Anda di halaman 1dari 7

BAB IV

PEMBAHASAN

Paraplegia adalah kelumpuhan pada kedua anggota gerak bawah


tubuh atau kedua belah kaki, yang disebabkan karena cedera parah pada
spinal cord level bawah. Spinal Cord Injury adalah suatu disfungsi dari
medulla spinalis yang mempengaruhi fungsi sensoris dan motoris,
sehingga menyebabkan kerusakan pada tractus sensori motor dan
percabangan saraf-saraf perifer dari medula spinalis (Quick Refference to
Physiotherapy 1999). Pada semua cedera medula spinalis atau tulang
belakang terjadi pendarahan kecil atau terbentuknya massa yang
menyebabkan pembengkakan atau oedema, sehingga tarjadi peningkatan
tekanan di dalam dan sekitar medula spinalis. Peningkatan tekanan ini
menekan saraf dan menghambat aliran darah sehingga terjadi hipoksia dan
secara drastis memperluas cedera medula spinalis dan dapat timbul
jaringan ikat sehingga saraf di daerah tersebut terhambat atau terjerat.
Gangguan yang terjadi pada pada spinal cord injury adalah sensoris,
motoris, fungsi Seksual, fungsi Bladder dan Bowel, Respirasi, Vasomotor,
Kulit seperti decubitus ulcare dan gangguan ADL (Activity Daily Living)
yang mengarah pada handicap. (Prayudi; setyo 2015).
Bila reaksi-reaksi tersebut tidak segera ditangani, akan
menghambat proses penerimaan diri pada penderita paraplegia. Mengingat
bahwa konsekuensi kelumpuhan sebagian tubuhnya merupakan keadaan
permanen, maka kemungkinan besar akan berdampak pada aspek-aspek
kehidupan dari pasien tersebut baik fisik, psikologis, sosial, dan spiritual.
Dengan kata lain, hal tersebut juga akan berdampak pada kepuasan,
kebahagiaan, dan kualitas hidup pasien.
Seperti yang dijelaskan oleh Desert (2011), penyebab paraplegia
pada umumnya dikategorikan dalam 2 sebab, yakni sebab trauma dan
sebab medis atau penyakit. Penyebab trauma yang paling umum adalah
kecelakaan, baik kecelakaan lalu lintas maupun kecelakaan kerja. Atau
oleh sebab lain seperti peradangan selaput yang mengelilingi dan
melindungi saraf tulang belakang (arachnoiditis), atau fraktur akibat
penyakit rematik, sedangkan penyebab medis atau penyakit biasanya
disebabkan oleh infeksi atau parasit.
Hubungan antara derajad berat kelumpuhan dengan tingkat
kemandirian dan kualitas hidup. Hal ini secara mudah bisa 82 Jurnal
Terpadu Ilmu Kesehatan, Jilid 1, Mei 2012, hlm. 1-132 dimengerti bahwa
semakin berat kelumpuhan akan diikuti semakin menurun kemampuan
dalam beraktivitas fungsional sehari-hari dan semakin banyak
membutuhkan bantuan dari orang lain. Semakin berat kelumpuhan yang
diikuti semakin tidak mandiri dalam beraktivitas fungsional ini akan
berakibat juga pada penurunan kualitas hidup (Bromley, 1991; Setiawan,
2010).
Latihan aktif dan pasif / ROM adalah merupakan suatu kebutuhan
manusia untuk melakukan pergerakan dimana pergerakan tersebut
dilakukan secara bebas. latihan aktif dan pasif / ROM dapat dilakukan
kapan saja dimana keadaan fisik tidak aktif dan disesuaikan dengan
keadaan pasien. Range of Motion (ROM) adalah suatu teknik dasar yang
digunakan untuk menilai gerakan dan untuk gerakan awal ke dalam suatu
program intervensi terapeutik.Gerakan dapat dilihat sebagai tulang yang
digerakkan oleh otot ataupun gaya eksternal lain dalam ruang gerakannya
melalui persendian. Bila terjadi gerakan, maka seluruh struktur yang
terdapat pada persendian tersebut akan terpengaruh, yaitu: otot, permukaan
sendi, kapsul sendi, fasia, pembuluh darah dan saraf. Gerakan yang dapat
dilakukan sepenuhnya dinamakan range of motion (ROM). Untuk
mempertahankan ROM normal, setiap ruas harus digerakkan pada ruang
gerak yang dimilikinya secara periodik. Faktor-faktor yang dapat
menurunkan ROM, yaitu penyakit-penyakit sistemik, sendi, nerologis
ataupun otot; akibat pengaruh cedera atau pembedahan; inaktivitas atau
imobilitas. Dari sudut terapi, aktivitas ROM diberikan untuk
mempertahankan mobilitas persendian dan jaringan lunak untuk
meminimalkan kehilangan kelentukan jaringan dan pembentukan
kontraktur. Teknik ROM tidak termasuk peregangan yang ditujukan untuk
memperluas ruang gerak sendi.
ROM dilakukan pada pasien stroke dapat meningkatkan rentang
sendi, dimana reaksi kontraksi dan relaksasi selama gerakkan ROM pasif
yang dilakukan pada pasien stroke terjadi penguluran serabut otot dan
peningkatan aliran darah pada daerah sendi yang mengalami paralisis
sehingga terjadi peningkatan penambahan rentang sendi abduksi-adduksi
pada ekstremitas atas dan bawah hanya pada sendi-sendi besar. Sehingga
ROM pasif dapat dilakukan sebagai alternatif dalam meningkatkan rentang
sendi pada pasien stroke yang mengalami paralisis. Hal tersebut
diharapkan juga dapat berpengaruh pada pasien dengan paraplegia.
Menurut penelitian Prayudi, Setyo 2015 mengungkapkan bila ada
pengaruh latihan kekuatan otot lengan metode Oxford pada latihan transfer
dari tidur ke duduk sebelum dan sesudah terhadap kecepatan transfer dari
tidur ke duduk pada penderita paraplegi akibat spinal cord injury, Ada
pengaruh latihan transfer dari tidur ke duduk sebelum dan sesudah
perlakuan terhadap kecepatan transfer dari tidur ke duduk pada penderita
paraplegi akibat spinal cord injury dan ada perbedaan pengaruh
penambahan latihan kekuatan otot lengan dengan metode Oxford pada
latihan transfer dari tidur ke duduk terhadap kecepatan transfer dari tidur
ke duduk pada penderita paraplegia akibat spinal cord injury.
Analisis dengan format PICO
A. Sampel dan Populasi
Yang menjadi sample adalah para penyandang paraplegia dengan
populasi di daerah Klaten Yogyakarta.

