Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN UMUM

2.1 Sejarah Puskesmas

Puskesmas Kayu Tangi terletak di wilayah Kelurahan Sungai Miai


Kecamatan Banjarmasin Utara yaitu di Jalan Cemara Raya RT.33 No.147
kota Banjarmasin. Dibangun tahun 1984 dengan luas bangunan 900 M2 dan
luas halaman 30 M. Wilayah kerja Puskesmas Kayu Tangi meliputi 2
kelurahan yaitu Kelurahan Sungai Miai dan Kelurahan Antasan Kecil Timur.
1. Batas Wilayah Kerja
a. Kelurahan Sungai Miai
1) Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Antasan Kecil
Timur dan Sungai Miai
2) Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Alalak Utara dan
Kabupaten Barito Kuala
3) Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Pasar Lama
4) Sebelah Barat Kelurahan Pangeran
b. Kelurahan Antasan Kecil Timur
1) Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Surgi Mufti
2) Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Sungai Miai
3) Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Sungai Miai dan
Pasar Lama
4) Sebelah Selatan berbatasan dengan Sungai Martapura

Tabel 2.1.1. Luas Wilayah Kerja Puskesmas Kayu Tangi Tahun 2014

LuasWilayah Jumlah
No Kelurahan
Km2 RW RT
1 Sungai Miai 0,98 3 35

8
9

2 Antasan kecil Timur 0,76 2 23


Jumlah 1,74 5 58
Sumber: Profil Kelurahan Sungai Miai dan Antasan Kecil Timur

b. Keadaan Demografi
Dengan Luas Wilayah 1,74 km2, wilayah kerja Puskesmas Kayu Tangi
memiliki jumlah penduduk sebanyak 26.834 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga
(KK) sebanyak 6.189 KK.

Tabel 2.1.2. Jumlah Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Kayu Tangi Tahun
2014

Laki-laki Wanita Jumlah


No Kelurahan
(Jiwa) (Jiwa) (Jiwa)
1 Sungai Miai 8.307 8.883 17.190
2 Antasan kecil Timur 4.812 4.832 9.644
Jumlah 13.119 13.715 26.834

2.2 Visi dan Misi

Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas


Kayu Tangi adalah menjadi Puskesmas pilihan utama di kota Banjarmasin
Tahun 2015.

Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas


Kayu Tangi adalah sebagai berikut:

1. Mengembangkan mutu pelayanan kesehatan dasar di semua bidang.


2. Mengoptimalkan kerjasama lintas program.
3. Menggalang kerjasama lintas sektor baik swasta maupun pemerintah.
4. Memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat dan mandiri.
10

Tujuan dari Puskesmas adalah bertekad mewujudkan visi Puskesmas


dengan memberikan pelayanan kesehatan dasar paripurna sesuai peraturan
dan perundangan yang berlaku serta mengutamakan kepuasan pelanggan dan
senantiasa melakukan perbaikan berkesinambungan.
Nilai Inti Budaya Puskesmas Kayu Tangi adalah sebagai berikut:
a. Kedisiplinan
Mematuhi semua peraturan yang berlaku
Memberlakukan penghargaan dan hukuman sesuai kesepakatan
b. Profesionalisme
Bekerja sesuai Sistem Operasional dan Prosedur (SOP)
Masing-masing petugas bekerja sesuai keterampilan
c. Mutu Prima
Tepat dalam pelayanan
Mengutamakan kepentingan pelanggan
Motto Puskesmas Kayu Tangi, “Anda Sehat, Kami Senang”

2.3 Struktur Organisasi

Struktur organisasi dibuat untuk memperlancar kegiatan yang dijalankan


masing-masing Puskesmas. Dengan adanya pembagian tugas diharapkan
masing-masing orang dapat menjalankan kewajibannya dengan baik,
sehingga visi dan misi Puskesmas Kayu Tangi dapat tercapai. Struktur
Organisasi dapat di lihat di (Lampiran 1).
Rincian tenaga kerja Puskesmas Kayu Tangi, sebagai berikut.
Tabel 2.3.1. Jenis dan Jumlah Tenaga Kesehatan
No. Sumber Daya Tenaga Kerja Jumlah (Orang) Ket
1 Dokter Umum 3
2 Dokter Gigi 2
Sarjana Kesehatan
3 1
Masyarakat
4 Bidan
11

