Anda di halaman 1dari 9

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori tentang Lanjut Usia

2.1.1 Definisi gerontologi dan geriatric

Gerontologi berasal dari kata geros yang berarti lanjut usia dan logos

berarti ilmu. Gerontologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang lanjut

usia dengan segala permasalahannya. Sedangkan gerontik merupakan

segala sesuatu yang berhubungan dengan lanjut usia dengan segala

permasalahannya, baik dalam keadaan sehat maupun sakit (Nugroho,

2009). Geriatri merupakan cabang ilmu dari gerontologi yang mempelajari

kesehatan pada lansia dalam berbagai aspek, yaitu promotif, preventif,

kuratif dan rehabilitative. Tujuan pelayanan geriatri menurut Maryam (2008)

adalah sebagai berikut:

a. Mempertahankan derajat kesehatan setinggi-tingginya sehingga

terhindar dari penyakit atau gangguan kesehatan.

b. Memelihara kondisi kesehatan dengan aktifitas fisik

sesuai kemampuan dan aktifitas mental yang mendukung

c. Melakukan diagnosis dini secara tepat dan memadai.

d. Melakukan pengobatan yang tepat.

e. Memelihara kemandirian secara maksimal.

f. Tetap memberikan bantuan moril dan perhatian sampai akhir

hayatnya agar kematiannya berlangsung dengan tenang (Maryam,

2008).

2.1.2 Definisi lansia.

Lanjut usia menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) undang-undang RI

nomor 13 tahun 1998, adalah seorang laki-laki atau perempuan yang

1
berusia 60 tahun atau lebih, baik secara fisik masih berkemampuan maupun

karena sesuatu hal tidak lagi mampu berperan aktif dalam pembangunan

(Maryam, 2008).

2.1.3 Klasifikasi lansia

Klasifikasi lansia menurut WHO adalah sebagai berikut :

a. Usia pertengahan (middle age)

Seseorang yang berusia 45-59 tahun

b. Lanjut usia (elderly)

Seseorang yang berusia 60-74 tahun

c. Lanjut usia tua (old)

Seseorang yang berusia 75-90 tahun

d. Lanjut usia sangan tua (very old)

Seseorang yang berusia diatas 90 tahun (WHO, 2010)

Menurut Maryam, (2008) lansia dapat di klasifikasikan sebagai berikut :

a. Pra lansia

Seseorang yang berusia antara 45 – 59 tahun.

b. Lansia

Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.

c. Lansia resiko tinggi

Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih atau berusia 60

tahun atau lebih tapi dengan masalah kesehatan.

d. Lansia potensial

Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau

kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa.

e. Lansia tidak potensial

Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga

hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Maryam, 2008).

2
2.2 Jatuh pada Lansia

2.2.1 Pengertian jatuh

Jatuh merupakan suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi

mata, yang melihat kejadian mengakibatkan seseorang mendadak terbaring

atau terduduk di lantai atau tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa

kehilangan kesadaran atau luka (Darmojo, 2009). Jatuh menyebabkan

subyek yang sadar menjadi berada di permukaan tanah tanpa disengaja dan

tidak termasuk jatuh akibat pukulan keras, kehilangan kesadaran, atau

kejang. Jatuh dapat mengakibatkan berbagai jenis cedera, kerusakan fisik,

dan psikologis. Kerusakan fisik yang paling ditakuti dari kejadian jatuh

adalah patah tulang panggul. Jenis fraktur lain yang sering terjadi akibat

jatuh adalah fraktur pergelangan tangan, lengan atas dan pelvis serta

kerusakan jaringan lunak. Dampak psikologis yang dapat terjadi yaitu syok

setelah jatuh dan rasa takut akan jatuh lagi dapat memiliki banyak

konsekuensi termasuk ansietas, hilangnya rasa percaya diri, pembatasan

dalam aktivitas sehari-hari, dan falafobia atau fobia jatuh (Stanley, 2006).

2.2.2 Distribusi kejadian jatuh pada lansia

Sebagian besar kejadian jatuh pada lansia terjadi saat lansia

melakukan aktivitas biasa seperti bejalan, naik atau turun tangga,

mengganti posisi. Hanya sekitar 5% jatuh pada lansia yang terjadi saat

lansia melakukan aktivitas berat seperti mendaki gunung atau olahraga

berat. Di rumah-rumah perawatan berkisar 50% penghuninya mengalami

jatuh dan memerlukan perawatan di rumah sakit sekitar 10-25% (Darmojo,

2009).

