Anda di halaman 1dari 17

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN

OCULUS DEXTRA COMPOUND MIOP ASTIGMAT DAN


OCULUS SINISTRA SIMPLE MIOP ASTIGMAT

DISUSUN OLEH :

Fiqih Eka Putra C014181023


Andi Sadid Suheil AZ C014172003

RESIDEN PEMBIMBING :

dr. Arandz Ruttu

SUPERVISOR :
dr. Nursyamsi, Sp.M, M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019

i
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:


Nama : Fiqih Eka Putra
NIM : C014181023

Nama : Andi Sadid Suheil AZ


NIM : C014172003

Judul Case Report :


OCULUS DEXTRA COMPOUND MIOP ASTIGMAT DAN OCULUS
SINISTRA SIMPLE MIOP ASTIGMAT

Telah menyelesaikan tugas tersebut dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian
Mata Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, 22 Mei 2019

Supervisor Pembimbing Residen Pembimbing

dr. Nursyamsi, sp.M, M.Kes dr. Arandz Ruttu

ii
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Sampul...................................................................................................................i
Lembar Pengesahan...........................................................................................ii
Daftar isi............................................................................................................ iii
Daftar Gambar.......................................................................................................................iv
BAB I Laporan Kasus...................................................................................1
I Identitas Pasien....................................................................................1
II Anamnesis........................................................................................... 1
III Pemeriksaan Oftalmologi....................................................................2
IV Resume....................................................................................................................4
V Diagnosis Kerja....................................................................................................4
VI Penatalaksanaan...................................................................................................4
VIII Prognosis................................................................................................................5
IX Diskusi....................................................................................................................5
BAB II Tinjauan Pustaka.............................................................................6
A. Anatomi dan Fisiologi...........................................................................6
B. Emetropia..............................................................................................6
C. Akomodasi............................................................................................7
D. Ametropia..............................................................................................8
E. Astigmatisme.........................................................................................8
F. Jenis Astigmatisme................................................................................9
G. Gejala Klinis.........................................................................................10
H. Penatalaksanaan....................................................................................10
I. Komplikasi............................................................................................ 10
Daftar Pustaka.............................................................................................. 12

iii
BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. H. T.
Tanggal Lahir / Umur : 27-04-1996 / 22 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku Bangsa : Bugis
Agama : Islam
Alamat : Makassar
Pekerjaan : Mahasiswa
Tgl. Pemeriksaan : 13 Mei 2019
No. Rekam Medik : 119942
Rumah Sakit : RSP. UNHAS

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Penglihatan kabur dan berbayang pada kedua mata

Anamnesis terpimpin
Pasien mengeluhkan penglihatan kabur dan berbayang pada kedua mata.
Keluhan ini mulai dirasakan sejak 1 tahun yang lalu. Keluhan terjadi secara
perlahan-lahan. Pasien menyadari penglihatannya terasa berbayang jika pasien
melihat ke arah yang jauh. Pasien merasa perlu mengecilkan celah kelopak
matanya jika ingin melihat. Apabila melihat sesuatu yang dekat pasien masih bisa
melihat dengan jelas. Tidak ada riwayat keluhan mata merah, tidak ada rasa nyeri
pada mata, tidak ada produksi air mata berlebih, tidak ada kotoran mata berlebih.
Pasien juga mengeluhkan sering sakit kepala jika harus fokus untuk melihat
dengan jelas. Riwayat pasien menggunakan kacamata yang dibeli dari toko optik,
namun tidak diketahui ukurannya. Pasien juga jarang menggunakan kacamata
tersebut. Tidak ada riwayat trauma dan operasi pada mata. Tidak ada riwayat
keluhan yang sama dalam keluarga. Tidak ada riwayat tekanan darah tinggi dan
kencing manis.
Tanda – Tanda Vital

Keadaan Umum : Baik/Gizi Cukup/Compos Mentis, GCS : 15

Tekanan Darah : 110/80 mmHg

Nadi : 86x/menit

Pernapasan : 20x/menit

Suhu : 36,7oC

III. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI

a. Pemeriksaan Fisis
No. Pemeriksaan OD OS
1. Palpebra Tidak ada edema Tidak ada edema
2. Aparatus Lakrimalis Dalam batas normal Dalam batas normal
3. Silia Tidak ada sekret Tidak ada sekret
4. Konjungtiva Tidak ada hiperemis Tidak ada hiperemis
5. Bola Mata Dalam batas normal Dalam batas normal
Ke segala arah Ke segala arah
0
0 0

