Anda di halaman 1dari 12

Manajemen Infeksi HIV selama Kehamilan di Amerika Serikat: Rekomendasi

Berbasis Bukti yang Diperbaharui dan Potensi Praktik di Masa Depan


Bassam H. Rimawi, Lisa Haddad, Martina L. Badell, Rana Chakraborty

1. Pendahuluan
Infeksi HIV pada neonatus merupakan hasil penularan dari ibu ke janin yang
belum dilahirkan in utero, atau selama periode intrapartum, atau postpartum sekunder
saat menyusui.1 Di Amerika Serikat, penularan perinatal telah diturunkan menjadi
kurang dari 1% di banyak negara bagian, menggambarkan implementasi dari intervensi
selama kehamilan, termasuk memulai terapi antiretroviral kombinasi (cART) untuk
mensupresi jumlah virus (viral load) dibawah kadar deteksi dan menghindari menyusui
selama periode postpartum.1,2 Panduan HIV perinatal di Amerika Serikat terus
berkembang. Di sini, kami menyajikan ulasan yang menguraikan rekomendasi perinatal
terbaru, serta praktik masa depan yang berpotensial untuk penyedia layanan medis yang
merawat wanita hamil dengan infeksi HIV.

2. Insidensi Penularan HIV Perinatal


Secara global, angka kumulatif penularan HIV intrauterin, intrapartum, dan
postparum berkisar antara 35 – 40%.2 Pada populasi ibu menyusui, penularan HIV
melalui menyusui berkontribusi sebanyak 40 – 45% dari keseluruhan penularan dari ibu
ke anak (http://www/unaids/org/en/media/unaids/contentassets/documents/unaid
publication/2011/20110609_JC2137_Global-Plan-Elimination-HIV-CHildren_en.pdf).
Sejauh ini, kadar jumlah virus HIV maternal merupakan faktor paling prediktif untuk
penularan HIV perinatal. Jumlah virus HIV yang lebih tinggi berkolerasi dengan risiko
lebih besar untuk penularan perinatal, walaupun penularan dapat terjadi pada jumlah
virus berapapun, bahkan ketika kadar jumlah virus di plasma sistemik berada dibawah
kadar deteksi.3 Secara global, angka penularan HIV dapat diturunkan hingga kurang
dari 1% pada wanita hamil yang patuh mengonsumsi cART dengan supresi virologi dan
rekomendasi perinatal lainnya.4,5 Tanpa intervensi, angka penularan ini dapat mencapai
25%.2 Di antara wanita Hispanik/Latin dan Kaukasia, angka penularan HIV tetap relatif
stabil pada tahun 2012 (berturut-turut sebesar <2% dan 1%).1,2
3. Konseling Prakonsepsi
Seluruh wanita usia produktif yang terinfeksi HIV harus mendapatkan konseling
sebelum merencanakan kehamilan, sehingga diskusi terinci mengenai persalinan dapat
dilakukan. Fokus utama pada konseling ini harus mencakup pencegahan penularan HIV
dari ibu ke anak dengan memulai atau melanjutkan regimen cART terpilih yang tepat6,
kepatuhan terhadap medikasi selama kehamilan dan periode postpartum, dan
mengidentifikasi adanya potensi hambatan7 yang dapat berpengaruh terhadap retensi
perawatan HIV postpartum.8,9 Sampai saat ini, kemampuan untuk mencapai supresi
maksimal dari virus sebelum konsepsi dan selama kehamilan merupakan sarana yang
paling memprediksi pencapaian risiko terendah untuk potensi penularan dari ibu ke
anak.6 Konseling prakonsepsi harus bertujuan untuk mengidentifikasi wanita yang
mungkin menjadi korban dari kekerasan pasangan intim, depresi, dan gangguan
psikologi atau psikiatri lainnya yang mungkin dapat menjadi penghalang untuk
pencegahan penularan dari ibu ke anak dan untuk mengobati serta mendapatkan kontrol
dari kondisi ini sebelum merencanakan kehamilan.10 Strategi ini tidak hanya
memberikan keamanan konsepsi dan kepatuhan terhadap cART, namun juga
memberikan keluaran kehamilan yang lebih baik.10