3
2.2.3 Faktor intrinsik penyebab jatuh pada lansia

Merupakan faktor yang berasal dari dalam tubuh lansia sendiri, yaitu

gangguan jantung dan sirkulasi darah, gangguan system anggota gerak

misalnya kelemahan otot ekstremitas bawah dan kekuatan sendi, gangguan

system susunan saraf misalnya neuropati perifer, gangguan pendengan,

gangguan penglihatan, gangguan psikologi.

2.2.3.1 Gangguan Jantung

Merupakan gangguan berupa kehilangan oksigen dan makanan ke

jantung karena aliran darah ke jantung melalui arteri koroner

berkurang. Tanda dan gejala penyakit jantung pada lansia adalah

sering kali merasakan nyeri pada daerah prekordial dan sesak nafas

yang mengakibatkan rasa cepat lelah dan biasanya terjadi ditengah

malam (Darmojo, 2009).

2.2.3.2 Gangguan Gerak

Gangguan gerak atau sering disebut dengan gangguan

ekstrapiramidal merupakan kelainan regulasi terhadap gerakan

volunter. Gangguan ini merupakan bagian sindroma neurologic berupa

gerakan berlebihan atau gerakan yang berkurang namun tidak

berkaitan dengan kelemahan (paresis). Gangguan gerak pada lansia

disebabkan karena proses penuaan yang mengakibatkan kelainan

pada ganglia basal dibagi menjadi 2 yaitu hipokinetik dan hiperkinetik.

Gangguan hipokinetik diartikan sebagai adanya hipokinesa

(berkurangnya amplitude gerakan), bradikinesia (melambatnya

gerakan), akinesia (hilangnya gerakan), seperti pada penyakit

Parkinson. Sedangkan gangguan hiperkinetik terjadinya gerakan

4
berlebih, abnormal dan involunter seperti pada tremor, atheosis,

dystonia, hemibalismus, chorea, myoclomus dan tie (Miller, 2005).

2.2.3.3 Gangguan Neurologis

Perubahan pada system neurologis diantaranya adalah penurunan

berat otak, aliran darah ke otak dan berkurangnya neuron. Perubahan

anatomis tersebut menyebabkan lansia kehilangan memori, menjadi

lambat dalam bereaksi, masalah keseimbangan dan gangguan tidur.

Prubahan saraf motorik mengakibatkan perubahan dalam reflek,

kerusakan kognitif dan emosi, serta penurunan jumlah sel otot yang

dapat mengakibatkan kelemahan otot. Perubahan system saraf pusat

mempengaruhi proses komunikasi dan system organ lain seperti

penglihatan, vestibular dan propiosepsi (Mauk, 2010).

2.2.3.4 Gangguan Penglihatan

Gangguan penglihatan merupakan perubahan yang terjadi pada

ukuran pupil yang menurun dan reaksi terhadap cahaya yang

berkurang sertadaya akomodasi yang juga menurun sehingga

mempengaruhi kemampuan untuk melihat, menerima dan

membedakan warna warna (Damayanti, 2011).

2.2.3.5 Gangguan Pendengaran

Faktor resiko dari perubahan pendengaran pada lansia adalah proses

penyakit, medikasi ototoksik, dan pengaruh lingkungan. Konsekuensi

fungsionalnya adalah berpengaruh terhadap pemahaman dalam

berbicara, gangguan komunikasi. Kebosanan, apatis social, rendah

diri, serta ketakutan dan kecemasan yang berhubungan dengan

bahaya keamanan lingkungan (Miller, 2005).

5
2.2.4 Faktor ekstrinsik penyebab jatuh pada lansia

Merupakan faktor yang berasal dari luar atau lingkungan, meliputi

cahaya ruanagan yang kurang terang, lantai yang licin, benda benda di

lantai, alas kaki yang kurang pas, tali sepatu, kursi roda yang tidak terkunci,

dan naik turun tangga.

2.2.4.1 Alat bantu jalan

Penggunaan alat bantu jalan dalam jangka waktu lama dapat

mempengaruhi keseimbangan sehingga dapat menyebabkan jatuh.

Ukuran, tipe dan cara menggunakan alat bantu seperti walker, tongkat,

kursi roda, dan kruk berkontribusi menyebabkan gangguan

keseimbangan dan jatuh pada lansia (Mauk, 2010).

2.2.4.2 Lingkungan

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Jamebozorgi et al (2013)

menjelaskan bahwa lingkungan yang kurang baik merupakan salah

satu penyebab jatuh pada lansia dimana didapatkan 72.3% lansia

berisiko jatuh tinggi di Tehran Hospitals dari 125 responden.