- S1 1
- D3 ( AKBID ) 6
Perawat
- S1 1
5
- D3 (AKPER ) 2
- SPK 3
6 Perawat Gigi 2
7 Apoteker 1
8 Asisten Apoteker 2
9 Petugas Kesling 1
10 Petugas Laboratorium 2
11 Refraksionis 1
12 Petugas Gizi 3
13 Fisioterafis 0
JUMLAH 31

Tabel 2.3.2. Jenis dan Jumlah Tenaga Non Kesehatan


No KETENAGAAN JUMLAH KET
1 Verifikator Keuangan 1 orang
2 TKS Loket 2 orang
3 Pekarya Kesehatan 1 orang
4 Peregister Pasien 1 orang
5 Petugas Kebersihan 1 orang
6 Petugas Keamanan 1 orang
Jumlah 7 orang

2.4 Sarana dan Prasarana

Dalam upaya mendukung pelayanan kefarmasian di Puskesmas Kayu


Tangi Banjarmasin diperlukan sarana prasarana yang memadai dan
disesuaikan dengan kebutuhan yang diperlukan. Fasilitas tersebut meliputi :
12

1. 1 Puskesmas Induk
2. 1 Puskesmas Pembantu
3. 12 Puskesmas Keliling (Pusling)
a) 10 Pusling di Posyandu
b) 2 Pusling di Puskesdes
4. 17 Posyandu
5. 3 Posyandu Lansia
6. 2 Puskesdes
7. 1 Pusbindu

Adapun sarana dan prasarana penunjang kegiatan di apotek Puskesmas


Kayu Tangi lainnya adalah sebagai berikut :

Tabel 2.4.1. Sarana dan Prasarana di Apotek Puskesmas Kayu Tangi

No Prasarana Jumlah (Unit) Ket.

A. Ruang Apotek
1 Laptop 1
2 AC 2
3 Lemari Besi 1
4 Lemari Es 1
5 Printer 1
6 Blender Obat 1
7 Mortir Stemper 1
8 Meja Tulis 3
9 Kursi 5
10 Bak Sampah 1
11 Sealing Machine 1 1 Paket dengan
spoon plastik
dan kertas
pembungkus
13

12 Dispenser 1
13 Rak Obat 2 1 rak berisi 25
kotak obat
14 Wastafel 1
B. Gudang Obat
12 Rak Kayu 1
13 Rak Besi 2
14 Lemari Kayu 1
Lemari Narkotika dan
15 1
Psikotropika

2.5 Pengelolaan Sediaan Farmasi & Perbekalan Kesehatan

Pengelolaan sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan
kosmetik. Perbekalan kesehatan adalah semua bahan selain obat dan peralatan
yang diperlukan untuk menyelenggarakan kesehatan. Pengelolaan sediaan
farmasi dan perbekalan kesehatan bertujuan untuk menjamin kelangsungan
ketersediaan dan keterjangkauan pelayanan obat yang efisien,efektif dan
rasional.

2.5.1. Obat Bebas, Terbatas, dan Obat Keras


a. Perencanaan

Kegiatan pokok dalam perencanaan adalah memilih dan


menentukan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang akan
diadakan (Depkes RI, 2003).
Perencanaan kebutuhan untuk Puskesmas setiap periode
dilaksanakan oleh Pengelola Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan di Puskesmas. Data mutasi obat yang dihasilkan oleh
Puskesmas merupakan salah satu faktor utama dalam
mempertimbangkan perencanaan kebutuhan obat tahunan. Dalam
14

proses perencanaan kebutuhan obat per tahun, Puskesmas diminta


menyediakan data pemakaian obat dengan menggunakan Laporan
Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) fungsinya
yaitu untuk analisis penggunaan, perencanaan kebutuhan,
pengendalian persediaan dan pembuatan laporan pengelolaan
obat. Selanjutnya Unit Pengelola Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan (UPOPPK) yang akan melakukan kompilasi dan
analisa terhadap kebutuhan obat Puskesmas di wilayah kerjanya.
Tujuan dari perencanaan adalah:
1) Perkiraan jenis dan jumlah obat dan perbekalan kesehatan
yang mendekati kebutuhan.
2) Meningkatkan penggunaan obat secara rasional.
3) Meningkatkan efisiensi penggunaan obat (Depkes RI, 2003).

Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam perencanaan kebutuhan


obat adalah:

1) Tahap pemilihan obat


Fungsi seleksi/pemilihan obat adalah untuk menentukan
apakah obat benar-benar diperlukan sesuai dengan jumlah
penduduk dan pola penyakit di daerah, untuk mendapatkan
pengadaan obat yang baik, sebaiknya diawali dengan dasar-
dasar seleksi kebutuhan obat, yaitu meliputi:
a) Obat dipilih berdasarkan seleksi ilmiah, medik, dan
statistik yang memberikan efek terapi jauh lebih baik
dibandingkan resiko efek samping yang akan
ditimbulkan.
b) Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin dengan cara
menghindari duplikasi dan kesamaan jenis.
c) Jika ada obat baru harus ada bukti yang spesifik untuk
terapi yang lebih baik.
15

d) Hindari penggunaan obat kombinasi, kecuali jika obat


kombinasi mempunyai efek yang lebih baik dibanding
obat tunggal.
e) Apabila jenis obat banyak, maka kita memilih
berdasarkan obat pilihan (drug of choice) dari penyakit
yang prevalensinya tinggi.
2) Tahap kompilasi pemakaian obat
Kompilasi pemakaian obat berfungsi untuk mengetahui
pemakaian bulanan masing-masing jenis obat di unit
pelayanan kesehatan/Puskesmas selama setahun dan sebagai
data pembanding bagi stok optimum.
Informasi yang didapat dari kompilasi pemakaian obat
adalah:
a) Jumlah pemakaian tiap jenis obat pada masing-masing
unit pelayanan kesehatan/Puskesmas.
b) Persentase pemakaian tiap jenis obat terhadap total
pemakaian setahun seluruh unit pelayanan
kesehatan/Puskesmas.
c) Pemakaian rata-rata untuk setiap jenis obat untuk tingkat
Kabupaten/Kota.
3) Tahap perhitungan kebutuhan obat
Metode untuk menyusun perkiraan kebutuhan obat di
tiap unit pelayanan kesehatan lazimnya menggunakan
metode:
a) Metode Konsumsi
Didasarkan atas analisa data konsumsi obat tahun
sebelumnya, dimana untuk menghitung jumlah obat yang
dibutuhakan berdasarkan metode konsumsi perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Pengumpulan dan pengolahan data
2. Analisa data untuk informasi dan evaluasi
16

3. Perhitungan perkiraan kebutuhan obat


4. Penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi
dana.
(Depkes RI, 2003)
Kelebihan metode konsumsi adalah metode yang
paling mudah, tidak memerlukan data epidemiologi
maupun standar pengobatan, bila data konsumsi lengkap
dan kebutuhan relatif konstan maka kemungkinan
kekurangan obat relatif kecil (Depkes RI, 2003).
Kekurangan metode konsumsi adalah data obat dan
data jumlah kunjungan pasien yang dapat diandalkan
mungkin sulit diperoleh, tidak dapat dijadikan dasar
dalam mengkaji penggunaan obat, dan tidak dapat
diandalkan jika terjadi kekurangan stok obat lebih dari 3
bulan, obat yang berlebih atau adanya kehilangan
(Depkes RI, 2003).
b) Metode Epidemiologi
Metode ini dilakukan dengan menganalisis
kebutuhan obat berdasarkan pola penyakit, perkiraan
kunjungan dan waktu tunggu (lead time).
Langkah-langkah dalam metode ini adalah:
1. Menentukan jumlah penduduk yang akan dilayani
2. Menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan
frekuensi penyakit
3. Menyediakan standar/pedoman pengobatan yang
digunakan
4. Menghitung perkiraan kebutuhan obat
5. Penyesuaian dengan alokasi dana yang tersedia.
(Depkes RI, 2003)
Kelebihan metode epidemiologi adalah perkiraan
kebutuhan obat yang mendekati kebenaran, dapat
17

