Anda di halaman 1dari 30

BAGIAN ORTHOPEDI LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN FEBRUARI 2019


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

OPEN FRAKTUR 1/3 DISTAL OS TIBIA ET FIBULA DEXTRA


GRADE III A + IMPENDING COMPARTEMENT SYNDROME

Disusun Oleh:
Sri Ayu Handayani
111 2016 2033

Pembimbing:
dr. Helmiyadi Kuswardhana, Sp.OT, M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ORTHOPEDI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Sri Ayu Handayani


NIM : 111 2016 2033
Judul : Open Fraktur 1/3 Distal Os Tibia et Fibula Dextra Gr. III A +
Impending Compartement Syndrom.

Telah menyelesaikan tugas Laporan kasus dalam rangka kepaniteraan klinik


pada bagian Ilmu Orthopedi dan Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas
Muslim Indonesia, Makassar.

Makassar, Februari 2019


Pembimbing,

dr. Helmiyadi Kuswardhana, Sp.OT, M.Kes


BAB I
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. Hj. J
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 50 tahun
Agama : Islam
Alamat : Maros
Pekerjaan : IRT
Tanggal Masuk : 17 Februari 2019
No. Rekam Medik : 242622

B. Anamnesis (Autoanamnesis)
Keluhan Utama : Nyeri pada kaki kanan bila digerakkan
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUD Salewangang Maros dengan keluhan nyeri
pada kaki kanan bila digerakkan yang dialami sejak kurang lebih 1 hari
yang lalu setelah pasien mengalami kecelakaan lalu lintas. Nyeri dirasakan
terus-menerus, memberat bila kaki digerakkan. Riwayat pingsan tidak ada,
pusing ada, mual muntah tidak ada.

Mekanisme Trauma : Pasien merupakan penumpang sepeda motor dimana


anak pasien mengendarai sepeda motor dengan kecepatan tinggi dan
kondisi jalan beton yang licin, kemudian sepeda motor yang dikendarai
anaknya tergelincir sehingga pasien dan anaknya terjatuh dipinggir jalan
beton dengan posisi kaki kanan pasien tertindis oleh bagian belakang
sepeda motor dan kepala pasien sebelah kanan sempat terbentur di beton.

Riwayat Penyakit Dahulu : Alergi tidak ada; riwayat penyakit sebelumnya


(-), riwayat patah tulang sebelumnya (-), riwayat penyakit tulang/sendi
lainnya (-), riw. Tumor (-).
Riwayat Pengobatan :
Tidak ada
Riwayat operasi:
Tidak ada

C. Pemeriksaan Fisik
1. Primary Survey
 Airway and C-Spine control : paten, obstruksi (-)
 Breathing and ventilation: Nafas spontan, frekuensi : 20x/menit,
bunyi napas vesikuler, pergerakan dada simetris kiri kanan
 Circulation: Tekanan darah 140/70 mmHg, Nadi 80 x/menit kuat
angkat, regular
 Disability: GCS E4M6V5 Composmentis, pupil isokor Ø 2,5 mm/2,5
mm, reflex cahaya +/+
 Environment: Suhu 37oC.

2. Secondary Survey
Regio Cruris Dextra
 Look: Tampak deformitas (+), soft tissue swelling (+), hematom (+),
tampak 2 buah luka terbuka pada kaki kanan, luka pertama pada sisi
medial cruris dengan ukuran 2 cm x 1 cm x 1cm, luka kedua pada
sisi lateral cruris dengan ukuran 3 cm x 2 cm x 1 cm dan tampak
excoriasi disekitar luka, luka kotor (-), perdarahan (+), bone expose
(-).
 Feel: Nyeri tekan (+)
 Move:
Gerak aktif pasif genu joint dan ankle joint dextra terbatas nyeri
 Neurovaskularisasi Distal: Sensibilitas baik, pulsasi A. Dorsalis
Pedis teraba, pulsasi A. Tibialis Posterior teraba, Capillary Refill
Time <2 detik.
LLD (Leg Length Discrepency)
ALL TLL
R 81 76
L 83 78
LLD 2 cm

D. Foto Klinis

Foto Cruris Bilateral

Foto Cruris Dextra


E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah (17/02/2019)
Item Hasil Satuan Nilai rujukan
WBC 16.700 /µl 4.000-10.000
HB 7,5 gr/dL 11-16
PLT 224.000 /µl 100.000-300.000
HCT 25,7 % 37-54
CT 6’50” Menit 1-7
BT 3’20” Menit 5-15
HBsAG Non-Reaktif Non-Reaktif

2. Foto X-Ray Cruris Dextra AP/Lateral (17/02/2019)

 Fraktur Oblique 1/3 distal os fibula


dengan fragment distal displaced ke
medial disertai angulasi ke anterior
 Fraktur comminuted 1/3 distal os tibia
dengan fragment distal displaced ke
craniolateral dengan angulasi ke anterior
 Tidak tampak tanda-tanda osteomyelitis
 Celah sendi Genu dan ankle dextra yang
tervisualisasi dalam batas normal
 Soft tissue swelling disekitarnya
Kesan : Fraktur distal os tibia et fibula
dengan angulasi ke anterior