0 6. 0 Mekanisme Muskular
0 0
0

7. Kornea Jernih Jernih


8. Bilik Mata Depan Dalam batas normal Dalam batas normal
9. Iris Coklat, Ada krypte Coklat, Ada krypte
Bulat, letak sentral, Bulat, letak sentral,
10. Pupil
Refleks Cahaya Positif Refleks Cahaya Positif
11. Lensa Jernih Jernih

b. Palpasi
No Pemeriksaan OD OS

1. Tensi Okuler Tn Tn
2. Nyeri Tekan tidak ada tidak ada
3. Massa Tumor tidak ada tidak ada
4. Glandulaperiaurikuler Pembesaran tidak ada Pembesaran tidak ada

c. Tonometri
Non Contact Tonometer :
OD : 18 mmHg
OS : 17 mmHg

d. Tes Konfrontasi
OD: Tidak dapat dinilai
OS: Tidak dapat dinilai

e. Visus
VOD = 20/25 F Pinhole 20/20
VOS = 20/25 F Pinhole 20/20
Refraktometer :
OD : S - 0.25 D / C - 0.50 D 20/20
OS : S Plano / C : - 0.50 D 20/20

f. Penyinaran Oblik

Pemeriksaan OD OS

Konjungtiva Hiperemis tidak ada Hiperemis tidak ada


Kornea Jernih Jernih
Bilik mata depan Kesan normal Kesan normal
Iris Cokelat, kripte ada Cokelat, krypte ada
Pupil Bulat, sentral Bulat, sentral,
RC positif RC positif
Lensa Jernih Jernih
IV. Resume
Pasien mengeluhkan penglihatan berganda pada kedua mata yang
dirasakan sejak 1 tahun yang lalu, terjadi secara perlahan-lahan. Pasien menyadari
penglihatannya berganda jika pasien melihat ke arah yang jauh. Pasien merasa
perlu mengecilkan celah kelopak matanya jika ingin melihat. Apabila melihat
sesuatu yang dekat pasien masih bisa melihat dengan jelas. Mata merah tidak ada,
nyeri pada mata tidak ada, tidak ada air mata berlebih, tidak ada kotoran mata
berlebih. Pasien juga mengeluh sering sakit kepala jika harus fokus untuk melihat
dengan jelas. Pasien memiliki kacamata yang didapatnya dari toko optik namun
tidak diketahui ukurannya. Pasien juga jarang menggunakan kacamata tersebut.
Tidak ada riwayat trauma dan operasi pada mata. Tidak ada riwayat keluhan yang
sama dalam keluarga. Riwayat hipertensi dan diabetes tidak ada.

Pada pemeriksaan fisis didapatkan :

OD : Palpebra tidak edem, silia tidak bersekret, konjungtiva tidak hiperemis,


kornea jernih, bilik mata depan kesan dangkal, iris coklat dan kripte (+), pupil
bulat disentral, middilatasi dan reflex cahaya (+), lensa jernih.

OS : Palpebra tidak edem, silia tidak bersekret, konjungtiva tidak hiperemis,


kornea jernih, bilik mata depan kesan dangkal, iris coklat dan kripte (+), pupil
bulat disentral, middilatasi dan reflex cahaya (+), lensa jernih.

Tonometri (NCT):
 TOD : 18 mmHg
 TOS : 17 mmHg

Visus :
 VOD : 20/25 F Pinhole 20/20
 VOS : 20/25 F Pinhole 20/20

VI. Diagnosis
Oculus Dextra Compound Miop Astigmat + Oculus Sinistra Simple Miop Astigmat

VII. Penatalaksanaan
Non Farmakologi
 Koreksi dengan kacamata monofokal
VIII. Prognosis
Quad Ad Vitam : Bonam
Quad Ad Sanationam : Bonam
Quad Ad Visam : Bonam
Quad Ad Cosmeticam : Bonam

IX. Diskusi
Pasien ini didiagnosis Oculus Dextra Compound Miop Astigmat dan Oculus
Sinistra Simple Miop Astigmat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan
penunjang. Dari anamnesis didapatkan masalah-masalah seperti berikut ini
 Penglihatan berganda pada kedua mata yang dialami sejak 1 tahun yang lalu.
 Perlu mengecilkan celah kelopak mata untuk melihat

Sedangkan dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang didapatkan :

 Pemeriksaan Visus

VOD 20/25F dengan pinhole menjadi 20/20 dan VOs 20/25F dengan pinhole
menjadi 20/20

 Pemeriksaan TIO dengan tonometri :


TOD: 18 mmHg , TOS: 17 mmHg.