Lingkungan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi

keseimbangan dan berkontribusi pada risiko jatuh, kejadian jatuh

didalam ruangan lebih sering terjadi seperti di kamar mandi, kamar

tidur, toilet, dan dapur. Sekitar 10% jatuh sering terjadi saat turun

tangga karena lebih berbahaya daripada saat naik tangga. Lingkungan

yang tidak aman dapat dilihat pada lingkungan diluar panti, ruang

tamu, kamar tidur, kamar mandi, dan tangga (Mauk, 2010).

6
2.2.5 Dampak kejadian jatuh pada lansia

2.2.5.1 Perlukaan (injuri)

Perlukaan (injuri) mengakibatkan rusaknya jaringan lunak yang

terasa sangat sakit berupa robek atau tertariknya jaringan otot,

robeknya arteri/vena, patah tulang atau fraktur misalnya fraktur pelvis,

femur, humerus, lengan bawah dan tungkai atas. Jatuh dapat

mengakibatkan berbagai jenis cedera, kerusakan fisik dan psikologis.

(Darmojo, 2009). Dari hasil penelitian oleh Ariawan et al (2010),

perlukaan akibat jatuh beragam dari berat sampai ringan, cedera

kepala, cedera jaringan lunak, dan fraktur, kebanyakan mengalami

fraktur kolum femur (Ariawan, et al. 2010).

2.2.5.2 Disability

Disability mengakibatkan penurunan mobilitas yang

berhubungan dengan perlukaan fisik dan penurunan mobilitas akibat

jatuh yaitu kehilangan kepercayaan diri dan pembatasan gerak

(Darmojo, 2009).

2.2.5.3 Dampak psikologis

Dampak psikologis adalah walaupun cedera fisik

tidak terjadi, syok setelah jatuh dan rasa takut akan jatuh lagi

dapat memiliki banyak konsekuensi termasuk ansietas, hilangnya

rasa percaya diri, pembatasan dalam aktivitas sehari-hari, falafobia

atau fobia jatuh (Stanley, 2006).

2.2.5.4 Meninggal

Kematian merupakan resiko paling fatal yang dapat terjadi di

tempat kejadian atau setelah sempat mendapat penanganan di rumah

7
sakit. Kematian umumnya disebabkan oleh komplikasi akibat patah

tulang . Komplikasi tersebut adalah timbulnya perdarahan, trombosis

vena dalam, emboli paru, sampai infeksi saluran kemih akibat tirah

baring yang lama (Ariawan, et al. 2010).

2.3 Faktor Lingkungan dengan Kejadian Jatuh pada Lansia

Sebuah studi tentang penilaian risiko kecelakaan pada lansia di

lingkungan domestik Karnataka India (2012) oleh Aras, et al. menyatakan bahwa

modifikasi lingkungan dapat mempromosikan mobilitas dan mengurangi risiko

jatuh pada lansia. Salah satu bidang kajian yang paling berharga, yang

berhubungan dengan lingkungan rumah adalah pengkajian terhadap kondisi

keamanan dan bahaya-bahaya potensial dan aktual, baik di dalam maupun

di luar rumah. Khususnya yang ada di dalam rumah, kecelakaan merupakan

satu ancaman utama terhadap status kesehatan keluarga. Setiap

anggota keluarga terbuka terhadap ancaman kecelakaan yang berhubungan

dengan tahap perkembangannya. Meningkatnya kesadaran keluarga akan

masalah- masalah kecelakaan utama, dimana hal ini memberikan informasi

faktual, dan cara-cara keluarga memperbaiki tingkat-tingkat keamanan yang

sehat adalah tujuan bagi perawat (Darmojo, 2009).

Faktor eksternal seperti lingkungan sebagian besar selalu turut berperan

terhadap jatuh. Beberapa contoh lingkungan yang beresiko untuk terjadinya jatuh

tangga yang tidak memiliki pegangan, alat-alat atau perlengkapan rumah tangga

yang sudah tua dibiarkan tergeletak, tempat tidur yang tinggi, lantai licin dan

kadang tidak rata, penerangan yang tidak baik, alat bantu berjalan yang tidak

tepat ukuran, berat, maupun cara penggunaannya (Darmojo, 2009).

Af’idah, Dewi, Hadhisuyatmana (2011) memaparkan bahwa lingkungan

yang beresiko adalah kondisi interior rumah meliputi bagaimana ruangan-

ruangan tersebut dilengkapi oleh perabot , kelayakan perabot, penerangan yang

8
tidak memadai dan eksterior rumah meliputi lantai, tangga, jeruji dalam

keadaan buruk, tempat obat-obatan tidak terjangkau dan pintu masuk dan

pintu keluar ke rumah tidak terdapat penerangan dan ruang gerak yang cukup

untuk keluar dari rumah, kabel listrik telanjang di lantai, kolam renang yang

tidak di pagari secara memadai (Af’idah, et al. 2011).

Anda mungkin juga menyukai