4. Pasangan HIV Konkordan dan Diskordan


Konsultasi sebaiknya mencakup seorang ahli pengobatan perinatal dan/atau
spesialis yang berpengalaman dalam mengobati individu yang terinfeksi HIV.11 Pada
pasangan diskordan yang melibatkan wanita yang terinfeksi HIV, konsepsi melalui
inseminasi buatan berjangka merupakan pilihan yang paling aman, baik dengan
inseminasi sendiri atau dengan inseminasi intrauterin.12 Ketika pasangan diskordan
melibatkan pria yang terinfeksi HIV, pilihan paling aman adalah kehamilan melalui
inseminasi dengan donor sperma yang HIV negatif. Jika pasangan tidak menginginkan
sperma donor, analisis semen direkomendasikan sebelum mengusahakan kehamilan
untuk mencegah paparan yang tidak dinginkan pada cairan genital jika didapatkan
abnormalitas semen. Teknik mempersiapkan sperma yang dilanjutkan dengan
inseminasi intrauterin atau fertilisasi in vitro dapat mengurangi risiko paparan.12
5. Perawatan Antepartum pada Wanita yang Teinfeksi HIV
Kesulitan dan hilangnya kesempatan persalinan di layanan kesehatan mencakup
kegagalan pemberi layanan kesehatan untuk mendeteksi HIV pada wanita hamil yang
idealnya dilakukan pada trimester pertama atau pada kunjungan prenatal yang pertama
kali.7 Adanya penularan biasanya terjadi pada wanita hamil dengan keterbatasan atau
tidak melakukan layanan prenatal, dan wanita yang menolak menjalani skrining HIV
saat kehamilan.13 Wanita hamil yang tidak menjalani skrining HIV sebelumnya dan
akan menjalani persalinan secepatnya maka membutuhkan tes cepat HIV saat waktu
mulai rawat inap.14 Jika hasil tes cepat HIV positif dan dianggap akan menjalani
persalinan aktif untuk indikasi obstetrik lainnya, maka direkomendasikan menjalani
interventasi segera untuk menurunkan penularan HIV intrapartum, termasuk kombinasi
pemberian terapi zidovudin intravena kepada maternal, setidaknya tiga jam sebelum
persalinan dengan seksio caesaria, dan profilaksis postnatal untuk bayi dengan regimen
ARV kombinasi zidovudin dan nevirapin.15 Selama menunggu konfirmasi laboratorium,
tidak boleh sampai menunda intervensi ini.11
Untuk ibu hamil yang telah positif HIV, pemeriksaan jumlah virus HIV RNA
kuantitatif harus dilakukan tiap bulan; namun, beberapa pemberi layanan kesehatan
dapat mempertimbangkan jarak pemeriksaan yang lebih lama menjadi tiap dua bulan
pada wanita hamil yang secara konsisten memiliki jumlah virus HIV-1 RNA selalu
dibawah kadar deteksi dengan cART yang efektif.16 Gambar 1 memberikan ilustrasi
algoritma manajemen HIV selama kehamilan.

6. Diagnosis HIV selama Kehamilan


Tes skrining yang positif dengan modalitas pemeriksaan HIV konvensional, baik
dengan pemeriksaan antigen/antibodi HIV1/2 atau dengan pemeriksaan generasi
keempat pada dasarnya dapat mendiagnosis infeksi HIV.17 Modalitas pemeriksaan yang
lebih baru, mencakup tes cepat HIV Multispot dimana memasukkan kombinasi tes cepat
HIV-1/HIV-2 untuk membedakan antara infeksi HIV-1 dan HIV-2; oleh karena itu, tes
Multispot yang positif dapat mengkonfirmasi diagnosis HIV.17,18 Namun, jika tes
Multispot menunjukkan hasil negatif, pemeriksaan tambahan untuk menegakkan
diagnosis infeksi HIV mencakup pemeriksaan lanjutan dengan tes polymerase chain
reaction (PCR).18 Sensitivitas dan spesifisitas tes cepat HIV hampir mendekati 100%
dengan nilai prediksi positif tergantung pada prevalensi penyakit untuk populasi umum
yang menjalani pemeriksaan.19,20 Pada populasi dengan tingkat prevalensi yang rendah,
maka didapatkan angka prediksi positif yang lebih rendah.19 Tabel 1 menunjukkan
perbedaan dari pemeriksaan diagnostik yang tersedia untuk mendiagnosis HIV pada
wanita hamil.

