Anda di halaman 1dari 22

Laporan Tutorial Minggu 1

Kelompok 4A

1. Halimatun Syadiah
2. Aulia Riani Badawi
3. Zakiatur Rahma
4. Maulida Adila
5. Lidya Aprilia Sugma
6. Ifan
7. Muhammad Muhtadi Taufik
8. Fadhilah Aini
9. Farras Rizky Andriawan
10. Ghina Salsabil Aurelly Rivaliza

FAKULTAS KEDOKTERAN 2019


SKENARIO
Skenario 1: ADA APA DENGAN JANTUNG ANAKKU?
Seorang bayi berusia 7 bulan bernama Budi dirujuk oleh puskesmas ke RS. Budi sejak
lahir sering mengalami batuk pilek, setiap 2 minggu hingga 1 bulan sekali Budi
mengalami batuk pilek berulang, demam dan sesak nafas, sehingga ibu Budi sering
membawanya ke puskesmas dan mendapatkan antibiotik.
Budi tampak kurus, berat badannya ditimbang 4500 gr. Dari riwayat kelahiran, Budi
lahir spontan cukup bulan berat badan 3100 gr, langsung menangis. Budi sejak lahir
diberi ASI oleh ibu namun menyusu sebentar-sebentar tetapi tidak terlihat sianotik, dan
Budi tidak dapat menghabiskan MP ASI yang diberi ibunya.
Pada pemeriksaan dokter di puskesmas, Budi tampak sakit berat, sesak dengan
frekuensi nafas 52 kali/menit, denyut jantung 110 kali/menit. Pada pemeriksaan thorax
tampak retraksi epigastrium, ictus jantung kuat terlihat di dada kiri. Dokter menemukan
adanya bunyi bising pada pemeriksaan bunyi jantung. Dokter kemudian memberikan
instruksi untuk memberikan oksigen kepada Budi.
Dokter Puskesmas kemudian merencanakan untuk merujuk Budi ke RS untuk
pemeriksaan lanjutan. Sebelumnya dokter menjelaskan kepada keluarga mengenai
kemungkinan kelainan jantung bawaan yang dialami.
Pada hari yang sama, dokter puskesmas mendapati pasien seorang anak perempuan
usia 8 tahun yang datang dengan keluhan bengkak pada sendi kaki yang berpindah-
pindah dan disertai dengan nyeri saat berjalan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
adanya bising pansistolik pada apex. Dokter menduga bahwa pasien ini menderita
demam rematik.
Sebagai dokter bagaimana saudara menjelaskan tentang kedua kasus diatas?

STEP 1 TERMINOLOGI :
Sianotik : Kondisi kebiru-biruan pada kulit dan mukosa akibat kekurangan O2 didalam
darah
Antibiotik : Molekul alami/sintetik untuk menekan biosintetik infeksi bakteri
Retraksi epigastrium : Penarikan dinding dada bagian bawah ke arah dala, misalnya pada
keadaan penyakit paru. Dapat dilihat saat menarik napas
Iktus jantung : denyut apeks jantung, biasanya untuk mendengar suara aliran darah yang
melewati katup mitral
Bunyi bising : bunyi tammbahan yang muncul akibat turbulensi/aliran darah abnormal
jantung
Kelainan jantung bawaan : kelainan proses embriologi pembentukan dan perkembangan
jantung
Bising pansistolik : akibat dari aliran balik melalui bagian jantung yang masih terbuka
dan mnengisi seluruh fase sistolik
Demam reumatik : Penyakit autimun dengan peradangan akibat infeksi streptokokus
beta hemolitikus grup A
Apeks : Puncak jantung terletak di RIC 5 di midklavikula sinistra, 8-9 cm dari midsternal
line
STEP 2 IDENTIFIKASI MASALAH
1. Mengapa bayi berusia 7 bulan dirujuk ke rumah sakit ?
2. Mengapa Budi sejak lahir sering mengalami batuk pilek dan berulang setiap 2
minggu hingga 1 bulan sekali?
3. Mengapa Budi mengalami demam dan sesak napas?
4. Mengapa di puskesmas busi diberikan antibiotik?
5. Apa keterkaitan pemberian antibiotik dengan keluhan berdulang Budi?
6. Mengapa Budi kurus? Berapa BB ideal budi?
7. Bagaimana hubungan riwayat kelahiran Budi dengan kondisi Budi saat ini/
8. Mengapa Budi menyusu sebantar-sebentar?
9. Mengapa Budi tidak terlihat sianotik? Dan mengapa budi tidak bisa
menghabiskan MPASInya?
10. Bgaimana ingterpetasi tandsa vital budi?
11. Mengapa dokter menyatakan Budi tampak sakit berat?
12. Bagaimana interpretasi pemeriksaan toraks pasien?
13. Mengapa ditemukan bising usus?
14. Mengapa diberikan O2 pada Budi? Apa indikasinya?
15. Apa saja pemeriksaan lanjutan yang akan dilakukan pada Budi?
16. Apa kemungkinan PJB yang dialami Budi berdasarkan keluhannya?
17. Apa saja jenis-jenis pjb yang dapat terjadi?
18. Mengapa anak perempuan tersebut datang dengan keluhan bengkak pada
sendi kaki yang berpindah pindah dan disertai nyeri saat berjalan?
19. Apakah keluhan anak tersebut dapat terjadi pada orang dewasa?
18. Mengapa ditemukan bising pansistolik?
19. Mengapa dokter menduga pasien mengalami demam rematik?