Kesan: Fraktur 1/3 distal tibia fibula
dextra
F. Resume
Pasien datang ke IGD RSUD Salewangang Maros dengan keluhan nyeri
pada kaki kanan bila digerakkan yang dialami sejak kurang lebih 1 hari yang
lalu setelah pasien mengalami kecelakaan lalu lintas. Nyeri dirasakan terus-
menerus, memberat bila kaki digerakkan. Riwayat pingsan tidak ada, pusing
ada, mual muntah tidak ada.
Pada primary survey, ABCDE Clear. Secondary survey status lokalis
regio cruris dextra: deformitas (+), swelling (+), hematom (+),tampak 2
buah luka terbuka pada kaki kanan, luka pertama pada sisi medial cruris
dengan ukuran 2 cm x 1 cm, luka kedua pada sisi lateral cruris dengan
ukuran 3 cm x 2 cm dan tampak excoriasi disekitar luka, luka kotor (-),
perdarahan (+), bone expose (-). Nyeri tekan (+), ALL D/S 86 cm/88 cm,
TLL D/S 73 cm/75 cm, LLD 2 cm. Gerak aktif dan pasif pada right knee
joint dan ankle joint terbatas karena nyeri. NVD: sensibilitas baik, pulsasi
A. Dorsalis Pedis, A. Tibialis Posterior, Capillary Refill Time <2 detik.
Pemeriksaan penunjang, pada laboratorium darah didapatkan
peningkatan leukosit dan Hb rendah. Pada hasil foto X-Ray cruris dextra
AP-Lateral kesan: Fraktur distal os tibia et fibula dextra dengan angulasi ke
anterior.

G. Diagnosis
Open fraktur 1/3 distal os Tibia et Fibula dextra grade IIIA + Impending
Compartement Syndrome.

H. Penatalaksanaan
1. Pasang spalk pada tungkai bawah kanan, elevasikan 300, awasi
Neurovaskularisasi Distal.
2. Medikamentosa:
- IVFD Ringer Laktat 20 tetes per menit
- Immpinem 1 gr/12 jam/Intravena
- Ketorolac 30 mg/8 jam/Intravena
- Vip Albumin 500 mg/3x4/oral
- Rencana operasi: Open reduction external fixation (OREF) distal Os
Tibia dextra, Open reduction internal fixation (ORIF) distal Os
Fibula Dextra dan debridement.

Foto X-ray Cruris Dextra AP-Lateral post OREF distal Os Tibia dan ORIF
distal Os Fibula

Kesan :
 Internal fixation device terpasang
baik pada distal os tibia
 External fixation device terpasang
pada os tibia
 Fraktur distal os tibia et fibula
dengan angulasi ke anterior.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pendahuluan
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang. Ini akibat dari adanya
retakan, akibat terjatuh atau pecahnya lapisan kortex sehingga tulang terenggang
baik secara komplet dan ada pergeseran dari fragmen tulang. Jika kulit diatas fraktur
masih utuh maka disebut fraktur tertutup, jika kulit terhubung dengan dunia luar
maka disebut fraktur terbuka, hati-hati terhadap kontaminasi dan infeksi.1
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan,
yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran, atau
penarikan. Fraktur dapat disebabkan trauma langsung atau tidak langsung. Trauma
langsung berarti benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu.
Trauma tidak langsung bila titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur
berjauhan.1,2,3
Fraktur tibia dan fibula merupakan fraktur yang paling banyak dari fraktur
tulang panjang. Populasi rata-rata menunjukkan bahwa sekitar 26 tibia diafisis
mengalami fraktur per 100.000 populasi per tahun.2

B. Anatomi dan Fisiologi


Tibia adalah tulang tubular panjang dangan penampang berbentuk segitiga.
Batas anteromedial dari tibia adalah jarungan subkutan dan dikelilingi oleh empat
buah fasia yang membentuk kompartemen (anterior, lateral, superficial posterior
dan deep posterior). Otot dari kompartemen anterior adalah untuk dorsofleksi atau
ekstensi ibu jari kaki. Sedangkan otot dari kompartemen lateral, superficial
posterior dan deep posterior fleksi bagian plantar kaki.3,5,6
Fibula adalah tulang yang tipis pada bagian lateral tubuh dari tungkai bawah.
Ini bukan merupakan bagian dari artikulatio pada sendi lutut, tetapi dibawah dari
malleolus lateralis dari sendi pergelangan kaki. Ini bukan merupakan bagian dari
penopang berat tubuh, tetapi ini merupakan bagian dari perlengketan otot. Fibula
ini luas pada bagian proksimal, corpus dan distal.
Gambar 1. Anatomi Os Tibia dan Os Fibula

