Anda di halaman 1dari 16

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2019
REFLEKSI KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. JS
Umur : 13 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Pelajar
Status : Belum menikah
Agama : Islam
Alamat : Nengahan, Trimurti, Srandakan, Bantul
Masuk RS tanggal : 8 Januari 2019
Tanggal Pemeriksaan : 9 Januari 2019
Bangsal : Melati kamar 6B
Dokter : dr. Surya Habsara Sp.B
Co-Assisten : Alif Rasyid Humanindio

B. KASUS
Pasien wanita, berusia 13 tahun, datang ke rumah sakit dengan keluhan adanya benjolan yang
muncul di leher depan sisi kanan sejak 6 bulan yang lalu. Benjolan awalnya sebesar kelereng,
semakin lama benjolan semakin membesar perlahan-lahan hingga saat ini sebesar bola pingpong.
Benjolan tidak terasa nyeri dan tidak terlihat perubahan warna seperti kemerahan. Tidak ada keluhan
gangguan bernapas atau gangguan menelan. Pasien tidak ada mengeluhkan sering berkeringat pada
kedua tangannya, nafsu makan normal, dan tidak ada penurunan berat badan. Tidak ada keluhan
demam, cepat haus, gangguan buang air besar, gangguan siklus menstruasi, rasa berdebar-debar,
intoleransi terhadap dingin maupun panas, cepat lelah, rasa cemas dan sulit tidur. Pasien mengaku
selalu menggunakan garam beryodium dirumahnya. Riwayat demam, batuk lama, keringat dingin
dimalam hari, riwayat penggunaan obat batuk serta perubahan suara disangkal. Sebelumnya pasien
telah mengkonsumsi obat selama 3 bulan tetapi tidak ingat jenis obatnya
A. Riwayat Penyakit Dahulu

1
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2019
REFLEKSI KASUS

a. Riwayat Sakit serupa disangkal


b. Riwayat Hipertensi disangkal
c. Riwayat Diabetes Melitus disangkal
d. Riwayat Asthma disangkal
e. Riwayat Alergi obat disangkal
B. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluhan yang sama pada keluarga disangkal oleh pasien. Riwayat diabetes mellitus,
hipertensi, penyakit jantung, ginjal, hepatitis, dan asma pada anggota keluarga juga
disangkal.

PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
a. Keadaan Umum : Sedang
b. Kesadaran : Compos mentis
B. Vital Sign
a. TD : 110/80 mmHg
b. Nadi : 74 x/menit
c. Respirasi : 18 x/menit
d. Suhu : 36,6o C
e. Skala nyeri :1
C. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala: Simetris
 Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), exopthalmus (-)
 Hidung : Deviasi (-), discharge (-), pendarahan (-)
 Telinga : Sekret (-), nyeri (-), perdarahan (-)
 Mulut : Sianosis (-), gusi berdarah (-), mukosa bibir lembab, nyeri telan (-)
b. Leher
2
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2019
REFLEKSI KASUS

 Inspeksi : tampak masa di regio coli anterior dextra warna sama dengan kulit sekitar
simetris, tidak tampak pulsasi vena jugularis.
 Palpasi :
KGB tidak teraba membesar.
Tiroid teraba membesar dengan ukuran 3x2x4 cm. kenyal, mobile, batas tegas, tidak
teraba hangat, tidak ada nyeri tekan dan bergerak saat menelan.
Trakea terletak ditengah, denyut arteri carotis teraba.
c. Thorax
 Jantung :
- Inspeksi : Ictus cordis tak tampak pada SIC IV
- Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC IV
- Perkusi : Sonor
- Auskultasi : S1 dan S2 tunggal, reguler, bising jantung (-)
 Paru-paru
- Inspeksi : Simetris, retraksi (-)
- Palpasi : Vokal fremitus kanan dan kiri sama, ketinggalan gerak nafas (-)
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
- Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
d. Abdomen
- Inspeksi : Deformitas (-), kemerahan (-)
- Auskultasi : Bising usus (+)
- Palpasi : Supel (+), hepar dan lien tak teraba, nyeri tekan (-)
- Perkusi : Timpani
e. Ekstremitas
 Superior : Akral hangat (+ /+), edema (-/-), Tremor (-), CRT <2dtk
 Inferior : Akral hangat (+ /+), edema (-/-), CRT <2dtk