STEP 3 KLARIFIKASI MASALAH


1. Bayi dirujuk sebab
a. Karena sudah berulang kali ke puskesmas dan tidak membaik
b. Kemungkinan terdapat tanda kegawatdaruratan sehingga perlu dirujuk
Fasilitas puskesmas yang belum lengkap untuk membantu penegakan diagnosis
2. Batuk bisa diakibatkan belum divaksin DPT, atau pada kasus akergi susu sapi, walaupun
banyak etiologi lainnya. Untu pilek, dapat diakibatkan karena sistem imunitas anak yang
masih belum sempurna berkembang. Batuk dan pilek yang berulang bisa dicurigai
adanya sistem imunitas yang sangat buruk . hal ini dapat dicetuskan beebrapa keadaan
seperti anak belum divaksinasi,asupan nutrisi anak yang tidak cukup (anak kurang
gizi),serta bakteri penyebab batuk pilek yang sudah resisten terhadap antibiotik sebab
penggunaan antibiotik yang luas dan tanpa petunjuk dokter.
3. Demam dapat diakibatkan oleh infeksi bakteri. Sesak napas dapat diakibatkan oleh
sumbatan pada saluran napas baik mekanik ataupun tidak, penderitas asma, alergi dan
pada kasus cacat jantung asianotik.
4. Karena dicurigai diakibatkan oelh infeksi bakteri di saluran pernapasan
5. Karena tidak menunjukkan gejala perbaikan dengan antibiotik, diduga bukan
disebabkan oleh bakteri
6. Sebab anak kesulitan untuk menyusu, sehingga nutrisi yang didapatkan tubuh kurang.
Bb ideal anak pada usia tersebut yaitu pada anak laki laki 6,9-10kg dan anak perempuan
6-9,8 kg.
7. Riwayat kelahiran normal
8. Sebab anak sesak napas, sehingga menyulitkannya untuk menelan dan menghisap ASI
atau makanan
9. Anak tidak terlihat sianotik , bisa akibat tidak terjadinya aliran balik yang disebut pirau
dari kanan ke kiri, yang mengakibatkan darah miskin O2 dan kaya CO2 masuk ke
pembuluh arteri sistemik. Peningkatan Hb yang terdeoksigenasi lebih dari 5gr/dl pada
arteri, dapat mencetuskan kebiruan pada seluruh permukaan tubuh. Siantik sentral.
Jumlah O2 yang terdeoksigenasi yang lebih rendah,, dapat mengakibatkan sianotik yang
lebih sedikit seperti hanya pada ujung-ujung jari ekstremitas.
Pada pasien ini, kemungkinan tidak terjadi pirau dari kanan ke kiri, namun tidak menutup
kemungkinan teerjadinya pirau dari kiri ke kanan.
10. Frekuensi napas anak sedikit meningkat normalnya 20-40x permenit dan HR normal.
110-160x permenit
11. Ditemukannya hal-hal berikut (2 dari keseluruhan tanda)
A. Kesadaran kmposmentis hingga somnlen
B. Pemenuhan kebutuhan sehari-hari yang perlu dibantu
C. Tanda vital yang tidka stabil
