Anda di halaman 1dari 36

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Rumah Sakit

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah

sakit didefinisikan sebagai suatu institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat serta

memberikan pelayanan kesehatan jangka pendek dan jangka panjang yang

terdiri dari observasi, diagnostik, terapeutik dan rehabilitatif untuk orang-

orang yang menderita sakit, cidera, dan melahirkan (PerMenkes RI nomor

1045/Menkes/Per/XI/2006).

Rumah sakit adalah salah satu saran kesehatan tempat

menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memberdayakan bernagai

kesatuan personel terlatih dan terdidik dalam menghadapi dan menangani

masalah medic untuk pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik.

Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk meningkatkan kesehatan yang

bertujuan untuk mewujudkan derajad kesehatan yang optimal bagi

masyarakat dan tempat yang digunakan untuk menyelenggarakannya

disebut sarana kesehatan. Sarana kesehatan berfungsi melakukan upaya

kesehatan dasar, kesehatan rujukan dan atau upaya kesehatan penunjang.

Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan,

8
9

peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),

penyembuhan penyakut (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif)

yang diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan

(Siregar dan Amalia, 2004).

PerMenkes Nomor 1045/Menkes/PER/XI/ tahun 2006 rumah sakit

mempunyai fungsi:

a. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan

kesehatan paripurna terdiri dari pelayanan medis, penunjang medis,

perawatan dan asuhan keperawatan, pelayanan rehabilitasi, pelayanan

pencegahan dan peningkatan kesehatan

b. Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan dalam rangka

meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dalam pemberian

pelayanan kesehatan

c. Pelaksanaan penelitian dan pengembangan ilmu dan teknologi bidang

kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan

d. Pelaksanaan administrasi rumah sakit

Namun rumah sakit juga mempunyai fungsi sosial yang

mencerminkan upaya pelayanan medik dengan mempertimbangkan imbalan

jasa yang dapat dijangkau oleh masyarakat dan menyediakan sebagian dari

fasilitas pelayanan untuk yang kurang mampu sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku (PerMenkes RI Nomor

920/Men.Kes/Per/XII/86).
10

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

983/MenKes/SK/XI/1992, tugas rumah sakit umum adalah melaksanakan

upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan

mengutamakan upaya penyembuhan dan pemeliharaan kesehatan yang

dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan

pencegahan serta melaksanakan rujukan.

2. Sectio Caesaria

Menurut Sarwono (1999), Sectio Caesaria adalah suatu persalinan

buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan

perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh disertai

dengan indikasi tertentu. Sebelum keputusan untuk melakukan Sectio

Caesaria diambil pertimbangan secara teliti dengan indikasi dengan resiko

yang mungkin terjadi (perdarahan, cidera saluran kemih/usus, infeksi).

Pertimbangan tersebut harus berdasasrkan penilaian prabedah secara

lengkap, mengacu pada syarat-syarat pembedahan dan pembiusan.

Ketentuan tersebut diatas dapat dilaksanakan apabila menghadapi kasus

gawat darurat dimana kecepatan waktu untuk melakukan sangat

mempengaruhi keluaran prosedur operatif ini. Walaupun demikian,

persyaratan minimal tindakan operatif harus tetap dipenuhi.

Menurut : Astiena et al. (2011), langkah klinik prosedur keteramplan

Sectio Caesaria adalah :


11

Tabel 2.1 Aktivitas dalam Clinical Pathway Prosedur Sectio Caesaria

Aktivitas CP Hari Hari Hari Hari ke-


ke-1 ke-2 ke-3 4
I. PENDAFTARAN
1. Catat identitas pasien 1 - - -
2. Siapkan status 1 - - -
3. Periksa kelengkapan status 1 - - -
II. PRA OPERASI
1. Pemeriksaan Utama
a. Pemeriksaan KU dan obstetrik 1 - - -
b. Tanda vital 1 - - -
c. Tanda-tanda Persalinan 1 - - -
d. Monitor Janin 1 - - -
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah Rutin 1 - - -
b. PPT & APPT 1 - - -
c. HBsag
3. Konsultasi Dr. Obsgyn 1 - - -
4. Konsultasi dokter spesialis anestesi 1 - - -
5. Akomodasi Pra Operasi
a. Asuhan Keperawatan/Kebidanan
1) Mengukur vital sign 1 - - -
2) Memberikan obat sesuai instruksi dokter 1 - - -
3) Memasang infus 1 - - -
4) Mencukur daerah operasi 1 - - -
5) Memasang kateter 1 - - -
6) Memberikan dukungan dan motivasi 1 - - -
b. Puasa 1 - - -
c. Bed rest 1 - - -
d. Ambulasi Duduk/Jalan 1 - - -
III. OPERASI
1. Pembiusan
a. Anestesi spinal/umum - 1 - -
b. Analgetika - 1 - -
c. Antiemetika - 1 - -
d. Uterotonika - 1 - -
e. IVFD - 1 - -
2. Pembedahan - 1 - -
3. Konsultasi spesialis anak
a. Dokter spesialis anak - 1 - -
b. Dokter spesialis lainnya bila diperlukan - 1 - -
4. Asuhan Keperawatan - 1 - -
5. Gizi Operasi Kebidanan - 1 - -
V. POST OPERASI
1. Visite dokter
a. Dokter anestesi - 1 - -
b. Dokter Obgyn - 1 1 1
2. Pemeriksaan Penunjang
3. Asuhan Keperawatan - 1 1 1
4. Pemberian Obat - 1 1 1
5. Diit makanan - 1 1 1
6. Ganti verban - - - 1
VI. Administrasi pasien pulang - - - -
Sumber: Astiena et al. (2011)
12

Adapun indikasi untuk dilakukan Sectio Caesaria adalah :

a. Ibu :

1) Disproporsi kepada panggul/CPD/FPD

2) Disfungsi uterus

3) Distosia jaringan lunak

4) Plasenta previa

b. Anak:

1) Janin besar

2) Gawat janin

3) Letak lintang

3. Biaya

a. Definisi Biaya

Biaya adalah nilai input (faktor produksi) yang dipakai untuk

menghasilkan suatu produk (Mulyadi, 2007). Pengertian lainnya

menurut Simamora (2002), biaya diartikan sebagai jumlah uang atau

harga yang dikorbankan untuk memperoleh penghasilan (revenue)

yang nantinya akan dipakai sebagai pengurangan dari penghasilan

sebagai biaya produksi.

