Anda di halaman 1dari 12

Strategi Pengobatan Terkini Fraktur Patella

Abstrak

Fraktur patella dapat disebabkan oleh tekanan yang berlebihan melalui mekanisme ekstensor
ataupun akibat dampak langsung. Fraktur yang tidak mengalami pergeseran dengan mekanisme
ekstensor yang masih intak dapat diobati secara non-operatif. Pengobatan operatif
direkomendasikan pada fraktur yang mengalami disrupsi mekanisme ekstensor atau memiliki
step-off yang berukuran lebh dari 2 atau 3 mm dan pergeseran lebih dari 4 mm. Fiksasi
menggunakan tension band merupakan prosedur operatif yang paling sering digunakan. Akan
tetapi, prosedur ini membutuhkan keahlian teknis yang tinggi. Terutama pada fraktur dengan
fragmen multipel. Perangkat keras bergejala merupakan komplikasi yang paling sering terjadi
pada tatalaksana operatif. Gangguan fungsional masih sering terjadi pasca pengobatan fraktur
patella. Tujuan dari artikel ini untuk meninjau kembali strategi pengobatan yang ada saat ini
untuk mengoptimalkan tatalaksana pada pasien dengan fraktur patella.

Fraktur patella menyumbang angka kurang lebih sebanyak 1 % dari kasus fraktur pada orang
1,2
dewasa. Patella merupakan badan sesamoid terbesar yang berfungsi untuk meningkatkan
moment arm mekanisme eksttensor dari otot quadriceps sebanyak 30%. 3 Lapisan kartilago pada
permukaan sendi patella merupakan lapisan yang paling tebal pada tubuh manusia, dengan
ketebalan sampai dengan 5.5 mm.2,4 Tujuan dari tatalaksana fraktur patella yaitu mengembalikan
fungsi dari mekanisme ekstensor, minimalisir terjadinya kehilangan tulang pada patella,
memaksimalkan integritas struktur sendi, dan memungkinkan terjadinya mobilisasi lebih dini.2,5,6

Fraktur patella dapat terjadi dari mekanisme trauma secara langsung maupun tidak langsung.
Mekanisme tidak langsung pada umumnya menyebabkan terjadinya fraktur transversal, yang
muncul akibat gaya yang diberikan oleh mekanisme ekstensor melebihi kemampuan regangan
dari patella.7 Hantaman langsung pada sisi anterior patella, umumnya dengan fleksi lutut,
menyebabkan kegagalan patella dalam kompresi, yang sering memberikan gambaran fraktur
kominutif. 7

Fraktur kominutif meliputi 55% dari total kasus fraktur patella yang menjalani tatalaksana
operatif. Tatalaksana operatif pada fraktur kominutif patella memberikan tantangan tersendiri
bagi ahli bedah.8 Meskipun pada beberapa kasus fraktur kominutif dengan mekanisme ekstensor
yang masih intak dapat dilakukan tatalaksana secara non-operatif, Tatalaksana secara operatif
diindikasikan pada mekanisme ektensor yang mengalami disrupsi, lebih dari 2 atau 3 mm dari
1,2
articular step-off, dan pergeseran lebih dari 1 hingga 4 mm. Kegagalan dalam mengembalikan
kontur permukaan sendi dapat memicu terjadinya arthritis post traumatik.9

