai kejenuhan basa dan
kapasitas tukar kation yang tinggi. Kandungan bahan organik, total nitrogen, dan
ammonium termasuk kategori sedang pada bagian yang dekat laut dan tinggi pada
bagian arah daratan (Nybakken, 1982).
Bersifat dinamis karena hutan mangrove dapat tumbuh dan berkembang terus
serta mengalami suksesi sesuai dengan perubahan tempat tumbuh alaminya.
Dikatakan labil karena mudah sekali rusak dan sulit untuk pulih kembali seperti
sediakala. Sebagai daerah peralihan antara laut dan darat, ekosistem mangrove
mempunyai gradien sifat lingkungan yang tajam. Pasang surut air laut menyebabkan
terjadinya fluktuasi beberapa faktor lingkungan yang besar, terutama suhu dan
salinitas (Nybakken,1982).

2.2.1 Fungsi Dan Manfaat Magrove


Hutan mangrove merupakan sumberdaya alam daerah tropis yang mempunyai
manfaat ganda dengan pengaruh luas ditinjau dari aspek sosial, ekonomi dan ekologi .

13
Besarnya peranan hutan mangrove atau ekosistem hutan mangrove bagi kehidupan
dapat diketahui dari banyaknya jenis hewan , baik yang hidup diperairan , diatas
lahan maupun ditajuk-tajuk pohon mangrove serta manusia yang bergantung pada
hutan mangrove. (Naamin, 1991 dalam Paryono, 2006) Mangrove mempunyai
berbagai fungsi di antaranya: (Anwar,1996 dalam Susie Apriani,2007)
a. Fungsi fisiknya yaitu untuk menjaga kondisi pantai agar tetap stabil,
melindungi tebing pantai dan tebing sungai, mencegah terjadinya abrasi dan
intrusi air laut, serta sebagai perangkap zat pencemar.
b. Fungsi biologis mangrove adalah sebagai habitat benih ikan, udang, dan
kepiting untuk hidup dan mencari makan, sebagai sumber keanekaragaman
biota akuatik dan nonakuatik seperti burung, ular, kera, kelelawar, dan
tanaman anggrek, serta sumber plasma nutfah.
c. Fungsi ekonomis mangrove yaitu sebagai sumber bahan bakar (kayu, arang),
bahan bangunan (balok, papan), serta bahan tekstil, makanan, dan obat-
obatan. Mangrove mengangkut nutrien dan detritus ke perairan pantai
sehingga produksi primer perairan di sekitar mangrove cukup tinggi dan
penting bagi kesuburan perairan. Dedaunan, ranting, bunga, dan buah dari
tanaman mangrove yang mati dimanfaatkan oleh makrofauna, misalnya
kepiting sesarmid, kemudian didekomposisi oleh berbagai jenis mikroba yang
melekat di dasar mangrove dan secara bersama-sama membentuk rantai
makanan. Detritus selanjutnya dimanfaatkan oleh hewan akuatik yang
mempunyai tingkatan lebih tinggi seperti bivalvia, gastropoda, berbagai jenis
juvenil ikan dan udang, serta kepiting. Karena keberadaan mangrove sangat
penting maka pemanfaatan mangrove untuk budi daya perikanan harus
rasional. Hutan mangrove sebagian besar di manfaatkan dalam bidang
perikanan khususnya pertambakan, baik berupa tumpangsari (silvofishery)
maupun tambak terbuka. Berubahnya fungsi hutan mangrove menjadi tambak
tumpangsari, maka berubah pula manfaat yang dirasakan oleh petani tambak. (
handayani,2004 dalam Susie Apriani,2007).