B. Intervensi
Jenis penelitian ini adalah analityc observational atau descriptive
study. Hal-hal yang akan diamati meliputi karakteristik penyandang
paraplegia seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, level cedera dan
derajad berat kelumpuhan yang akan dikorelasikan dengan kejadian
komplikasi pada saluran kencing, dekubitus dan saluran pernapasan.
Selain itu akan dikorelasikan juga dengan tingkat kemandirian dan kualitas
hidupnya. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Klaten dan Bantul.
Definisi operasional variabel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah tingkat kemandirian adalah ketidaktergantungan pasien pada orang
lain dalam melakukan berbagai aktivitas fungsionalnya seperti
pemeliharaan kesehatan diri, mandi, makan, toilet (BAK & BAB),
naik/turun tangga (trap), berpakaian, kontrol BAB, kontrol BAK,
ambulasi, dan transfer kursi/bed.
Tingkat kemandirian dalam penelitian ini akan diukur dengan
menggunakan Indeks Barthel yang dimodifikasi seperti dalam questioner
terlampir. Insiden komplikasi adalah berbagai penyulit yang muncul pada
pasien SCI, seperti d
ecubitus, gangguan fungsi paru, infeksi salauran kencing. Kualitas
hidup adalah kualitas kehidupan pasien SCI yang diukur dari tingkat
kepuasan hidup dalam hal: kehidupan secara umum, aktivitas perawatan
diri sehari hari, aktivitas rekreasi/ kesenangan diri, kebersamaan dengan
teman, kebersamaan dengan keluarga, kehidupan perkawinan, aktivitas
seksual yang diukur dengan menggunakan indek kepuasan hidup dari
Viitanen yang ada dalam questioner terlampir. Analisis yang digunakan
pada penelitian ini adalah menggunakan Spearman rank correlation,
karena data berbentuk ordinal (non parametric (Singgih Santoso, 2000)