Tabel 1: Modalitas Pemeriksaan untuk Mendiagnosis HIV pada Kehamilan*


Pemeriksaan Hal yang Periode Ketersediaan Sensitivitas Spesifisitas
HIV diperiksa jendela hasil
ELISA Antibodi HIV 3 bulan 2 hari – 2 minggu >99% >98%
Tes antigen Protein virus p24 11 hari – 1 2 hari – 1 minggu 90% 100%
(p24) bulan
Tes generasi Antibodi dan p24 11 hari – 1 2 hari – 2 minggu >99,7% >99,3%
keempat bulan
Tes Material genetik 12 hari 2 hari – 1 minggu >99% >99%
PCR/NAAT HIV
Tes cepat Antibodi 3 bulan Dalam 20 menit >99% >98%
*AIDSInfo: Rekomendasi untuk penggunaan obat antiretroviral pada wanita hamil yang terinfeksi HIV
untuk intervensi dan kesehatan maternal dalam menurunkan penularan HIV perinatal di Amerika Serikat.
Panel HHS mengenai pengobatan wanita hamil dengan HIV dan pencegahan penularan perinatal,
sebuah kelompok kerja the office of AIDS reasearch advisory council (OARAC), 2015,
http://aidsinfo.nih.gov/guidelines.

Wanita hamil yang Pertimbangan vaksin antepartum:


terinfeksi HIV (i) Seri vaksin hepatitis B
Kerjasama dengan (ii) Vaksin hepatitis A (cth: Twinrix)
spesialis pengobatan fetal (iii) Vaksin Tdap (≥28 minggu)
dan/atau penyakit (iv) Vaksin influenza
menular (v) Vaksin Pneumovax 23/Prevnar 13
Menerima terapi (vi) Vaksin meningokokal jika ada indikasi
antiretroviral (cART)?

Tidak Ya Manajemen intrapartum

i. Menilai kepatuhan pasien


ii. Menilai profil keamanan Jumlah virus HIV-1 <1.000 Jumlah virus HIV-1 ≥1.000
medikasi selama kehamilan kopi/mL kopi/mL
iii. Melanjutkan cART selama
kehamilan

(i) Pertimbangkan persalinan pervaginam


Tidak (ii) Lanjutkan cART antepartum
(iii) Tidak dibutuhkan zidovudine perinfus*

Memulai cART Muntah hebat dan/atau kondisi (i) Menambahkan zidovudin IV pada
secepatnya jika tidak ada lainnya yang menyulitkan asupan cART antepartum selama minimal 3
kontraindikasi obstetrik oral jam sebelum persalinan
(ii) Melanjutkan cART antepartum
(iii) Persalinan dengan seksio caesaria
Ya

Manajemen postpartum
Regimen ARV harus dihentikan secara simultan (i) Konseling kontrasepsi
dan dimulai lagi secepatnya (ii) Hindari menyusui
(iii) Menghubungkan layanan HIV dengan spesialis HIV
(iv) Melanjutkan regimen cART
(v) Profilaksis bayi dengan zidovudin

Gambar 1: Algoritma manajemen HIV selama kehamilan. *Zidovudin perinfus tidak dibutuhkan pada wanita
dengan HIV yang patuh dengan cART dan yang memiliki jumlah virus HIV <1.000 kopi/mL saat persalinan.
7. Skrining Koinfeksi dan Rekomendasi Vaksinasi
Pemeriksaan koinfeksi hepatitis C direkomendasikan untuk wanita hamil dengan
HIV positif, sebagai tambahan dari pemeriksaan laboratorium prenatal rutin selama
trimester pertama atau saat memulai perawatan prenatal dimana telah mencakup
pemeriksaan hepatitis B dan sifilis.16

