Anda di halaman 1dari 12

PENDAHULUAN

Apakah banyak ke – Islamian (nilai spiritual) tergeser dengan


berkembangnya zaman di era globalisasi sekarang?
Pertanyaan ini barang kali menarik di kemukakan karena hingga saat ini
di kalangan umat Islam sendiri terdapat pergeseran spiritualitas di zaman
sekarang, dengan tidak merealisasikannya di dalam kehidupan sehari – hari.
Problematika global yang telah di hadapi umat islam di public yang
telah terkontaminasinya Islam dengan kebiasaan yang bersifat negatif. Adalah
dengan memperkuat nilai spiritual mulai sejak dini, sehingga ketika memasuki
masa dimana manusia mudah terpengaruh akan kebiasaan yang baru muncul
tanpa meneliti baik tidaknya dengan meninggalkan tradisi yang bersifat positif.
Di zaman sekarangpun banyak kalangan umat manusia yang belum bisa
menganalisa kehidupan beragama Islam di globalisasi ini. Tinggal kita bisa
memilah beberapa hal yang banyak timbul pada ideologi Islamic & global. Hal
tersebut mendapat respon dari umat Islam baik dengan cara membenah diri dari
segi apapun maupun dengan mengapresiasikannya dengan kritis dalam artian
mengambil beberapa nilai positif dan membuang nilai – nilai negatif.
DAFTAR ISI

PENDAHULUAN ii
Daftar Isi iii

BAB I Latar Belakang……………………………………………..1


BAB II Pembahasan………………………………………………...2
A.
BAB III Pemecahan Masalah………………………………………..2
BAB IV Penutup…………………………………………………….9
Daftar Pustaka……………………………………………………………..10
BAB I
LATAR BELAKANG

Islam dan Globalisasi, sebagaimana diketahui membahas ajaran – ajaran


dasar dari suatu agama pada zaman sekarang. Semua orang yang ingin melayani
seluk beluk agamanya secara mendalam, perlu mengkonstruksi dan waspada
dalam pengembang Islam. Mempelajari bab Islam dan Globalisasi ini kita akan
membahas berdasarkan pada landasan kuat yang tidak mudah di ombang –
ambing oleh peredaran zaman.
Dalam Islam sebenarnya lebih dari satu aliran agama pada saat ini,,
salah satu pembahasan dalam makalah ini yaitu mengetahui lebih dalam makna
Islamic dalam era globalisasi sekarang.
1
BAB II
PEMBAHASAN

Dewasa ini peradaban dunia secara keseluruhan berada dalam tatanan


global yang secara mendasar ditopang oleh perkembangan teknologi
komunikasi, transportasi, dan informasi. Semuanya ini membuat sunia semakin
global dan sempit karena mudahnya di jangkau. Di sisi lain abad ini disebut
sebagai pasca modern, suatu keadaan yang dapat dipandang sangat demokratis.
Disebut sangat demokratis karena abad ini memberikan kesempatan terhadap
semua untuk “berbicara membangun suatu peradaban semesta”. Inilah
fenomena “globalisasi”, yang secara sederhana dipahami sebagai suatu proses
pengintegrasian budaya, politik, ekonomi dan informasi nasional bangsa –
bangsa ke ruang lingkup dan tatanan baru sistem jaringan dunia (global).
Meskipun tidak selalu disebutkan secara eksplisit, pernyataan bahwa
globalisasi mempunyai implikasi atau bahkan dampak atas berbagai bangsa,
tampaknya didasarkan pada dua asumsi. Pertama, sekurang – kurangnya
sampai taraf tertentu, pelaku atau subyek globalisasi adalah negara – negara
industri maju. Dengan kata lain, globalisasi sampai tertentu merupakan
kepanjangan tangan (extension) kepentingan negara industri maju. Kedua,
kekhawatiran, kecemasan atau bahkan ketakutan akan pengaruh atau dampak
terutama yang bersifat negatif dari globalisasi umumnya dirasakan oleh bangsa
– bangsa dalam negara berkembang, yang lebih merupakan obyek daripada
subyek globalisasi. Meskipun demikian, baik karena ketergantungan negara
berkembang pada negara – negara maju dalam berbagai bidang, keuangan,
ekonomi dan teknologi atau karena ingin mengejar kemajuan, sadar atau tidak,
suka atau tidak, negara – negara berkembang sebenarnya juga mendukung
proses globalisasi itu. Dalam pengertian ini, negara – negara berkembang juga
merupakan subyek atau pelaku globalisasi, kalaupun lebih pasif sifatnya.