 Vaskularisasi
Arteri yang menutrisi tibia berasal dari arteri tibialis posterior, yang memasuki
korteks posterolateral distal sampai ke origin dari muskulussoleus. Pada saat
pembuluh darah memasuki kanalis intermedullaris, iaterbagi menjadi tiga cabang
asendens dan satu cabang desendens. Cabang-cabang ini yang kemudian
membentuk endosteal vascular tree, yang beranastomose dengan arteri periosteal
dari arteri tibialis posterior.3
Arteri tibialis anterior bersifat rapuh terhadap trauma karena perjalanannya
yang melalui sebuah celah padah mebran interosseus.3 Apabila arteri yang
menutrisi mengalami ruptur akan terjadi aliran melalui korterks, dan suplai darah
periosteal akan menjadi lebih penting. Hal ini menkankan pentingnya
mempertahankan perlekatan periosteum selama fiksasi.3
Fibula berperan sebesar 6%-17% dalam menopang berat badan. Pada bagian
leher fibula berjalan nervus peroneus komunis yang sangat dekat dengan
permukaan kulit. Hal ini menyebabkan nervus peroneus komunisrentan terhadap
trauma langsung pada daerah leher fibula.3
Gambar 2. Vaskularisasi
 Kompartemen Cruris
Cruris terbagi menjadi 4 kompartemen yang masing – masing diselubungi oleh
fascia. Kompartemen anterior terdiri dari 4 otot yaitu tibialis anterior, extensor
hallucis longus, extensor digitorum longus dan peroneus tertius. Dan pada
kompartemen ini terdapat arteri tibialis anterior, nervus peroneal deep.
Kompartemen lateral terdiri dari 2 otot yaitu peroneus longus dan peroneus brevis
disertai nervus peroneal superficial. Kompartemen posterior terdiri dari 2 yaitu
kompartemen posterior deep dan kompartemen posterior superficial. Pada
kompartemen posterior superficial terdapat otot gastrocnemius, plantaris dan
soleus. Gastrocnemius dan soleus sangat penting untuk menutup defek pada fraktur
diafisis tibia proksimal.
Kompartemen posterior deep sangat penting karena berhubungan dengan
kompartemen anterior dan biasanya terjadi sindrom kompartemen. Terdiri dari
flexor digitorum longus, flexor hallucis longus, dan tibialis posterior, disertai arteri
tibialis posterior dan nervus tibialis posterior. Dikarenakan nervus tibialis posterior
mensuplai motorik otot – otot kruris dan pedis maka jika adanya kerusakan saraf
ini perlu dipikirkan antara limb salvage ataupun amputasi.
- Musculus di regio anterior4,8
 M. tibialis anterior
 M. extensor hallucis longus
 M. extensor digitorum longus dan m.peroneus tertius
- Musculus di regio lateral
 M. peroneus longus
 M. peroneus brevis
- Musculus regio cruris posterior kelompok superficialis
 M. Gastrocnemius
 M. Soleus
 M. Plantaris
- Musculus regio cruris posterior kelompok profunda
 M. Popliteus
 M. flexor hallucis longus
 M. flexor digitorum longus
 M. tibialis posterior

Gambar 3. Kompartemen Cruris


C. Etiologi
Fraktur dapat disebabkan dari kecelakaan, stress yang berulang maupun
gangguan pada tulang (fraktur patologis). (1,2,3,8,9)
1. Fraktur yang disebabkan karena kecelakaan
Pada umumnya fraktur disebabkan oleh kekuatan yang berlebihan yang
terjadi secara tiba-tiba, yang dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung.
 Langsung
o Energi tinggi: kecelakaan kendaraan bermotor
Sebagian besar berupa fraktur transversal, comminuted, displaced
fractures.Angka kejadian kerusakan terhadap jaringan sangat tinggi.
o Penetrasi: luka tembakan
Pola luka bervariasi. Pada senjata genggam dengan kecepatan rendah
tidak dapat menyebabkan gangguan pada tulang maupun kerusakan
jaringan seperti yang disebabkan oleh energy tinggi (kecelakaan
bermotor) atau kecepatan tinggi (senjata tembak dan senjata mematikan
lainnya).Bending: three- or four-point (ski boot injuries). Obliq yang
pendek maupun fraktur transversal dapat timbul, dengan kemungkinan
menghasilkan potongan butterfly.Timbulnya crush injury.Pola
comminuted dan segmental sangat berhubungan dengan kerekatan
janringan disekitarnya.Kemungkinan terjadinya kompartemen sindrom
harus diperhatikan
o Fraktur corpus fibula: Akibat dari trauma langsung dari bagian lateral
tungkai bawah.

 Tidak langsung
o Mekanisme terpelintir. Terputarnya kaki dan terjatuh dari ketinggian
rendah merupakan penyebab utama. Spiral, tidak ada pergeseran pada
bagian fraktur yang memiliki hubungan yang sedikit terhadap kerusakan
jaringan sekitar.
o Fraktur Stres
 Pada pelatihan militer, jenis kecelakaan ini sangat sering timbul pada
sambungan antara metafisis dan diafisis, ditandai dengan bagian
sklerotik pada kortexpostero medial.
 Pada penari balet, fraktur ini biasanya muncul pada 1/3 tengah, yang
biasanya tersembunyi akibat penggunaan yang berlebihan.
 Temuan radiologi dapat tertunda sampai beberapa minggu
1. Fraktur karena stres berulang:
Fraktur jenis ini muncul pada tulang yang normal yang menanggung
berat secara berulang-ulang, biasanya terjadi pada atlet, penari dan
anggota militer yang selalu melakukan latihan. Beban yang berat akan
menimbulkan deformitas yang menginisiasi proses normal dari
remodeling tulang, gabungan dari proses reabsropsi tulang dan
pembentukan tulang baru sesuai dengan hukum Wolff’s. Ketika
terpajan oleh stress serta proses deformasi yang berulang dan
memanjang, reabsorpsi timbul lebih cepat daripada penggantian,
sehingga meninggalkan daerah yang kosong dan menyebabkan
fraktur. Masalah yang sama timbul pada orang yang sedang dalam
pengobatan sehingga mengganggu keseimbangan proses reabsorpsi
dan penggantian tulang baru.
2. Fraktur Patologi:
Fraktur dapat terjadi dengan stres yang normal jika tulang melemah
akibat perubahan pada strukturnya (contohnya pada osteoporosis,
osteogenesis imperfekta atau Paget’s disease) atau sebuah lesi litik
(contohnya kista pada tulang atau sebuah metastasis).
Gambar 4. Beberapa pola fraktur dapat dijadikan sebagai patokan mekanisme
penyebab: (a) pola spiral (terputar); (b) pola obliq pendek (kompresi); (c)
potongan segitiga ‘butterfly’ (tertarik) dan (d) pola transversal (tertekan). Pola
spiral dan beberapa obliq (panjang) seringkali terjadi akibat kecelakaan energi
rendah secara tidak langsung; pola tertarik dan transversal disebabkan
kecelakaan energy tinggi secara langsung.1