 Pemeriksaan Refraktometer :

OD : S - 0.25 D / C - 0.50 D 20/20


OS : S Plano / C : - 0.50 D 20/20
Keluhan utama atau gejala-gejala penderita dengan astigmatisme yaitu
penglihatan yang kabur saat melihat jauh dan membaik saat melihat dekat,
melihat ganda dengan satu atau kedua mata, mengecilkan celah kelopak jika ingin
melihat, sakit kepala, dan mata tegang dan lelah
Pada keadaan astigmatisme, terdapat variasi pada kurvatur kornea atau lensa
pada meridian yang berbeda yang mengakibatkan berkas cahaya tidak difokuskan
pada satu titik. Astigmat biasanya bersifat diturunkan atau terjadi sejak lahir, dan
biasanya berjalan bersama dengan myopia dan hipermetropia dan tidak banyak
terjadi perubahan selama hidup.
Pada kasus astigmat ringan, yang tidak megalami gangguan ketajaman
penglihatan tidak perlu dilakukan koreksi. Pada astigmat yang berat dipergunakan
kacamata silinder, lensa kontak atau pembedahan
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Penglihatan


Mata dapat dianggap sebagai kamera yang mempunyai kemampuan
menghasilkan bayangan yang di biaskan melalui media refraksi yaitu kornea, akuos
humor, sistem diafragma yang dapat berubah-ubah (pupil), lensa, dan korpus vitreus
sehingga menghasilkan bayangan terbalik yang akan dipersepsikan oleh korteks otak.
Susunan lensa mata terdiri atas empat perbatasan refraksi:1
1. Perbatasan antara permukaan anterior kornea dan udara,
2. Perbatasan antara permukaan posterior kornea dan udara,
3. Perbatasan antara humor aqueous dan permukaan anterior lensa kristalinaa,
4. Perbatasan antara permukaan posterior lensa dan humor vitreous.

Gambar 2.1 Struktur Bola Mata Secara Vertical

Masing-masing memiliki indek bias yang berbeda-beda, indek bias udara adalah
1, kornea 1.38, humor aqueous 1.33, lensa kristalina 1.40, dan humor vitreous 1.34.
Selanjutnya bayangan tersebut akan diteruskan oleh saraf optic (N II) menuju korteks
serebri (pusat penglihatan) dan tampak sebagai bayangan tegak.2
Dikenal beberapa titik di dalam bidang refraksi, seperti Punctum Proksimum
yang dimana merupakan titik terdekat dengan akomodasi maksimum bayangan masih
bisa dibiaskan pada retina. Pungtum Remotum adalah titik terjauh tanpa akomodasi,
dimana bayangan masih dibiaskan pada retina.2

2.2. Emetropia
Emetropia berasal dari kata Yunani emetros yang berarti ukuran normal atau
dalam keseimbangan wajar sedangkan dalam arti opsis dapat diartikan sebagai
penglihatan. Pada mata ini daya bias mata adalah normal, di mana sinar jauh
difokuskan sempurna di makula lutea tanpa bantuan akomodasi. Bila sinar sejajar tidak
difokuskan pada makula lutea disebut ametropia. Mata emetropia akan mempunyai
penglihatan normal atau 6/6 atau 100%. Bila media penglihatan seperti kornea, lensa,
dan korpus viterus keruh maka sinar tidak dapat diteruskan di makula lutea. Pada
keadaan dimana media penglihatan keruh maka penglihatan tidak akan 100% atau 6/6.
Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran depan
dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Lensa memegang peranan
membiaskan sinar terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila melihat benda
yang dekat. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh kornea (mendatar,
mencembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panjang, lebih pendek) bola mata
maka sinar normal tidak dapat jatuh ke makula. Keadaan ini disebut ametropia/anomali
refraksi yang dapat berupa miopia, hipermetropia, atau astigmatisma. Kelainan lain
pada mata normal adalah gangguan perubahan kencembungan lensa yang dapat
berkurang akibat berkurangnya elastisitas lensa sehingga terjadi gangguan akomodasi.
Gangguan akomodasi dapat terlihat pada usia lanjut sehingga terlihat keadaan yang
disebut presbiopia.3