Sayangnya, gangguan fungsional masih sering terjadi setelah pengobatan pada fraktur patella.
Penilaian follow-up fungsional 30 pasien pasca fiksasi eksternal fraktur patella yang
dikumpulkan secara prospektif dari 3, 6, dan 12 bulan menunjukkan bahwa 24 pasien
diantaranya (80%) mengalami nyeri pada sisi anterior lutut saat melakukan aktivitas sehari –
hari. Pada bulan ke 12, penilaian objektif menunjukkan bahwa dibandingkan dengan lutut yang
tidak cedera, mekanisme ekstensor pada lutut yang mengalami cedera mengalami rerata
penurunan kekuatan sebanyak 41%, penurunan 47% pada tenaga, dan penurunan 34% pada daya
tahan.10 Dalam penelitian lain, 40 pasien dengan fraktur unilateral patella yang ditatalaksana
secara operatif dengan rerata follow-up selama 6,5 tahun (dengan jarak 1,25 – 17 tahun)
ditemukan bahwa kebanyakan gejala ataupun gangguan fungsional tetap dirasakan berdasarkan
11
evaluasi luaran ataupun evaluasi fisis. Pengangkatan perangkat keras yang bergejala dilakukan
pada 52% pasien yang ditatalaksana dengan osteosintesis, sedangkan 38% lainnya melaporkan
adanya keluhan nyeri akibat implant pada beberapa waktu. 8 pasien (20%) mengalami lag
ekstensor lebih dari 5o. 15 pasien (38%) mengalami restriksi gerakan fleksi lebih dari 5o. Pasien
memiliki rerata defisit ektensi isometrik sebanyak 26% diantara sisi yang tidak terlibat dan
terlibat untuk puncak torsi. Rerata skor normalized SF – 36 physical composite dan rerata skor
normalized Knee Injury and Osteoarthritis Outcome memiliki perbedaan secara statistik (p<.05)
dibandingkan data pada populasi normal.

Pencitraan
Pada umumnya, klasifikasi dan pengambilan keputusan tatalaksana fraktur didasarkan dari
kualitas gambaran radiografi anteroposterior dan lateral dari lutut, dan pencitraan yang lebih
kompleks jarang diindikasikan.2 Akan tetapi, penelitan terbaru oleh Lazaro et al12 menemukan
bahwa 66% dari kasus dengan klasifikasi menurut AO/OTA di modifikasi dan 49% dari pasien
dirubah rencana pengobatannya setelah dilakukan ct scan. Yang dimana pada kebanyakan
kasusnya didapatkan fraktur kominutif pole distal yang cukup parah, yang tidak dapat ditemukan
pada hampir setengah dari seluruh foto polos yang dilakukan.

Tatalaksana

Tatalaksana non operatif

Tatalaksana non operatif yang disertai dengan imobilisasi selama 4 minggu akan memberikan
hasil yang sangat baik pada 99% kasus dengan mekanisme ekstensor yang masih intak,
pergeseran kurang dari 4 mm, dan step-off sendi kurang dari 3 mm.1,2 Imobilisasi yang
berkepanjangan dapat menyebabkan kekakuan pada sendi lutut, atrofi pada quadriceps femoris,
dan adhesi dari sendi.9 Baru – baru ini, Melvin dan Mehta 2 merekomendasikan weight bearing
sesuai dengan toleransi pasien dengan knee immobilizer pada posisi ekstensi disertai dengan
latihan straight – leg raises sesuai dengan kemampuan diikuti dengan latihan rentang gerak aktif
dan aktif-terbantu selama 1 sampai 2 minggu dan latihan tahanan pada minggu ke 6.

Tatalaksana nonoperatif dapat dipertimbangkan pada pasien yang memiliki komorbiditas yang
dapat menyebabkan tatalaksana operatif menjadi berbahaya bila dilakukan. 2 Pritchett13
melaporkan bahwa dari 18 kasus fraktur patella dengan gambaran klinis yang rumit dengan
adanya pergeseran lebih dari 1 cm ditatalaksana dengan hook and loop fastener splint, weight
bearing penuh, latihan straight-leg raises. 6 pasien meninggal pada follow up bulan ke 24. 3 dari
12 pasien memiliki luaran yang buruk.

Tatalaksana operatif

Terdapat berbagai macam prosedur operatif yang dapat dilakukan pada kasus fraktur patella yang
dimana meliputi eksisi parsial, tension band, modified tension band, osteosintesis dengan plate
and screw, suture repair, cerclage wiring, reduksi terbuka perkutaneus dan fiksasi internal, total
patellectomy, reduksi dan internal fiksasi terbuka dengan bantuan artroskopi, dan fiksasi
2,5,6,14-16
eksternal. Dalam tinjauan pustaka terbaru didapatkan bahwa sedikit bukti berkualitas
tinggi yang membandingkan modalitas operatif pada fraktur patella dan bukti kekurangan yang
sama pada pengobatan operatif dibandingkan pengobatan non operatif.17.