14
2.2.1 Wanamina (silvofishery).
Pengertian dan definisi dari Silvofishery atau Wanamina adalah suatu pola
agroforestri yang digunakan dalam pelaksanaan program perhutanan sosial di
kawasan hutan mangrove. Petani dapat memelihara ikan dan udang atau jenis
komersial lainnya untuk menambah penghasilan, di samping itu ada kewajiban untuk
memelihara hutan Mangrove. Jadi prinsip silvofishery adalah perlindungan tanaman
mangrove dengan memberikan hasil dari sektor perikanan. Sistem ini mampu
menambah pendapatan masyarakat dengan tetap memperhatikan kelestarian hutan
mangrove. Silvofishery yang telah dikembangkan selama ini menggunakan jenis
Rhyzophora sp (Bengen, 1998).
Secara umum terdapat tiga model tambak wanamina, yaitu; model empang
parit, komplangan, dan jalur. Selain itu terdapat pula tambak sistem tanggul yang
berkembang di masyarakat. Pada tambak wanamina model empang parit, lahan untuk
hutan mangrove dan empang masih menjadi satu hamparan yang diatur oleh satu
pintu air. Pada tambak wanamina model komplangan, lahan untuk hutan mangrove
dan empang terpisah dalam dua hamparan yang diatur oleh saluran air dengan dua
pintu yang terpisah untuk hutan mangrove dan empang (Bengen, 2003). Tambak
wanamina model jalur merupakan hasil modifikasi dari tambak wanamina model
empang parit. Pada tambak wanamina model ini terjadi penambahan saluran-saluran
di bagian tengah yang berfungsi sebagai empang. Sedangkan tambak model tanggul,
hutan mangrove hanya terdapat di sekeliling tanggul. Berdasarkan 3 pola wanamina
dan pola yang berkembang di masyarakat, direkomendasikan pola wanamina
kombinasi empang parit dan tanggul. Pemilihan pola ini didasarkan atas
pertimbangan:
1. Penanaman mangrove di tanggul bertujuan untuk memperkuat tanggul dari
longsor, sehingga biaya perbaikan tanggul dapat ditekan dan untuk produksi
serasah.
2. Penanaman mangrove di tengah bertujuan untuk menjaga keseimbangan
perubahan kualitas air dan meningkatkan kesuburan di areal pertambakan.

15
Prinsip dasar silvofishery adalah perlindungan tanaman hutan bakau dengan
memberikan hasil lain dari segi perikanan. Hal ini dapat dimengerti karena sebagian
besar masyarakat yang tinggal di sekitar hutan mangrove bermata pencaharian
sebagai pencari ikan. Jadi dengan adanya pengembangan pola sistem silvofishery,
disamping sesuai dari segi ekologis, juga selaras dengan pola hidup masyarakat
sekitarnya.
Sejak tahun 1976 Perum Perhutani selaku pengelola kawasan hutan telah
mengembangkan program yang mengintegrasikan kegiatan budidaya ikan dan
pengelolaan hutan mangrove yang dikenal dengan istilah tambak tumpang sari,
tambak empang parit, hutan tambak atau silvofishery yang semuanya bertujuan
menekan laju degradasi hutan mangrove. Silvofishery adalah suatu bentuk usaha
terpadu antara hutan mangrove dan perikanan budidaya. Pendekatan terpadu terhadap
konservasi dan pemanfaatan sumberdaya hutan mangrove memberikan kesempatan
untuk mempertahankan kondisi kawasan hutan tetap baik, disamping itu budidaya
perairan payau dapat menghasilkan keuntungan ekonomi. Faktor penting lainnya
adalah teknologi ini menawarkan alternatif yang praktis untuk tambak tetap
berkelanjutan (sustainable).
Adapun bentuk silvofishery menurut Perum Perhutani Unit III Jawa Barat &
Banten (2009) adalah penanaman tumpangsari dengan sistem banjar harian tetapi
dikombinasikan dengan kegiatan pertambakan. Penanaman selain pada jalur tanam
juga dapat dilakukan di pelataran tambak dengan jarak tanam yang disesuaikan
dengan kondisi lapangan. Pada umumnya jarak tanam yang digunakan adalah 5 x 5
m dengan jumlah bibit per hektar 320 batang. Menurut Puspita dkk (2005) dalam
Buku Lahan Buatan di Indonesia, bentuk tambak silvofishery terdapat 5 macam pola
yaitu tipe empang parit tradisonal, tipe komplangan, tipe empang parit terbuka, tipe
kao-kao serta tipe tasik rejo seperti pada Gambar 2.