Biaya, menurut Supriyono (2011), dapat dibedakan menjadi dua

pengertian yang berbeda, yaitu biaya dalam arti cost dan biaya dalam

arti expense. Biaya dalam arti cost (harga pokok) adalah jumlah yang

dapat diukur dalam satuan uang dalam rangka kepemilikan barang dan
13

jasa yang diperlukan perusahaan, baik pada masa lalu (harga perolehan

yang telah terjadi) maupun pada masa yang akan dating (harga

perolehan yang akan terjadi). Sedangkan expanse (beban) adalah biaya

yang dikorbankan atau dikonsumsi dalam rangka memperoleh

pendapatan (revenue) dalam suatu periode akuntansi tertentu.

Biaya, dalam arti luas adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang

diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan

akan terjadi untuk tujuan tertentu (Mulyadi, 2007). Ada 4 unsur pokok

dalam definisi biaya tersebut di atas:

1) Biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi,

2) Diukur dalam satuan uang,

3) Yang telah terjadi atau yang secara potensi akan terjadi,

4) Pengorbanan tersebut untuk tujuan tertentu.

Dalam akuntansi biaya, biaya digolongkan dengan berbagai macam

cara. Umumnya penggolongan biaya ini ditentukan atas dasar tujuan

yang hendak dicapai dengan penggolongan tersebut, karena dalam

akuntansi biaya dikenal konsep “different costs for different purposes”

(Horngren et. al., 2008).

b. Berdasarkan Sifat Kegunaannya

Penggolongan biaya atas dasar kegunaannya menurut Gani (1997)

terdiri dari :

1) Biaya Investasi
14

Biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli

barang modal yang pemanfaatannya dapat berlangsung selama satu

tahun atau lebi Contohnya: gedung, alat medik, dan alat non medik,

biaya pengembangan gedung, biaya pembelian peralatan besar dan

sebagainya. Untuk memperoleh nilai biaya total (TC) per-tahun,

maka biaya investasi tersebut perlu dihitung nilainya untuk satu

tahun yaitu pada tahun dimana biaya operasional dan pemeliharaan

tersebut dihitung. Nilai biaya investasi setahun disebut “Nilai

Tahunan Biaya Investasi” atau “Annualized Fixed Cost”(AFC).

Nilai AFC dipengaruhi oleh nilai bunga bank, usia pakai dan teknis

barang tersebut, dengan rumus sebagai berikut:

AFC = IIC(1+i)t
L

Dimana:

AFC = Annualized Fixed Cost

IIC = Initial Investment Cost

I = Laju inflasi

T = Masa pakai

L = Perkiraan usia pakai (life time)

2) Biaya Operasional

Biaya operasional adalah biaya yang diperlukan untuk

melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam suatu proses produksi dan

memiliki sifat habis pakai dalam kurun waktu yang relatif singkat

(satu tahun atau kurang), sering disebut Recurrent Cost oleh karena
15

pengadaannya berulang-ulang setiap tahun. Contoh: biaya gaji, upah,

insentif, biaya makan, biaya linen, biaya obat, bahan medis dan non

medis, biaya perjalanan, biaya bahan bakar, biaya listrik, telepon, air

dan lain-lain.

3) Biaya Pemeliharaan

Biaya pemeliharaan adalah biaya yang dikeluarkan untuk

memelihara atau mempertahankan suatu barang investasi agar tetap

berfungsi, meliputi:

a) Biaya pemeliharaan gedung

b) Biaya pemeliharaan alat non medis

c) Biaya pemeliharaan alat medis

c. Jenis Biaya(Cost Types)

1) Biaya langsung (Direct Cost)

diartikan sebagai biaya yang langsung digunakan pada kegiatan

pelayanan yang dilaksanakan suatu unit pelayanan. Didalamnya

termasuk obat-obatan, biaya gaji, dan tunjangan staf ruangan

keperawatan dan biaya komponen bahan-bahan dalam melaksanakan

proses perawatan pasien.

2) Biaya Tidak Langsung (Indirect Cost)

Berasal dari beberapa unit pelayanan fasilitas pelayanan rumah sakit

yang saling terkait tetapi penggunaannya tidak langsung digunakan.

Dalam jenis biaya ini termasuk catering, linen, laundry dan berbagai

program pelatihan bagi staf rumah sakit.Sedangkan overhead cost


16

adalah biaya yang digunakan untuk menjalankan manajemen rumah

sakit, tetapi tidak terkait langsung terhadap unit pelayanan di dalam

rumah sakit (Sewell dan Marczak, 2002).

d. Perilaku Biaya (Cost Behavior)

Dari segi pengaruh kegiatan terhadap perubahan jumlah biaya setiap

tahun anggaran berjalan, biaya dibagi atas fixed cost, semi fixed cost,

dan variable cost (Zoidze et al, 1999).

1) Biaya yang termasuk kedalam kategori Fixed Cost tidak terpengaruh

oleh jumlah kegiatan pelayanan dalam kurun waktu satu tahun

anggaran seperti biaya penyusutan tahunan gedung, peralatan non

medik dan peralatan medik,gaji karyawan, kontrak biaya perawatan

gedung termasuk didalamnya.

2) Semi-fixed Cost berarti sejumlah biaya yang semula sudah ditetapkan

untuk suatu kegiatan, tetapi suatu kondisi tertentu dapat berubah bila

ada perubahan nyata pada kegiatan. Biasanya dijumpai pada biaya

staf diluar gaji dan tunjangan (staff cost) misalnya; biaya listrik,

biaya air.

3) Segala biaya yang berubah sejalan dengan perubahan kegiatan

tersebut sebagai variable cost. Biaya obat dan pemeriksaan

penunjang medic serta bahan-bahan yang dikonsumsi dapat

dimasukkan kedalam jenis biaya ini.


17

Biaya Total atau Total Cost (TC) adalah jumlah dari biaya tetap dan

biaya variable (Zoidze et al, 1999).

Total Cost (TC) = Fixed Cost (FC) + Variabel Cost (VB)

e. Pusat Biaya (Cost Center)

Pusat biaya adalah pusat penyerapan dan pengendalian biaya unit

fungsional dimana biaya-biaya tersebut dipergunakan, pusat dimana

efisiensi biaya dilakukan. Secara garis besar pusat biaya di rumah sakit

dapat dibagi dua yaitu:

1) Pusat biaya penunjang/ non revenue yaitu unit-unit yang tidak

langsung memproduksi produk rumah sakit misalnya: unit pimpinan

(direksi) dan tata usaha, unit pemeliharaan, unit CSSD/ Laundry,

unit dapur.