Tabel 2: Regimen terapi untuk wanita hamil dengan HIV


Nama Dagang Sediaan Keterangan
Regimen yang lebih disukai
Dua-NRTI
Trizivir ABC/3TC Pasien dengan jumlah virus HIV RAN
>100.00 kopi/mL sebaiknya tidak
mendapatkan terapi kombinasi yang
mengandung ABC/3TC dengan
ATV/ritonavir atau efavirenz
Truvada TDF/FTC atau 3TC Kombinasi NRTI dengan dasar TDF
harus digunakan dengan perhatian pada
pasien dengan insufisiensi ginjal
Combivir ZDV/3TC Kombinasi terapi NRTI membutuhkan
pemberian 2x/hari dan meningkatkan
risiko toksisitas darah
Regimen inhibitor protease
Reyataz ATV/r dengan dua NRTI Hiperbilirubinemia maternal
Prezista DRV/r dengan dua NRTI Harus dikonsumsi dua kali sehari pada
kehamilan
Regimen NNRTI
Efavirenz EFV dengan dua NRTI Dikhawatirkan karena menimbulkan
defek lahir pada studi primati, risiko
masih belum jelas pada manusia
Raltegravir RAL dengan dua NRTI Reduksi jumlah virus yang cepat.
Dibutuhkan dosis dua kali sehari
Regimen alternatif
Regimen inhibitor protease
Kaletra LPV/r Lebih sering menimbulkan mual.
Pemberian dua kali sehari pada
kehamilan
Complera RPV/TDF/FTC (atau RPV RPV tidak direkomendasikan dengan
dengan dua NRTI) HIV RNA sebelum terapi >100.000
kopi/mL atau hitung CD4 <200 sel/mm3.
Jangan digunakan dengan PPI. Data PK
tersedia pada kehamilan namun sedikit
penggunaanya pada kehamilan. Tersedia
pada bentuk pil tunggal untuk sekali
sehari.
NRTI: Inhibitor transkriptase reverse nukleosida atau nukleotida, NNRTI: Inhibitor transkriptase reverse
nonnukleosida atau nonnukleotida. ABC: abacavir, 3TC: lamivudin, TDF: tenofovir disoproksil, FTC:
emtricitabin, ZDV: Zidovudin, ATV: atanavir, r: ritonavir (regimen penguat), DRV: Darunavir, EFV:
Efavirenz; direkomendasikan dimulai setelah usia gestasi 8 minggu, RAL: raltegravir, LPV: lopinavir,
dan RPV: rilpivirin.
Pasien dengan status antibodi permukaan hepatitis B yang negatif harus mendapatkan
seri vaksin hepatitis B selama kehamilan pada trimester berapapun, serta skrining untuk
imunitas terhadap hepatitis A, sebagaimana kombinasi vaksin hepatitis B dan hepatitis
A telah ada saat ini, diketahui dengan nama Twinrex.21 Pasien yang memiliki koinfeksi
dengan infeksi virus ini harus mendapatkan konsultasi dengan penyedia layanan
kesehatan berpengalaman terhadap infeksi HIV dengan hepatitis. Pada pasien dengan
infeksi hepatitis B, seluruh bayi yang baru lahir harus mendapatkan seri vaksin hepatitis
B dan imunoglobulin hepatitis B, sebaiknya dalam 12 jam setelah persalinan dengan
tidak memandang berapapun jumlah virusnya.22,23
Sebagai tambahan vaksinasi untuk hepatitis A dan B selama kehamilan, vaksin
tambahan juga disarankan pada wanita hamil dengan infeksi HIV selama kehamilan,
termasuk vaksin influenza (tidak aktif) selama musim influenza dimana dapat
dianjurkan pada wanita hamil yang tidak divaksinasi selama trimester berapapun dalam
kehamilan, maupun kombinasi vaksin difteri-tetanus-pertusis (Tdap) pada usia
kehamilan sekitar 28 – 36 minggu.23 Vaksin tambahan yang juga dapat diberikan yaitu
vaksin Pneumovax 23 (polisakarida pneumokokal valen-23) dan Prevnar 13 (konjugat
pneumokokal valen-13).23 Vaksin yang tidak boleh diberikan selama kehamilan dan
ditunda hingga periode postpartum jika didapatkan hasil pemeriksaan yang tidak jelas
atau nonimun adalah vaksin terhadap varisela, zoster, human papillomavirus (HPV),
dan MMR (measles, mumps, dan rubella).23 Saat ini, vaksinasi serogrup meningokokal
B (MenB) tidak diberikan selama kehamilan, karena tidak didapatkan informasi yang
cukup mengenai risiko potensial dari vaksin ini selama kehamilan atau selama periode
postpartum untuk ibu menyusui.24