2.3 Akomodasi
Pada keadaan normal cahaya tidak terhingga akan terfokus pada retina, demikian
pula bila benda jauh didekatkan, maka dengan adanya daya akomodasi benda dapat
difokuskan pada retina atau makula lutea. Dengan berakomodasi, maka benda pada
jarak yang berbeda-beda akan terfokus pada retina. Akomodasi adalah kemampuan
lensa untuk mencembung yang terjadi akibat kontraksi otot siliar. Akibat akomodasi,
daya pembiasan lensa bertambah kuat. Kekuatan akomodasi akan meningkat sesuai
dengan kebutuhan, makin dekat benda makin kuat mata harus berakomodasi
(mencembung). Kekuatan akomodasi diatur oleh refleks akomodasi. Refleks akomodasi
akan bangkit bila mata melihat kabur dan pada waktu konvergensi atau melihat dekat. 3
Dikenal beberapa teori akomodasi seperti :
 Teori akomodasi Helmholtz: zonula Zinn mengendur akibat kontraksi otot siliar
sirkular, mengakibatkan lensa yang elastis mencembung.
 Teori akomodasi Tscherning: dasarnya adalah bahwa nucleus lensa tidak dapat
berubah bentuk sedang yang dapat berubah bentuk adalah bagian lensa superficial
atau kortex lensa. Pada waktu akomodasi terjadi tegangan pada zonula Zinn
sehingga nucleus lensa terjepit dan bagian lensa superfisial menjadi cembung.
Mata akan berakomodasi bila bayangan difokuskan di belakang retina. Bila sinar
jauh tidak difokuskan pada retina seperti pada mata dengan kelainan refraksi
hipermetropia maka mata tersebut akan berakomodasi terus menerus walaupun letak
bendanya jauh, dan pada keadaan ini diperlukan akomodasi yang baik.3

2.4 Ametropia
Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran depan
dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea mempunyai daya
pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa memegang peranan
membiaskan sinar terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila melihat benda
dekat.3
Panjang bola mata seseorang berbeda-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan
sinar oleh kornea (mendatar atau mencembung) atau adanya perubahan panjang (lebih
panjang atau lebih pendek) bola mata maka sinar normal tidak akan terfokus pada
makula. Keadaan ini disebut ametropia (anomali refraksi) yang dapat berupa miopia,
astigmatisme, dan hipermetropia.3

2.4 Astigmatisme
2.4.1. Definisi
Astigmatisma adalah keadaan dimana terdapat variasi pada kurvatur kornea
atau lensa pada meridian yang berbeda yang mengakibatkan berkas cahaya tidak
difokuskan pada satu titik. 4 Astigmat merupakan akibat bentuk kornea yang oval
seperti telur, makin lonjong bentuk kornea makin tinggi astigmat mata tersebut.
Dan umumnya setiap orang memiliki astigmat yang ringan. 4 Astigmatisme juga
dapat terjadi akibat jaringan parut pada kornea atau setelah pembedahan mata.
Jahitan yang terlalu kuat pada bedah mata dapat mengakibatkan perubahan pada
permukaan kornea. Bila dilakukan pengencangan dan pengenduran jahitan pada
kornea maka dapat terjadi astigmatisme akibat terjadi perubahan kelengkungan
kornea.5

2.4.2 Etiologi
Bentuk kornea yang oval seperti telur, dapat juga diturunkan atau terjadi
sejak lahir, jaringan parut pada kornea seteh pembedahan1, ketidakteraturan
lengkung kornea, dan perubahan pada lensa.3
Astigmat biasanya bersifat diturunkan atau terjadi sejak lahir, dan biasanya
berjalan bersama dengan myopia dan hipermetropia dan tidak banyak terjadi
perubahan selama hidup. Bayi yang baru lahir biasanya mempunyai kornea yang
bulat atau sferis yang di dalam perkembangnnya terjadi keadaan yang disebut
astigmatism with the rule (astigmat lazim) yang berarti kelengkungan kornea
pada bidang vertical bertambah atau lebih kuat atau jari-jarinya lebih pendek
disbanding jari-jari kelengkungan kornea di bidang horizontal. 4,6
Astigmatisma dapat disebabkan oleh kelainan pada kurvatur, aksis, atau
indeks refraksi.7

2.4.3. Jenis Astigmatisma


1. Astigmatisma Reguler
Astigmatisma regular merupakan astigmatisma yang memperlihatkan
kekuatan pembiasan bertambah atau berkurang perlahan-lahan secara teratur dari
satu meridian ke meridian berikutnya. Bayangan yang terjadi dengan bentuk yang
teratur dapat berbentuk garis, lonjong atau lingkaran.4,6
2. Astigmatisma irregular
Astigmatisma yang terjadi tidak memiliki 2 meridian saling tegak lurus.
Astigmat ireguler dapat terjadi akibat kelengkungan kornea pada meridian yang
sama berbeda sehingga bayangan menjadi ireguler. Pada keadaan ini daya atau
orientasi meridian utamanya berubah sepanjang bukaan pupil.4,6
Astigmatisma ireguler bisa terjadi akibat infeksi kornea, trauma dan distrofi atau
akibat kelainan pembiasan.4