12. Adanya terdengar iktus kordis dikiri, dapat menandakan terjadinya pembesaran dari
ventrikel kiri. Terdapatnya retraksi epigastrium, menandakan usaha untuk bernapas yang
sangat kuat
13. Bising usus dapat diakibatkan oleh :
a. Aliran darah yang bertambah cepat
b. Penyempitan didaerah katup atau pembuluh darah
c. Getaran di pembuluh darah akibat pembuluh darah yang tidak rata
d. Aliran darah dari ruangan sempit ke ruangan besar atau sebaliknya
e. Penutupan katup yang tidak sempurna/regugitasi
14. Pemberian 2 untuk menbingkatkan suplai O2 pada sel-sel untuk mencegah hipoksia,
terutama sel-sel otak. Diindikasikan pada saturasi O2 arteri <95% atau pada respiratory
distress syndrome (RDS)
15. Analisa gas darah/ AGD, Foto toraks, EKG, ekokardiografi dan kateterisasi
16. Kemungkinan pasien mengalami ventrikular septal defect sebab :
a. Merupakabn kasus terbanyak pada PJB
b. Ictus kordis teraba dikiri, menandakan pembesaran jantung kiri
c. Sesak napas
d. Tidak sianotik
17. Terbagi menurut ada atau tidaknya sianotik
a. PJB non sianotik dengan pirau dari kiri ke kanan (VSD,PDA,ASD)
b. PJB non sianotik dengan lesi obstruktif, tanpa pirau dari kiri ke kanan (Aorta
stenosis, koarktasio aorta, pulmonal stenosis)
c. PJB sianotik dengan aliran ke paru berkurang (TOF)
d. PJB sianotik dengan aliran ke paru meningkat (TGA)
18. Sebab terjadinya reaksi peradangan pada sendi sendi ekstremitas yang mana
peradangan ini dapat meuncul pada sendi lainnya, saat peradangan di satu tempat,
belum menghilang sepenuhnya, sehingga seolah-olah nyeri yang ditimbulkan juga
berpindah-pindah. Peradangan ini diakibatkan oleh reaksi imunitas tubuh sebagai reaksi
lambat setelah peradangan yang diakibatkan oleh infeksi streptokokus betahemolitikus
grup A.

19. Kejadian tersebut umunya terjadi pada masa anak-anak usia 5-15 tahun terutama
pada anak-anak yang belum pubertas. Jarang pada orang dewasa, sebab penderitanya
biasanya meninggal akibat penyakit jantung rematik yang dideritanya sebagai bentuk
komplikasi dari peradangan tersebut.
20. Bising pansistolik bisa terjadi akibat gangguan daripada katup mitral. Pada demam
rematik diketahui bahwa infeksi bakteri streptokokus betahemolitikus grup A, juga
menyerang katup mitral, sehingga terjadi penyempitan dari pada katup mitral dan
terdengar bunyi bising pansistlik saat auskultasi
21. Sebab telah didiagnosis dengan kriteria jones dengan kriteria mayor dan minor.