8. Keamanan Agen Antiretroviral selama Kehamilan


Metode paling efektif untuk mengidentifikasi keluaran neonatus/janin yang
merugikan adalah dengan melaporkan paparan semua obat kepada Antiretroviral
Pregnancy Registry.25 Informasi yang dibutuhkan pada register ini dapat dengan mudah
didapatkan secara online di http://www.apregistry.com untuk wanita hamil yang
terinfeksi HIV. Sementara itu, tabel 3 menampilkan keluaran kehamilan yang
merugikan yang paling sering dilaporkan untuk antiretroviral (ARV) tertentu.
Tabel 2: Keluaran kehamilan untuk agen antiretroviral tertentu selama kehamilan*
Nama dagang Keluaran kehamilan yang merugikan
Maternal Fetal/neonatal
NRTI
Zidovudin Berpotensi untuk toksisitas darah Persalinan prematur37, KMK37,
(anemia, supresi sum-sum BBLR37 dan PJB35
52
tulang) , termasuk peningkatan
tes fungsi liver53,
myelotoksisitas54, pankreatitis
akut54, preeklampsia, dan
penyakit hipertensi lainnya55
Tenofovir disoproksil fumarat Toksisitas ginjal56 dan tulang57 Penurunan densitas tulang58
NNRTI
Efavirenz Ruam dan interaksi obat59 Kekhawatiran mengenai defek
lahir terlihat pada studi
primata60, namun studi terbaru
tidak menunjukkan peningkatan
risiko defek tabung neural
Abacavir Abacavir tidak boleh digunakan Tidak ada
pada pasien dengan HLA-
B*5701 positif karena tes yang
positif meningkatkan risiko
reaksi hipersensitivitas56, mual,
muntah, diare, dan nyeri
abdomen59
Didanosine Pankreatitis (akut dan kronis)54 Studi awal menunjukkan adanya
dan neuropati hubungan anomali janin,
khususnya anomali kepala dan
leher apabila terpapar pada
trimester pertama35, namun,
studi terbaru tidak mendapatkan
keluaran yang merugikan62
¥
Nevirapin Peningkatan hepatotoksisitas Tidak didapatkan adanya
sebanyak 10 kali lipat63,64 malformasi janin64
Emtricitabin Sakit kepala, mual, muntah, dan Tidak ada65
diare59
Inhibitor Protease
Ritonavir Mual, muntah, peningkatan
trigliserida, dan transaminase59
Atazanavir Nyeri abdomen, diare, mual, dan Persalinan prematur31,32,34,66
peningkatan tes fungsi hati59
Lopinavir Mual, muntah, diare, dan Persalinan prematur21,31,34,66
59
pankreatitis
Darunavir Hiperbilirubinemia maternal dan Persalinan prematur31,32,34,66
mual
*Tabel menunjukkan daftar pendek ARV yang telah diperbaharui dan masalah keamanan yang dilaporkan
¥Nevirapin dapat menyebabkan hepatotoksisitas yang fatal dan parah antara wanita dengan angka limfosit
CD4 >250 sel/µL.
NRTI: Inhibitor transkriptase reverse nukleosida atau nukleotida, NNRTI: Inhibitor transkriptase reverse
nonnukleosida atau nonnukleotida, persalinan prematur= < 37 minggu, KMK: kecil untuk masa
kehamilan (BB lahir dibawah persentil 10 untuk usia gestasi), BBLR: berat badan lahir rendah (kurang
dari 2500 gram), PJB: penyakit jantung bawaan.

