Anda di halaman 1dari 19

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN NYERI AKUT PADA

PASIEN DENGAN FRAKTUR DI RUANG IGD


RUMAH SAKIT Dr. H. CHASAN BOESOIRIE

CHAIRUNISSA SYAH

NIM. 16144010007

POLTEKKES KEMENKES TERNATE

TAHUN 2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.

Kecelakaan lalu lintas sering sekali terjadi di negara kita, khususnya di

kota ini. Ratusan orang meninggal dan luka-luka tiap tahun karena peristiwa

ini. Memang di negara ini, kasus kecelakaan lalu lintas sangat tinggi.

Kecelakaan lalu-lintas merupakan pembunuh nomor tiga di Indonesia, setelah

penyakit jantung dan stroke. Menurut data kepolisian Republik Indonesia

Tahun 2003, jumlah kecelakaan di jalan mencapai 13.399 kejadian, dengan

kematian mencapai 9.865 orang, 6.142 orang mengalami luka berat, dan 8.694

mengalami luka ringan.

Dengan data itu, rata-rata setiap hari, terjadi 40 kecelakaan lalu lintas

yang menyebabkan 30 orang meninggal dunia. Adapun di Sulawesi Selatan,

jumlah kecelakaan juga cenderung meningkat di mana pada tahun 2001

jumlah korban mencapai 1717 orang, tahun selanjutnya 2.277 orang, 2003

sebanyak 2.672 orang. Tahun 2004, jumlah ini meningkat menjadi 3.977

orang. Tahun 2005 dari Januari sampai September, jumlah korban mencapai

3.620 orang dengan korban meninggal 903 orang. Trauma yang paling sering

terjadi dalam sebuah kecelakaan adalah fraktur (patah tulang).


Fraktur adalah kerusakan atau patah tulang yang disebabkan oleh

adanya trauma ataupun tenaga fisik. Pada kondisi normal, tulang mampu

menahan tekanan, namun jika terjadi penekanan ataupun benturan yang lebih

besar dan melebihi kemampuan tulang untuk bertahan, maka akan terjadi

fraktur (Wilson, 2006 & Garner, 2008; Price).

Kejadian fraktur menurut World Health Organization (WHO) mencatat

di tahun 2011 terdapat lebih dari 5,6 juta orang meninggal dikarenakan

insiden kecelakaan dan sekitar 1,3 juta orang mengalami kecacatan fisik.

Kecelakaan memiliki prevalensi cukup tinggi yaitu insiden fraktur ekstremitas

bawah sekitar 40% (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2011).

Fraktur merupakan ancaman potensial maupun aktual terhadap

integritas seseorang, sehingga akan mengalami gangguan fisiologis maupun

psikologis yang dapat menimbulkan respon berupa nyeri (Mediarti, Rosnani

& Seprianti, 2015). Salah satu manifestasi klinis pada penderita fraktur yang

paling menonjol adalah nyeri. Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan

emosi yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan jaringan yang

aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa

(Nurarif & Hardi, 2012). Nyeri merupakan gejala paling sering ditemukan

pada gangguan muskuloskeletal. Nyeri pada penderita fraktur bersifat tajam

dan menusuk. Nyeri tajam juga bisa ditimbulkan oleh infeksi tulang akibat

spasme otot atau penekanan pada saraf sensoris (Helmi, 2011). Pengkajian

nyeri meliputi Provoking incident/insidens pemicu (P). Quality of pain (Q).


Region, radiation, relief (R). Severity/Scale of pain (S). Time (T). (Muttaqin,

2011).

Menurut Wong (2011) dalam jurnal yang ditulis Saputro (2016)

Pengelompokkan: Skala nyeri 1-3 berarti Nyeri Ringan (masih bias ditahan,

aktifitas tak terganggu) Skala nyeri 4-6 berarti Nyeri Sedang (mengganggu

aktifitas fisik) Skala nyeri 7-10 berarti Nyeri Berat (tidak dapat melakukan

aktivitas secara mandiri). Untuk mengurangi nyeri, diperlukan tindakan

manajemen nyeri farmakologi dsn non-farmakologi. Manajemen nyeri adalah

salah satu bagian dari disiplin ilmu medis yang berkaitan dengan upaya-upaya

menghilangkan nyeri atau pain relief (Pratintya, Harmilah & Subroto, 2014).

Salah satu teknik penanganan nyeri non farmakologi adalah teknik relaksasi

nafas dalam dan guided imagery.

Hasil observasi awal di RSU Dr. Chasan Boesoirie Kota Ternate,

pemberian tindakan non farmakologi untuk mengatasi nyeri fraktur misalnya

relaksasi nafas dalam maupun distraksi masih jarang dilakukan. Berdasarkan

uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan implementasi keperawatan

nyeri akut pada pasien fraktur.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah gambaran asuhan keperawatan pasien Fraktur dalam

penanganan nyeri akut?