Gambar 2.2 Tipe – tipe astigmat (a) Simple miop, (b) Simple hipermetrop, (c) Compound miop, (d)
Compound hipermterop, dan (e) mixed 1

2.4.4. Gejala Klinis


Seseorang dengan astigmatisma akan memberikan keluhan: 4,6,8
1. Melihat jauh kabur sedang melihat dekat lebih baik
2. Melihat ganda dengan satu atau kedua mata
3. Penglihatan akan kabur untuk jauh atau pun dekat
4. Bentuk benda yang dilihat berubah (distorsi)
5. Mengecilkan celah kelopak jika ingin melihat
6. Sakit kepala
7. Mata tegang dan pegal
8. Mata dan fisik lelah
9. Astigmat tinggi (4-8 D) yang selalu melihat kabur sering mengakibatkan ambliopia.
Melihat jauh kabur sedang melihat dekat lebih baik, melihat ganda dengan satu
atau kedua mata, melihat benda yang bulat menjadi lonjong, penglihatan akan kabur
untuk jauh ataupun dekat, bentuk benda yang dilihat berubah, mengecilkan celah
kelopak mata, sakit kepala, mata tegang dan pegal, mata dan fisik lelah ,
astigmatisme tinggi (4–8 D) yang selalu melihat kabur sering mengakibatkan
ambliopia, gambar di kornea terlihat tidak teratur.

2.4.5. Penatalaksanaan
Astigmat ringan, yang tidak mengalami gangguan ketajaman penglihataan (0,5 D
atau kurang) tidak perlu dilakukan koreksi. Pada astigmat yang berat dipergunakan
kacamata silinder, lensa kontak atau pembedahan.6
1. Kacamata Silinder
Pada astigmatism against the rule, koreksi dengan silender negatif dilakukan
dengan sumbu tegak lurus (60-120 derajat) atau dengan selinder positif dengan
sumbu horizontal (30 – 150 derajat). Sedangkan pada astigmatism with the rule
diperlukan koreksi silinder negatif dengan sumbu horizontal (30-150 derajat) atau
bila dikoreksi dengan silinder positif sumbu vertikal (60-120 derajat).14,6
Pada koreksi astigmat dengan hasil keratometri dipergunakan hukum Jawal, yaitu :
a. Berikan kacamata koreksi astigmat pada astigmatism with the rule dengan
selinder minus 180 derajat, dengan astigmat hasil keratometri yang ditemukan
ditambahkan dengan ¼ nilainya dan dikurangi dengan 0,5 D.
b. Berikan kacamata koreksi astigmat pada astigmatism againts the rule dengan
selinder minus 90 derajat, dengan astigmat hasil keratometri yang ditemukan
ditambahkan dengan ¼ nilainya dan ditambah dengan 0,5 D.4,6

2. Lensa Kontak
Pada penderita astigmatisma diberikan lensa rigid, yang dapat menetralisasi
astigmat yang terjadi di permukaan kornea.4,6
3. Pembedahan
Untuk mengoreksi astigmatisma yang berat, dapat digunakan pisau khusus
atau dengan laser untuk mengoreksi kornea yang irreguler atau anormal. Ada
bebrapa prosedur pembedahan yang dapat dilakukan, diantaranya : 4
a. Photorefractife Keratectomy (PRK), laser dipergunakan unutk membentuk
kurvatur kornea.
b. Laser in Situ Keratomileusis (lasik), laser digunakan untuk merubah kurvatur
kornea dengan membuat flap (potongan laser) pada kedua sisi kornea. Radial
keratotomy, insisi kecil dibuat secara dalam dikornea.

DAFTAR PUSTAKA

1. Khurana AK. Comprehensive Ophtalmology. Edisi ke – 4. New Age International.


New Delhi. Hal 19 – 39
2. Guyton, Arthur C dan John E. Hall.. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: 2008.
EGC
3. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata Edisi Kelima. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2014.
4. Miller, Stehen J.H. Parsons’ Disease Of the Eye. 8th Ed. Churchill livingstone. New
york. 2018.
5. Ilyas S. Dasar-Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3.Jakarta:
Badan Penerbit FKUI.2009
6. Bruce James, Chris Chew,Anthony Bron, Lecture Notes On Oftalmology , edisi
kesembilan ,Blackwell Science Ltd :Penerbit Erlangga.
7. Artini W, Hutauruk JA, Yudisianil. Pemeriksaan Dasar Mata. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta. 2011. Hal 34 -36.
8. Farhood QK . Cycloplegic Refraction in Children with Cyclopentolate versus
Atropine. J Clin Exp Ophthalmol 3:239. Volume 3 • Issue 7 • 1000239. 2012.

Anda mungkin juga menyukai