digunakan pada program-program yang baru, standar


pengobatan dapat mendukung usaha perbaikan pola
penggunaan obat (Depkes RI, 2003).
Kekurangan metode epidemiologi adalah
membutuhkan waktu dan tenaga yang terampil, data
penyakit sulit diperoleh secara pasti dan kemungkinan
terdapat penyakit yang termasuk dalam daftar tidak
melapor, memerlukan sistem pencatatan dan pelaporan,
dan variasi obat terlalu luas (Depkes RI, 2003).
c) Metode Gabungan
Metode gabungan yaitu gabungan dari metode
konsumsi dan metode epidemiologi. Kelemahan metode
gabungan adalah seringkali standar pengobatan belum
tersedia atau belum disepakati, data gabungan tidak
akurat.
Untuk menutupi kelemahan metode gabungan maka
dapat dipergunakan metode analisis perencanaan, yaitu:
a. Metode ABC (Pareto)
a. Tipe A dimana obat tersebut fast moving dan
dana yang digunakan > 80% dari dana yang
tersedia.
b. Tipe B dimana obat slow moving dan dana yang
digunakan 15% dari dana yang tersedia.
c. Tipe C dimana dana yang digunakan 5% dari
dana yang tersedia.
b. Metode VEN
Metode VEN merupakan metode pengadaan
yang digunakan pada anggaran terbatas karena dapat
membantu memperkecil penyimpanan pada proses
pengadaan perbekalan farmasi dengan menetapkan
prioritas dimuka. Analisi VEN menggolongkan
18

masing-masing obat yang terdapat dalam


formulatium maupun terdapat dalam DOEN ke
dalam salah satu kategori dari tiga kategori yang
ada, yaitu:
a. Vital
Obat life saving, mempengaruhi kelangsungan
hidup pasien.
b. Essensial
Merupakan obat-obat yang efektif mengatasi
penyakit yang sering dialami oleh pasien
terutama penyakit kronik, namun bukan
termasuk vital.
c. Non Essensial
Obat-obatan yang digunakan untuk penyakit
yang sifatnya self-limiting disease dan
keefektifan dari obat-obat ini masih
dipertanyakan.
Klasifikasi obat-obat ke dalam metode VEN ini
tidak hanya sekali saja ditetapkan melainkan perlu
dievaluasi dan selalu diperbaharui. Pada beberapa
sistem pengelolaan barang ditemukan kesulitan
dalam menggolongkan berbagai produk obat yang
baru. Sebagai alternatif, obat-obat vital harus selalu
tersedia setiap waktu.

b. Pengadaan
Pengadaan obat adalah suatu proses pengumpulan dalam
rangka menyediakan obat dan alat kesehatan untuk memenuhi
kebutuhan pelayanan di puskesmas.
19

Tujuan pengadaan obat adalah memenuhi kebutuhan obat


dimasing-masing unit pelayanan kesehatan sesuai dengan pola
penyakit di wilayah kerjanya.
Sumber penyediaan obat di puskesmas adalah berasal dari
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Obat yang diperkenankan
untuk disediakan di puskesmas adalah obat esensial yang jenis
dan itemnya ditentukan setiap tahun oleh Menteri Kesehatan
dengan merujuk kepada DOEN (Daftar Obat Esensial Nasional).
Selain itu sesuai dengan kesepakatan global maupun keputusan
Menteri Kesehatan No.085 tahun 1989 tentang kewajiban
menuliskan resep dan atau menggunakan obat generik di
Pelayanan Kesehatan milik Pemerintah, maka hanya obat generik
saja yang diperkenankan tersedia di Puskesmas.
Adapun beberapa dasar pertimbangan dari Keputusan Menteri
Kesehatan tersebut adalah :
1) Obat generik sudah menjadi kesepakatan global untuk
digunakan di seluruh dunia bagi pelayanan kesehatan publik;
2) Obat generik mempunyai mutu, efikasi yang memenuhi
standar pengobatan;
3) Meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan publik bagi
masyarakat;
4) Menjaga keberlangsungan pelayanan kesehatan publik;
5) Meningkatkan efektivitas dan efisensi alokasi dana obat
dipelayanan kesehatan publik.

Berdasarkan UU No. 23 tahun 1992 Tentang Kesehatan dan


PP No.72 tahun 1999 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan
Alat Kesehatan, yang diperkenankan untuk melakukan
penyediaan obat adalah tenaga Apoteker. Untuk itu Puskesmas
tidak diperkenankan melakukan pengadaan obat secara sendiri-
sendiri. Permintaan obat untuk mendukung pelayanan obat di
20