3
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2019
REFLEKSI KASUS

Pemeriksaan Penunjang
A. Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 10.8 12.0-16.0 g/dl
Lekosit 6.06 4.00-11.00 10^3/uL
Eritrosit 4.41 4.50-5.50 10^6/uL
Trombosit 410 150-450 10^3/uL
Hematokrit 33.7 42.0-52.0 vol%
HITUNG JENIS
LEUKOSIT
Eosinofil 3 2-4 %
Basofil 1 0-1 %
Batang 1 0-1 %
Segmen 60 51-67 %
Limfosit 25 20-35 %
Monosit 10 4-8 %
GOL DARAH
Golongan Darah O
HEMOSTASIS
PPT 12.9 12.0-16.0 Detik
APTT 30.7 28.0-38.0 Detik
Control PPT 14.7 11.0-16.0 Detik
Control APTT 33.7 28.0-36.5 detik
KIMIA KLINIK
FUNGSI HATI
SGOT 11 <37 U/L
SGPT 8 <41 U/l
Albumin 3.63
DIABETES
Glukosa Darah Sewaktu 85 80-200 mg/dl
ELEKTROLIT
Natrium 139.1 137.0-145.0 mmol/l
Kalium 4.09 3.50-5.10 mmol/l

4
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2019
REFLEKSI KASUS

Klorida 105.0 98.0-107.0 mmol/l


SERO-IMUNOLOGI
HEPATITIS
HBsAg Negatip Negatip
HORMON
T3 Total 1.88 0.92-2.33 Nmol/L
TSH 0.24 0.25-5.00 ulU/ml

Pemeriksaan Lab (28/12/2018)


HORMON
T3 Total 1.92 0.92-2.33 Nmol/L
FT4 15.62 10.60-19.40 Pmol/l
TSH 0.42 0.25-5.00 ulU/ml

B. USG Thyroid (28/12/18)


Hasil:
Thyroid dextra:
Ukuran membesar (2,5 x 2,37 x 3,79 cm). Tampak nodul soliter dengan bagian kistik dalamnya.
Tak tampak kalsifikasi maupun hypervascularisasi intralesi, diameter lesi 1,86 cm.
Thyroid sinistra:
Fungsi dan echostruktur normal tak tampak massa.
Kesan: - Struma nodusa dextra, tak rampak tanda malignancy, DD: fibrocystic thyroid
- Tak tampak kelainan pada thyroid sinistra

C. MASALAH YANG DIKAJI


Bagaimana diagnosis dari kasus tersebut dan bagaimana tatalaksananya?

D. PEMBAHASAN
Pembesaran kelenjar tiroid (kecuali keganasan).
Menurut American society for Study of Goiter membagi :
5
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2019
REFLEKSI KASUS

1. Struma Non Toxic Diffusa


2. Struma Non Toxic Nodusa
3. Stuma Toxic Diffusa
4. Struma Toxic Nodusa
Istilah Toksik dan Non Toksik dipakai karena adanya perubahan dari segi fungsi fisiologis kelenjar
tiroid seperti hipertiroid dan hipotyroid, sedangkan istilah nodusa dan diffusa lebih kepada
perubahan bentuk anatomi.

1. Struma Non Toxic Nodusa


Adalah pembesaran dari kelenjar tiroid yang berbatas jelas tanpa gejala-gejala hipertiroid.
Etiologi : Penyebab paling banyak dari struma non toxic adalah kekurangan iodium. Akan tetapi
pasien dengan pembentukan struma yang sporadis, penyebabnya belum diketahui. Struma non toxic
disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
1. Kekurangan iodium: Pembentukan struma terjadi pada difesiensi sedang yodium yang
kurang dari 50 mcg/d. Sedangkan defisiensi berat iodium adalah kurang dari 25 mcg/d dihubungkan
dengan hypothyroidism dan cretinism.
2. Kelebihan yodium: jarang dan pada umumnya terjadi pada preexisting penyakit tiroid
autoimun
3. Goitrogen :
- Obat : Propylthiouracil, litium, phenylbutazone, aminoglutethimide, expectorants yang
mengandung yodium
- Agen lingkungan : Phenolic dan phthalate ester derivative dan resorcinol berasal dari
tambang batu dan batubara.
- Makanan, Sayur-Mayur jenis Brassica ( misalnya, kubis, lobak cina, brussels kecambah),
padi-padian millet, singkong, dan goitrin dalam rumput liar.
4. Dishormonogenesis: Kerusakan dalam jalur biosynthetic hormon kelejar tiroid.