16
Keterangan :
A. Saluran air X. Pelataran tambak
B. Tanggul/pematang tambak
C. Pintu air
D. Empang

Gambar 2 . Tipe atau model tambak pada sistem silvofishery menurut Buku
Lahan Basah Buatan di Indonesia.

2.2.2 Wanatani (Agroforestry).


Dalam bahasa Indonesia Agroforestry lebih dikenal dengan Wanatani. Dalam
pengertian sederhana agroforestry adalah membudidayakan pepohonan pada lahan
pertanian. Sedangkan arti luas nya wanatani atau agroforestry adalah suatu system
pengelolaan dengan berasaskan kelestarian, yang meningkatkan hasil secara
keseluruhan, mengkombinasikan produksi tanaman (termasuk tanaman pohon-
pohonan) dan tanaman hutan dan hewan secara bersamaan atau berurutan pada unit
lahan yang sama, serta menerapkan cara-cara pengelolaan yang sesuai dengan
kebudayaan penduduk setempat, (King dan Chandler, 1978 dalam King,1979).
Bentuk dan jenis-janis wanatani ada beberapa model wanatani atau
agroforestry yang dapat dikembangkan, antara lain sistem :

17
a. Agrisilvopastur, yaitu penggunaan lahan secara sadar dan dengan
pertimbangan masak untuk memproduksi sekaligus hasil-hasil pertanian dan
kehutanan.
b. Sylvopastoral, yaitu suatu sistem pengelolaan lahan hutan untuk
menghasilkan kayu dan memelihara ternak.
c. Agrosylvo-pastoral, yaitu suatu sistem pengelolaan lahan hutan untuk
memproduksi hasil pertanian dan kehutanan secara bersamaan, dan sekaligus
untuk memelihara hewan ternak.
d. Multipurpose forest, yaitu sistem pengelolaan dan penanaman berbagai jenis
tanaman kayu, yang tidak hanya untuk hasil kayunya, akan tetapi juga daun-
daunan dan buah-buahan yang dapat digunakan sebagai bahan makanan
manusia, ataupun pakan ternak.

2.3 Partisipasi.
Partisipasi memiliki konotasi yang berbeda-beda untuk berbagai orang,
sebagaimana terumus dalam pokok-pokok berikut (Kanisius,1999).
1. Sikap kerja sama petani dalam pelaksanaan programa penyuluhan dengan cara
menghadiri rapat-rapat penyuluhan, mendemonstrasikan metode baru untuk
usaha tani mereka, mengajukan pertanyaan pada agen penyuluhan.
2. Pengorganisasian kegiatan-kegiatan penyuluhan oleh kelompok-kelompok
petani, seperti pertemuam-pertemuan tempat agen penyuluhan memberikan
ceramah, mengelolah kursus-kursus demonstrasi, menerbitkan surat kabar tani
yang ditulis oleh agen penyuluhan dan peneliti untuk petani.
3. Menyediakan informasi yang diperlukan untuk merencanakan programa
penyuluhan yang efektif.
4. Petani atau para wakilnya berpartisipasi dalam organisasi jasa penyuluhan
dalam pengambilan keputusan mengenai tujuan, kelompok sasaran, pesan-
pesan dan metode, dan dalam evaluasi kegiatan.
5. Petani atau organisasinya membayar seluruh biaya yang dibutuhkan jasa
penyuluhan.

18
6. Supervisi agen penyuluhan oleh anggota dewan organisasi petani yang
mempekerjakannya.
Pada dasarnya partisipasi didefinisikan sebagai keterlibatan mental atau
pikiran dan emosi atau perasaan seseorang di dalam situasi kelompok yang
mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha
mencapai tujuan. Keterlibatan aktif dalam berpartisipasi, bukan hanya berarti
keterlibatan jasmaniah semata. Partisipasi dapat diartikan sebagai keterlibatan mental,
pikiran, dan emosi atau perasaan seseorang dalam situasi kelompok yang
mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha
mencapai tujuan serta turut bertanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan.
Menurut Davis (2005), ada tiga unsur penting partisipasi :
1. Bahwa partisipasi atau keikutsertaan sesungguhnya merupakan suatu
keterlibatan mental dan perasaan, tidak hanya semata-mata keterlibatan
secara jasmaniah.
2. Kesediaan memberi sesuatu sumbangan kepada usaha mencapai tujuan
kelompok. Ini berarti, bahwa terdapat rasa senang, kesukarelaan untuk
membantu kelompok.
3. Unsur tanggung jawab. Unsur tersebut merupakan segi yang menonjol dari
rasa menjadi anggota kelompok tani.
Davis (2005), juga mengemukakan jenis-jenis partisipasi, yaitu sebagai berikut:
1. Pikiran (Psychological Participation)
2. Tenaga (Physical Partisipation)
3. Pikiran dan tenaga
4. Keahlian
5. Barang