D. Klasifikasi fraktur Os Tibia dan Fibula

Gambar 5. Tipe fraktur dari Tibia dan Fibula6

Klasifikasi Gustilo dan Anderson untuk fraktur terbuka1,2,3


Fraktur terbuka dibagi menjadi tiga kelompok :
1. Grade I :
Fraktur terbuka dengan luka kulit kurang dari 1 cm dan bersih kerusakan
jaringan minimal, frakturnya simple atau oblique dan sedikit kominutif .
2. Grade II :
Fraktur terbuka dengan luka robek lebih dari 1 cm, tanpa ada kerusakan
jaringan lunak, flap kontusio avulsi yang luas serta fraktur kominutif
sedang dan kontaminasi sedang .
3. Grade III :
Fraktur terbuka segmental atau kerusakan jaringan lunak yang luas atau
amputasi traumatic,derajad kontaminasi yang berat dan trauma dengan
kecepatan tinggi .
Fraktur grade III dibagi menjadi tiga yaitu :
o Grade IIIa :
Fraktur segmental atau sangat kominutif penutupan tulang dengan
jaringa lunak cukup adekuat.

o Grade IIIb :
Trauma sangat berat atau kehilangan jaringan lunak yang cukup luas,
terkelupasnya daerah periosteum dan tulang tampak terbuka , serta
adanya kontaminasi yang cukup berat.
o Grade IIIc :
Fraktur dengan kerusakan pembuluh darah

E. Diagnosis
- Anamnesis
Anamnesis dilakukan dengan cermat, karena fraktur tidak selamanya
terjadi di daerah trauma dan mungkin fraktur terjadi pada daerah lain.
Trauma dapat terjadi karena kecelakaan lalulintas, jatuh dari ketinggian,
jatuh dari kamar mandi pada orang tua, penganiayaan, tertimpa benda berat,
kecelakaan pada pekerja oleh karena mesin atau karena trauma olahraga.
Pada pasien yang sadar, diagnosis fraktur tibia dan fibula biasanya jelas.
Pasien biasanya memiliki rasa sakit yang signifikan terlokalisir ke betis.
Namun, adanya cedera terkait atau patah tulang lainnya dapat mengganggu,
baik untuk pasien dan dokter yang memeriksa. Mekanisme cedera
merupakan aspek penting dari riwayat yang mungkin menunjukkan lokasi
fraktur, konfigurasi fraktur, dan cedera jaringan lunak terkait. Waktu dari
cedera memberi informasi mengenai potensi kehilangan darah yang luas,
kondisi keseluruhan pasien, dan kemungkinan cedera jaringan lunak terkait
yang signifikan. Lokasi kecelakaan dapat memberikan informasi mengenai
potensi organisme tertentu yang mengkontaminasi fraktur terbuka dan
dampak suhu lingkungan pada kondisi keseluruhan pasien. Identifikasi
setiap komorbid medis terkait juga merupakan aspek penting. Meskipun
informasi ini memiliki sedikit dampak pada diagnosis fraktur tibia dan
fibula yang sebenarnya, ini dapat menentukan waktu perawatan, jenis
fiksasi, dan kebutuhan untuk evaluasi khusus.9
Beberapa gejala/keluhan yang membuat penderita datang untuk
diperiksa adalah:
 Trauma: waktu terjadinya trauma, cara terjadinya trauma, lokalisasi
trauma
 Nyeri: lokasi nyeri, karakter nyeri, intensitas nyeri, aggravation,
radiating pain, referred pain, gangguan sensibilitas (hipestesia,
anesthesia, parestesia, hiperestesia)
 Kekakuan pada sendi: locking (kekakuan sendi yang terjadi secara tiba-
tiba akibat blok secara mekanis pada sendi oleh tulang rawan atau
meniscus)
 Pembengkakan: riwayat pembengkakan (sebelum/sesudah trauma,
perlahan/progresif)
 Deformitas: waktu, perubahan, karakter/sifat deformitas,
kecacatan/gangguan aktivitas, herediter, riwayat pengobatan
 Instabilitas sendi: penyebabnya (kelemahan otot atau
kelemahan/robekan pada ligamen dan selaput sendi)
 Kelemahan otot: waktu dan sifatnya, batas bagian tubuh yang
mengalami kelemahan otot, bersifat regresi/spontan, kelainan sensoris,
kontrol sfingter terganggu, menimbulkan kecacatan, riwayat
pengobatan sebelumnya
 Gangguan sensibilitas: bertambah berat atau berulang
 Gangguan atau hilangnya fungsi: dapat disebabkan oleh berbagai sebab
seperti nyeri setelah trauma, kekakuan sendi, atau kelemahan otot.

Fraktur corpus tibia disebabkan oleh perlukaan energi rendah yang


berpotensi dengan keadaan patologik atau kondisi osteopenik. Ini sangat
penting untuk menanyakan mengenai lokasi dan berat ringannya nyeri pada
tungkai bawah termasuk panggul, lutut dan pergelangan kaki. Penanganan
harus hati-hati pada associated injuries. Dari pemeriksaan fisis, biasanya
ditemukan nyeri pada sisi yang fraktur yang berhubungan dengan hematom
dari jaringan lunak.2 Pemeriksaan Neurovascular Distal (NVD) penting
dilakukan. Arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior harus diraba
untuk dievaluasi dan kita laporkan hasilnya, khususnya pada fraktur terbuka
vascular biasanya mengalami gangguan. Nervus peroneal comunis dan
tibialis harus kita lakukan pemeriksaan.
Pemeriksaan lokal:10
a. Inspeksi (look)
 Bandingkan dengan bagian yang sehat
 Perhatikan posisi anggota gerak secara keseluruhan
 Ekspresi wajah karena nyeri
 Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan
 Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk
membedakan fraktur tertutup atau terbuka
 Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai beberapa
hari
 Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan
pemendekan
 Lakukan survei pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-
organ lain
 Perhatikan kondisi mental penderita
 Keadaan vaskularisasi