6
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2019
REFLEKSI KASUS

5. Riwayat radiasi kepala dan leher : Riwayat radiasi selama masa kanak-kanak
mengakibatkan nodul benigna dan maligna.

2. Struma Non Toxic Diffusa


Etiologi :
1. Defisiensi Iodium.
2. Autoimmun thyroiditis: Hashimoto oatau postpartum thyroiditis.
3. Kelebihan iodium (efek Wolff-Chaikoff) atau ingesti lithium, dengan penurunan
pelepasan hormon tiroid.
4. Stimulasi reseptor TSH oleh TSH dari tumor hipofisis, resistensi hipofisis terhadap hormo
tiroid, gonadotropin, dan/atau tiroid-stimulating immunoglobulin
5. Inborn errors metabolisme yang menyebabkan kerusakan dalam biosynthesis hormon
tiroid.
6. Terpapar radiasi.
7. Penyakit deposisi.
8. Resistensi hormon tiroid.
9. Tiroiditis Subakut (de Quervain thyroiditis).
10. Silent thyroiditis.
11. Agen-agen infeksi.
12. Suppuratif Akut : bacterial.
13. Kronik: mycobacteria, fungal, dan penyakit granulomatosa parasit.
14. Keganasan Tiroid.

3. Struma Toxic Nodusa


Etiologi :
1. Defisiensi iodium yang mengakibatkan penurunan level T4.
2. Aktivasi reseptor TSH.

7
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2019
REFLEKSI KASUS

3. Mutasi somatik reseptor TSH dan Protein G .


4. Mediator-mediator pertumbuhan termasuk : Endothelin-1 (ET-1), insulin like growth
factor-1, epidermal growth factor, dan fibroblast growth factor.

4. Struma Toxic Diffusa


Yang termasuk dalam struma toxic difusa adalah grave disease, yang merupakan penyakit autoimun
yang masih belum diketahui penyebab pastinya.

GEJALA KLINIS
Kebanyakan penderita tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau
hipertiroidisme, penderita datang berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan.
Namun sebagian pasien mengeluh adanya gejala mekanis yaitu :
• Penekanan pada esofagus (disfagia)
• Penekanan pada trakea (sesak napas)
• Penekanan pada nervus laryngeus reccurens (suara serak)
Biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul
Struma nodosa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal (Mansjoer, 2001) :
1. Berdasarkan jumlah nodul : bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa soliter
(uninodosa) dan bila lebih dari satu disebut multinodosa.
2. Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radoiaktif : nodul dingin, nodul hangat, dan
nodul panas.
3. Berdasarkan konsistensinya : nodul lunak, kistik, keras, atau sangat keras.
Kadang-kadang penderita datang dengan karena adanya benjolan pada leher sebelah lateral atas yang
ternyata adalah metastase karsinoma tiroid pada kelenjar getah bening, sedangkan tumor primernya
sendiri ukurannya masih kecil. Atau penderita datang karena benjolan di kepala yang ternyata suatu
metastase karsinoma tiroid pada kranium.

8
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2019
REFLEKSI KASUS

PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS


1. Anamnesis
Pada umumnya struma nodosa non toksik tidak mengalami keluhan karena tidak ada
hipotiroidisme dan hipertiroidisme. Biasanya tiroid mulai membesar pada usia muda dan
berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa.karena pertumbuhannya berangsur-angsurm
struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian besar penderita dengan
struma nodosa dapat hidup tanpa keluhan,
Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernapasan karena menonjol kedepan,
sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea bila pembesarannya bilateral. Struma nodosa
unilateral dapat menyebabkan pendorongan sampai jauh ke arah kontra lateral. Pendorongan
demikian mungkin tidak mengakibatkan gangguan pernafasan, penyempitan yang berarti
menyebabkan gangguan pernafasan sampai akhirnya terajdi dispnea dengan stridor inspiratoar.
Keluhan yang ada adalah rasa berat dileher. Sewaktu menelan trakea naik untuk menutup laring
dan epiglottis sehingga terasa berat karena terfiksasi pada trakea.
Untuk menentukan pasien adalah eutiroid atau hipertiroid digunakan indeks diagnostic klinik dari
Wayne atau indeks New Castle.

