Anda di halaman 1dari 3

Physical Terapi Dan Rehabilitasi Setelah Perbaikan Rotator Cuff :

Review Konsep Terkini


Abstrak :
Kelainan rotator cuff dapat berkontribusi terhadapp nyeri shoulder, kelemahan shoulder, dan limitasi dalam
beraktivitas dan bekerja. Pembedahan dengan dengan perbaikan terbuka atau artroskopi berkorelasi dengan
peningkatan fungsi dan kepuasan pasien. Keberhasilan perbaikan tergantung pada beberapa faktor seperti
umur, ukuran kerusakan(tear), tipe fiksasi, status merokok dan ketaatan terapi post operasi. Teknik
pembedahan yang teliti dan rehabilitasi postoperasi sangat penting untuk pasien. Adanya kontroversi terkait
waktu pemberian latihan ROM setelah perbaikan rotator cuff. Bukti terbaru menyatakan bahwa pemberian
ROM awal tidak menganggu proses penyembuhan dan dilaporkan hasil yang sama pada fungsi ketika
dibandingkan dengan yang diberi imobilisasi. Terapi postoperasi harus berdasarkan ukuran kerobekan, type
perbaikan, dan faktor spesifik terkait pasien. Kompenen penting termasuk empat fase lingkup dasar mulai dari
pasif ROM sampai tahap final pada penigkatan kekuatan. Aquaterapi dan latihan mandiri dirumah telah
memperlihatkan manfaat pada fase postoperasi. Seorang dokter harus memberikan edukasi pada pasien dan
berkolaborasi dengan fisioterapis pada semua tahap rehabilitasi postoperasi untuk meningkatkan hasil
perbaikan dan kepuasan pasien.

Kata kunci: Physical Therapy, Rotator cuff repair, Rehabilitasi
Pendahuluan
Kelainan rotator cuff adalah penyebab tersering dari nyeri bahu, kelemahan bahu, keterbatasan aktivitas
harian, dan pekerjaan. Prevalensi kerobekan total pada populasi umum sekitas 20% dan meningkat tajam
setelah umum 50 th. Prevalensi kerobekan rotator cuff pada pasien umur 70 tahun sekitar 50% dan meningkat
menjadi 80% pada pasien umur 80 tahun. Meskipun tidak semua pasien dengan kerobekan total memiliki
gejalanya. Temphelof et al, melaporkan antara 31-51 % dari pasien tanpa gejala dengan umur lebih dari 70
tahun memiliki kerobekan total rotator cuff dikonfirmasi melalui pemeriksaan US. Pada pasien dengan gajala,
perbaikan rotator cuff diasosiasikan dengan peningkatan fungsi, penurunan nyeri dan kepuasan pasien. Faktor
yang mempengaruhi kesuksesan perbaikan adalah umur pasien, level aktivitas, besarnya kerobekan, status
morokok, dan ketaatan mnegikuti rehabilitasi postoperasi. Teknik pembedahan dan terapi rehabilitasi
postoperasi penting untuk memaksimalkan proses recovery dan peningkatan fungsi. Adanya varisasi signifikan
antara protokol setelah perbaikan rotatof cuff berhubungan denag waktu, asif motion dan immobilisasi, tipe
latihan pengauatan, dan status pekerjaan. Tujuan dari artikel ini adalah untuk memberikan gambaran tentang
anatomi rotator cuff, klasifikasi, teknik perbaikan, ilmu dasar penyembuhan tendon, dan bukti yang ada saat
ini terkai protokol rehabilitasi postoperasi setelah perbaikan dengan pembedahan. Selanjutnya, kita juga akan
mendiskusikan dan mengilustrasikan latihan

