42 - Risal - Syahdar - Hal 321-328 PDF
42 - Risal - Syahdar - Hal 321-328 PDF
ABSTRAK
Kajian ini bertujuan mengidentifikasi besarnya potensi limbah peternakan sapi potong
dan permasalahan-permasalahan yang menjadi penghambat pemanfaatan limbah
tersebut serta menghasilkan konsep sebagai solusinya. Metode kajian yang dilakukan
adalah observasi melalui interview terhadap stekholder di kabupaten Maros. Hasil kajian
ini adalah Kabupaten Maros memiliki potensi limbah ternak sapi potong yang
melimpah tetapi belum dimanfaatkan secara maksimal kerena pengolahan yang
dilakukan selama ini belum berorientasi pasar. Konsep yang harus dikembangkan
adalah membangun komitmen seluruh stakeholder untuk menciptakan interkoneksitas
setiap unit usaha yang dikelola petani/peternak demi tercapainya pertanian terpadu.
Key word : Limbah peternakan, Ternak sapi, Kesejahteraan petani
PENDAHULUAN
321
POTENSI DAN PERMASALAHAN PEMANFAATAN LIMBAH SAPI POTONG
Potensi
Bahan baku untuk pembuatan kompos di Kabupaten Maros cukup tersedia
dengan dukungan usaha peternakan khususnya ternak besar yang akan memproduksi
bahan baku setiap harinya. Populasi ternak sapi di Kabupaten Maros sebesar 58.303
ekor, yang tersebar di 14 kecamatan. Potensi kotoran ternak sapi yang dihasilkan oleh
seekor ternak sapi setiap harinya adalah 10 – 30 kg. (Susanty I, 2009).
Tabel 1. Populasi Ternak Sapi Kabupaten Maros dan Potensi Kompos yang dihasilkan.
Jumlah Potensi Feces Potensi Kompos
No Kecamatan
Ternak (Kg/hr) (Kg/hr)
1 Tompo Bulu 11,014 110,140 64,788.24
2 Bantimurung 8,576 85,760 50,447.06
3 Bontoa 1,446 14,460 8,505.88
4 Camba 5,978 59,780 35,164.71
5 Cendrana 7,102 71,020 41,776.47
6 Lau 1,800 18,000 10,588.24
7 Mallawa 3,883 38,830 22,841.18
8 Mandai 2,094 20,940 12,317.65
9 Maros Baru 1,026 10,260 6,035.29
10 Marusu 1,794 17,940 10,552.94
11 Moncongloe 2,021 20,210 11,888.24
12 Simbang 5,328 53,280 31,341.18
13 Tanralili 5,393 53,930 31,723.53
14 Turikale 848 8,480 4,988.24
Jumlah 58,303 583,030 342,958.82
Sumber: Dinas Perikanan, Kelautan dan Peternakan Kabupaten Maros, 2012.
Jumlah feces yang dihasilkan dari ternak sapi sebesar 583 ton/hr dengan potensi
kompos yang dapat dihasilkan adalah 342 ton/hr atau dalam sebulan 10.260
ton/bulan. Jika asumsi 10% dari populasi dapat menjadi mitra perusahaan kita maka
potensi kompos yang dapat dihasilkan adalah 34,2ton/hr.
Hasil produksi kompos akan dipasarkan diKabupaten Maros dan sekitarnya.
Kebutuhan Kabupaten Maros sendiri cukup besar setiap musim tanamnya untuk
diaplikasikan pada berbagai komoditi.
Prospek pasar pupuk kompos di Kabupaten Maros sangat besar yaitu 21.655 ton
per musim tanam. Kebutuhan sebesar ini apa bila semua kelompok tani sudah sadar
akan penggunaan pupuk kompos. Untuk saat ini kebutuhan Dinas Pertanian
Kabupaten Maros untuk memenuhi kebutuhan kompos dalam program demplot
percontohan penggunaan pupuk kompos, yaitu 1 ha per kelompok sehingga
kebutuhannya sekitar 923 ton/musim karena pengaplikasiannya dilapangan baru
menggunakan 750 kg/ha.
322
Tabel 2. Jumlah Kelompok, Luas Pertanaman dan Kebutuhan Pupuk Kompos
Kabupaten Maros
Kebutuhan
Kebutuhan
No Jenis Komoditi Jmlh KLP Luas (Ha) Kompos
Kompos (ton)
SLPTT (ton)
Padi Lahan
1 120 3,000.00 3,000.00 90
Kering
2 Padi Non Hibrida 463 11,575.00 11,575.00 347
3 Padi Hibrida 408 4,080.00 4,080.00 306
4 Kedelai 120 1,200.00 1,200.00 90
5 Jagung 120 1,800.00 1,800.00 90
Jumlah 1231 21,655.00 21,655.00 923
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Maros, 2012.
Permasalahan
323
di Sulawesi Selatan. Peternak yang memiliki ternak 2-3 ekor dengan pemeliharaan
intensif dapat membuat biogas dengan digester 1 m3 yang terbuat dari fiber yang
dapat dibeli pada lokasi masing-masing, cara pembuatannya sangat sederhana dan
teknik pembuatannya dapat dilakukan sendiri oleh peternak (Baba, S. 2007).