2) Pusat biaya produksi/revenue yaitu unit-unit dimana pelayanan

rumah sakit dihasilkan misalnya: laboratorium, radiologi, rawat

jalan, rawat inap,kamar operasi/ bedah, ICU, dan lain-lain.

Pusat biaya dapat berupa major cost item; pusat biaya dimana

prosentase proporsionalnya menyerap biaya terbanyak. Pusat biaya

dapat juga dikenali sebagai departemen unit, yang menjadi pusat biaya

tetapi secara hirarki berhubungan satu sama lain. Di beberapa rumah

sakit, hanya beberapa unit revenue ditetapkan sebagai pusat biaya (cost

center). Biaya operasional unit revenue (yang mengandung beban biaya

opserasionalnya sendiri ditambah alokasi beban dari unit-unit non


18

revenue) akan dialokasikan sebagai beban biaya unit pelayanan tersebut

(Cleverley, W, 1997).

f. Biaya Satuan (Unit cost)

Biaya satuan adalah biaya yang dihitung untuk satu satuan produk

pelayanan yang diperoleh dengan cara membagi biaya total dengan

jumlah produk. Biaya satuan diperoleh dari biaya total dibagi dengan

jumlah produk. Untuk menghitung biaya satuan harus ditetapkan

terlebih dahulu besaran pokok (cakupan pelayanan). Per definisi biaya

satuan seringkali disamakan average cost (Mulyadi, 2007).

Menurut Gani (1997), biaya satuan diperoleh dari biaya total (total

cost) dibagi dengan jumlah produk (Q) atau TC/Q Perhitungan biaya

satuan di rumah sakit dengan pengertian di atas, banyak dipengaruhi

tingkat utilisasi makin besar juga jumlah Q dan makin kecil biaya

satuan pelayanan. Sebaliknya makin rendah tingkat utilisasi makin kecil

jumlah Q dan akan semakin besar biaya satuan suatu pelayanan.

g. Analisis Biaya

Menurut Gani (1997), analisis biaya adalah suatu proses menata

kembali data atau informasi yang ada dalam laporan keuangan untuk

memperoleh usulan biaya satuan pelayanan kesehatan, dengan kata lain

analisis biaya merupakan pendistribusian biaya dari unit pemeliharaan,

unit operasional dan unit pelayanan umum lainnya ke pusat pendapatan


19

pelayanan kesehatan, dengan tersedianyainformasi tersebut dapat

digunakan sebagai dasar dari pengendalian biaya, maka dapat dikatakan

analisis biaya adalah salah satu proses pengumpulan dan

pengelompokan data keuangan suatu institusi untuk memperoleh dan

menghitung biaya output jasa pelayanan. Analisis biaya rumah sakit

dalam hal ini adalah suatu kegiatan menghitung biaya rumah sakit

untuk berbagai jenis pelayanan yang ditawarkan baik secara total

maupun per unit atau per pasien dengan cara menghitung seluruh biaya

pada seluruh unit pusat biaya serta mendistribusikannya ke unit pusat

produksi yang kemudian dibayar oleh pasien

Menurut Gani (1997), salah satu hasil akhir analisis biaya adalah

perhitungan biaya satuan. Sebagai prinsip analisis biaya, misalnya

pelayanan rontgen diperlukan dukungan dari unit-unit penunjang, maka

biaya yang dikeluarkan di unit penunjang tersebut perlu didistribusikan

ke unit produksi. Dengan kata lain analisis biaya memerlukan distribusi

biaya indirect ke biaya direct. Hal ini dilakukan baik terhadap biaya

operasional maupun biaya investasi. Prinsip dasar analisis biaya:

1) Analisis biaya dilakukan untuk biaya yang dikeluarkan dalam kurun

waktu satu tahun anggaran

2) Melakukan pemetaan biaya klasifikasi biaya dan lokasi biaya

3) Melakukan penyederhanaan semua biaya dari berbagai sumber

menjadi biaya operasional dan biaya investasi


20

4) Biaya operasional yaitu biaya yang dikeluarkan bersifat berulang-

ulang misalnya setiap bulan

5) Biaya investasi biasanya tidak berulang dan berlangsung setahun

atau lebih misalnya biaya pembelian alat medis dan pembangunan

gedung

6) Untuk menghitung biaya asli pada masing-masing pusat biaya harus

memperhatikan unsur biaya yang dibutuhkan oleh pusat biaya

tersebut. Pusat biaya adalah unit kerja yang memerlukan biaya untuk

menjalankan misi yang diembannya. Di rumah sakit pada dasarnya

adalah pusat biaya (cost center) baik yang menghasilkan maupun

yang tidak menghasilkan pendapatan (pusat pengeluaran). Unit tidak

menghasilkan pendapatan disebut pusat biaya produksi (revenue

center) dan yang tidak menghasilkan pendapatan disebut pusat biaya

penunjang.

7) Untuk menghitung biaya satuan (unit cost) unit pelayanan tertentu,

seperti rawat inap yang dihasilkan di pusat biaya produksi. Semua

biaya yang terpakai yang terpakai di pusat penunjang perlu

didistribusikan ke pusat biaya produksi.

8) Dalam rangka pendistribusian biaya (dari pusat biaya penunjang ke

pusat biaya produksi) harus diperhatikan data dasar alokasi yang

sebaiknya dilakukan.

Menurut Gani (2000), manfaat utama dari analisis biaya ada empat

yaitu:
21

1) Pricing, informasi biaya satuan sangat penting dalam penentuan

kebijaksanaan tarif rumah sakit. Dengan diketahuinya biaya satuan

(unit cost) dapat diketahui apakah tarif sekarang merugi, break even,

atau menguntungkan. Dan dapat juga diketahui berapa besar subsidi

yang dapat diberikan pada unit pelayanan kelas III rumah sakit.

2) Budgeting/ planning, informasi jumlah biaya (total cost) dari suatu

unit produksi dan biaya satuan (unit cost) dari tiap-tiap output rumah

sakit, sangat penting untuk alokasi anggaran dan untuk perencanaan

anggaran.

3) Budgetary control, hasil analisis biaya dapat dimanfaatkan untuk

memonitor dan mengendalikan kegiatan operasional rumah sakit.

Misal mengidentifikasi pusat-pusat biaya (cost center) yang strategis

dalam upaya efisiensi rumah sakit.

4) Evaluasi dan pertanggungjawaban, analisis biaya bermanfaat untuk

menilai performance keuangan rumah sakit secara keseluruhan,

sekaligus sebagai pertanggung jawaban kepada pihak-pihak

berkepentingan.