Studi kohort kecil mengemukakan kekhawatiran bahwa ARV selama kehamilan


berhubungan dengan berat badan lahir rendah dan kelahiran prematur26-29, dimana
kekhawatiran ini dapat disebabkan oleh keparahan penyakit daripada kaitannya dengan
ARV.30 Studi lain telah mengevaluasi penggunaan inhibitor protease dan risiko
persalinan prematur31-34, seperti penggunaan zidovudin dan risiko defek jantung
kongenital35, dimana penggunaan obat lainnya menunjukkan keluaran kehamilan yang
baik.36
Regimen ARV spesifik dari wanita hamil dengan HIV yang melahirkan bayi yang
terpapar HIV namun memiliki HIV negatif, telah dievaluasi pada studi kohort besar di
Afrika sub Sahara dengan lebih dari 3000 pasien diteliti hubungannya dengan keluaran
kehamilan yang merugikan, khususnya persalinan prematur, bayi kecil untuk masa
kehamilan (KMK), dan berat badan lahir rendah (BBLR),37,38 mengenai hubungannya
terhadap durasi paparan ARV. Peneliti mendapatkan adanya peningkatan risiko sebesar
30% untuk persalinan prematur diantara bayi yang terpapar ARV, dengan risiko
tertinggi dimiliki oleh wanita hamil yang memulai ARV sebelum konsepsi,
dibandingkan dengan wanita hamil yang memulai ARV saat kehamilan atau menerima
monoterapi zidovudin.37 Demikian pula dengan didapatkannya peningkatan risiko
sebesar 20% pada janin yang didiagnosis dengan KMK ketika mendapat paparan ARV
selama kehamilan dan sebelum konsepsi; namun, tidak didapatkan perbedaan yang
signifikan pada keseluruhan neonatus KMK ketika menilai paparan ARV yang
berbeda.37
Angka kejadian persalinan prematur (25%) dan KMK (13%) paling tinggi
didapatkan pada wanita yang diobati dengan inhibitor protease selama kehamilan.37
Studi juga menemukan bahwa peningkatan kemungkinan BBLR pada wanita yang
memulai ARV sebelum konsepsi dan pada mereka yang terpapar ARV selama
kehamilan. Secara keseluruhan, studi mendapatkan bahwa wanita hamil yang terpapar
ARV dengan durasi mulai pengobatan yang lebih lama sebelum kehamilan memiliki
angka yang paling tinggi untuk kejadian persalinan prematur, KMK, dan BBLR.37
39,40
Mekanisme pasti dari keluaran kehamilan ini masih belum jelas , dibutuhkan
evaluasi komparatif lebih lanjut terhadap regimen yang berbeda.
Dosis maternal untuk infus zidovudin pada intrapartum telah diteliti dan
dibandingkan dengan paparan terapeutik untuk menilai konsentrasi pada janin.41
Menurunkan dosis pemuatan infus maternal dari 2 mg/kg menjadi 1 mg/kg dalam satu
jam, diikuti penurunan dosis rumatan 1 mg/kg menjadi 0,5 mg/kg tiap jam hingga
persalinan dapat menurunkan paparan terhadap janin.41 Hal ini juga bisa didapatkan
dengan mengonsumsi zidovudin oral tiap lima jam, dimulai dari onset persalinan hingga
saat persalinan, diikuti dengan pemberian profilaksis neonatus dengan zidovudin segera
setelah lahir.41 Penurunan dosis zidovudin selama beberapa hari pertama kehidupan
neonatus merupakan hal yang penting.
Sementara pengobatan HIV selama kehamilan merupakan hal krusial dan
manfaatnya melebihi risiko untuk pencegahan penularan ibu ke anak, profil keamanan
ARV selama kehamilan menunjukkan hasil yang bertentangan. Idealnya, pemberi
layanan kesehatan memberikan perawatan HIV pada wanita usia produktif dengan
pemberian ARV yang dimulai sebelum kehamilan dan dilanjutkan selama kehamilan,
atau sedini mungkin saat ARV bisa ditoleransi untuk mencapai tujuan utama berupa
supresi virus dan pencegahan penularan ibu ke anak.

