Anda di halaman 1dari 4

1.

Wakaf Potensial Pondok Modern Gontor


Pendirinya mewakafkan seluruh harta warisan orang tua untuk pondok. Dengan itu, bukannya
ponpes kian surut dan pendiri menjadi melarat.

Pesantren justru tambah berkembang pesat, meluas, serta mandiri dalam segala hal.

Sementara itu, para kyai pendiri, meskipun tidak digaji oleh pondok, dapat hidup dan
menghidupi keluarganya dengan cara hidup sederhana.

Dengan statusnya sebagai wakaf, siapapun termasuk anak keturunan dari kiyai tidak bisa
mengambil alih, mengklaim, menjual pondok. Gontor tidak bisa diakuisisi dan dipolitisasi
kepentingan ormas dan partai tertentu.

Para ilmuwan yang pernah meneliti wakaf Pondok Modern Darussalam Gontor mengatakan
bahwa Gontor memiliki sistem pengembangan wakaf produktif, yang dengan sistem tersebut
wakaf berkembang, bukan malah berkurang;

2. Visioner
Pendiri mencanangkan Panca Jangka; Pendidikan dan Pengajaran, Kaderisasi, Khizanatullah,
Pergedungan, dan Kesejahteraan Keluarga sebagai pedoman yang memudahkan kyai atau
Pimpinan Pondok dan generasi penerus mengemban amanah, mengendalikan haluan.

Siapapun yang akan memimpin harus berpedoman pada Panca Jangka tersebut agar tidak
lepas dari jalur yang semestinya.

Panca Jangka ini acuan para pengelola ponpes tentang apa saja yang harus dilakukan untuk
masa depan.

Semua yang dikerjakan harus berpendidikan dan untuk pendidikan. Pengajaran harus selalu
berjalan, karena pengajaran adalah nafas lembaga pendidikan. Selalu harus ada kader penerus
pendidikan di Gontor, mesti ada ahli di bidang tertentu untuk setiap generasi, ajal silih
berganti datang. Pesantren harus mandiri, tidak boleh bergantung dan terikat pada siapapun
dalam urusan finansial. Jiwa berkembang, fisik juga harus berkembang.

Kereta boleh berganti, tapi relnya tidak boleh bergeser.


~K.H. Hasan A Sahal

3. Orientasi Pendidikan
Secara konsisten, ponpes mengadakan Pekan Perkenalan Khutbatu-l-‘Arsy (P3KA) setiap
awal tahun pelajaran.
Saat itu kyainya mengajarkan dan berbicara dengan lantang, konsekuen, dan konsisten
tentang jiwa-jiwa pesantren (Keikhlasan, Kesederhanaan, ukhuwwah Islamiyah, kemandirian,
dan Kebebasan) sebagai filsafat hidup, pandangan hidup, dan jalan hidup kepada para
santrinya.

Bukan hanya itu. Beliau juga siap menjadi contoh nyata yang dapat dilihat dan ditiru oleh
para santrinya.

Sangat disadari oleh Pimpinan pondok bahwa pesantren dalam pandangan Gontor adalah
lembaga pendidikan yang meletakkan kyai sebagai sentral figur dan masjid sebagai titik pusat
yang menjiwai. Pekan Perkenalan ditujukan untuk “tajdidu an-niyat” alis penyucian niat
bahwa kehadiran santri di ponpes untuk mendalami ilmu dan para ustadz mengajar bukan
mencari penghidupan.
Mengenai P3KA, silakan baca artikel “OSPEK Pondok Modern Darussalam Gontor“.

4. Mandiri
Pondok tidak memasang advertensi atau iklan dalam penerimaan siswa baru, tetapi yang
mendaftar tetap banyak. Umumnya sekolah, untuk menjaring siswa baru, akan memasang
iklan dengan informasi tentang sekolah sebegitu rupa agar calon siswa mau mendaftar.

Mandiri di sini, Gontor tidak bergantung pada SPP santri untuk tetap hidup mendidik
generasi. Dengan begini, setiap santri dan wali santri yang mendaftar merasa mereka tidak
diundang, bahkan mereka yang berharap dapat diterima oleh Gontor.

5. Tegas Berdisiplin
Pondok menerapkan disiplin ketat, tanpa mengkaitkan dengan atau mempertimbangkan
ketidakkerasanan santri. Artinya, dengan disiplin ketat, ponpes atau kyai tidak khawatir
santrinya akan berkurang, kabur, atau tidak kerasan karena takut disiplin.
Logikanya, jika santri berkurang, pemasukan pondok juga akan berkurang, dst. Bagi Gontor,
disiplin adalah mutlak.

Dengan disiplin, pembentukan atau pendidikan karakter akan berjalan dengan baik. Dengan
tegas pula, Gontor justru mengatakan, “Kalau siap menerima disiplin, ya, silakan masuk
Gontor, kalau tidak siap, silakan pulang saja!”.

Tidak akan ada kemajuan tanpa kedisiplinan dan tidak ada kedisipilinan
tanpa keteladanan. -K.H Hasan A Sahal

6. Kemapanan Sistem
Gontor kokoh dan tetap konsisten dengan sistem Kulliyyatu-l-Mu‘allimin al-Islamiyyah
(KMI) 6 tahun sejak berdirinya, bukan dengan sistem SMP-SMA atau Tsanawiyah-Aliyah.