Tension Band Fixation

Pada fraktur transversal sederhana, teknik yang paling sering digunakan adalah teknik reduksi
terbuka dengan internal fiksasi menggunakan tension band anterior (Gambar 1).5,16 Teknik ini
didesain untuk merubah gaya tarikan yang dialami oleh sisi anterior patella menjadi gaya
kompresif yang merangsang terjadinya penyembuhan fracture.5,18 Meskipun fiksasi tension band
hanya sering digunakan pada fraktur sederhana, beberapa kasus fraktur kominutif juga dapat
ditatalaksana dengan tension band construct jika korteks posterior masih intak yang
memungkinkan terjadinya kompresi.18

Fiksasi secara operatif pada umumnya dilakukan melalui insisi anterior longitudinal sesuai
kebutuhan dengan flap medial dan lateral full thickness.5 Beberapa penulis mengajukan bahwa
pendekatan parapatellar dapat membantu paparan dari fraktur untuk dilakukan reduksi dan
fiksasi; akan tetapi, pendekatan transversal sebaiknya tidak dilakukan kecuali adanya luka
terbuka yang memungkinkan pendekatan tersebut dilakukan.19,20 Fiksasi dengan tension band
memungkinkan pergerakan lebih dini, yang dimana didapatkan dapat membantu memperbaiki
luaran dan mengurangi arthritis posttraumatic. 18,20,21

Teknik AO klasik yang dijelaskan pertama kali pada tahun 1950 terdiri dari 2 Kirschner wires
paralel secara vertical dengan tension band yang melalui patella secara anterior dan Kirschner
wires pada posterior.18,29 Pengunaan kateter plastik bermata besar dapat membantu dalam
melewatkan tension band wire disisi posterior dari Kirschner wires vertikal. Teknik ini sering
dikaitkan dengan implant prominen yang memerlukan pelepasan hardware, migrasi implant,
atroif muskuler, dan hilangnya reduksi. 7,21

Berg21 melaporkan bahwa teknik modified tension band menggunakan cannulated screw tersusun
paralel secara vertikal membantu terjadinya union pada 10 pasien, yang dimana termasuk 3 kasus
revisi, dengan 70% kasus memiliki luaran yang bagus dengan tidak adanya kegagalan reduksi,
migrasi implant, ataupun kegagalan implant. Tian et al22 melakukan kajian retrospektif
membandingkan teknik modified tension band menggunakan Kirschner wires dengan teknik
modified tension band menggunakan cannulated screws. Mereka menemukan bahwa reduksi
fraktur yang lebih baik, healing score yang berkurang, dan skor Iowa knee dengan modifikasi
cannulated screw. Selain itu, kejadian terjadinya migrasi imlan dan operasi kedua adalah 15,4%
dan 5,7%. Pada studi cadaver, Carpenter et al23 menemukan bahwa teknik modified tension band
dengan cannulated screw memiliki risiko lebih tinggi untuk terjadinya kegagalan dibandingkan
dengan hanya pemasangan cannulated screw saja atau pada modifikasi teknik dengan
menggunakan Kirschner wire.

Gosal et al24 membandingkan wire stainless steel dengan braided polyester menggunakan teknik
Kirschner wire tension band. Angka kejadian reoperasi pada grup yang menggunakan steel wire
adalah sebanyak 38%, dibandingkan dengan grup braided polyester dengan angka 6%.