2. Pemeriksaan Fisik

1) Inspeksi
Pemeriksa berada di depan penderita. Penderita posisi duduk dengan kepala sedikit fleksi atau leher
terbuka sedikit hiperekstensi agar m. sternokleidomastoideus relaksasi sehingga tumor tiroid mudah
dievaluasi.
Apabila terdapat pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan beberapa komponen berikut
• Lokasi : lobus kanan, lobus kiri, ismus
• Ukuran : besar/kecil, permukaan rata/noduler
• Jumlah : uninodusa atau multinodusa

9
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2019
REFLEKSI KASUS

• Bentuk : apakah difus (leher terlihat bengkak) ataukah berupa noduler local
• Gerakan : pasien diminta untuk menelan, apakah pembengkakannya ikut bergerak
• Pulsasi : bila nampak adanya pulsasi pada permukaan pembengkakan.

Gejala subjektif Angka Gejala objektif Ada Tidak


Dispneu d’ effort +1 Tiroid teraba +3 -3
Palpitasi Bruit diatas +2 -2
+2
systole
Capai/lelah +2 Eksoftalmus +2 -
Suka panas -5 Lid retraksi +2 -
Suka dingin +5 Lid lag +1 -
Keringat banyak +3 Hiperkinesis +4 -2
Nervous +2 Tangan panas +2 -2
Tangan basah +1 Nadi
Tangan panas -1 <80x/m - -3
Nafsu makan ↑ +3 80-90x/m -
Nafsu makan ↓ -3 >90x/m +3
BB ↑ -3
BB ↓ +3 < 11  eutiroid
Fibrilasi atrium +3 11-18  normal
Jumlah > 19  hipertiroid
Tabel 2. Indeks Wayne

2) Palpasi
Pasien diminta untuk duduk, leher dalam posisi fleksi, pemeriksa berdiri di belakang pasien dan
meraba tiroid dengan menggunakan kedua tangan. Beberapa hal yang perlu dinilai pada pemeriksaan
palpasi :
• Perluasan dan tepi
• Gerakan saat menelan, apakah batas bawah dapat diraba atau tidak dapat diraba trachea dan
kelenjarnya.
• Konsistensi, temperatur, permukaan, dan adanya nyeri tekan
• Hubungan dengan m. sternocleidomastoideus (tiroid letaknya lebih dalam daripada musculus ini.
• Limfonodi dan jaringan sekitar
10
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2019
REFLEKSI KASUS

3) Auskultasi
Pada auskultasi perlu diperhatikan adanya bising tiroid yang menunjukkan adanya hipertiroid.

3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
a) Pemeriksaan untuk mengukur fungsi tiroid
Pemeriksaan hormone tiroid dan TSH paling sering menggunakan radioimmuno-assay (RIA) dan
cara enzyme-linked immune-asay (ELISA) dalam serum atau plasma darah. Pemeriksaan T4 total
dikerjakan pada semua penderita penyakit tiroid, kadar normal pada orang dewasa 60-150 nmol/L
atau 50-120 ng/dL; T3 sangat membantu untuk hipertiroidisme, kadar normal pada orang dewasa
antara 1,0-2,6 nmol/L atau 0,65-1,7 ng/dL; TSH sangat membantu untuk mengetahui hipotiroidisme
primer dimana basal TSH meningkat 6mU/L. Kadang-kadang meningkat samapi 3 kali normal.

b) Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab gangguan tiroid


Antibody terhadap macam-macam antigen tiroid ditemukan pada serum penderita dengan
penyakit tiroid autoimun.
• Antibody triglobulin
Pada pemeriksaan ini yang diukur adalah peningkatan tiroglobulin (Tg) serum. Kadar Tg serum
normal antara 1,5-3,0ng/mL, pada kelainan jinak rata-rata 323ng/ml, dan pada keganasan rata-rata
424ng/ml.
• Antibodi mikrosomal
• Antibodi antigen koloid ke dua (CA2 antibodies)
• Antibodi permukaan sel (cell surface antibody)
• Thyroid stimulating hormone antibody (TSA)