2.3.1 Pentingnya Partisipasi.


Partisipasi masyarakat merupakan faktor penting dalam pembangunan,
sehingga hampir semua negara mengakui adanya kebutuhan akan partisipasi dalam
semua proses pembangunan. Hal ini terlihat dengan munculnya konsep pembangunan

19
dari bawah yang melibatkan peran serta masyarakat (bottom up) untuk mengimbangi
modus konsep pembangunan dari atas (top down) (Zulkarnain dan Dodo, 1989).
Pentingnya partisipasi dari seluruh masyarakat dapat dilihat : pertama,
partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai
kondisi, kebutuhan masyatakat setempat, yang tanpa kehadirannya program
pembangunan serta proyek-proyeknya akan gagal; kedua ,bahwa masyarakat akan
lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam
proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk
beluk proyek tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap proyek tersebut;
ketiga, bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam
pembangunan masyarakat mereka sendiri (Zulkarnaen dan Dodo,1989). Atmanto
(1995), mengemukakan unsur penting dari partisipasi adalah:
1. Komunitas yang menumbuhkan pengertian yang efektif.
2. Perubahan sikap, pendapat dan tingkah laku yang diakibatkan oleh pengertian
yang menumbuhkan kesadaran.
3. Kesadaran yang didasarkan atas perhitungan dan pertimbangan.
4. Spontanitas yaitu kesediaan melakukan sesuatu yang tumbuh dari dalam lubuk
hati sendiri tanpa dipaksa orang lain dan.
5. Adanya rasa tanggung jawab terhadap kepentingan bersama.

2.3.2. Tahapan Partisipasi Dalam Prakteknya.


Masyarakat secara aktif terlibat dalam setiap tahapan partisipasi mulai dari
perencanaan hingga pelaksanaan. Masyarakat menjadi subjek bukan lagi objek dalan
pembangunan, dimana peran aktif masyarakat dalam menyelesaikan masalah sangat
penting. Ada empat tahapan partisipasi (asnawati, 2004), yaitu:
1) Tahap perencanaan, keterlibatan masyarakat dalam bentuk tahapan
perencanaan dapat berupa kehadiran, menyampaikan pendapat, dan
pengambilan keputusan yang diwujudkan dengan keikutsertaan pada rapat-
rapat berkaitan dengan rencana kegiatan yang akan dilakukan.

20
2) Tahap pelaksanaan, meliputi: penyediaan dana, pengadaan sarana,
pengorbanan tenaga serta waktu mulai dari tahap perencanaan dilakukan,
sumbangan pemikiran, tindakan langsung sebagai anggota proyek.
3) Tahap monitoring dan evaluasi, tahap monitoring meliputi pengawasan
setiap kegiatan. Evaluasi dilakukan sebagai umpan balik dari masyarakat
dalam memberi masukan demi perbaikan program selanjutnya.
4) Tahap menikmati hasil, masyarakat dapat mengambil manfaat dari hasil
kegiatan yang dilakukan. Dalam hal ini masyarakat sebagai subjek
pembangunan, maka semakin besar manfaat yang dirasakan dan proyek
tersebut berhasil mengenai sasaran.
Makmur (2005), membagi partisipasi ke dalam 4 tahapan, yaitu :
a) Tahap pengambilan keputusan, yang diwujudkan dengan keikutsertaan
rapat-rapat. Tahap pengambilan yang dimaksud adalah perencanaan suatu
kegiatan.
b) Tahap pelaksanaan yang merupakan tahap terpenting dalam
pembangunan, karena tahapan ini adalah pelaksanaannya. Tahapan ini
digolongkan menjadi tiga, yaitu partisipasi dalam bentik sumbangan
pemikiran, bentuk sumbangan meteri, tindakan sebagai anggota.
c) Tahap evaluasi, dianggap penting karena partisipasi masyarakat pada
tahap ini dianggap sebagai umpan balik yang dapat member masukan
demi perbaikan program pembangunan.
d) Tahap menikmati hasil, yang menjadi indicator keberhasilan partisipasi
masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan proyek.