Rekomendasi terkini untuk fraktur transversal patella adalah dengan teknik figure-of-8 tension
band wiring dengan cannulated screw secara vertikal.2

Cerclage Wire Fixation

Yang et al25 menggambarkan teknik titanium cable cerclage wiring yang mereka gunakan untuk
mengobati fraktur kominutif patella yang telah mengalami pergeseran pada 21 pasien. Mereka
hanya mendapatkan satu kasus yang mengalami kerusakan cerclage wire dan angka keberhasilan
terjadinya union mencapai 100%. Matsuo et al26 melakukan teknik fiksasi cerclage wire yang
meliputi jaringan lunak sekitarnya dalam pengobatan 5 pasien dengan fraktur kominutif dan
didapatkan bahwa sebanyak 80% angka terjadinya union dengan 1 non union pada inferior pole
dan tidak ada extensor lag. Mereka melaporkan bahwa melibatkan jaringan lunak dalam
perbaikan memungkinkan penggunaan teknik ini untuk fraktur kominutif yang tidak dapat
dilakukan dengan tension band fixation.

Fiksasi Plate

Plate berukuran kecil dapat diaplikasikan pada permukaan anterior dari patella dengan
pengaturan comminution untuk menghasilkan adanya instabilitas tambahan (gambar 2) Taylor et
al27 juga baru ini melaporkan teknik dan luaran dari fiksasi plate pada fracture patella. Mereka
melaporkan 8 pasien dengan fraktur patella atau non union ditalaksana dengan kombinasi dari
plate dan fiksasi interfragmentary screw. Semua pasien mengalami union dalam kurun rerata
waktu 3,2 bulan dengan pergerakan sendi lutut sebesar 129o. Tidak pernah ada kasus pelepasan
hardware akibat adanya keluhan pasca pemasangan implant.

Sebuah fixed-angle plating construct berukuran 2.7mm telah dievaluasi oleh Thelen et al28 untuk
fraktur transversal patella pada cadaver dibandingkan dengan fiksasi Kirschner wire tension
band dan teknik fiksasi cannulated screw tension band. Setelah 100 siklus full ekstensi menjadi
90o fleksi. Kelompok plating fixed angle plating memiliki rerata terjadinya pergeseran kurang
dari 1 mm, dibandingkan dengan Kirschner wire dengan rerata 7,1 mm dan Cannulated screw
dengan rerata pergeseran sebesar 3,7 mm. Banks et al 29 membandingkan penyusunan tension
band dengan cannulated screws dengan penyusunan tension band locking plate pada model
cadaver dengan fraktur patella. Model yang menggunakan locked plate memiliki daya menahan
beban yang sama sebelum terjadi kegagalan, namun memiliki kekuatan fiksasi yang lebih tinggi,
dan kekakuan yang lebih rendah pada pembebanan akhir dibandingkan dengan model yang
menggunakan cannulated screw tension band. Pada model patella busa, Wurm et al 30
memberikan simulasi pembebanan pada fraktur patella yang di tatalaksana dengan locked plate
atau tension band fixation untuk melihat tingkat kegagalan pada tes simulasi berjalan. Mereka
menemukan bahwa tension band memiliki ambang kegagalan menahan beban 33% lebih rendah
dan celah pergeseran fraktur lima kali lebih besar disbanding locking plate.

Penggunaan mesh titanium, yang umumnya digunakan pada pembedahan craniomaxillofacial


sebagai penopang untuk fiksasi fraktur, juga pernah diajukan untuk fiksasi fraktur patella
(Gambar 3). Keuntungan penggunaan implan ini meliputi mudah dibentuk, memiliki beberapa
lubang untuk pemasangan screw, dan juga memiliki profil yang rendah. Dalam studi
biomekanik, Dickens et al31 menemukan bahwa jika dibandingkan dengan fiksasi standard
tension band, fiksasi mesh titanium dapat mempertahankan celah pada fraktur lebih kecil
sebelum terjadinya kegagalan.31

Fiksasi Isolated Itnterfragmentary Screw

Masih sedikit literatur yang membahas mengenai metode fiksasi ini untuk fraktur patella. Wang
et al32 menerbitkan tinjauan retrospektif pada 37 kasus fraktur patella yang difiksasi dengan
modified tension band dibandingkan dengan 35 kasus fraktur patella yang difiksasi dengan
interfragmentary screw secara paralel Mereka menemukan bahwa fiksasi titanium screw secara
paralel membutuhkan waktu pembedahan yang lebih pendek, risiko kegagalan fiksasi yang lebih
rendah, dan angka hardware bergejala dan pembedahan kedua yang lebih rendah.