Globalisasi bukan hanya gejala abad ke – 20 atau abad ke – 21. Proses


itu sudah mulai berabad – abad yang lalu ketika manusia berhasil mengelilingi
dunia oleh para pionir seperti Marcopolo dan Colombus. Jadi, globalisasi
berawal dari transportasi dan komunikasi. tetapi, dampaknya segera terasa
dalam bidang kehidupan manusia, baik ekonomi, politik, perdagangan, gaya
hidup dan bahkan agama.
Apa yang membuat globalisasi suatu kecenderungan yang mencolok
sejak menjelang akhir abad yang lalu, dan yang membedakannya secara tajam
dari proses globalisasi dalam abad – abad yang lalu, adalah faktor kecepatan.
Ini disebabkan oleh kemajuan yang pesat dalam bidang teknologi informasi dan
komunikasi, khususnya dalam bentuk computer, faximile, internet, dan e-mail
maupun kemajuan yang pesat dalam bidang transportasi, khususnya
penerbangan antar benua.

A. Trend Pergaulan Global

Pada tahun 1990, John Naisbit dan Patricia Aburdene, dalam bukunya
yang berjudul “Megatrends 2000”, merumuskan sepuluh kecenderungan
peralihan yang secara mendasar mengubah wajah kehidupan dunia global.
Kesepuluh kecenderungan tersebut adalah :

Pertama, ledakanekonomi global dan globalisasi ekonomi

Kedua, kebangkitan kembali seni budaya

Ketiga, munculnya ekonomi pasar bebas sosialis

Keempat, berkembangnya gaya hidup global dan nasionalisme cultural

Kelima, swastanisasi negara – negara sejahtera


Keenam, bangkitnya wilayah pasifik

Ketujuh, bangkitnya kepemimpinan wanita

Kedelapan, kejayaan era biologi

Kesembilan, kebangkitan kembali agama

Kesepuluh, berjayanya individual.

Kemudian tahun 1996, John Naisbitt kembali mengejutkan dengan


ramalannya tentang fenomena yang akan terjadi di kawasan Asia di era global.
Dalam buku Megatrends Asia, ia mengidentifikasi delapan kecenderungan
utama yang sedangdan akan berlangsung di Asia dan berpengaruh besar pada
perkembangan dunia kini dan masa depan. Kedelapan kecenderungan itu adalah
: Pertama, peralihan dari negara bangsa (nation-state) menuju sistem jaringan.
Kedua, peralihan dari tradisi – tradisi menuju pilihan – pilihan. Ketiga,
peralihan dari orientasi export menuju orientasi konsumen. Keempat, peralihan
dari control pemerintah menuju orientasi pasar. Kelima, peralihan dari pertanian
menuju kota super. Keenam, peralihan dari padat karya menuju teknologi
tinggi. Ketujuh, peralihan dari dominasi laki – laki menuju kebangkitan
perempuan. Kedelapan, peralihan dari barat menuju timur.

Setelah beberapa tahun berlalu dari terbitnya kedua buku Naisbitt, kini
kita bisa menyaksikan bahwa sampai tingkat tertentu, prediksi tersebut telah
banyak yang menjadi kenyataan. Sebagian mungkin belum, tapi indikasi dan
kecenderungan ke arah itu sudah mulai terlihat atau semakin jelas
penampakannya.