Tujuan analisis biaya adalah:

1) Mendapatkan gambaran mengenai unit atau bagian yang erupakan

pusat biaya (cost center) serta pusat pendapatan (revenue center).

2) Mendapatkan gambaran biaya pada tiap unit tersebut, baik biaya

tetap (fixed cost) atau biaya investasi yang disetahunkan maupun

biaya tidak tetap (variable cost) atau biaya operasional dan


22

pemeliharaan dalam analisis biaya yang akan dilakukan kegiatan

pendistribusian biaya dari pusat biaya ke pusat pendapatan. Ada cara

proses ini antara lain:

a) Simple distribution adalah dengan membagi habis biaya di pusat

biaya ke pusat pendapatan berdasarkan bobot tertentu.

b) Step down method adalah dengan cara membagi biaya di pusat

biaya ke pusat pendapatan melalui dua tahap, yaitu mula-mula

dilakukan alokasi antara pusat biaya (disusun mulai dari unit

dengan biaya tertinggi sebagai unit member biaya ke pusat biaya

lain), kemudian biaya yang diterima pusat biaya di bawahnya

digabung dengan biaya asli pusat biaya tersebut, baru

dialokasikan ke pusat pendapatan dengan dasar pembobotan.

c) Double distribution adalah dengan membagi biaya dari pusat

biaya ke pusat pendapatan melalui dua tahap, yaitu mula-mula

dilakukan alokasi antara pusat biaya lain dan pusat pendapatan,

baru pada langkah ke dua dilakukan alokasi dari pusat biaya ke

pusat pendapatan.

d) Activity based costing adalah analisis biaya berdasarkan aktivitas.

e) Real cost method adalah metode yang diperkenalkan oleh Pusat

Manajemen Pelayanan Kesehatan Fakultas Kedokteran

Universitas Gajah Mada (MPPK-FK-UGM) yang merupakan

modifikasi pada konsep ABC dengan berbagai perubahan karena

adanya kendala sistem, karena itu metode ini menggunakan


23

asumsi yang sesedikit mungkin. Metode ini tidak hanya

menghasilkan output hasil analisis tetapi juga menghasilkan

identifikasi sistem akuntansi biaya (Muzdalipah, 2005).

Secara umum hasil analisis metode real cost adalah penentuan

harga produk atau jasa, pengendalian biaya, pengambilan keputusan

khusus, dan pengidentifikasi sistem akuntansi biaya. Informasi real cost

yang diperoleh dari hasil analisis biaya sangat bermanfaat dalam

menyusun anggaran komprehensif suatu organisasi (Muzdalipah, 2005).

4. Metode Activity Based Costing (ABC)

a. Sejarah dan pengertian metode ABC

Sistem pembiayaan dan manajemen akuntansi dengan metode

ABC pertama kali muncul sekitar 1980. Dasar pemikiran dari metode

ABC adalah sumber daya akan konsumsi oleh tiap aktivitas, dan

aktivitas adalah bagian dari tiap objek pembiayaan yang dilakukan.

Pada tahun 1990, beberapa penelitian menunjukkan bahwa metode

ABC juga dapat digunakan untuk mengukur performa keuangan

perusahaan (Yereli, 2009).

Metode ABC merupakan sistem pembiayaan yang penentuan biaya

produk dibebankan ke biaya atau jasa berdasarkan konsumsi sumber

daya yang digunakan karena aktivitas tersebut. Pada metode ABC,

akumulasi dan pembebanan biaya ke produk menggunakan berbagai

cost driver yang dilakukan dengan menelusuri biaya dari aktivitas


24

dilanjutkan dengan menelusuri biaya dari aktivitas ke produk (Chan,

1993).

Metode ABC merupakan metode yang menerapkan konsep

akuntansi aktivitas untuk menghasilkan perhitungan harga pokok yang

lebih akurat. Metode ABC, dari perspektif manajerial, tidak hanya

memberikan informasi biaya produk yang akurat namun juga

menyediakan informasi kinerja dari aktivitas dan sumber daya serta

dapat menelusuri biaya yang digunakan secara akurat ke obyek biaya

selain produk, misalnya pelanggan dan saluran distribusi. Perhitungan

biaya berdasarkan aktivitas merupakan pendekatan perhitungan biaya

yang membebankan biaya sumber daya ke obyek biaya seperti produk,

jasa, atau pelanggan berdasarkan aktivitas yang dilakukan untuk obyek

biaya tersebut (Kucha dan Zabek, 2011).

Metode ABC membebankan biaya overhead ke obyek biaya seperti

produk atau jasa dengan mengidentifikasi sumber daya dan aktivitas

juga biaya serta jumlah yang dibutuhkan untuk memproduksi output.

Dengan menggunakan penggerak biaya konsumsi sumber daya,

perusahaan menentukan biaya sumber daya yang dikonsumsi oleh

aktivitas atau pusat aktivitas (tempat penampungan biaya aktivitas) dan

menghitung biaya dari satu unit aktivitas. Kemudian perusahaan

membebankan biaya dari suatu aktivitas atau pusat aktivitas ke produk

jadi dengan mengaihkan biaya dari setiap aktivitas dengan jumlah

akyivitas yang dikonsumsi oleh setiap obyek biaya (Mulyadi, 2007).


25

Ada dua dimensi sistem ABC yaitu:

1) Dimensi biaya (cost dimension), menyediakan informasi biaya

mengenai sumber daya, aktivitas-aktivitas, produk, dan pelanggan

(dari obyek biaya lainnya yang mungkin menjadi perhatian

perusahaan).

2) Dimensi proses (process dimension), menyedikan informais

mengenai aktivitas apa yang dilakukan, mengapa, dan sebaik apa

aktivitas tersebut dilakukan. Dimensi ini memungkinkan

perusahaan melakukan peningkatan-peningkatan kinerja yang

berkesinambungan dengan mengukur hasilnya.

b. Metode ABC sebagai pengganti metode tradisional

Metode ABC muncul karena sistem pembiayaan dengan metode

radisional yang digunakan tidak dapat mencerminkan besarnya

pemakaian biaya produksi dan biaya sember daya fisik secara tepat.

Pendekatan sistem pembiayaan rumah sakit dengan metode tradisional

berfokus pada proses pembiayaan selama pmberian layanan, sehingga

asumsinya adalah setiap pelayanan akan mengkonsumsi sumber daya.

Pada metode ABC fokus dititikkan pada aktivitas, sehingga asumsinya

adalah setiap pelayanan mengandung aktivitas, dan setaip aktivitas akan

mengkonsumsi sumber daya (Yereli, 2009).