11
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2019
REFLEKSI KASUS

Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi dengan foto rontgen dapat memperjelas adanya deviasi trakea, atau
pembesaran struma retrosternal yang pada umumnya secara klinis pun sudah bisa diduga, foto
rontgen leher (posisi AP dan Lateral diperlukan untuk evaluasi kondisi jalan nafas berhubungan
dengan intubasi anestesinya, bahkan tidak jarang untuk konfirmasi fiagnostik tersebut sampai
memerlukan CT-scan leher.

Pemeriksaan USG
Dilakukan untuk mendeteksi nodul yang kecil atau nodul di posterior yang secara klinis belum
dapat dipalpasi. Di samping itu, dapat dipakai untuk membedakan nodul yang padat atau kistik serta
dapat dimanfaatkan untuk penuntun dalam tindakan biopsy aspirasi jarum halus.

Pemeriksaan Scanning tiroid (pemeriksaan sidik tiroid)


Memakai uptake I131 yang didistribusikan ke tiroid untuk menentukan fungsi tiroid. Normalnya
uptake 15-40 % dalam 24 jam. Bila uptake > normal disebut hot area, sedangkan jika uptake <
normal disebut cold area (pada neoplasma).
Pemeriksaan biopsi aspirasi jarum halus (Fine Needle Aspiration / FNA)
Pemeriksaan sitologi nodul tiroid diperoleh dengan aspirasi jarum halus. Cara pemeriksaan ini
berguna untuk menetapkan diagnosis suspek maligna ataupun benigna.

TERAPI
1. Konservatif/medikamentosa
a. Indikasi :
- Usia tua
- Pasien sangat awal
- Rekurensi pasca bedah
- Pada persiapan operasi

12
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2019
REFLEKSI KASUS

- Struma residif
- Pada kehamilan, misalnya pada trimester ke-3
b. Struma non toksik : iodium, ekstrak tiroid 20-30 mg/dl
c. Struma toksik :
- Bed rest
- PTU 100-200 mg (propilthiouracil)
Merupakan obat anti-tiroid, dimana bekerjanya dengan prevensi pada sintesis dan akhir dari
tiroksin. Obat ini bekerja mencegah produksi tiroksin (T4). Diberikan dosis 3x 100 mg/hari tiap 8
jam sampai tercapai eutiroid. Bila menjadi eutiroid dilanjutkan dengan dosis maintenance 2 x 5
mg/hari selama 12-18 bulan.
- Lugol 5 – 10 tetes
Obat ini membantu mengubah menjadi tiroksin dan mengurangi vaskularisasi serta kerapuhan
kelenjar tiroid. Digunakan 10-21 hari sebelum operasi. Namun sekarang tidak digunakan lagi, oleh
karena propanolol lebih baik dalam mengurangi vaskularisasi dan kerapuhan kelenjar. Dosis 3 x 5-
10 mg/hari selama 14 hari.

2. Radioterapi
Menggunakan I131, biasanya diberikan pada pasien yang telah diterapi dengan obat anti-tiroid
dan telah menjadi eutiroid. Indikasi radioterapi adalah pasien pada awal penyakit atau pasien dengan
resiko tinggi untuk operasi dan untuk pasien dengan hipotiroid rekuren. Radioterapi merupakan
kontraindikasi bagi wanita hamil dan anak-anak.

3. Operatif
a. Isthmulobectomy , mengangkat isthmus
b. Lobectomy, mengangkat satu lobus, bila subtotal sisa 3 gram
c. Tiroidectomi total, semua kelenjar tiroid diangkat
d. Tiroidectomy subtotal bilateral, mengangkat sebagian lobus kanan dan sebagian kiri.

13
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2019
REFLEKSI KASUS

e. Near total tiroidectomi, isthmulobectomy dextra dan lobectomy subtotal sinistra dan
sebaliknya.
f. RND (Radical Neck Dissection), mengangkat seluruh jaringan limfoid pada leher sisi yang
bersangkutan dengan menyertakan n. accessories, v. jugularis eksterna dan interna, m.
sternocleidomastoideus dan m. omohyoideus serta kelenjar ludah submandibularis.