Dari untaian diatas, maka dapat ditarik suatu hipotesis, bahwa secara
umum pergaulan global yang terjadi saat ini dan yang akan datang dapat
dirumuskan ciri – cirinya sebagai berikut :
1) Terjadinya pergeseran dari konflik ideologi dan politik kearah persaingan
perdagangan, investasi dan informasi dari keseimbangan kekuatan (balance of
power) ke arah keseimbangan kepentingan (balance of interest).

2) Hubungan antara negara/bangsa secara struktural berubah dari sifat


ketergantungan (dependency) kearah saling ketergantungan (interdependent),
hubungan yang bersifat primordial berubah menjadi sifat tergantung kepada
posisi tawar menawar (bergaining position).

3) Batas –batas geografis hampir kehilangan arti operasionalnya. Kekuatan suatu


negara ditentukan oleh kemampuannya memanfaatkan keunggulan komparatif
(comparative advantage) dan keunggulan kompetitif (competitive advantage).

4) Persaingan antar negara sangat diwarnai oleh perang penguasaan teknologi


tinggi. Setiap negara terpaksa menyediakan dana yang besar bagi penelitian dan
pengembangan.

5) Terciptanya budaya dunia yang cenderung mekanistik, efisien, tidak


menghargai nilai dan norma yang ekonomi dianggap tidak efisien.

B. Dampak Negatif Pergaulan Global

Pergaulan global dengan cirinya seperti diutarakan di muka di samping


mendatangkan sejumlah kemudahan bagi manusia, juga mendatangkan efek –
efek negatif tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Pemiskinan nilai spiritual. Tindakan sosial yang tidak mempunyai implikasi


materi (tidak produktif) dianggap sebagai tindakan yang tidak rasional.

2. Kejatuhan manusia dari makhluk spiritual menjadi makhluk material, yang


menyebabkan nafsu hayawaniyyah menjadi pemandu kehidupan manusia.

3. Peran agama digeser menjadi urusan akhirat sedang urusan dunia menjadi
wewenang sain (sekularistik).
4. Tuhan hanya hadir dalam pikiran, lisan, dan tulisan tetapi tidak hadir dalam
perilaku dan tindakan.

5. Gabungan ikatan primordial dengan sistem politik modern melahirkan


nepotisme, birokratisme, dan otoritisme.

6. Individualistik. Keluarga pada umumnya kehilangan fungsinya sebagai unit


terkecil pengambil keputusan. Seseorang bertanggung jawab kepada dirinya
sendiri, tidak lagi bertanggung jawab kepada keluarga. Ikatan moral pada
keluarga semakin lemah, dan keluarga dianggap sebagai lembaga teramat
tradisional.

7. Terjadinya frustasi eksistensial, dengan ciri – cirinya : Pertama, hasrat yang


berlebihan untuk berkuasa (the will to power), bersenang – senang untuk
berkuasa, bersenang – senang mencari kenikmatan (the will to pleasure), yang
biasanya tercermin dalam perilaku yang berlebihan untuk mengumpulkan uang
(the will to money), untuk bekerja (the will to work), dan kenikmatan seksual
(the will to sex). Kedua, kehampaan eksistensial berupa perasaan serba hampa,
hidupnya tidak bermakna, dan lain – lain. Ketiga, neuroses noogenik : perasaan
hidup tanpa arti, apatis, bosan, tak mempunya tujuan, dan sebagainya. Keadaan
semacam ini semakin banyak melanda manusia, hari demi hari.

8. Terjadinya ketegangan – ketegangan informasi di kota dan di desa, kaya dan


miskin, konsumeris, kekurangan dan sebagainya.

C. Kiprah Islam di Era Globalisasi

Globalisasi adalah hal yang tidak dapat di hindari dan memang tidak perlu
untuk di hindari. Persoalannya adalah bagaimana menampilkan Islam dalam
kancah global tersebut. Agar Islam dapat memberikan konstribusi yang berarti
bagi masyarakat global, maka Islam diharapkan tampil dengan nuansanya
sebagai berikut :
Pertama, menampilkan Islam yang lebih ramah dan sejuk, sekaligus
menjadi pelipur lara bagi kegerahan hidup manusia modern. Tawaran ini
mengharuskan umat Islam menghayati nilai – nilai universal yang diajarkan
Islam dan teologi inklusif yang diperankan oleh Nabi Muhammad SAW.
Disamping itu, tawaran ini akan menhapus kehampaan spiritual dan
kekosongan sebagai gaya hidup Fir’aun akibat hiruk pikuk kehidupan global
yang hedonistik dan materialistik.