Sedangkan pengolahan feces ternak menjadi kompos yang berkualitas tinggi pada
dasarnya peternak belum mampu melakukannya secara mandiri disebabkan karena
tidak adanya standar kualitas yang dimiliki peternak, misalnya tidak adanya akses
peternak untuk melakukan uji kualitas terhadap hasil produksinya utuk mengetahui
apakah hasil produksinya sudah memenuhi kualitas kompos yang dipersyaratkan.
Pengolahan urine sapi menjadi biourine selama ini belum dilakukan karena
terkendala dengan minimnya pengetahuan terhadap teknologi ini, bahkan belum
pernah ada penguji cobaan yang dilakukan dalam hal pemanfaatan urine sapi tersebut.
324
pupuk organik. Model pengadaan seperti ini mengakibatkan pengolahan kompos
yang skala kecil sulit berkembang karena tidak mampu bersaing dalam pengadaan
kebutuhan kompos oleh dinas pertanian. Peluang yang besar yang dimiliki patani dan
peternak untuk saling bersinergi memiliki solusi jika seluruh stake holder mengetahui
tupoksinya masing-masing dan membangun model untuk mensinergikan usaha tani
yang ada dan komitmen dalam menjalankannya.
Ketika ada lembaga yang mampu memberikan jaminan bahwa peternak yang
dapat mengumpulkan limbah ternaknya akan dihargai sesuai korbananya maka hal
tersebut akan dijalankan oleh peternak. Ada dua konsep yang dikembangkan yaitu
feces dan urine sapi yang dikumpulkan oleh peternak akan dibeli oleh Perusahaan
Daerah Pertanian Maros untuk diolah menjadi pupuk organik atau peternak
mengolah sampai menjadi pupuk organik sesuai dengan petunjuk pengolahan dari
perusahaan kemudian di pasarkan oleh perusahaan. Konsep yang kedua yaitu
mengumpulkan dan mengolah limbah ternak menjadi pupuk organik serta
mempergunakannya pada usaha pertaniannya dan hasilnya akan dibeli dan
dipasarkan oleh perusahaan. Kedua konsep ini harus mengacu pada peningkatan
pendapatan usaha tani sebelumnya. Alur kedua konsep dapat dilihat pada gambar 1
dan 2.
Gambar 1. Konsep I
Gambar 2. Konsep II
325
1. Membangun model pengolahan limbah ternak sapi menjadi pupuk organik yang
memiliki kualitas dan kuantitas yang berdaya saing (Rumah kompos)
2. Membangun model pengaplikasian pupuk organik pada usaha tani yang efisien
dan menghasilkan produk pertanian organik (Rumah organik)
3. Membangun lembaga keuangan mikro untuk menunjang keuangan aktivitas
usaha.
4. Penguatan kelembagaan petani dengan orientasi ekonomi dengan pemanfaatan
limbah ternak menjadi pupuk organik.
5. Produk yang dihasilkan baik pupuk organik maupun hasil pertanian organik
telah dipersiapkan pasarnya secara kontinu.
326
Untuk meningkatkan jumlah penjualan maka unit bank feces yang ada ditempat lain
diharapkan dapat mengaplikasikan pupuk organik pada usaha taninya untuk
menghasilkan produk organik yang dapat dikomsumsi sendiri atau dikumpulkan
pada rumah organik untuk dipasarkan. Kegiatan ini terus dikembangkan agar setiap
kegiatan unit usaha petani terkoneksi satu dengan yang lainnya agar cita-cita
pertanian terpadu dapat terlaksana dengan kontinu. Rangkaian operasional
pemanfaatan limbah ternak potong sebagai pupuk organik dapat dilihat pada Gambar
3.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Baba, S. 2007. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Adopsi Biogas di Sulawesi Selatan. Laporan
Penelitian Kerjasama LIPI dengan Yayasan Al-Basyard Maros.
327
Dinas Pertanian. 2012. Laporan Rencana Depenitif Kebutuhan Kelompok Dinas Pertanian
Kabupaten Maros Tahun 2012. Dinas Pertanian Kabupaten Maros.
Dinas Perikanan, Kelautan dan Peternakan. 2012. Data Sensus Peternakan 2011, Kabupaten
Maros. Dinas Perikanan, Kelautan dan Peternakan Kabupaten Maros.
Reijntjes, C. Havekart, B. Bayer, AW. 1999. Pertanian Masa Depan Pengantar Untuk Pertanian
Berkelanjutan dengan Input Luar Rendah. Karnisius, Yogyakarta.
Setiawan, BS. 2010. Membuat Pupuk Kandang Secara Cepat. Tim Penulis ETOSA IPB, Penebar
Swadaya, Jakarta.
Susanty, I. 2009. Pengelolaan Biogas Sebagai Mesin Listrik dan Kompor Rumah Tangga. Badan
Penelitian dan Pengembangan Daerah (BALITBANGDA) Propinsi Sulawesi Selatan,
Makassar.
328