masing-masing Puskesmas diajukan oleh Kepala Puskesmas


kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan
format LPLPO. Sedangkan, permintaan dari sub unit ke Kepala
Puskesmas dilakukan secara periodik menggun akan LPLPO sub
unit.
Untuk pengadaan, pada awalnya dibuat surat pesanan oleh
Apoteker berupa LPLPO (Laporan Pemakaian dan Lembar
Permintaan Obat), yang kemudian ditandatangani oleh Kepala
Puskesmas yang bersangkutan. LPLPO dibuat sebanyak 4
rangkap, 1 rangkap untuk Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setempat, 2 rangkap untuk Gudang Farmasi dan 1 rangkap
sebagai arsip. LPLPO dikirimkan pada setiap akhir bulan dan
permintaan barang akan diterima pada setiap awal bulan.
Adapun macam-macam permintaan obat, sebagai berikut:
1) Permintaan rutin, dilakukan sesuai dengan jadwal yang
disusun oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
2) Permintaan khusus, dilakukan diluar jadwal distribusi rutin
apabila: kebutuhan meningkat, menghindari kekosongan,
penanganan Kejadian Luar Biasa (KLB), obat rusak dan
kadaluarsa.

Menentukan jumlah permintaan obat, yaitu dengan


menggunakan formulir LPLPO. Data yang diperlukan yaitu: data
pemakaian obat periode sebelumnya, jumlah kunjungan resep,
data penyakit, dan frekuensi distribusi obat oleh UPOPPK.
Sumber data dari LPLPO dan LBI.

Adapun cara menghitung kebutuhan obat :


Jumlah untuk periode yang akan datang diperkirakan sama
dengan pemakaian pada periode sebelumnya.
21

SO = SK + SWK+ SWT + SP – SS
Keterangan :
SO = Stok Optimum
SK = Stok Kerja (Stok pada periode berjalan)
SWK = Jumlah yang dibutuhkan pada waktu kekosongan obat
SWT = Jumlah yang dibutuhkan pada waktu tunggu (Lead
time)
SP = Stok Penyangga
SS = Sisa Stok

c. Penerimaan Obat dan Pemeriksaan Barang


Penerimaan obat adalah suatu kegiatan dalam menerima obat
- obatan yang diserahkan dari unit pengelola yang lebih tinggi
kepada unit pengelola di bawahnya. Setiap penyerahan obat oleh
UPOPPK, kepada Puskesmas dilaksanakan setelah mendapat
persetujuan dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau
pejabat yang diberi wewenang untuk itu.
Tujuan penerimaan obat adalah agar obat yang diterima
sesuai dengan kebutuhan berdasarkan permintaan yang diajukan
oleh Puskesmas. Barang yang datang akan diperiksa oleh Asisten
Apoteker atau Apoteker dan disesuaikan dengan LPLPO. Petugas
penerima obat wajib melakukan pemeriksaan terhadap obat-obat
yang diserahkan mencakup jumlah kemasan, jenis obat, bentuk
sediaan, serta pemeriksaan lain yang diperlukan. Jika terdapat
kekeliruan, penerima obat wajib menuliskan jenis yang keliru
(rusak, jumlah kurang, dan lain-lain). Keluar masuknya barang
dicatat dalam buku pemasukan barang dan kartu stok masing-
masing. Setelah itu barang (obat) disimpan dan disusun di
Gudang.
22

d. Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan pengamanan terhadap
obat-obatan yang diterima agar aman, terhindar dari kerusakan
fisik maupun kimia dan mutunya tetap terjamin.
Tujuan penyimpanan adalah agar obat yang tersedia di unit
pelayanan kesehatan mutunya dapat dipertahankan.
Gudang obat Puskesmas merupakan tempat yang digunakan
untuk menyimpan semua perbekalan farmasi untuk kegiatan yang
dilakukan di Puskesmas. Adapun persyaratan gudang obat
Puskesmas sebagai berikut:
1) Luas minimal 3x4 m2.
2) Ruangan kering tidak lembab.
3) Ada ventilasi agar ada aliran udara dan tidak lembab atau
panas.
4) Perlu cahaya yang cukup, namun jendela harus mempunyai
pelindung untuk menghindarkan adanya cahaya langsung.
5) Lantai dibuat dari semen yang tidak memungkinkan
bertumpuknya debu atau kotoran lain. Bila perlu dibuat alas
papan.
6) Dinding dibuat licin.
7) Hindari pembuatan sudut lantai dan dinding yang tajam.
8) Gudang digunakan khusus untuk penyimpanan obat.
9) Mempunyai pintu yang dilengkapi kunci ganda.
10) Tersedia lemari atau laci khusus untuk narkotik dan
psikotropik yang selalu terkunci.
11) Sebaiknya ada pengukur suhu ruangan.