C. Tujuan

1. Menggambarkanasuhan keperawatan pasien Fraktur dalam penanganan

nyeri akut.

D. Manfaat Studi Kasus

Studi kasus ini diharapkan memberikan manfaat bagi:

1. Masyarakat:

Mengenal teknik non-farmakologi pada penanganan nyeri pada pasien

dengan Fraktur.

2. Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan:

Menambah keluasan ilmu dan teknologi terapan bidang Keperawatan

dalam penanganan nyeri akut pada pasien dengan fraktur.

3. Penulis:

Memperoleh pengalaman dalam pengaplikasian hasil riset keperawatan,

khususnya studi kasus tentang penanganan nyeri akut pada pasien dengan

Fraktur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Asuhan keperawatan dalam penanganan nyeri akut

a. Pengkajian

Pengkajian adalah proses yang mencakup pengumpulan informasi

tentang gejala-gejala terakhir juga manifestasi penyakit sebelumnya

(Smeltzer dan Bare, 2002: 595).

Pengkajian pada pasien fraktur meliputi (Ningsih, 2009) :

1) Aktivitas atau istirahat

Tanda : keterbatasan gerak atau kehilangan fungsi motorik pada

bagian yang terkena (dapat segera atau sekunder, akibat

pembengkakan atau nyeri).

2) Sirkulasi

Tanda : hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon

terhadap nyeri atau ansietas) atau hipotensi (hipovolemia).

Takikardi (respon stres, hipovolemia). Penurunan atau tidak

teraba nadi distal, pengisisn kapiler lambat (capillary refille),

kulit dan kuku pucat atau sionatik. Pembengkakan jaringan atau

massa hematom pada sisi cidera.


3) Neurosensori

Gejala : hilang gerak atau sensasi, spasme otot. Kebas atau

kesemutan (parestesi)

Tanda : diformitas lokal, angulasi abnormal, pemendekan atau

rotasi, krepitasi, spasme otot, kelemahan atau kehilangan fungsi.

Angitasi berhubungan dengan nyeri, ansietas, dan trauma lain.

4) Keamanan Tanda : laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan dan

perubahan warna kulit. Pembengkakan lokal (dapat

meningkatkan secara bertahap atau tiba-tiba).

b. Diagnosa

1) Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot dan kerusakan

sekunder pada fraktur

2) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera jaringan

sekitar/fraktur

3) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka dan

kerusakan jaringan lunak

c. Perencanaan

Dx Intervensi Rasional

1 1. Kaji lokasi, intensitas 1. Untuk menentukan

dan tipe nyeri tindakan keperawatan


2. Imobilisasi bagian yang yang tepat

sakit 2. Untuk mempertahankan

3. Tingikan dan dukung posisi fungsional tulang

ekstremitas yang terkena 3. Untuk memperlancar

4. Dorong menggunakan arus balik vena

teknik manajemen 4. Agar klien rileks

relaksasi 5. Untuk mengurangi nyeri

5. Berikan obat analgetik

sesuai indikasi

2 1. Kaji derajat imobilisasi 1. Untuk menentukan

yang dihasilkan oleh tindakan keperawatan

cedera yang tepat

2. Dorong partisipasi pada 2. Melatih kekuatan otot

aktivitas terapeutik klien

Bantu dalam rentang 3. Melatih rentang gerak

gerak pasif/aktif yang aktif/pasif klie secara

sesuai bertahap

3. Ubah posisi secara 4. Untuk mencegah

periodik terjadinya dekubitus

4. Kolaborasi dengan ahli Melatih rentang gerak

terapis/okupasi dan atau aktif/pasif klien secara


rehabilitasi medic bertahap

3 1. Kaji kulit untuk luka 1. Memberikan informasi

terbuka terhadap benda mengenai keadaan kulit

asing, kemerahan, klien saat ini

perdarahan, perubahan 2. Menurunkan tekanan

warna pada area yang peka dan

2. Massage kulit, berisiko rusak

pertahankan tempat Untuk mencegah

tidur kering dan bebas terjadinya dekubitus

kerutan 3. Mengurangi kontaminasi

Ubah posisi dengan dengan agen luar

sering 4. Untuk mengurangi

3. Bersihkan kulit dengan resiko gangguan

air hangat/NaCl integritas kulit

4. Lakukan perawatan

luka secara steril

d. Pelaksanaan

Hidayat (2009) mendefinisikan implementasi sebagai langkah

keempat dalam tahap proses keprawatan dengan melaksanakan

berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah


direncakan dalam rencana keperawatan. Sebagai profesi, perawat

mempunyai kewenangan dan tanggung jawab dalam menentukan

asuhan keperawatan.