Tandogan et al9 melaporkan 5 pasien dengan fraktur patella yang bergeser tanpa adanya disrupsi
mekanisme ekstensor yang ditatalaksana dengan fiksasi screw perkutaneus dengan bantuan
arthroskopi menemukan bahwa 4 dari 5 pasien kembali dengan rentang gerak penuh tanpa
adanya kegagalan implan ataupun infeksi. Studi cadaver menunjukkan bahwa cannulated screw
memiliki angka lower load to failure lebih rendah dibandingkan dengan cannulated screw yang
menggunakan metode modified tension band technique.23

Tatalaksana Fraktur Pole Inferior

Fraktur avulsi pada patella inferior menyumbang 9% sampai 22% dari total kasus fraktur patella
yang ditatalaksana secara operatif. Fraktur jenis ini pada umumnya berkonfigurasi kominutif,
menyebabkan pengobatan menjadi lebih sulit.33 Kastelec dan Veselko33 membandingkan luaran
dari 14 pasien yang menjalani fiksasi internal pada fraktur patella inferior menggunakan basket
plate dengan 14 pasien lain yang memiliki cedera yang sama dan menjalani eksisi pole patella
dan perbaikan langsung dari tendon patella. Dengan rerata 4,6 tahun pasca operasi, kelompok
yang menjalani fiksasi basket plate secara signifikan mengalami nyeri yang lebih rendah, tingkat
aktivitas yang lebih tinggi, dan rentang gerak lutut yang lebih baik dibandingkan dengan pasien
menjalani eksisi dan perbaikan tendon patella. Baja patella ditemukan pada semua kecuali 3
pasien pada grup eksisi dan perbaikan dan diasosiasikan dengan luaran yang buruk. Wiring
secara vertikal dengan orientasi spesifik untuk fraktur pole inferior dilaporkan memberikan
union 100% pada sebuah penelitian dengan 25 pasien fraktur inferior patella. 34 Patellectomy
parsial hanya dilakukan pada fraktur kominutif patella inferior yang dimana tidak
memungkinkan untuk dilakukan fiksasi.2 Egol et al35 membandingkan studi kohort dengan 13
pasien fraktur pole distal patella yang mengalami pergeseran yang ditangani dengan
patellectomy parsial dibandingkan dengan studi kohort pada fraktur sentral patella yang
ditangani dengan teknik tension band. Pada satu tahun, tidak ada perbedaan antara dua grup
tersebut selain adanya keluhan symptomatic hardware yang membutuhkan intervensi pada grup
yang menjalani tension band. Mereka menyimpulkan bahwa fiksasi jahit pada fraktur pole distal
patella merupakan teknik yang dapat digunakan yang memiliki luaran yang sama dengan
tatalaksana fraktur patella dengan teknik tension band.
Patellectomy Parsial

Patellectomy parsial dilakukan dengan cara pertama melakukan eksisi pada fragmen tulang
kominutif kemudian dilakukan penjahitan dengan benang non-absorbable dari tendon patella ke
lubang di patella yang sudah dibuat dengan bor, sesuai dengan perbaikan tendon patella
sebelumnya (Gambar 4) fragmen tulang seringkali dapat diikutkan ke dalam prosedur
perbaikan.