Gambar 6. Macam-macam deformitas

b. Palpasi (feel)
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya
mengeluh sangat nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
 Temperatur setempat yang meningkat
 Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya
disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur
pada tulang
 Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan
secara hati-hati
 Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi
arteri radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai
dengan anggota gerak yang terkena. Refilling (pengisian) arteri pada
kuku, warna kulit pada bagian distal daerah trauma, temperatur kulit
 Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui
adanya perbedaan panjang tungkai.
 Pemeriksaan neurologis: fungsi motoris, fungsi sensoris,
sensibilitas, reflex.
c. Pergerakan (move)
Periksa pergerakan dengan mengajak penderita untuk
menggerakkan secara aktif dan pasif sendi proksimal dan distal dari
daerah yang mengalami trauma. Pada penderita dengan fraktur, setiap
gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak
boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan
kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.
Pada pergerakan dapat diperoleh informasi mengenai:
 Evaluasi gerakan sendi secara aktif dan pasif: apakah gerakan
menimbulkan rasa sakit atau disertai krepitasi
 Stabilitas sendi: memberikan tekanan pada ligamen dan gerakan
sendi diamati
Pemeriksaan ROM (Range Of Motion): batas gerakan aktif dan
batas gerakan pasif, dibandingkan dengan mencatat gerakan sendi
normal dan abnormal secara aktif dan pasif.
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologi (Foto x-ray) yang harus dilakukan pada fraktur
femur adalah foto AP dan lateral dari femur, sendi hip dan lutut harus nampak
pada foto tersebut. Ditambah dengan foto pelvis proyeksi AP.3
Pemeriksaan radiologi pada fraktur tibia dan fibula harus mencakup semua
tibia (posisi anteroposterior [AP] dan lateral) dengan visualisasi sendi
pergelangan kaki dan sendi lutut. Posisi oblik dapat membantu untuk melihat
karakteristik fraktur. Foto radiologi post- reduksi harus mencakup lutut dan
pergelangan kakiuntuk aligment dan rencana preoperatif.3
Seorang ahli bedah sebaiknya melihat ciri- ciri foto radiologi AP dan lateral
seperti berikut:3
 Lokasi dan morfologi fraktur harus ditentukan.
 Adanya garis fraktur sekunder: garis ini dapat berubah selama operasi.
 Adanya fraktur komunitive: hal ini menandakan cedera-energi tinggi.
 Jarak fragmen tulang yang telah berubah dari lokasi normalnya:
pergeseran fragmen yang luas menunjukkan bahwa jaringan lunakyang
terikat telah rusak dan fragmen mungkin avaskular.
 Defek osseus: hal ini menunjukkan adanya tulang yang hilang.
 Garis fraktur dapat meluas ke proksimal hingga ke lutut atau ke distal
hingga ke pergelangan kaki.
 Keadaant ulang: Apakah ada bukti adanya osteopenia, metastasis, atau
fraktur sebelumnya?
 Osteoarthritis atau adanya artroplasti lutut: hal tersebut dapat
mengubah metode pengobatan yang dipilih oleh ahli bedah.
 Gas dalam jaringan: hal ini biasanya akibat sekunder dari fraktur
terbuka tetapi juga dapat menandakan adanya gas gangren, necrotizing
fasciitis, atau infeksi anaerob lainnya.

Pemeriksaan X-ray adalah hal yang wajib. Harus diingat rule of twos:1
 Two views- Sebuah fraktur atau dislokasi tidak dapat terlihat hanya dari
satu posisi foto X- ray dan setidaknya dibutuhkan dua posisi
(anteroposterior dan lateral) yang harus diambil.
 Two joints – Pada lengan bawah atau tungkai bawah, satu tulang dapat
fraktur dan mengalami angulasi. Angulasi tidak mungkin terjadi kecuali
tulang lainnya juga rusak, atau sendi dislokasi. Keduanya, sendi atas dan
bawah fraktur harus diambil pada film x-ray.
 Two limbs- Pada anak-anak, adanya epifisis yang imatur dapat
membingungkan dengan diagnosis fraktur; foto x-ray dari ekstremitas
yang tidak terluka diperlukan untuk perbandingan.
 Two injuries – cedera yang parah sering menyebabkan cedera pada lebih
dari satu level. Jadi, pada fraktur calcaneum atau femur penting
dilakukan foto x-ray pelvis dan spine.
 Two occasions - Beberapa fraktur yang sangat sulit untuk dideteksi
segera setelah cedera, tapi pemeriksaan x-ray yang lain satu atau dua
minggu kemudian dapat menunjukkan adanya lesi. Contoh umum adalah
undisplaced fraktur ujung distal klavikula, scaphoid, neck femur dan
maleolus lateralis dan juga fraktur stress dan cedera fiseal yang tidak
berpindah dimanapun terjadi.