9. Perawatan Postpartum
Seluruh wanita yang terinfeksi HIV harus menjalani kunjungan tindak lanjut rutin
saat postpartum dengan dokter obstetriknya. Setelah persalinan, kesinambungan
perawatan HIV merupakan hal yang penting dengan rujukan kepada spesialis penyakit
infeksi. Konseling pasien mengenai kepatuhan terhadap cART, pada kadar CD4
berapapun, merupakan hal yang sangat penting, mengingat wanita yang terinfeksi HIV
menjadi tidak patuh pada cART selama tindak lanjut setelah persalinan.
Upaya ke depan harus diarahkan untuk beradaptasi terhadap strategi terbaru di
Amerika Serikat untuk mencapai retensi postpartum pada layanan kesehatan HIV,42
terutama karena adanya keterbatasan jumlah laporan yang dipublikasi mengenai strategi
ini selama periode postpartum. Strategi tersebut mencakup diskusi mengenai
pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan dengan konseling kontrasepsi, seperti
strategi pencegahan HIV/IMS dengan penggunaan kondom yang konsisten dan
profilaksis sebelum paparan. Sebagai tambahan, sama dengan ketika konseling
prakonsepsi, konseling postpartum harus membicarakan tentang adanya kekerasan
pasangan intim, depresi postpartum, dan masalah kesehatan mental lainnya yang
membutuhkan pengobatan, serta menghubungkan dengan layanan kekerasan pasangan
intim.43,44
10. Tindak Lanjut pada Bayi dan Profilaksis Postnatal
Dengan tidak mempertimbangkan jumlah virus maternal, seluruh bayi yang lahir
dari wanita yang terinfeksi HIV harus dimandikan segera untuk membersihkan segala
sekresi maternal yang memiliki potensi infeksius.8 Hitung darah lengkap dan
pemeriksaan diagnostik HIV dengan PCR HIV DNA harus dilakukan untuk
menyingkirkan adanya infeksi HIV, dilanjutkan dengan pemberian ZDV untuk
profilaksis. Dalam 12 jam setelah lahir dan idealnya tidak lebih dari 24 jam, seluruh
neonatus yang lahir dari ibu yang positif HIV harus mendapatkan serangkaian terapi
ZDV, dimana jika di Amerika Serikat terapi ini akan dilanjutkan selama 6 minggu.
Namun, regimen terapi selama 4 minggu dapat dipertimbangkan untuk bayi cukup
bulan dengan ibu yang mempertahankan supresi virus HIV selama antenatal.45,46
Studi terbaru mengevaluasi tiga regimen cART postpartum untuk neonatus yang
lahir dari ibu dengan HIV yang tidak mendapatkan cART antepartum atau memiliki
jumlah virus >1.000 kopi/mL saat dekat waktu persalinan.47 Kombinasi profilaksis
dengan regimen 2 obat (zidovudin dengan nevirapin) maupun 3 obat (zidovudin,
nelfinavir, dan lamivudin) didapatkan efikasi yang secara signifikan lebih tinggi dalam
mengurangi angka penularan HIV, jika dibandingkan dengan monoterapi zidovudin
saja.47 Departemen Kesehatan dan Layanan Masyarakat Amerika Serikat saat ini
merekomendasikan pemberian minimal 3 dosis nevirapin pada 7 hari pertama
kehidupan, sebagai tambahan terapi ZDV sebagai profilaksis selama risiko tinggi
paparan perinatal saat jumlah virus HIV maternal sebanyak atau dianggap lebih dari
1.000 kopi/mL.
Premastikasi makanan untuk bayi ibu dengan infeksi HIV harus dihindari, karena
hal ini berisiko untuk penularan HIV.48 Konsultasi HIV perinatal secara gratis, termasuk
perawatan neonatus yang terpapar HIV, tersedia untuk penyedia layanan kesehatan pada
The National Perinatal HIV Hotline 1-888-448-8765.
Persalinan pada usia kehamilan yang hampir cukup bulan dapat berkaitan dengan
peningkatan penerimaan unit perawatan intensif neonatus dan biaya rumah sakit yang
lebih tinggi, jika dibandingkan dengan usia kehamilan diatas 39 minggu.49
Rekomendasi yang diberikan oleh the American College of Obstetricians and
Gynecologists (ACOG) berupa persalinan dengan seksio caesaria pada usia kehamilan
38 minggu untuk wanita hamil dengan jumlah virus HIV-1 RNA >1.000 kopi/mL.50
Kami saat ini merekomendasikan persalinan sebelum usia gestasi 39 minggu untuk
kondisi risiko tinggi lainnya, jika keuntungan persalinan yang lebih cepat melebihi
risiko manajemen ekspektatif; oleh karena itu, pengurangan risiko persalinan atau
ketuban pecah spontan antara usia kehamilan 38 – 39 minggu pada wanita HIV dengan
jumlah virus HIV-1 RNA >1.000 kopi/mL melebihi peningkatan risiko neonatus yang
sangat sedikit pada persalinan 38 minggu dibandingkan 39 minggu.51