Menurut Mulyadi (2007)., sistem pembiayaan dengan metode

tradisional memiliki kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan dari

metode ini adalah:


26

1) Mudah diterapkan, sistem pembiayaan tradisional tidak banyak

menggunakan cost driver dalam mengalokasikan biaya produksi

tidak langsung sehingga memudahkan manajemen dalam

melakukan pehitungan.

2) Mudah diaudit, biaya produksi tidak langsung dialokasikan

berdasarkan volume based measured, sehingga memudahkan

auditor dalam melakukan proses audit.

Adapun kekurangan dari sistem pembiayaan tradisional adalah:

1) Dapat mendistorsi biaya produk, beberapa penyebab distorsi biaya

adalah:

a) Biaya overhead tidak ditelusuri ke produk secara individual.

b) Total komponen biaya overhead dalam suatu biaya produksi

senantiasa terus meningkat. Pada saat persentase biaya overhead

semakin besar, maka distorsi biaya produk pun menjadi lebih

besar.

c) Banyak kegiatan yang termasuk dalam administrasi dan

penjualan yang sebenarnya dapat ditelusuri ke produk.

2) Berorientasi fungsional, biaya diakumulasikan berdasarkan item

lini, kemungkinan berdasarkan fungsi seperti perekayasaan dalam

setiap item ini. Orientasi fungsi ini tidak cocok dengan realitas

fungsional silang yang sering digunakan pada perusahaan

manufaktur. Beberapa factor yang mengakibatkan suatu sistem

biaya menjadi using adalah adanya otomatisasi, yaitu


27

perkembangan teknologi pemanufakturan, kompetisi yang intensif,

penyederhanaan proses manufaktur.

c. Kelebihan dan kelemahan metode ABC

Kelebihan metode ABC adalah (Yereli, 2009):

1) Biaya dapat dinilai dengan tepat dan akurat karena sumber daya

yang digunakan selama produksi dapat diidentifikasi dengan

jelas.

2) Metode ini membuat perhitungan biaya menjadi lebih

sederhana dan jelas.

3) Metode ini membantu manajer dalam membuat keputusan yang

tepat karena manajer memiliki data dan informasi yang lengkap

sehingga mereka memiliki pengendalian dan tanggungjawab

yang lebih baik.

4) Metode ini membantu mengurangi biaya dari aktivitas yang

tidak sesuai dengan produk layanan, ataupun yang hanya

memiliki nilai tambah sedikit.

5) Metode ini memberikan gambaran dari seluruh aktivitas yang

dilakukan di rumah sakit secara jelas.

Kelemahan metode ABC adalah (Yereli, 2009):

1) Penerapan metode ini di rumah sakit belum sepenuhnya

dipahami karena penerapannya baru dilakukan di beberapa

decade terakir.
28

2) Selain memberikan hasil perhitungan yang lebih akurat, metode

ini juga memberikan gambaran kinerja manajemen secara jelas.

Hal ini membuat beberapa manajer khawatir karena kinerja

mereka dapat dinilai dari sini.

3) Waktu yang dibutuhkan untuk mengumpulkan semua data yang

diperlukan relative lebih lama dan membutuhkan biaya yang

banyak. Hal ini karena metode ABC membutuhkan data yang

lebih banyak dibanting metode tradisional.

4) Sangatlah sulit bagi pihak rumah sakit untuk dapat

mengumpulkan semua data yang dibutuhkan. Meski memang

bagi rumah sakit yang memiliki data yang lengkap dapat

menggunakan metode ini dengan lebih muda

d. Syarat penerapan metode ABC

Menurut Supriyono (2011), dalam penerapannya penentuan harga

pokok dengan menggunakan metode ABC mensyaratkan 3 hal:

1) Perusahaan mempunyai tingkat diversivikasi yang tinggi.

Metode ABC mensyaratkan bahwa perusahaan memproduksi

beberapa macam produk atau lini produk yang diproses dengan

menggunakan fasilitas yang sama. Kondidi yang demikian

tentunya akan menimbulkan masalah dalam membebankan

biaya ke masing-masing produk.

2) Tingkat persaingan industry yang tinggi, yaitu terdapat beberapa

perusahaan yang menghasilkan produk yang sama atau sejenis.


29

Dalam persaingan antar perusahaan yang sama atau sejenis

tersebut maka perusahaan akan semakin meningkatkan

persaingan maka semakin penting peran informasi tenteng harga

pokok dalam mendukung pengambilan keputusan manajemen.

3) Biaya overhead lebih dominan dibandingkan biaya tenaga kerja

langsung. Metode ABC akan kehilangan relevansinya bila biaya

tenaga kerja langsung lebih dominan dibandingkan dengan

biaya overhead, karena penggunaan akuntansi biaya

tradisonalpun akan lebih akurat.

Menurut Supriyono (2011), ada dua hal mendasar yang harus

dipenuhi sebelum kemungkinan penerapan metode ABC, yaitu:

1) Biaya berdasarkan non unit harus merupakan persentase yang

signifikan dari biaya overhead. Jika hanya terdapat biaya

overhead yang dipengaruhi hanya oleh volume produksi dari

keseluruhan overhead pabrik maka jika digunakan akuntansi

biaya tradisionalpun informasi biaya yang dihasilkan masih

akurat sehingga penggunaan metode ABC kehilangan

relevansinya. Artinya metode ABC akan lebih baik diterapkan

pada perusahaan yang biaya overheadnya tidak hanya

dipengaruhi oleh volume produksi saja.

2) Rasio konsumsi antara aktivitas berdasarkan unit dan

berdasarkan non-unit harus berbeda. Jika rasio konsumsi antar

aktivitas sama, itu artinya semua biaya overhead yang terjadi


30

bisa diterangkan dengan satu pemicu biaya. Pada kondisi ini

penggunaan metode ABC justru tidak tepat karena metode ABC

hanya dibebankan ke produk dengan menggunakan pemicu

biaya baik unit maupun non-unit (memakai banyak cost driver).