Kedua, Islam yang toleran terhadap manusia secara keseluruhan agama


apapun yang diaturnya. Sebab Islam adalah rahmatan lil-‘alamin,
mendatangkan kebaikan dan kedamaian untuk semua. Dengan sikap ini, Islam
mengakui tentang pluralisme, baik keberagaman pendapat, pemahaman, etnis
dan agama.

Ketiga, menampilkan visi Islam yang dinamis, kreatif, dan inovatif


sehingga bisa membebaskan umat Islam dari belenggu – belenggu dan penjara
taqlid, status quo, menyukai kemapanan, dan alergi terhadap pembaharuan,
harus ditinggalkan. Karena sikap – sikap tersebut menyebabkan kreatifitasnya
sebagai manusia menjadi hilang.

Keempat, menampilkan Islam yang mampu mengembangkan etos kerja,


etos politik, etos ekonomi, etos ilmu pengetahuan, dan etos ilmu pengetahuan,
dan etos pembangunan karena sepanjang sejarah kelima etos itulah yang dapat
mendatangkan kejayaan umat Islam.

Kelima, menampilkan revivalitas Islam, dalam bentuk intensifikasi


keislaman lebih berorientasi “kedalam” (inward oriented) yakni membangun
kesalehan intristik dan esoteris, daripada intensifikasi diarahkan “keluar”
(outward oriented), yang lebih bersifat ekstrinsik dan eksoteris, yakni sekedar
kesalehan formalitas.
Dari analisis di atas, dapat di tarik pemahaman bahwa peran Islam di era
globalisasi perlu diarahkan pada peningkatan daya jawabnya terhadap problema
kehidupan kontemporer, dan tetap berpegang teguh pada nilai – nilai ajaran al-
Qur’an dan al-Sunnah. Salah satu upaya ke arah itu adalah umat Islam harus
mampu mengambil nilai positif dari kemodernan dan tetap memberi apresiasi
yang wajar terhadap khazanah intelektual Islam klasik sesuai dengan
kebutuhan. Sehingga jargon “al-islam sholihun li kulli zaman wa makan” dapat
di transformasikan sesuai dengan kenyataan empirik yang dihadapi oleh umat
Islam, kini dan yang akan datang.
BAB IV
PENUTUP

Globalisasi bukan hanya gejala abad ke – 20 atau abad ke – 21. Proses


itu sudah mulai berabad – abad yang lalu ketika manusia berhasil mengelilingi
dunia oleh para pionir seperti Marcopolo dan Colombus. Jadi, globalisasi
berawal dari transportasi dan komunikasi. tetapi, dampaknya segera terasa
dalam bidang kehidupan manusia, baik ekonomi, politik, perdagangan, gaya
hidup dan bahkan agama.
Apa yang membuat globalisasi suatu kecenderungan yang mencolok
sejak menjelang akhir abad yang lalu, dan yang membedakannya secara tajam
dari proses globalisasi dalam abad – abad yang lalu, adalah faktor kecepatan.
Ini disebabkan oleh kemajuan yang pesat dalam bidang teknologi informasi dan
komunikasi, khususnya dalam bentuk computer, faximile, internet, dan e-mail
maupun kemajuan yang pesat dalam bidang transportasi, khususnya
penerbangan antar benua.

Globalisasi adalah hal yang tidak dapat di hindari dan memang tidak
perlu untuk di hindari. Persoalannya adalah bagaimana menampilkan Islam
dalam kancah global tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

IAIN Sunan Ampel Surabaya, Tim Penyusun. “Pengantar Studi Islam”. 2004.
IAIN SUNAN AMPEL PRESS

Anda mungkin juga menyukai