11. Ringkasan untuk Potensi Praktik di Masa Depan


i. Penyedia layanan kesehatan idealnya memberikan ARV untuk wanita usia
produktif yang terinfeksi HIV dari sebelum kehamilan dan dilanjutkan selama
kehamilan atau secepat mungkin saat ARV dapat ditoleransi saat kehamilan untuk
mencapai tujuan utama dalam mensupresi virus dan pencegahan penularan ibu ke
anak.
ii. Selama konseling prakonsepsi dan periode pospartum, penyedia layanan
kesehatan harus mengidentifikasi wanita yang mungkin menjadi korban kekerasan
pasangan, depresi, dan penyakit psikologi atau psikitri lainnya yang dapat menjadi
penghambat dalam pencegahan penularan ibu ke anak dan mengobati serta
mendapakan kontrol dari kondisi ini sebelum merencanakan kehamilan
iii. Strategi ini tidak hanya memberikan konsepsi yang lebih aman dan kepatuhan
terhadap cART yang lebih baik, namun juga menghasilkan keluaran kehamilan
yang lebih baik dan keluaran kehamilan merugikan yang lebih sedikit, sehingga
pasien akan lebih patuh untuk melakukan kunjungan prenatal dan mengikuti
rekomendasi yang diberikan oleh penyedia layanan obstetrik.
iv. Pencegahan kesulitan dan hilangnya kesempatan persalinan di layanan kesehatan
dapat dicapai dengan skrining seluruh wanita hamil terhadap HIV pada trimester
pertama atau pada kunjungan prenatal pertama, sehingga bisa mendapatkan
diagnosis dini HIV dan memulai cART lebih awal pada kehamilan
v. Retensi perawatan HIV saat postpartum merupakan hal yang penting dan dapat
dicapai melalui strategi yang mencakup diskusi mengenai kehamilan yang tidak
direncanakan dengan konseling kontrasepsi sebagai strategi preventif, seperti
penggunaan kondom secara konsisten dan profilaksis sebelum paparan.
Sumber Terjemahan:
Rimawi BH, Haddad L, Badell ML, Chakraborty R. Management of HIV Infection
during Pregnancy in the United States: Updated Evidence-Based Recommendations and
Future Potential Practices. Infectious Diseases in Obstetrics and Gynecology, 2016.

Anda mungkin juga menyukai