Apabila berbagai produk rasio konsumsinya sama, maka sistem

akuntansi biaya tradisional atau metode ABC membebankan

biaya overhead dalam jumlah yang sama. Jadi perusahaan yang

produksinya homogen (diversifikasi paling rendah) mungkin

masih dapat ode ABC. Sebagai pertimbangan keasmenggunakan

sistem tradisional tanpa ada masala

Menurut Roztocki (2004) tahapan pembebanan biaya pada

aktivitas melibatkan 3 komponen yaitu sumberdaya, aktivitas dan

produk layanan. sumberdaya mengkonsumsi biaya yang dapat

diklasifkasikan menjadi biaya tenaga kerja langsung (indirect labour

cost), biaya peralatan (equipment cost) dan biaya tidak langsung

(indirect cost). Selanjutnya pembebnan biaya melalui enam tahapan

sebagai berikut.

a. Langkah 1: Membangun Tujuan dan Persyaratan Sistem ABC

Pertama, manajemen harus memutuskan tentang tujuan utama

menggunakan sistem ABC. Misalnya, tujuan umum dari sistem

biaya mengendalikan biaya, mengukur profitabilitas, menetapkan

kebijakan harga, atau menilai persediaan.Berdasarkan tujuan,

manajemen juga harus memilih tingkat akurasi untuk sistem biaya


31

tersebut Semakin tinggi tingkat akurasi, semakin membutuhkan

waktu, tenaga dan biaya pengumpulan data. Sistem biaya yang

sangat akurat memerlukan infrastruktur komputer dan jaringan yang

lebih canggih yang diperlukan untuk pengumpulan data yang

diperlukan, yang akan menghasilkan biaya yang lebih tinggi.

Pada langkah 1 tersebut, manajemen harus memutuskan

tentang yang objek biaya yang akan digunakan dalam analisis.

Sebagai contoh, sebuah perusahaan yang tertarik dalam menilai

profitabilitas dari pelanggan dapat memilih segmen pelanggan

sebagai objek biaya sementara perusahaan kebanyakan tertarik

dalam mengendalikan biaya yang berkaitan dengan distribusi produk

dapat memutuskan untuk menggunakan produk atau lini produk

sebagai objek biaya. Tujuan dan persyaratan dari sistem ABC harus

konsisten dengan strategi bisnis secara keseluruhan dari suatu

perusahaan.

b. Langkah 2: Identifikasi Aktivitas Utama

Selanjutnya, kegiatan (yang menyebabkan biaya yang

berhubungan dengan overhead) harus diidentifikasi dan dijelaskan.

Contoh kegiatan ini meliputi pemeliharaan, pemrosesan order,

pemasaran produk, penggunaan telepon, penanganan produk, dan

pengiriman produk. Jumlah kegiatan utama yang diidentifikasi (dan

digunakan sebagai media untuk melacak overhead) ditentukan oleh

tingkat akurasi dan keandalan yang diinginkan.Analisis rantai nilai


32

dapat digunakan untuk tujuan tersebut.Kegiatan lain dalam rantai

nilai, seperti pengolahan pesanan pelanggan, penanganan persediaan,

dan pengiriman produk dapat mengikuti. Semua kegiatan ini adalah

langsung memberikan nilai tambah dan dihubungkan langsung ke

distribusi produk, penyelesaian pekerjaan, atau kegiatan lainnya

berkaitan dengan pelayanan pelanggan. Selain itu, perusahaan juga

dapat dimiliki sejumlah kegiatan, yang diebut sebagai kegiatan

pendukung, seperti menjalankan tugas sumber daya manusia.

c. Langkah 3: Melacak Overhead dengan Aktivitas dengan

Menggunakan Expense-Activity-Dependence (EAD) Matrix

Setelah kegiatan utama diidentifikasi, overhead menelusuri

biaya kegiatan. Biaya yang dapat dikaitkan dengan objek biaya

tertentu dianggap "biaya langsung." Biaya yang tidak dapat dikaitkan

dengan objek biaya tertentu didefinisikan sebagai "biaya overhead."

Biaya Overhead, yang merupakan fokus dari analisis ABC,

ditelusuri untuk kegiatan utama pada langkah 3. Pada tahap ini

matrik Expense-Activity-Dependence (EAD) dapat digunakan untuk

menghubungkan kegiatan dengan biaya dan untuk menentukan

konsumsi overheadnya. Pada langkah ini, biaya overhead diperoleh

dari catatan akuntansi dan kemudian dihubungkan dengan aktivitas

dengan menggunakan matriks Expense-Activity-Dependence (EAD).

Roztocki et al. (2004) memberikan metode yang efisien dan

sistematis untuk memperkirakan konsumsi biaya penggunaan


33

sumber daya (cost pools) melalui penggunaan matriks

ketergantungan aktivitas biaya atau disebut Expense Activity

Dependence (EAD). Kategori pengeluaran biaya mewakili kolom

dari matriks EAD, sedangkan kegiatan mewakili baris. Jika

aktivitas memberikan kontribusi untuk kategori biaya j, tanda

centang ditempatkan di sel i, j. Setelah langkah ini, setiap sel yang

berisi tanda centang diganti oleh estimasi proporsi. Setiap kolom dari

matriks EAD harus berjumlah 1. Persamaan berikut diterapkan untuk

mendapatkan nilai-nilai setiap kegiatan.


𝑀

𝑇𝐶𝐴 (𝑖) = ∑ 𝑒𝑥𝑝𝑒𝑛𝑠𝑒 (𝑗) ∗ 𝐸𝐴𝐷 (𝑖, 𝑗)


𝑗=1

dimana
TCA (i) = Nilai aktivitas i
Expense (j)= Jumlah pengeluaran biaya (j)
EAD (i, j) = Masukan i, j dalam matrik EAD.

d. Langkah 4: Melacak Overhead untuk Biaya Objek dengan

Menggunakan Activity-Product-Dependence (APD) Matrix

Setelah biaya untuk kinerja semua kegiatan ditentukan, matrix

Activity-Product-Dependence(APD)digunakan untuk

menghubungkan kegiatan terhadap objek biaya. APD matrix juga

digunakan untuk melacak konsumsi overhead pada objek biaya

tertentu. Pada langkah 4, biaya overhead ditelusuri dari kegiatan ke

objek biaya. Obyek biaya adalah objek kepentingan tertentu dalam

analisis biaya, seperti produk, proses, layanan, dan / atau pelanggan.


34

e. Langkah 5: Melacak Biaya Langsung ke Obyek Biaya

Selain biaya overhead produk, ada biaya langsung yang

langsung dapat dibebankan ke obyek biaya. Biaya produk, atau

perkiraan total biaya yang terjadi saat membuat objek biaya, dihitung

dengan menambahkan biaya langsung dan biaya overhead bersama-

sama.

f. Langkah 6: Penggunaan Analisis ABC untuk Operasional dan

Strategis Pengambilan Keputusan

Setelah biaya produk dihitung, dapat digunakan untuk menilai

profitabilitas, membuat keputusan informasi harga, mengidentifikasi

peluang untuk penghematan biaya, menghapus lini produk yang

tidak menguntungkan, atau memperkenalkan lini produk yang lebih

menjanjikan. Informasi yang diperoleh dalam analisis ABC

(Langkah 2-5), dapat digunakan untuk melakukan ABM. Sebagai

bagian dari ABM, manajer dapat menginterpretasikan hasil analisis

ABC dan kemudian mengambil tindakan dengan tujuan

meningkatkan kinerja operasional dan strategis.