Pengaturan penyimpanan obat:


1) Obat disusun secara alfabetis
2) Obat dirotasi dengan sistem FIFO dan FEFO
3) Obat disimpan pada rak
23

4) Obat yang disimpan pada lantai harus diletakkan diatas palet


5) Tumpukan dus sebaiknya harus sesuai dengan petunjuk
6) Cairan dipisahkan dari padatan
7) Sera, vaksin, suppositoria disimpan dalam lemari pendingin

e. Pelaporan
Pelaporan data obat di Puskesmas merupakan rangkaian
kegiatan dalam rangka penatalaksanaan obat-obatan secara tertib,
baik obat-obatan yang diterima, disimpan, didistribusikan dan
digunakan di Puskesmas dan atau unit pelayanan lainnya.
Tujuan pencatatan dan pelaporan adalah sebagai bukti bahwa
suatu kegiatan yang telah dilakukan, sumber data untuk
melakukan pengaturan dan pengendalian, sumber data dalam
pelaporan. Selain itu, pencatatan stok obat juga bertujuan untuk
mengetahui pengeluaran dan pemasukan obat, sehingga mudah
dimonitor. Pencatatan stok dapat dilakukan untuk periode
tertentu, baik per hari, minggu atau perbulan. Pencatatan pada
buku pemasukan, hanya dilakukan pada waktu barang masuk ke
Apotek di Puskesmas.
Penyelenggaraan pencatatan:
1) Gudang Puskesmas
a) Penerimaan dan pengeluaran obat gudang dicatat dalam
kartu stok.
b) LPLPO dibuat berdasarkan kartu stok obat dan catatan
harian penggunaan obat.
2) Kamar obat
a) Jumlah obat yang dikeluarkan untuk pasien dicatat pada
buku pengeluaran harian.
b) LPLPO ke gudang obat dibuat berdasarkan catatan
pemakaian harian dan sisa stok.
24

3) Puskesmas keliling
Pencatatan dilaksanakan seperti pada kamar obat.
(Depkes RI, 2005)

2.5.2. Psikotropika dan Narkotika


Pengelolaan narkotika/psikotropika diatur secara khusus untuk
menghindari terjadinya kemungkinan penyalahgunaan obat tersebut.
Pelaksanaan pengelolaan narkotika di Puskesmas meliputi:

a. Perencanaan
Perencanaan kebutuhan untuk Puskesmas setiap periode
dilaksanakan oleh Pengelola Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan di Puskesmas. Data mutasi obat yang dihasilkan oleh
Puskesmas merupakan salah satu faktor utama dalam
mempertimbangkan perencanaan kebutuhan obat tahunan. Dalam
proses perencanaan kebutuhan obat per tahun, Puskesmas diminta
menyediakan data pemakaian obat dengan menggunakan LPLPO
fungsinya yaitu untuk analisis penggunaan, perencanaan
kebutuhan, pengendalian persediaan dan pembuatan laporan
pengelolaan obat.

b. Pengadaan
Permintaan obat untuk mendukung pelayanan obat di masing-
masing Puskesmas diajukan oleh Kepala Puskesmas kepada
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan format
LPLPO. Sedangkan, permintaan dari sub unit ke Kepala
Puskesmas dilakukan secara periodik menggunakan LPLPO sub
unit.
Untuk pengadaan, pada awalnya dibuat surat pesanan oleh
Apoteker berupa LPLPO (Laporan Pemakaian dan Lembar
Permintaan Obat), yang kemudian ditandatangani oleh Kepala
Puskesmas yang bersangkutan. LPLPO dibuat sebanyak 4
25

rangkap, 1 rangkap untuk Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota


setempat, 2rangkap untuk Gudang Farmasi dan 1 rangkap sebagai
arsip. LPLPO dikirimkan pada setiap akhir bulan dan permintaan
barang akan diterima pada setiap awal bulan.

c. Penerimaan dan pemeriksaan barang


Penerimaan barang dari Gudang Farmasi harus diterima oleh
Apoteker atau dilakukan dengan sepengetahuan Apoteker.
Apoteker akan menandatangani LPLPO tersebut setelah
sebelumnya dilakukan pencocokan dengan barang yang diterima.
Pada saat diterima dilakukan pemeriksaan yang meliputi jenis dan
jumlah barang yang dipesan.