Proses implementasi terdiri dari mengkaji klien kembali,

menentukan kebutuhan bantuan perawat lain, mengimplementasikan

strategi keperawatan, dan mengomunikasikan tindakan-tindakan

keperawatan (Sumijatun, 2010).

e. Evaluasi

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan dan

merupakan tindakan intelektual untuk melengkapi proses

keperawatan yang menandakan seberapa juh diagnosa keperawatan,

rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai.

Dokumentasi evaluasi keperawatan merupakan catatan tentang

indikasi kemajuan klien terhadap tujuan yang akan dicapai. Evaluasi

keperawatan menilai keefektifan perawatan dan mengomunikasikan

status kesehatan klien setelah diberikan tindakan keperawatan sera

memberikan informasi yang memungkinkan adanya revisi perawatan

sesuai keadaan klien setelah dievaluasi (Hutahaean, 2010).


2. Nyeri pada Fraktur

a. Pengertian

Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak

menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau

potensial. Nyeri adalah alasan utama seseorang untuk mencari

bantuan perawatan kesehatan. Nyeri terjadi bersama banyak

proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa pemeriksaan

diagnostik atau pengobatan. Nyeri sangat mengganggu dan

menyulitkan lebih banyak orang dibanding suatu penyakit

manapun (Smeltzer, 2001).

Fraktur adalah kerusakan atau patah tulang yang

disebabkan oleh adanya trauma ataupun tenaga fisik. Pada kondisi

normal, tulang mampu menahan tekanan, namun jika terjadi

penekanan ataupun benturan yang lebih besar dan melebihi

kemampuan tulang untuk bertahan, maka akan terjadi fraktur

(Garner, 2008; Price & Wilson, 2006).

b. Nyeri pada pasien dengan Fraktur

Pada penderita fraktur, nyeri merupakan masalah yang

paling sering dijumpai (Murwani, 2009). Foley dick, 2000

mengumpulkan data sebanyak 85% pasien fraktur mengelihkan


nyeri. Nyeri dapat dibedakan menjadi dua, yakni nyeri akut dan

nyeri kronis. Nyeri akut datangnya tiba-tiba atau singkat, dapat

hilang dengan sendiri, dapat diprediksi, dan merupakan reaksi

fisiologi akan sesuatu yang berbahaya (Murwani, 2009).

Menurut Helmi (2012), manifestasi klinik dari fraktur ini

berupa nyeri. Nyeri pada penderita fraktur bersifat tajam dan

menusuk (Brunner & Suddarth, 2011).

Dampak yang timbul pada pasien dengan fraktur yaitu

dapat mengalami perubahan pada bagian tubuh yang terkena

cedera, merasakan cemas akibat rasa sakit dan rasa nyeri yang

dirasakan, resiko terjadinya infeksi, resiko perdarahan, gangguan

integritas kulit, serta berbagai masalah yang mengganggu

kebutuhan dasar lainnya. Selain itu fraktur juga dapat

menyebabkan kematian (Septiani, 2015).

c. Penanganan nyeri pada pasien dengan fraktur

Manajemen untuk mengatasi nyeri dapat dibagi menjadi 2

bagian, yaitu manajemen farmakologi dan manajemen non

farmakologi.Manajemen farmakologi yaitu manajemen yang

berkolaborasi antara dokter dengan perawat, yang menekankan

pada pemberian obat yang mampu menghilangkan rasa nyeri.

Sedangkan manajemen non farmakologi merupakan manajemen


untuk menghilangkan rasa nyeri dengan menggunakan teknik

yaitu pemberian kompres dingin atau panas, teknik relaksasi,

terapi hypnothis, imajinasi terbimbing, distraksi, stimulus saraf

elektrik transkutan, stimulus, terapi music dan massage kutaneus

(Mediarti, 2015).
BAB III
METODOLOGI PENULISAN

A. Rencana Studi Kasus

Laporan studi kasus ini menggunakan metode observasional deskriptif dengan

rancangan studi kasus yang dilakukan dengan tujuan utama untuk

memaparkan atau membuat gambaran tentang studi keadaan secara objektif

(notoatmojo, 2012). Dalam menyusun studi kasus ini penulis menggunakan

metode deskriftif dengan pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari

pengkajian, prioritas masalah, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

B. Subyek Studi Kasus

Subyek penelitian adalah pasien yang masuk ke IGD dengan Fraktur di

Rumah Sakit Dr. Chasan Boesoirie

C. Fokus Studi

Penanganan nyeri akut pada pasien dengan Fraktur.