Patellectomi parsial telah sering digambarkan sebagai upaya untuk mempertahankan moment
arm dari patella yang menghasilkan risiko kehilangan kekuatan, ketidakstabilan ligamen,dan
atrofi paha yang lebih rendah dibandingkan dengan patellectomi total. 36 Bonnaig et al37
membandingkan 26 pasien yang menjalani reduksi terbuka patella dan fiksasi internal dengan 26
pasien yang menjalani patellectomi parsial dan menemukan tidak ada perbedaan luaran antara 2
kelompok tersebut. Dalam studi mereka, patellectomi parsial hanya dapat dilakukan jika ahli
bedah yang merawat merasa reduksi tidak memungkinkan secara anatomis.

Teknik Minimal Invasif dan Perkutaneus

Tatalaksana perkutaneus pada fraktur patela telah diusulkan sebagai upaya untuk
mempertahankan

suplai vaskular dan untuk menurunkan kerusakan jaringan lunak. Dalam uji coba terkontrol
secara acak dari 53 pasien, Luna-Pizarro et al 38 membandingkan teknik sistem osteosintesis
patella perkutan dengan teknik operasi terbuka untuk fraktur patela operatif. Mereka menemukan
bahwa sistem osteosintesis patela perkutan menghasilkan durasi pembedahan yang lebih singkat,
lebih sedikit rasa sakit, rentang gerak yang lebih baik, komplikasi yang lebih sedikit, dan skor
fungsional yang serupa setelah 2 tahun pasca operasi.

Teknik minimal invasif untuk fiksasi tension band pada fraktur patella transversal menggunakan
39
sistem pin kabel (Cable Ready, Zimmer, Warsawa, Indiana) dievaluasi oleh Mao dkk.
Sebanyak 31 pasien di follow-up selama rata-rata 21 bulan. Union terjadi pada rerata 7,2 minggu
dengan rata-rata 91° fleksi aktif pada saat itu. Rentang gerak penuh dicapai oleh 93,5% dari
pasien pada follow-up tahap akhir dan hasil yang luar biasa di 30 dari 31 total pasien.

Fiksasi Eksternal
Wardak dkk14 menggunakan sistem fiksasi eksternal tekan untuk tatalaksana dari 84 Kasus
fraktur transversal patella, 31% di antaranya adalah fraktur terbuka, di Afganistan. Perangkat
ditinggalkan di tempat selama rata – rata 6 minggu dan kemudian diangkat di klinik, di mana
dalam rentang waktu tersebut semua fraktur mencapai union. Infeksi saluran pin dan / atau iritasi
situs wire terjadi pada 12% kasus tetapi dapat teratasi setelah pelepasan perangkat tanpa prosedur
bedah lebih lanjut. Ketidaksesuaian permukaan articular 2 mm atau lebih terlihat pada 11%
pasien, yang dimana semuanya memiliki bukti radiografi arthritis 18 bulan pasca operasi. Tidak
ada prosedur bedah sekunder yang diperlukan. Penulis menyimpulkan bahwa teknik kompresi
fiksasi eksternal mereka adalah metode yang aman dan efektif untuk mengobati fraltur patela,
khususnya pada kasus dengan jaringan lunak yang buruk, dalam situasi penyelamatan, dan di
lokasi dengan sumber daya yang terbatas. 14

Fiksasi Kombinasi

Beberapa kasus fraktur patella parah bisa saja tidak memungkinkan untuk dilakukan fiksasi
tension band, fiksasi eksternal, atau fiksasi kawat cerclage. Sampai saat ini masih sedikit
literatur yang telah diterbitkan mengenai penggunaan fiksasi kombinasi yanag meliputi
osteosintesis pelat dan sekrup dengan atau tanpa fiksasi cerclage atau tension band. Penulis saat
ini telah menemukan bahwa menggabungkan strategi pengobatan pada presentasi klinis berupa
kominusi yang signifikan, terutama untuk pasien yang dimana jika menjalani patellectomi parsial
dapat menghasilkan luaran yang buruk, mengarah ke hasil yang menguntungkan (Gambar 5).