Dengan sistem tersebut, penilaian atau evaluasi terhadap siswa dapat dilakukan secara
mandiri oleh pesantren, bebas intervensi pemerintah atau lembaga lain.
Baca juga: Sistem Belajar dan Ujian Di Gontor.
Ditambah dengan sistem asrama penuh, penanaman jiwa pondok dan pendidikan karakter
benar-benar lekat dan dapat menjadi pegangan hidup, sistem pendidikan di kelas dan di luar
kelas (asrama) berlangsung integral; guru di kelas adalah juga guru pembimbing di asrama.

7. Berdikari
Ajaran jiwa kemandiriannya membuat Gontor membalikkan (baca: meluruskan) paradigma,
bahwa sebuah lembaga itu “disumbang karena maju, bukan maju karena disumbang”.

Kemandiriannya dalam hal pendanaan dan sistem pendidikan membuat Gontor bebas dan
konsisten tidak tergantung kepada lembaga manapun.

Kemandirian ini sangat penting bagi pondok pesantren. Kiyai Abdullah Syukri Zarkasyi
pernah berkata:

“Kalian ini mau nuruti kata hati atau nuruti kata orang?
Kalau nuruti kata hati, jangan pedulikan kata orang. Sebab orang itu kita bergerak kemanapun
pasti dikomentari. Saya dulu buka UKK (koperasi Guru) dan KUK (Toko besi pesantren) dan
Toko Buku saja habis-habisan dikomentari, dibilang Kyai Bisnis, Kyai Mata duitan, Kyai
Matre, tapi saya jalan terus.
Sekarang semua baru terbuka, pada ramai-ramai ikut-ikutan buka usaha. Saya tahu bahwa
Pesantren ini butuh biaya, utamanya untuk kesejahteraan Guru. Tapi bagaimana biar ini tidak
membebani santri, kesejahteraan Guru tidak boleh diambilkan dari dana santri.
Kenapa?
Biar para santri tidak berkata “Kamu kan sudah saya bayar….!!”
Ini yang ingin saya hindari, maka saya buat Unit-Unit Usaha yang saat ini mencapai 23 buah.
Itu semua untuk kesejahteraan guru…
Maka jangan dengarkan kata orang jika ingin maju.
Bagus atau jelek, jalani saja. Kalau jelek ya dievaluasi ditengah jalan. Sebab dengerin kata
orang itu ndak ada habisnya. Bahkan kita tidak bergerak sekalipun, itu tetap akan dikomentari,
‘ini orang masih hidup atau sudah mati, kok cuma diam saja gerakannya’.
Maka itu, ikuti kata hatimu. Kata Rasulullah “Istafti Qalbak”, Gontor sudah kenyang dicaci
maki, Gontor juga sudah kenyang dipuji-puji…..!”

8. Anomali Ujian
Paradigma lain yang dipegang oleh Gontor hingga saat ini adalah “Ujian untuk belajar, bukan
belajar untuk ujian.” Juga, “Ilmu itu akan didapat sebelum ujian, ketika ujian, dan setelah
ujian.” Sehingga “tidak naik kelas” adalah hal biasa, namun tetap menjadi hal yang tidak
diharapkan.

Yang terpenting di Gontor bukanlah naik kelas, tetapi seberapa banyak ilmu yang sudah
didapat/diamalkan santri. Tidak naik bukan masalah, yang penting ilmunya bertambah. Itu
yang harus disyukuri. Pada beberapa siswa, untuk naik kelas, memang dibutuhkan perjuangan
ekstra, ada yang sampai 8, 9 bahkan 12 tahun mengenyam pendidikan di Gontor.

Ini juga salah satu alasan kenapa pondok modern Gontor tidak ikut serta dalam ujian
nasional pemerintah.
9. Guru Tidak Digaji
Gontor tidak menggaji guru-gurunya, tetapi memberikan kesejahteraan, dengan standar
sekadar untuk bekal beribadah atau bekal mengabdi di ponpes. Pesannya, “Asalkan mau
hidup sederhana, insya Allah tidak akan kelaparan.” Alhamdulillah, kenyataannya, guru-guru
Gontor tidak ada yang melarat.
Kesejahteraan guru itu tidak diambilkan dari SPP, melainkan dari hasil usaha pondok;
percetakan buku, pabrik roti, toko material, pertanian dan perkebunan yang dikelola para
ustadz sendiri.

Hal ini membuat guru bisa tampil berwibawa di hadapan para santrinya di depan kelas;
mengajar dengan tidak membedakan siapa yang sudah membayar SPP dan siapa yang belum
atau malah tidak membayar SPP sama sekali.

Santri dan walinya juga tidak bisa mengatakan, “Kamu sudah saya gaji”.

Karena gaji ustadz tidak diambil dari iurang santri, Pondok Modern Gontor dapat menekan
biaya SPP ke tingkat serendah mungkin. Ada kalanya Gontor menurunkan uang bayaran
pelajar.
Melihat hal ini, para santri memang benar-benar berhutang jasa pada para guru. Maka, wajar
saja jika ada murid yang dikeluarkan karena melawan ustadz.

Sementara ini saja sedikit dari banyak hal yang tidak mudah dipahami dari Pesantren Gontor.
Terlepas dari kekurangan yang ada pada lembaga ini. Semoga pondok ini istiqomah dan lebih
baik lagi.

Anda mungkin juga menyukai