Operasi/Pembedahan
Pembedahan menghasilkan hipotiroidisme permanen yang kurang sering dibandingkan dengan
yodium radioaktif. Terapi ini tepat untuk para pasien hipotiroidisme yang tidak mau
mempertimbangkan yodium radioaktif dan tidak dapat diterapi dengan obat-obat anti tiroid. Reaksi-
reaksi yang merugikan yang dialami dan untuk pasien hamil dengan tirotoksikosis parah atau
kekambuhan. Pada wanita hamil atau wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal (suntik atau
pil KB), kadar hormon tiroid total tampak meningkat. Hal ini disebabkan makin banyak tiroid yang
terikat oleh protein maka perlu dilakukan pemeriksaan kadar T4 sehingga dapat diketahui keadaan
fungsi tiroid.
Pembedahan dengan mengangkat sebagian besar kelenjar tiroid, sebelum pembedahan tidak perlu
pengobatan dan sesudah pembedahan akan dirawat sekitar 3 hari. Kemudian diberikan obat tiroksin
karena jaringan tiroid yang tersisa mungkin tidak cukup memproduksi hormon dalam jumlah yang
adekuat dan pemeriksaan laboratorium untuk menentukan struma dilakukan 3-4 minggu setelah
tindakan pembedahan.

Yodium Radioaktif
Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi pada kelenjar tiroid sehingga
menghasilkan ablasi jaringan. Pasien yang tidak mau dioperasi maka pemberian yodium radioaktif
dapat mengurangi gondok sekitar 50 %. Yodium radioaktif tersebut berkumpul dalam kelenjar tiroid
sehingga memperkecil penyinaran terhadap jaringan tubuh lainnya. Terapi ini tidak meningkatkan
resiko kanker, leukimia, atau kelainan genetik35 Yodium radioaktif diberikan dalam bentuk kapsul

14
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2019
REFLEKSI KASUS

atau cairan yang harus diminum di rumah sakit, obat ini ini biasanya diberikan empat minggu setelah
operasi, sebelum pemberian obat tiroksin.

Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid


Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini diyakini bahwa pertumbuhan
sel kanker tiroid dipengaruhi hormon TSH. Oleh karena itu untuk menekan TSH serendah mungkin
diberikan hormon tiroksin (T4) ini juga diberikan untuk mengatasi hipotiroidisme yang terjadi
sesudah operasi pengangkatan kelenjar tiroid. Obat anti-tiroid (tionamid) yang digunakan saat ini
adalah propiltiourasil (PTU) dan metimasol/karbimasol.

E. KESIMPULAN

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan,
disimpulkan diagnosis kerja pada pasien ini adalah struma nodusa non toksik (SNNT). Pemeriksaan
lanjutan masih diperlukan untuk memastikan asal benjolan secara patologi anatomi, untuk
direncanakan dilakukan FNAB. Penatalaksanaan yang dapat dipilih adalah pembedahan.

F. DAFTAR PUSTAKA

- Brunicardi JH, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Matthews JB. “Thyroid,
Parathyroid, and Adrenal” in Schwartz Principles of Surgery. 9th ed. the McGrawHill Companies,
Chapter 38; 2010.
- Lee, Stephanie L., 2004., Goiter, Non Toxic., eMedicine.,
http://www.emedicine.com/med/topic919.htm
- Mulinda, James R., 2005., Goiter., eMedicine., http://www.emedicine.com/MED/topic916.htm
- Mansjoer A et al (editor) 2001., Struma Nodusa Non Toksik., Kapita Selekta Kedokteran., Jilid 1,
Edisi III., Media Esculapius., FKUI., Jakarta
- Sabiston, David. Buku Ajar Bedah. Bagian 1: hal 415- 425. Jakarta : EGC ; 1995
- AACE. Guidelines for Clinical Practice for the Diagnosis and Management of Thyroid Nodules.
2010

15
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
YOGYAKARTA
2019
REFLEKSI KASUS

Bantul, 13 Februari 2019

Dokter Pembimbing,

dr. Wahyu Rathari Wibowo,Sp.B (FINACS)

16

Anda mungkin juga menyukai