C. COMPARISON
Tidak ada kelompok pembanding dalam penelitian ini.

D. OUTCOME
Berdasarkan Uji Korelasi Rank Spearman didapatkan ada
hubungan antara derajad berat kelumpuhan dengan tingkat kemandirian
dan kualitas hidup pasien paraplegia korban gempa ini, walaupun
hubungan tersebut tidak telalu tinggi (r=0,497 dan r=0,421).
E. MANFAAT
Melalui jurnal ini, bisa diambil kesimpulan bahwa para pasien
dengan diagnosis Paraplegia yang salah satu gangguannya adalah
kelumpuhan serta penurunan aktivitas, dengan faktor resiko dapat
menurunkan kualitas hidup pasien harus diberi perhatian lebih. Agar para
pasien tersebut senantiasa bersemangat dan memiliki harapan untuk hidup
lebih baik walau dengan keterbatasan yang ada.

F. SARAN
1. Saran
Dibutuhkan kegiatan tindak lanjut dari sisi kesehatan, psikologis
dan sosial ekonomi untuk para penyandang sakit paraplegia. Hal ini
dimaksudkan agar berbagai komplikasi baik dari sisi kesehatan,
psikologis dan ketergantungan sosial ekonomi tidak terus terjadi dan
semakin memburuk yang pada akhirnya dapat menyebabkan kualitas
hidup para penyandang kelumpuhan ini akan menurun.
Analisis dengan format PICO
A. Sampel dan Populasi
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik Purvosive sampling
yaitu dengan memilih sampel yang mewakili kriteria yang ditetapkan
dalam penelitian ini dengan mendapatkan sampel yang benarbenar
mewakili suatu populasi yang diambil sebagai anggota sampel. Pemilihan
kriteria sampel dilakukan berdasarkan hasil assesment kepada pasien.
Obyek penelitian ini adalah semua pasien yang menderita paraplegi akibat
spinal cord injury yang dirawat inap di RSUP Fatmawati Jakarta Selatan.
Kelompok perlakuan adalah kelompok yang diberikan tehnik
latihan transfer dari tidur ke duduk dan latihan penguatan otot lengan
metode Oxford.

B. Intervensi
a. Kelompok perlakuan
Sebelum melakukan intervensi atau latihan sampel diperiksa untuk
melihat apakah sampel dapat melakukan transfer dari tidur ke duduk
dengan menggunakan stopwatch. Kemudian sampel diberikan latihan
kekuatan otot lengan metode Oxford dan latihan transfer dari tidur ke
duduk sesuai program yang telah ditentukkan. Setelah itu sampel diukur
kembali setelah latihan dan hasilnya dicatat pada format fisioterapi pada
setiap perlakuan yang diberikan.

b. Kelompok kontrol
Pada kelompok kontrol, sebelum melakukan intervensi atau latihan
sampel diperiksa 456 untuk melihat apakah sampel dapat melakukan
transfer dari tidur ke duduk dengan menggunakan stopwatch. Kemudian
sampel hanya diberikan intervensi atau latihan transfer tidur ke duduk.
Dan Setelah itu sampel diukur kembali setelah latihan dan hasilnya dicatat
pada format fisioterapi pada setiap perlakuan yang diberikan.
Selanjutnya sampel diberikan program latihan sebanyak 18 kali
dan kemudian dilakukan kembali pengukuran untuk mengetahui sejauh
mana kemajuan program latihan terhadap kecepatan transfer dari tidur ke
duduk.

C. COMPARISON
Adanya kelompok kontrol yang digunakan didalam penelitian ini
yaitu kelompok yang diberi tehnik latihan transfer dari tidur ke duduk
D. OUTCOME
Ada perbedaan pengaruh yang signifikan dalam pemberian latihan
transfer dari tidur ke duduk dengan penambahan latihan kekuatan otot
lengan metode Oxford terhadap kecepatan transfer dari tidur ke duduk
pada penderita paraplegi akibat spinal cord injury”.

Anda mungkin juga menyukai