Pada langkah ini, kegiatan yang dikonsumsi oleh setiap produk

diidentifikasi dan matriks activity-product dependence (APD).

Kegiatan mewakili kolom dari matriks APD, sedangkan produk

mewakili baris. Jika produk mengkonsumsi aktivitas j, tanda centang

ditempatkan pada sel i, j. Kemudian masing-masing sel yang berisi

tanda centang digantikan oleh proporsi. Setiap kolom dari matriks


35

APD harus menambahkan hingga 1. Persamaan berikut diterapkan

untuk mendapatkan nilai-nilai masing-masing produk.


𝑁

𝑂𝐶𝑃 (𝑖) = ∑ 𝑇𝐶𝐴 (𝑗) ∗ 𝐴𝑃𝐷 (𝑖, 𝑗)


𝑗=1

dimana
OCP (i) = biaya produk i
N= Jumlah kegiatan
TCA (j) = Nilai aktivitas j
APD (i, j) = Masukan i, j dalam matrik APD

B. PENELITIAN TERDAHULU

Penelitian ini adalah tentang analisis biaya tindakan operasi Sectio

Caesaria di RS Bhayangkara Yogyakarta. Penelitian ini bersifat deskriptif

kualitatif dengan rancangan menggunakan data sekunder dari RS Bhayangkara

Yogyakartauntuk perhitungan analisis biaya menggunakan metode ABC.

Sebagai pertimbangan keaslian penelitian yang dilakukan, terdapat beberapa

topic penelitian sejenis antara lain:

Prabowo (2015) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Unit cost

Pelayanan Operasi Sectio Caesaria dengan Metode Activity Based Costing di

RS PKU Muhammadiayah Bantul. Penelitian dilakukan di RS PKU

Muhammadiayah Bantul Yogyakarta. Penelitian dilakukan dengan deskriptif

kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Subyek penelitian adalah kepala

bagian keuangan, kepala ruang instalais bedah sentral, dan dokter spesialis

obsgyn. Sedangkan yang menjadi obyek penelitian adalah aktivitas untuk

menghasilkan produk pelayanan operasiSectio Caesaria. Metode analisis

biaya yang digunakan adalahMetode Activity Based Costing. Hasil penelitian


36

menemukan bahwa unit cost Pelayanan Operasi Sectio Caesaria sebesar Rp.

2.989.641,-, sedangkan tarif real cost yang ditetapkan rumah sakit sebesar Rp

3.866.800,-.

Ambariani et al. (2015) melakukan kajian terhadap pelaksanaan

program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Indonesia, khususnya

tentang kecukupan dan kelayakan besaran klaim yang ditetapkan dalam era

Jaminan Kesehatan Nasional. Kajian biaya pelayanan Sectio Caesaria

dilakukan dengan cara menghitung biaya per unit dari penatalaksanaan kasus

pada Bajawa dan RSUD Umbu Rara Meha Nusa Tenggara Timur. Metode

penghitungan biaya yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode double

distribution. Metode double distribution merupakan metode pembebanan biaya

tak langsung dua tahap,yaitu tahap pertama membebankan biaya tak langsung

antar unit, dan tahap kedua membebankan biaya tak langsung ke obyek biaya.

Penelitian diantaranya menemukan hasil bahwa Perhitungan unit cost untuk

prosedur Sectio Caesaria yang dihitung berdasarkan clinical pathway

menghasilkan besaran yang lebih kecil dibandingkan dengan perhitungan

berdasarkan tindakan actual.


37

Tabel 2.2 Perbandingan Unit cost Hasil Penelitian Ambariani et al. (2015)

RSUD Bajawa *) RSUD URM**)


Perhitungan berdasarkan Clinical
Pathway
a. Kelas 1 Rp 5.580.743 Rp 5.448.393
b. Kelas 2 Rp 5.218.279 Rp 5.258.426
c. Kelas 3 Rp 5.169.526 Rp 5.099.978
Perhitungan berdasarkan tindakan
aktual Rp 6.607.394 Rp 5.835.826
a. Kelas 1 Rp 6.158.667 Rp 5.609.691
b. Kelas 2 Rp 5.708.904 Rp 5.453.884
c. Kelas 3
Klaim INA CBG
a. Kelas 1 Rp 5,832,800 Rp 5,302,500
b. Kelas 2 Rp 4,999,000 Rp 4,544,600
c. Kelas 3 Rp 4,165,900 Rp 3,787,100
Ket: *) Rumah Sakit Tipe C, **) Rumah Sakit Tipe D
Sumber: Ambariani et al. (2015)

Jika perhitungan dilakukan dengan menggunakan dasar clinical

pathway, maka besaran klaim di rumah sakit Bajawa untuk kelas I lebih besar

dibandingkan dengan unit cost. Meskipun demikian, untuk kelas II dan III

besaran klaim untuk prosedur tersebut tetap lebih rendah dibandingkan dengan

besaran unit cost. Analisis di atas mengindikasikan bahwa besaran klaim untuk

prosedur sectio saecaria belum dapat menutup biaya pelayanan untuk prosedur

tersebut. Dalam jangka panjang kecukupan klaim untuk menutup

biaya pelayanan diperlukan agar rumah sakit bisa terhindar dari kerugian.

Kecukupan klaim atas biaya pelayanan juga diperlukan untuk menjaga kualitas

pelayanan.

Rahmawati (2016) melakukan penelitian dengan judul ”The

Implementation of Indonesian Case-Based Groups (INA-CBG) Of Caesarian

Section Patients In Poor Family Health Payment Assurance In Undata


38

Hospital Of Central Sulawesi, Indonesia”. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui biaya satuan Sectio Caesaria pasien BPJS PBI dan implikasi dari

kebijakan pelaksanaan Indonesian Case-Based Groups (INA-CBG) di

Indonesia. Penelitian menggunakan data rekam medis, detil pengeluaran biaya

tindakan bedah caesar Rumah Sakit Undata Provinsi Sulawesi Tengah tahun

2010. Penelitian menemukan hasil sebagai berikut. Kelompok SPM total cost

Rp. 49.063.012, unit cost yang tertinggi pada pasien penyulit dan penyerta (pre

eklamsia+ hipertensi), dengan unit cost per pasien Rp. 3.260.129, (2).