Patellectomi total

Patellectomi total utamanya hanya untuk kepentingan sejarah dan sudah jarang dilakukan, dan
hanya dilakukan kasus dengan kehilangan tulang yang substansial atau sebagai prosedur
1,2
penyelamatan. Patellectomi total menghilangkan keuntungan mekanis yang disediakan oleh
patela ke mekanisme ekstensor dan menghasilkan pengurangan 49% dalam kekuatan ekstensi
lutut.7,36 Modifikasi teknik ini yang dijelaskan oleh Günal et al 40 menggunakan kemajuan vastus
medialis menghasilkan rasa sakit yang lebih sedikit, pembatasan aktivitas yang lebih sedikit,
lebih kekuatan quadriceps yang lebih baik, kosmesis yang lebih baik, dan kinerja fungsional
yang lebih baik dibandingkan dengan patellectomi saja. Namun, penulis menyatakan bahwa
patela seharusnya dipertahankan jika memungkinkan
Fraktur Terbuka

Patela terletak subkutan di seluruh panjangnya, dan fraktur patella terbuka menyumbang 6%
2,41
hingga 13% dari semua kasus. Fraktur patella terbuka cemderung dihasilkan oleh mekanisme
trauma dengan energi yang lebih tinggi dibandingkan dengan energi trauma pada fraktur patella
tertutup, dengan kecelakaan kendaraan bermotor menyebabkan 94% fraktur patela terbuka dan
jatuh menyebabkan 62% fraktur patela tertutup pada penelitian yang sama .41 Selain itu, cedera
terkait terjadi pada 81% fraktur terbuka dibandingkan dengan 31% fraktur patella tertutup.41

Pengobatan fraktur patella terbuka harus mengikuti prinsip yang sama dengan pengobatan dari
semua fraktur terbuka yaitu: tepat waktu, antibiotik yang sesuai diikuti dengan irigasi segera dan
debridemen menyeluruh dengan fiksasi dan penutupan luka definitive sesegera mungkin.2,41

Luaran kasus fraktur patella terbuka biasanya lebih buruk dari yang fraktur patella tertutup.
Namun, 65% hingga 77% hasil yang baik hingga sangat baik telah diperoleh.

Prosedur sekunder lebih banyak dilakukan pada fraktur patella terbuka (sampai 65%), dan
41-
tertunda penutupan / penutupan luka yang lambat dikaitkan dengan peningkatan risiko infeksi.
43

Komplikasi

Faktor pasien memiliki efek langsung pada luaran pasca perawatan bedah fraktur patella; riwayat
kecelakaan serebrovaskular telah ditemukan dapat memicu peningkatan risiko 6 kali lipat untuk
terjadi infeksi dan hampir 15 kali lipat peningkatan risiko terjadinya non union. 44 Pasien diabetes
memiliki risiko lebih dari 8 kali lipat untuk reoperasi akibat semua penyebab.44

Perangkat keras bergejala, terutama pada pasien yang dirawat dengan tension band, sering terjadi
dan dapat terjadi hingga 60% dari total pasien, yang dimana seringkali mengakibatkan kebutuhan
untuk pelepasan perangkat keras tersebut.2,25

Kegagalan perangkat keras terjadi di 8% hingga 22% pasien, paling sering terjadi pada pasien
dengan pemasangan kabel Kirschner dan didapatkan adanya migrasi perangkat keras baik secara
lokal maupun jauh.45-47 Risiko tingkat kegagalan fiksasi ditemukan lebih tinggi seiring dengan
meningkatnya usia pasien dan penggunaan kabel Kirschner dengan atau tanpa fiksasi tension
band. Yang menyebabkan Meningkatnya durasi follow-up dikaitkan dengan reoperasi dan
pelepasan perangkat keras, yang mengindikasikan bahwa implant fiksasi patella lebih terlihat dan
bergejala seiring bertambahnya waktu pasca operasi. 48