Anatomy
Shoulder terbentuk oleh sendi bal and socket. Cavitas glenoid memungkinkan terjadinya gerakan yang luas.
Pergerakan shoulder ditentukan oleh anatomi tulang, ligamnetum, kapsular, dan struktur muskulotendinogen
yang mengelilingi shoulder. Secra garis besar, gerakan sholder terdiri dari gerakan skapulotorakik dan
glenohumeral. Gerakan abnorml skapulotorakok dapat mempengaruhi gerakan rotator cuff dan shoulder,
dimana meningkatkan resiko sindrom impingement. Otot rotator cuff memberikan kestabilan pada sendi
glenohumeral dengan menahan kaput humerus pada cavitas glenoid origo otot supraspinatus terletak pada
bagian posterior skapula dan superior spina skapula, dan berinsersi di tuberositas mayor humerus. Otot
inraspinatur berorigo di posterior skapula bagian inferior spina dan berinsersio di tuberositas mayor dari
humerus. Meskipun tendon supraspinatus dan infraspinatus digambarkan dalam unit berbeda, pada evaluasi
anatomi memperlihatkan tendon bergabung menjadi satu struktur pada insersio yaitu pada tuberositas mayor.
Selanjutnya, tendon supraspinatus pada tuberositas mayor secara signifikan lebih kecil dibandingkan dengan
tendon infraspinatus. Origo otot teres minor permukaan posterior margo lateral skapula, dan insersio di
tuberositas mayor dibawah insersio supraspinatus. Otot supraspinatus, infraspinatus, dan teres minor
membentuk rotator cuff posterosuperior, yang bertanggungjawab pada gerakan abduksi, fleksi dan eksternal
rotasi. Otot subskapularis adalah satu-satunya otot rotator cuff yang berorigo di anterior skapula. Insersionya
pada bagian tuberositas minor humerus. Memberikan gerakan internal rotasi humerus, dan menjaga stablitas
shoulder bagian anterior.
Rotator Cuff Tear
Kerobekan rotator cuff memiliki asosiasi dengan nyeri dan disfungsi shoulder. Penyebabnya bisa
karena cedera akut atau lebih sering karena terkait umur perubahan degeneratif pada tendon yang
menyebabkan kerobekan parsial dan kemudian menjadi kerobekan total. Epidemiologi pada
kerobekan rotator cuff sulit untuk diakses berdasarkan variasi gejalanya. Sebuah studi yang
dilakukan pada 1336 individu dengan kerobekan rottor cuff dan diidentifikasi dengan US, dilaporkan
sekitar 36% dari individu tersebut memiliki gejala, dan 17% tanpa gejala, dengan asosiasi faktor
resiko termasuk penigkatan usia, dominasi penggunaan tangan, dan riwayat trauma.
Kerobekan rotator cuff biasanya diklasifikasikan secara topografi berdarkan lokasi kerobekan, dan
dengan gambaran bentuk geometrik. Empat pola utama telah digambarkan : 1] Tipe-1 kerobekan
betuk bulan sabit, secara khas pendek di bagian medial sampai lateral dan melebar dibagian
antroposterior. Tipe-2 robek Longitudinal dengan bentulk U atau L panjang dan menyempit.
Tipe-3 kerobekan masif dan contacted, dengan bentuk panjang pada bagian medial ke lateral, dan
meluas pada anteroposterior. Dan Tipe-4 kerobekan masif yang diasosiakan dengan artritis
glenohumeral dan hilangnya interspace acromioclavikular. Mengerti dan memahami pola robekan
dapat membantu dalam menenetukan teknik perbaikan, yang mana dapat mempengaruhi hasil
postoperasi dan protokol rehabilitasi.
Informasi prognostik juga dapat
Teknik Perbaikan (repair technique)
Ada banyak teknik berbeda pada perbaikan kerobekan rotator cuff
Penyembuhan Tendon ke Tulang
Studi radiografi menunjukkna antara 11% -95% kegagalan (robekan ulang) pada perbaikan dua tahun
setelah operasi baik pada artroskopi atau perrbaikan terbuka (open repair). Hal ini bergantung pada
ukuran dan status kronik dan robekan, adanya infiltrasi lemak, umur, dan status kesehatan pasien
serta kebiasaan merokok. Penting untuk mengetahui histologi dan proses biologi saat terjadi proses
penyembuhan,
Reabilitasi Postoperasi setelah pembedahan Rotator Cuff
Immobilisasi vs ROM awal
Pada teknik pembedahan, manajemen postoperasi memberikan kontribusi terbesar dalam
kesuksesan perbaikan rotator cuff. Secara umum, protokol rehabilitasi diperlukan untuk
menilai proses penyembuhan tendon ke otot. Hal ini telah terlihat pada hewan, bahwa
tendon yang diberikan penekanan dan immobilisas memiliki penyembuhan yang lebih baik.
Hatakeyama et all, menunjukkan bahwa
Continous Passive Motion
Es atau Cryotherapy
Perbaikan Rotator Cuff

Anda mungkin juga menyukai