Computed tomography dan magnetic resonance imaging (MRI) biasanya tidak


diperlukan. Technetium scan tulang dan MRI dapat berguna dalam
mendiagnosis stress fraktur sebelum cederanya menjadi jelas pada foto polos.
Angiografi diindikasikan jika dicurigai terdapat cedera arteri.3

G. Penatalaksanaan
Dari semua penanganan kecelakaan, atasi syok merupakan langkah awal
dan fraktur dibidai sebelum dipindahkan. Bidai fraktur dengan metode
Thomas-type splint untuk mengurangi perdarahan dan rasa nyeri. Berikan
antibiotik dan analgetik intravena.1
Fraktur Tibia Fibula
Non-operative 3
Reduksi fraktur diikut dengan pengaplikasian long leg cast dengan
pemberian beban secara progresif dapat digunakan untuk mengisolasi dan
menutup fraktur berenergi rendah dengan pergeseran dan pola kominutive yang
minimal.
o Cast pada lutut dengan sudut fleksi 0-5º untuk memperbolehkan beban
ditopang secepat mungkin oleh pasien dengan percepatan untuk pemberian
beban secara penuh pada minggu kedua dan keempat.
o Setelah empat sampai enam minggu, long leg cast dapat diganti dengan
patella-bearing cast atau fraktur brace.
o Kesuksesan union mencapai 97%, namun pemberian beban yang terlambat
dapat menyebabkan penyetuan tulang terlambat atau malunion.
Reduksi fraktur yang dapat diterima
 Direkomendasikan angulasi varus/valgus < 5º
 Direkomendasikan angulasi anterior/posterior < 10º (disarankan < 5º)
 Direkomendasikan deformitas rotasional < 10º dengan eksternal rotasi
dapat ditoleransi lebih baik dibandingkan internal rotasi.
 Pemendekan <1 cm; 5 mm distraksi dapat menunda penyembuhan antara
8-12 bulan.
 Direkomendasikan jika kontak lebih dari 50%.
 Diperkirakan, spina iliaca anteroposterior, bagian tengah dari patella dan
dasar dari jari kedua dalam satu garis.
Waktu untuk Union
 Waktu rata-rata adalah 16±4 minggu. Hal ini bervariasi tergantung pada
pola fraktur dan kerusakan jaringan.
 Union yang terlambat didefinisikan > 20 minggu.
Fraktur Stres Tibia
 Pengobatan terdiri daripenghentianaktivitas yang beresiko.
 Sebuah short leg cast mungkin diperlukan, denganambulation partial-
weight-bearing.
Fraktur Corpus Fibula
 Pengobatan terdiri dari weight bearing yang ditoleransi.
 Meskipun tidak diperlukan untuk penyembuhan, imobilisasi dalam waktu
singkat dapat digunakan Nonunion: Timbul saat secara klinis baik secara
klinis dan radiologi, memperlihatkan tanda-tanda potensi untuk union
hilang, termasuk lesi sklerotik dan celah yang tidak berubah dalam
beberapa minggu. Nonunion juga didefinisikan sebagai penyembuhan
yang tidak terjadi dalam 9 bulan setelah fraktur.
 untuk meminimalkan rasa sakit.
 Nonunion jarang terjadi karena lampiran otot yang luas.

Pengobatan Operatif3
Intramedullary (IM) Nailing
 IM nailing memiliki keuntungan dalam menjaga suplai darah periosteal
dan membatasi kerusakan jaringan lunak. Selain itu, keuntungan
biomekaniknya adalah dapat mengontrol alignment, translasidan rotasi.
Oleh karena itu direkomendasikan pada sebagian besar pola fraktur.
 Locked versus unlocked nail
 Locked nail: Alat ini memberikan kontrol rotasi; efektif dalam
mencegah pemendekan pada fraktur comminutivedan pada orang-
orang dengan kehilangan tulang yang signifikan. Interlocking screws
dapat dibuka pada lain waktu untuk dinamisasi lokasi fraktur, jika
diperlukan, untuk penyembuhan.
 Nonlocked nail: Alat ini memungkinkan impaksi pada lokasi fraktur
dengan weight bearing, tetapi sulit untuk mengontrol rotasi.
Nonlocked nailjarang digunakan.
 Reamed versus unreamed nail
Reamed nail: Hal ini diindikasikan untuk kebanyakan fraktur tertutup dan
terbuka. Hal ini memungkinkan IM splint yang sangat baik pada fraktur
dan penggunaan diameter yang lebih besar,nail yanglebih kuat.
Unreamed nail: Hal ini dirancang untuk menjaga suplai darah IM pada
fraktur terbuka di mana suplai periosteal telah hancur. Saat ini disediakan
untuk fraktur terbuka dengan derajat tinggi; kerugiannya adalah bahwa
alat ini secara signifikan lebih lemah dari reamed nail yang lebih besar
dan memiliki risiko yang lebih tinggi terjadinya implant fatigue failure.
 Flexible Nails (Enders, Rush Rods)
Beberapa pin IM yang menggunakan tenaga pegas untuk menahanan
gulasi dan rotasi, dengan kerusakan minimal pada sirkulasi medula. Alat
ini jarang digunakan di Amerika Serikat karena dominasi pola fraktur
yang tidak stabil dan sukses dengan interlocking nails. Hal ini
direkomendasikan hanya pada anak-anak atau remaja dengan physes
terbuka.
Fiksasi Eksternal
Terutama digunakan pada fraktur terbuka yang parah, juga dapat
digunakan pada fraktur tertutup dengan komplikasi, seperti sindrom
kompartemen, adanya cedera kepala bersamaan, atau luka bakar.
Popularitasnya di Amerika Serikat telah berkurang dengan meningkatnya
penggunaan reamed nails untuk sebagian besar fraktur terbuka. Tingkat
union: Hingga 90%, dengan rata-rata 3,6 bulan untuk union. Insiden infeksi
saluran pin adalah10% -15%.
Plates and Screws
 Biasanya dilakukan pada fraktur yang meluas kemetafisisatauepifisis.
 Tingkat keberhasilan yang dilaporkanadalah 97%.
 Tingkat komplikasi infeksi, kerusakan luka, dan malunion atau nonunion
meningkat pada pola cedera - energi yang tinggi.
Fraktur Proksimal Tibia
 Fraktur ini mencapai sekitar7% dari semua fraktur diafisis tibia.
 Patah tulang initerkenal sulit untuk nailing, sering terjadi malaligned,
deformitas tersering adalah valgus dan angulasi apeks apeks.
 Nailing membutuhkan penggunaan teknik khusus sepertiblocking screws.
 Penggunaan plat yang dimasukkan secara perkutaneus sering digunakan
akhir-akhir ini.
Fraktur Distal Tibia
 Resiko malalignment ada dengan menggunakan IM nail.
 Dengan IM nailing, fibula plating atau penggunaan blocking screws
sekrup dapat membantu untuk mencegah malalignment.
 Penggunaan plat yang dimasukkan secara perkuteneus sering digunakan
akhir-akhir ini.
Fraktur Tibia dengan Fibula yang utuh
 Jika fraktur tibia yang tidak mengalami pergeseran, pengobatan terdiri dari
long leg cast dengan early weight bearing. Observasi yang cermat
diindikasikan untuk mengenali kecenderungan terjadinya varus.
 Beberapa penulis merekomendasikan IM nailing walaupun fraktur tibia
tidak mengalami pergeseran.
 Sangat beresiko terjadinya varus jika ada malunion,terutama pada pasien
dengan usia >20tahun.
Fasciotomy
Adanya bukti terjadinya kompartemen syndrome yang merupakan indikasi
untuk dilakukan fasciotomy pada semua empat otot kompartemen tungkai
bawah (anterior, lateral, superficial dan deep posterior) melalui satu atau
beberapa teknik insisi. Setelah operasi fiksasi fraktur, pembukaan fasia tidak
boleh reap proximated.