2.3.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi.


Partisipasi masyarakat dalam pembangunan dipengaruhi oleh beberapa factor
yang akan mempengaruhi besar kecilnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan.
Angell (dalam Ross, 1967: 130) mengatakan partisipasi yang tumbuh dalam
masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kecenderungan seseorang dalam berpartisipasi, yaitu:

21
1. Umur
Faktor usia merupakan faktor yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap
kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang ada. Mereka dari kelompok usia menengah
ke atas dengan keterikatan moral kepada nilai dan norma masyarakat yang lebih
mantap, cenderung lebih banyak yang berpartisipasi daripada mereka yang dari
kelompok usia lainnya.
2. Jenis Kelamin
Nilai yang cukup lama dominan dalam kultur berbagai bangsa mengatakan
bahwa pada dasarnya tempat perempuan adalah “di dapur” yang berarti bahwa dalam
banyak masyarakat peranan perempuan yang terutama adalah mengurus rumah
tangga, akan tetapi semakin lama nilai peran perempuan tersebut telah bergeser
dengan adanya gerakan emansipasi dan pendidikan perempuan yang semakin baik.
3. Pendidikan
Dikatakan sebagai salah satu syarat mutlak untuk berpartisipasi. Pendidikan
dianggap dapat mempengaruhi sikap hidup seseorang terhadap lingkungannya, suatu
sikap yang diperlukan bagi peningkatan kesejahteraan seluruh masyarakat.
4. Pekerjaan dan Penghasilan
Hal ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena pekerjaan seseorang akan
menentukan berapa penghasilan yang akan diperolehnya. Pekerjaan dan penghasilan
yang baik dan mencukupi kebutuhan sehari-hari dapat mendorong seseorang untuk
berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan masyarakat. Pengertiannya bahwa untuk
berpartisipasi dalam suatu kegiatan, harus didukung oleh suasana yang mapan
perekonomian.
5. Lamanya Tinggal
Lamanya seseorang tinggal dalam lingkungan tertentu dan pengalamannya
berinteraksi dengan lingkungan tersebut akan berpengaruh pada partisipasi seseorang.
Semakin lama ia tinggal dalam lingkungan tertentu, maka rasa memiliki terhadap
lingkungan cenderung lebih terlihat dalam partisipasinya yang besar dalam setiap
kegiatan lingkungan tersebut.

22
B. Penelitian Terdahulu.
No Nama Judul Tujuan Metode / Hasil
Dan Analisis
Tahun
Penelitian
1. Sapto Partisipasi Petani Mengetahui faktor- Analisis Partisipasi petani selama
pelaksanaan program
Husodo Dalam Kegiatan faktor apa saja yang deskriptif Dafep relatif tinggi
(2006) DAFEP Di mempengaruhi dan yaitu 97%, ini
menggambarkan bahwa
Kabupaten Partisipasi dalam eksplanatif program dafep
Bantul. program DAFEP. Metode telahberhasil
mendorong partisipasi
regresi petani untuk terlibat
berganda. dalam program Dafep.

2. Adi Tingkat Mengidentifikasi Analisis Secara umum tingkat


partisipasi petani hutan
Winata Partisipasi Hutan karakteristik petani Deskriptif. dalam perencanaan
(2010) Dalam Program hutan dan tingkat program masih rendah,
sementara dalam
Pengelolaan partisipasinya dalam
pelaksanaan program
Hutan Bersama program PHBM. termasuk kategori
sedang, dan dalam
Mayarakat
evaluasi program masih
(PHBM) rendah. Sebagian besar
petani hutan (98%)
Perhutani.
menghadiri rapat
perencanaan PHBM.
Semua petani hutan
hadir dalam rapat
pelaksanaan dan
memberikan sumbangan
pemikiran, dan 70%
petani hutan menghadiri
rapat evaluasi PHBM.