d. Penyimpanan
Obat-obat yang termasuk golongan narkotika di Puskesmas
disimpan pada lemari khusus yang terbuat dari kayu (atau bahan
lain yang kokoh dan kuat) yang ditempel pada dinding, memiliki
2 kunci yang berbeda, terdiri dari 2 pintu, satu untuk pemakaian
sehari hari seperti kodein, dan satu lagi berisi pethidin, morfin dan
garam - garamnya. Lemari tersebut terletak di tempat yang tidak
diketahui oleh umum, tetapi dapat diawasi langsung oleh Asisten
Apoteker yang bertugas dan penanggung jawab
narkotika/psikotropika.

e. Pelaporan
Pelaporan penggunaan narkotika dilakukan setiap bulan.
Laporan meliputi laporan pemakaian narkotika untuk bulan
bersangkutan (meliputi nomor urut, nama bahan/sediaan, satuan,
persediaan awal bulan) pada Dinkes setempat.
Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika,
menyatakan pabrik obat, PBF, sarana penyimpanan sediaan
farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, puskesmas, balai
26

pengobatan, dokter dan lembaga penelitian dan atau lembaga


pendidikan, wajib membuat dan menyimpan catatan mengenai
kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika dan wajib
melaporkannya kepada Menteri Kesehatan secara berkala.

2.5.3. Pengelolaan barang kadaluarsa dan barang rusak


Tujuan pengelolaan barang adalah melindungi pasien dari efek
samping penggunaan obat rusak/kadaluwarsa. Jika petugas pengelola
obat menemukan obat yang tidak layak pakai (karena
rusak/kadaluwarsa), maka perlu dilakukan langkah langkah sebagai
berikut:
a. Petugas gudang melakukan identifikasi terhadap masa kadaluarsa
obat-obatan setiap bulan pada saat penerimaan obat/alkes.
Tanggal obat kadaluarsa dicatat pada kartu stok obat.
b. Obat yang rusak dan kadaluarsa ditulis pada LDKO dan
dilaporkan ke GFK setiap awal bulan melalui LPLPO, kemudian
dilakukan penyesuaian terhadap kartu stoknya masing-masing.
c. Semua obat yang rusak dan kadaluarsa diserahkan kembali ke
GFK menggunakan Berita Acara Serah Terima Obat
Rusak/Kadaluarsa segera dibuat setelah ditemukan obat yang
expired.

2.5.4. Pelayanan resep dan pelayanan informasi obat


Pelayanan informasi obat harus benar, jelas, mudah dimengerti,
akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini sangat diperlukan dalam
upaya penggunaan obat yang rasional oleh pasien. Sumber informasi
obat adalah Buku Farmakope Indonesia, Informasi Spesialite Obat
Indonesia (ISO), Informasi Obat Nasional Indonesia (IONI),
Farmakologi dan Terapi, serta buku–buku lainnya. Informasi obat juga
dapat diperoleh dari setiap kemasan atau brosur obat yang berisi:
a. Nama dagang obat jadi
27

b. Komposisi
c. Bobot, isi atau jumlah tiap wadah
d. Dosis Pemakaian
e. Cara Pemakaian
f. Khasiat/Kegunaan
g. Kontra Indikasi (bila ada)
h. Tanggal kadaluarsa
i. Nomor ijin edar/nomor registrasi
j. Nomor kode produksi
k. Nama dan alamat industri

Informasi obat yang diperlukan pasien adalah:


a. Waktu penggunaan obat, misalnya berapa kali obat digunakan
dalam sehari, apakah di waktu pagi, siang, sore, atau malam.
Dalam hal ini termasuk apakah obat diminum sebelum atau
sesudah makan.
b. Lama penggunaan obat, apakah selama keluhan masih ada atau
harus dihabiskan meskipun sudah terasa sembuh. Obat
Antibiotika harus dihabiskan untuk mencegah timbulnya
resistensi.
c. Cara penggunaan obat yang benar akan menentukan keberhasilan
pengobatan. Oleh karena itu pasien harus mendapat penjelasan
mengenai cara penggunaan obat yang benar terutama untuk
sediaan farmasi tertentu seperti obat oral obat tetes mata, salep
mata, obat tetes hidung, obat semprot hidung, tetes telinga,
suppositoria, dan krim/salep rektal dan tablet vagina (Depkes RI,
2005).

Anda mungkin juga menyukai