D. Definisi Operasional

Kolcaba (1992, dalam Potter & Perry, 2005) mendefinisikan kenyamanan/rasa

nyaman adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia


yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang meningkatkan

penampilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi), dan transenden

(keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah dan nyeri). Kenyamanan

mesti dipandang secara holistik yang mencakup empat aspek yaitu:

a. Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh,

b. Sosial, berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan

sosial,

c. Psikospiritual, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri

sendiri yang meliputi harga diri, seksualitas, dan makna kehidupan).

d. Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal

manusia seperti cahaya, bunyi, temperatur, warna, dan unsur alamiah

lainnya.
E. Tempat danWaktu

Tempat pelaksanaan studi kasus berlokasi di Rumah Sakit Dr. Chasan

Boesoirie. Waktu pelaksaan studi kasus dilaksanakan kurang lebih 2 minggu.

F. Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data klien adalah dengan cara mengambil data primer

dan data sekunder.

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diambil secara langsung diambil dari

objek penelitian oleh peneliti perorangan maupun organisasi

(Nursalam, 2013). Data primer diperoleh dengan cara :

a. Wawancara

Wawancara yaitu suatu metode yang digunakan untuk

mengumpulkan data, dimana peneliti mendapatkan keterangan

atau informasi secara lisan dari seseorang sasaran peneliti atau

responden, atau bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang

tersebut (Notoatmodjo, 2012). Pada studi kasus ini wawancara

akan dilakukan pada klien, keluarga, dokter dan petugas kesehatan

lainnnya.
Pada saat pengkajian, wawancara yang dilakukan untuk menggali

informasi pasien mengenai identitas pasien, alasan masuk rumah

sakit, keluhan yang di alami saat ini, riwayat penyakit, yang

pernah di alami dan pola aktivitas sehari-hari.

b. Observasi

Menurut Notoatmodjo (2012), observasi adalah teknik

pengumpulan data yang berencana, antara lain meliputi :melihat,

mencatat jumlah antar afaktivitas tertentu yang ada hubungannya

dengan masalah yang di teliti. Observasi direncanakan setiap hari

dan pada waktu tertentu, dimulai dari klien datang. Pada kasus

klien Partus Prematurus Imminens yang di observasikan adalah

tanda-tanda vital sign dan perilaku klien dengan rasional untuk

mengetahui status kesehatan klien.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah dokumentasi catatan adalah dokumentasi catatan

medis merupakan sumber informasi yang penting bagi tenaga

kesehatan mengidentifikasi masalah untuk menegakan diagnosa,

merencanakan tindakan dan memonitor respon pasien terhadap

tindakan (Notoatmodjo, 2012).


G. Penyajian Data

Data yang sudah terangkum ditafsirkan dan dijelaskan untuk mengambarkan

proses asuhan keperawatan pada klien dengan Fraktur. Penyajian data yang

sudah ditafsirkan dan dijelaskan berbentuk uraian teks atau bersifat naratif.

H. Etika Studi Kasus

Penelitian studi kasus sering kali berkaitan dengan kepentingan umum, namun

yang tidak diketahui adalah adanya ‘hak untuk tahu’ secara public ataupun

akademis narasumber atau pusat informasi untuk mendapatkan data juga

memiliki hak untuk tidak dipublikasikan identitasnya hal ini di karenakan

menyangkut privasi yang menjadi subjek dalam penelitian. Bagaimana pun

juga, seorang peneliti. Jadi peneliti harus bias bersikap baik kepada mereka

dan kode etik harus benar-benar dipatuhi (Sugiyono, 2013).

Norman dkk (2009) dalamsugiono (2013), memberikan penjelasan tentang

kode etik penelitian studi kasus bahwa peneliti harus benar-benar

mengkomunikasikan maksud dan tujuannya secara intens dengan sudut

pandang dan situasi sang subjek, karena bias jadi penelitian tersebut dapat

membahayakan kelangsungan hidup sang subjek, misalnya, jika hasil

penelitian diekpose, sang subjek akan kehilangan harga diri, kehilangan

pekerjaan, dan kehilangan rasa percaya diri, isu-isu seputar observasi dan

repotasi harusbenar-benar di komunikasikan dengan sang subjek secara serius.


Perlu juga peneliti untuk menjelaskan desain awal kepada partisipan yang

membuat tentang bagaimanakah sebaiknya mereka di tampilkan, dakutif dan

ditafsirkan.Sedangkan bagi peneliti sendiri harus mendengar keluhan atau

problem dari partisipan. Jaminan keamanan juga harus menjadi bagian yang di

perhitungkan oleh peneliti dalam melakukan penelitian.

Anda mungkin juga menyukai