H. Proses Penyembuhan Fraktur


Proses penyembuhan pada fraktur mulai terjadi segera setelah tulang
mengalami kerusakan apabila lingkungan untuk penyembuhan memadai
sampai terjadi konsolidasi. Faktor mekanis yang penting seperti imobilisasi
fragmen tulang secara fisik sangat penting dalampenyembuhan, selain factor
biologis yang juga merupakan suatu faktor yang sangat esensial dalam
penyembuhan fraktur.
Secara rinci proses penyembuhan fraktur dapat dibagi dalam beberapa tahap
sebagai berikut:1
 Fase hematoma (48-72 jam)
Tiap fraktur biasanya disertai dengan putusnya pembuluh darah
sehingga akan terjadi penimbunan darah disekitar fraktur (hematom).
Periosteum akan terdorong dan dapat mengalami robekan akibat tekanan
hematom yang terjadi sehingga terjadi ekstravasasi darah ke dalam jaringan
lunak. Pada ujung tulang terjadi iskemi sampai beberapa millimeter dari
daerah fraktur yang mengakibatkan matinya osteosit sehingga
menimbulkan suatu daerah cincin avaskuler tulang yang mati pada sisi
fraktur segera setelah trauma.
 Fase proliferasi seluler periosteal dan endosteal
Pada fase ini yang menonjol adalah proliferasi sel-sel lapisan dalam
periosteal dekat daerah fraktur. Hematom terdesak oleh proliferasi ini dan
akan diabsorpsi oleh tubuh. Bersamaan dengan aktifitas sel-sel sub periosteal
maka terjadi pula aktifitas sel-sel dari kanalis medularis dari lapisan
edosteum dan dari sumsum tulang masing-masing fragmen. Proses dari
kanalis medularis dan periosteum dari masing-masing fragmen akan bertemu
dalam satu proses yang sama, proses terus berlangsung kedalam dan keluar
dari tulang tersebut sehingga menjembatani permukaan fraktur satu sama
lain. Pada saat ini mungkin tampak dibeberapa tempat pulau-pulau kartilago
yang banyak, walaupun adanya kartilago tidak mutlak dalam penyembuhan
tulang.Pada fase ini juga sudah terjadi pengendapan kalsium.
 Fase pembentukan kalus (fase union secara klinis, 6-10 hari)
Pada fase ini terbentuk fibrous kalus dan tulang menjadi osteoporotic
akibat resorbsi kalsium untuk penyembuhan.Sel-sel osteoblast mengeluarkan
matriks intra seluler yang terdiri dari kolagen dan polisakarida yang segera
bersatu dengan garam-garam kalsium dan membentuk tulang immature atau
woven bone. Karena proses pembauran tersebut maka pada akhir stadium ini
terbentuk dua macam kalus yaitu kalus interna (endosteum) dan eksterna
(periosteum).Pada pemeriksaan radiologis kalus atau woven bone sudah
terlihat sebagai gambaran radiopak dan merupakan indikasi radiologik
pertama terjadinya penyembuhan fraktur.
 Fase konsolidasi (3-10 minggu)
Kalus (union) yang terbentuk mengalami maturasi lebih lanjut oleh
aktifitas osteoblast.Kalus menjadi tulang yang lebih dewasa dengan
pembentukan struktur lamellar.Fase ini sebenarnya merupakan tahap
penyembuhan yang sudah lengkap dimana terjadi pergantian fibrous kalus
menjadi kalus primer.Fase ini terjadi dalam waktu lebih dari 4
minggu.Secara bertahap, kalus primer akandiresorbsi dan digantikan dengan
kalus sekunder yang sudah mirip dengan jaringan tulang yang normal.
 Fase remodelling (6-8 bualn)
Pada fase ini kalus sekunder sudah ditimbuni dengan kalsium dalam
jumlah banyak dan tulang sudah terbentuk dengan baik.Apabila union sudah
lengkap, tulang baru yang sudah terbentuk biasanya berlebihan, mengelilingi
daerah fraktur di luar maupun di dalam kanal medularis. Dengan mengikuti
tekanan atau stress dan tarikan mekanis seperti gerakan, kontraksi otot dan
sebagainya, maka kalus yang sudah matur secara bertahap akan di resorbsi
kembali dengan kecepatan konstan sehingga terbentuk tulang yang sesuai
dengan aslinya.

I. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi ada 2 jenis, yaitu komplikasi dini dan
komplikasi lanjut. Yang termasuk komplikasi dini adalah syok, emboli lemak,
trauma pembuluh darah besar, trauma saraf, tromboemboli, dan infeksi.
Sedangkan yang termasuk kompliksai lanjut adalah delayed union, non union,
malunion, kaku sendi otot, dan refraktur. 1,4,6
 Malunion: Hal ini termasuk deformitas yang tidak sesuai dengan posisi
anatominya.
 Nonunion: Hal ini terkait dengan cedera- berkecepatan tinggi, fraktur
terbuka (terutama Gustilo grade III), infeksi, fibula yang intak, fiksasi yang
tidak adekuat dan fraktur yang pada awalnya mengalami pergeseran.
 Dapat terjadi infeksi.
 Dapat terjadi kekakuan pada lutut dan / atau pergelangan kaki.
 Nyeri pada lutut: Hal ini merupakan komplikasi yang paling umum yang
berhubungan dengan IM tibial nailing.
 Kerusakan hardware: Kerusakan nail dan locking screw tergantung pada
ukuran nail yang digunakan dan jenis logamnya. Reamed nail yang lebih
besar memiliki cross screw yang lebih besar; insidens kerusakan nail dan
screw lebih besar pada undreamed nail yang memanfaatkan locking screw
dengan diameteter- kecil.
 Nekrosis akibat suhu dari diafisis tibia dengan reaming merupakan hal
yang tidak biasa dan merupakan komplikasi yang serius. Risiko meningkat
dengan penggunaan reamer yang tumpul dan reaming dengan kontrol
tourniquet.
 Reflex simpatik distrofi: Hal ini merupakan hal yang paling umum terjadi
pada pasien yang tidak bisa menggunakan bear weight early dan dengan
imobilisasi cast yang lama. Hal ini ditandai dengan nyeri dan bengkak
yang diikuti oleh atrofi ekstremitas. Tanda-tanda radiografi adalah
demineralisasi bercak-bercak pada kaki dan distal tibia serta pergelangan
kaki equino varus. Hal tersebut diobati dengan stoking kompresi elastis,
weight bearing, blok simpatis, dan orthoses kaki, disertai dengan terapi
fisik yang agresif.
 Kompartemen syndrome: Kompartemen anterior merupakan
kompartemen yang paling sering terkena. Tekanan tertinggi terjadi pada
saat reduksi terbuka atau tertutup. Hal ini memerlukan fasiotomi.
Kematian otot terjadi setelah 6 sampai 8 jam. Kompartemen syndrome
deep posterior mungkin terlewatkan karena tidak terkenanya
kompartemen superficial diatasnya, dan menyebabkan claw toes.
 Cedera neurovaskular: Cedera vascular jarang terjadi kecuali jika cedera
berkecepatan tinggi, adanya pergeseran nyata, sering pada fraktur terbuka.
Hal ini paling sering terjadi pada arteri tibialis anterior yang melintasi
membran interoseustungkai bawah bagian proksimal. Hal ini mungkin
memerlukan saphenous vein interposition graft. Nervus peroneal komunis
rentan terhadap cedera langsung pada fibula proksimal serta fraktur
dengan angulasi varus yang signifikan. Traksi yang berlebihan dapat
mengakibatkan cedera pada saraf, dan cetakan cast/ paddingyang tidak
adekuat dapat mengakibatkan neurapraksia.
 Dapat terjadi emboli lemak.
DAFTAR PUSTAKA

1. Nalyagam S. Principles of Fractures. In: Solomon L. Apley’s System of


Orthopaedics and Fractures. Ninth edition. UK: 2010. p. 687-693.
2. Bucholz, Robert W.; Heckman, James D. Fractures of The Tibia and Fibula. In:
Court-Brown, Charles M. Rockwood & Green's Fractures in Adults, 7th
Edition. UK: Lippincott Williams & Wilkins. 2006. p. 1868-76.
3. Koval, Kenneth J.; Zuckerman, Joseph D.Handbook of Fractures, 4th Edition.
USA: Lippincott Williams & Wilkins. 2006.p. 464-75.
4. Thompson, John C. Thigh/Hip: Netter's Concise Orthopaedic Anatomy. 2th
Edition..Philadelphia: Saunders Elsevier. 2010.p. 250-3, 266-8.
5. Agur AMR, Dalley AF. Grant’s Atlas of Anatomy 12th edition. New York:
Lippincott William Wilkins. 2009.p. 422-5.
6. Thompson, John C. Leg and Knee in: Netter's Concise Orthopaedic Anatomy.
2th Edition..Philadelphia: Saunders Elsevier. 2010.p. 294, 316-9.
7. Snell RS. The Lower Limb. Clinically Anatomy by Regions. 8th Edition. New
York: Lippincott Williams & Wilkins; p. 595-6.
8. Mostofi SB. Fracture Classification in Clinical Practice. London: Springer.
2006. 59-60.
9. Miller MD, Thompson SR, Hart JA. Review of Orthopaedics 6th Edition.
Philadelphia; Saunder Elsevier. 2012. p. 315-6.
10. James Beaty, Kaser, R james.Rockwood and Wilkins Fracture in Children 7th
ed.2010.
11. Nalyagam S. Fracture Hip/Thigh. In: Solomon L. Apley’s System of
Orthopaedics and Fractures. Ninth edition. UK: 2010. p. 859-60.

Anda mungkin juga menyukai