Setelah tatalaksana operatif, nonunion dan malunion terjadi pada 2% sampai 12,5% pasien dan
tingkat infeksi berkisar dari 0 hingga 5%; keduanya meningkat pada kasus fraktur terbuka.
Kekakuan lutut bisa dimitigasi dengan fiksasi padat dan inisiasi rentang gerak lebih awal.
Radiografi pasca operasi dan osteoartritis klinis lebih sering terjadi fraktur patella yang
mengalami pergeseran dibandingkan pada populasi umum dan paling baik diminimalkan dengan
cara reduksi anatomis, fiksasi padat, dan inisiasi rentang gerak lebih awal.2,21

Rehabilitasi

Meskipun banyak protokol klinis yang telah dijelaskan, masih sedikit penelitian tentang hasil
luaran klinis untuk protocol tertentu.2,20 Kebanyakan ahli bedah merekomendasikan inisiasi
rentang gerat lutut secara lembut dan weight bearing penuh sambil mengenakan brace yang
memposisikan lutut dalam posisi ekstensi. Fleksi biasanya diperbolehkan hingga 30° dalam
waktu 2 minggu setelah operasi fiksasi dengan peningkatan yang progresif. Hal ini dapat
tertunda pada kasus dengan fragmen kominutif luas atau fiksasi yang lemah.2,20

Simpulan

Fraktur patella mewakili spektrum cedera yang luas mulai dari fraktur nondisplaced sampai
fraktur kominutif terbuka dengan kehilangan tulang yang signifikan. Perawatan harus diarahkan
untuk mendapatkan reduksi anatomis dan menggunakan metode fiksasi yang memaksimalkan
stabilitas sambil meminimalkan penonjolan dari perangkat keras. Ahli bedah harus memilih
teknik fiksasi yang terbaik untuk mengatasi pola fraktur yang diobati, karena hanya ada sedikit
bukti berkualitas tinggi yang membandingkan metode pengobatan yang ada. Terlepas dari semua
kemajuan dalam pilihan perawatan bedah, gangguan fungsional, nyeri, dan penurunan kekuatan
dan daya tahan otot quadriceps masih tetap ada hingga 12 bulan pasca operasi dan seterusnya. 10
Mobilisasi sendi lutut dan inisiasi rentang gerak sedini mungkin selama stabilitas fiksasi
mengizinkan akan membantu meminimalkan arthritis pasca trauma dan memungkinkan
pemulihan pasca operasi yang optimal.
Keterangan gambar

Gambar 1: Gambaran radiologi anteroposterior (A) dan lateral (B) dari fraktur transversal
patella yang memungkinkan dilakukannya tension band wiring. Gambaran radiologi
anteroposterior (C) dan lateral (D) memperlihatkan penyembuhan dari fraktur 5 bulan pasca
operasi

Gambar 2: Gambaran radiologi anteroposterior (A) dan lateral (B) pada fraktur kominutif
patella. Reduksi terbuka dilakukan, diikuti dengan pemasangan sekrup dan plat 2,0 dan 2,7mm
untuk meningkatkan stabilitas. Gambaran radiologi anteroposterior (C) dan lateral (D)
menunjukkan reduksi yang terpelihara dan adanya penyembuhan dari fraktur.

Gambar 3: Gambaran radiologi anteroposterior (A) dan lateral (B) dari fraktur kominutif
patella. Gambaran radiologi post operatif anteroposterior (C) dan lateral (D) dan intraoperative
(E) menunjukkan penggunan mesh titanium untuk fiksasi

Gambar 4: Gambaran radiologi anteroposterior (A) dan lateral (B) dari fraktur patella yang
mengalami kominusi pada pole inferior yang ditatalaksana dengan patelektomi parsial. Bagian
superior yang tersisa terlihat pada foto radiologi postoperative (C dan D).

Gambar 5: Gambaran radiologi anteroposterior (A) dan lateral (B) pada fraktur kominutif
patella. Arthrotomi parapatellar medial dilakukan menunjukkan fragmen multipel (C).
Permukaan sendi direkonstruksi (D dan E) dengan multipel sekrup 2,0-mm dan penyusunan
tension band. Radigrafi anteroposterior (F) menunjukkan susunan akhir.

Anda mungkin juga menyukai