3. Bramasto Partsipasi Menjelaskan Analisis Partisipasi masyarakat


bagaimana peran dalam kegiatan
Nugroho Kelompok partisipasi Stakeholder perencanaan,
(2007) Masyarakat masyarakat, . pelaksanaan, penerimaan
heterogenitas serta

23
Dalam karakteristik Analisis manfaat serta evaluasi
individu dan dan monitoring terhadap
Pengelolaan organisasi itu Distribusi kawasan HLGN masih
Kawasan Hutan terhadap efektivitas Frekuensi tergolong rendah.
pencapaian
Lindung Kota partisipasi Metode Chi
masyarakat dalam
AmboN Provinsi pengelolaan Square.
Maluku Utara. kawasan tersebut
sehingga
pentingnya
penelitian ini
dilakukan.

4. Ridwan Partisipasi Bagaimanakah .Analisis Dengan Diakibatkan oleh


Tambunan Masyarakat bentuk aspirasi Desktiptif kurangnya pengetahuan
(2005) Dalam masyarakat setempat para pengambil
Pengelolaan dalam mengelola keputusan akan
Hutan Mangrove dan melestarikan pentingnya hutan
Di Kecamatan hutan mangrove di mangrove, khusus nya
Lima Kabupaten Kabupaten Asahan para pengambil kebijakan
Asahan. berkaitan dengan yang ada pada pemirintah
kebijakan – kabupaten/kota
kebijakan yang telah mengatakan hanya
dilaksanakan oleh bersifat insidentil dan
pemerintah didukung oleh dana yang
Kabupaten Asahan yang sangat terbatas dan
untuk mengelola tidak dapat menjamin
hutan mangrove. terjaganya hutan
mangrove pada daerah
pantai.

C. Kerangka Konsep
Ekosistem mangrove adalah suatu sistem di alam tempat berlangsungnya

kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan

24
lingkungannya dan di antara makhluk hidup itu sendiri, terdapat pada wilayah pesisir,

terpengaruh pasang surut air laut dan didominasi oleh spesies pohon atau semak yang

khas dan mampu tumbuh dalam perairan asin/payau (Santoso, 2000).

Dilaksanakan penelitian mengenai partisipasi petani terhadap pengelolaan

tambak wanamina dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : (1) untuk mengetahui

partisipasi petani terhadap penanaman dan pemeliharaan mangrove pada tambak, dan

(2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam berpartisipasi .

Partisipasi masyarakat dalam prakteknya terdiri dari empat bentuk tahapan

(Pamudji, 1997 dalam Asnawati, 2004; Cohen dan Uphoff, 1977 dalam Makmur,

2005), yaitu : (1) tahap perencanaan: (2) tahap pelaksanaan; (3) tahap

monitoring/evaluasi; (4) tahap menikmati hasil. Masing-masing bentuk tahapan

tersebut dirinci lagi indikatornya agar dapat diukur dan pada akhirnya dapat menilai

apakah partisipasi petani dalam pengelolaan tambak wanamina adalah rendah atau

tinggi.

25
Usaha Perikanan
Tambak Wanamina

Faktor-faktor yang mempengaruhi :


1. Umur.
2. Pendidikan.
3. Jenis kelamin.
4. Pekerjaan dan penghasilan.
5. Lamanya tinggal.

Partisipasi petani dalam pengelolaan tambak


wanamina :
1. Partisipasi dalam perencanaan.
2. Partisipasi dalam pelaksanaan.
3. Pertisipasi dalam evaluasi/monitoring.
4. Partisipasi dalam hasil.

Keberhasilan Tambak Wanamina.


 Menghasilkan Dari Segi Ekonomi.
 Perbaikan Lingkungan dan Konseravi
(Pelestarian) Mangrove.

Gambar 2. Kerangka Konsep.

26

Anda mungkin juga menyukai