Kelompok SOP total cost Rp.54.168.666 dan pada pasien penyakit

penyulit+penyerta (eklamsia+diabetes) unit cost Rp.2.547.520,-. (3).

Kelompok INA DRG/INA CBG total cost Rp. 48.415.940,19. Dan unit cost

pada pasien komplikasi berat Rp 2.849.956. Kesimpulan: Perbedaan

rekapitulasi biaya menurut kelompok SPM, SOP, dan INA- DRG/ INA-CBG

berpengaruh pada variabel cost yaitu nutrisi,/gizi , obat-obatan, pemeriksaan

penunjang medis. Kebijakan pemerintah dalam pelaksanaan Indonesian Case-

Based Groups (INA-CBG) menghindari over-pemanfaatan dan pemanfaatan

tidak terencana sehingga biaya kesehatan masyarakat msikin akan lebih

terkontrol kualitas pelayanan kesehatan untuk kesehatan ibu dan anak akan

lebih tinggi di masa depan.

Alvina et al. (2014) melakukan penelitian dengan judul”Biaya Tindakan

Medik Sectio Caesaria Berdasarkan Activity Based Costing System Di Kamar

Operasi Instalasi Rawat Darurat RSUD Ampana Kabupaten Tojo Una-Una”.

Penelitian bertujuan mengetahui pola tarif tindakan Sectio Caesaria di Kamar


39

Operasi Instalasi Rawat Darurat RSUD Ampana Kabupaten Tojo Una-Una

Sulawesi Tengah berdasarkan metode Activity Based Costing. Jenis penelitian

ini adalah survey deskriptif dengan rancangan studi kasus untuk mendapatkan

tarif berdasarkan Unit cost yang dihitung dengan metode Activity Based

Costing dari tindakan Sectio Caesaria. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa

hasil penghitungan Unit cost tindakan Sectio Caesaria di Kamar Operasi

Instalasi Rawat Darurat dan Perawatan Kebidanan dengan menggunakan

metode Activity Based Costing sebesar Rp. 4.872.097. nilai konstanta yang

ditetapkan adalah 3%. Tarif rasional yang didapat dengan menambahkan unit

cost dengan konstanta adalah sebesar Rp. 5.018.260. selisih perbandingan tarif

rasional Activity Based Costing dengan tarif Rumah Sakit sebesar 13%.

Adapun presentase selisih tarif rasional Activity Based Costing dengan tarif

INA-CBG sebesar 18% dimana tarif Activity Based Costing yang dihitung

lebih tinggi.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah

berkaitan dengan analisis unit cost pelayanan operasi Sectio Caesaria dengan

metode Activity Based Costing. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian

sebelumnya adalah: 1) penelitian ini menggunakan bauran kasus pelayanan

pada clinical pathway operasi Sectio Caesaria yang melibatkan aktivitas di

Instalasi Bedah Sentral dan Rawat Inap Kebidanan, 2) penelitian ini

menggunakan perhitungan unit cost Activity Based Costingdengan pendekatan

metode Roztocki(2004) yaitu menggunakan matriks EAD (Expense Activity

Dependence) dan matriks APD (Activity Product Dependence).


40

C. LANDASAN TEORI

Menurut Baker (1998), proses pengolahan data berdasarkan activity

based costing system dibagi dalam 2 tahap, yaitu:

1. Activity analysis

a. Menentukan aktivitas

b. Mengklasifikasi aktivitas

c. Membuat peta aktivitas

d. Melengkapi analisis

2. Activity costing

a. Menentukan cost object

Menggunakan sistem case based group yang terdapat pada prosedur

pelayanan atau clinical pathway. Aktivitas yang terjadi harus tersusun

berdasarkan activity center.

b. Menghubungkan biaya ke aktivitas menggunakan cost driver

Merupakan konsep dari tracing dan allocating dalam metode ABC.

Tracing adalah biaya yang dibebankan pada aktivitas yag menunjukkan

hubungan biaya yang dibebankan pada aktivitas yang menunjukkan

hubungan sebab akibat (causal relationship) antara konsumsi sember

daya dengan aktivitas tersebut. Allocation adalah biaya yang dibebankan

pada aktivitas melalui asumsi yang bersifat sembarangan (arbitrary). Hal

ini menyebabkan pembebanan biaya menjadi tidak akurat.

3. Perhitungan biaya

a. Membebankan biaya langsung


41

b. Menentukan besarnya konsumsi biaya overhead pada masing-masing

aktivitas dengan menggunakan proporsi waktu

c. Menentukan aktivitas-aktivitas yang terdapat pada clinical pathway

d. Membebankan biaya overhaead ke dalam masing-masing aktivitas dalam

clinical pathway

e. Mengelompokkan biaya overhead masing-masing aktivitas ke dalam

activity center

f. Menjumlahkan biaya sesuai prosedur yang terdapat pada clinical

pathway ke dalam masing-masing activity center

g. Mengembalikan biaya tindakan Sectio Caesaria menggunakan metode

ABC dengan real cost yang berlaku di rumah sakit.

D. KERANGKA KONSEP

Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.


42

Tindakan Sectio Caesaria (tanpa


penyulit) berdasarkan Clinical
pathway)

Identifikasi Aktivitas

Identifikasi biaya

Analisis unit cost prosedur Sectio Unit cost prosedur Sectio Caesaria
Caesaria (tanpa penyulit) (tanpa penyulit) yang diterapkan di
menggunakan metode ABC RS Bhayangkara Yogyakarta

Perbandingan Unit cost prosedur


Sectio Caesaria (tanpa penyulit)
yang diterapkan di RS Bhayangkara
Yogyakarta

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

E. PERTANYAAN PENELITIAN

Pertanyaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Berapakah unit cost pada tindakan section caesaria dengan mengunakan

metode ABC?

a) Apa sajakah aktivitas utama dalam clinical pathway tindakan section

caesaria?

b) Bagaimanakah hubungan biaya-biaya pada clinical pathway pada

tindakan section caesaria?

c) Bagaimanakah hubungan biaya-biaya pada clinical pathway dengan

poduk layanan pada tindakan section caesaria?


43

2. Bagaimana perbandingan unit cost dengan mengunakan metode ABC

dengan unit cost tindakan section caesaria di rumah sakit Bhayangkara

Yogyakarta?

3. Bagaimana perbandingan unit cost dengan mengunakan metode ABC

dengan klaim INA CBG’s?

Anda mungkin juga menyukai