STEP 4 SKEMA
1. ATRIAL SEPTAL DEFECT
DEFINISI

Atrial Septal Defect adalah adanya hubungan (lubang) abnormal pada sekat yang
memisahkan atrium kanan dan atrium kiri. Kelainan jantung bawaan yang memerlukan
pembedahan jantung terbuka adalah defek sekat atrium. Defek sekat atrium adalah hubungan
langsung antara serambi jantung kanan dan kiri melalui sekatnya karena kegagalan
pembentukan sekat. Defek ini dapat berupa defek sinus venousus di dekat muara vena kava
superior, foramen ovale terbuka pada umumnya menutup spontan setelah kelahiran, defek
septum sekundum yaitu kegagalan pembentukan septum sekundum dan defek septum
primum adalah kegagalan penutupan septum primum yang letaknya dekat sekat antar bilik
atau pada bantalan endokard. Macam-macam defek sekat ini harus ditutup dengan tindakan
bedah sebelum terjadinya pembalikan aliran darah melalui pintasan ini dari kanan ke kiri
sebagai tanda timbulnya sindrome Eisenmenger. Bila sudah terjadi pembalikan aliran darah,
maka pembedahan dikontraindikasikan. Tindakan bedah berupa penutupan dengan menjahit
langsung dengan jahitan jelujur atau dengan menambal defek dengan sepotong dakron.

Tiga macam variasi yang terdapat pada ASD, yaitu


1. Ostium Primum (ASD 1), letak lubang di bagian bawah septum, mungkin disertai kelainan
katup mitral.
2. Ostium Secundum (ASD 2), letak lubang di tengah septum.
3. Sinus Venosus Defek, lubang berada diantara Vena Cava Superior dan Atrium Kanan.

ETIOLOGI
ASD merupakan suatu kelainan jantung bawaan.
Dalam keadaan normal, pada peredaran darah janin terdapat suatu lubang diantara atrium kiri
dan kanan sehingga darah tidak perlu melewati paru-paru. Pada saat bayi lahir, lubang ini
biasanya menutup. Jika lubang ini tetap terbuka, darah terus mengalir dari atrium kiri ke
atrium kanan (shunt), Penyebab dari tidak menutupnya lubang pada septum atrium ini tidak
diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan
angka kejadian ASD, Faktor-faktor tersebut diantaranya :
1. Faktor Prenatal
a. Ibu menderita infeksi Rubella
b. Ibu alkoholisme
c. Umur ibu lebih dari 40 tahun
d. Ibu menderita IDDM
e. Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu
2. Faktor genetik
a. Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB
b. Ayah atau ibu menderita PJB
c. Kelainan kromosom misalnya Sindroma Down
d. Lahir dengan kelainan bawaan lain
3.Gangguan hemodinamik
Tekanan di Atrium kiri lebih tinggi daripada tekanan di Atrium Kanan sehingga
memungkinkan aliran darah dari Atrium Kiri ke Atrium Kanan.

MANIFESTASI KLINIS
Penderita ASD sebagian besar menunjukkangejalaklinissebagaiberikut
a. Detak jantung berdebar-debar (palpitasi)
b. Tidak memiliki nafsu makan yang baik
c. Sering mengalami infeksi saluran pernafasan
d. Berat badan yang sulit bertambah

Gejala lain yang menyertai keadaan ini adalah :


a.Sianosis pada kulit di sekitar mulut atau bibir dan lidah
b. Cepat lelah dan berkurangnya tingkat aktivitas
c. Demam yang tak dapat dijelaskan penyebabnya
d. Respon tehadap nyeri atau rasa sakit yang meningkat

Mild dyspneu pada saat bekerja (dispneu d’effort) dan atau kelelahan ringan adalah
gejala awal yang paling sering ditemui pada hubungan antar atrium. Pada bayi yang kurang
dari 1 tahun jarang sekali memperlihatkan tanda-tanda gagal jantung kongestif yang
mengarah pada defek atrium yang tersembunyi. Gejala menjadi semakin bertambah dalam
waktu 4 sampai 5 dekade. Pada beberapa pasien yang dengan ASD yang lebar, mungkin
dalam 10 atau 7 dekade sebelumnya telah memperlihatkan gejala dispneu d’effort, kelelahan
ringan atau gagal jantung kongestif yang nyata.(2)
Pada penderita ASD terdapat suara splitting yang menetap pada S2. Tanda ini adalah
khas pada patologis pada ASD dimana pada defek jantung yang tipe lain tidak menyebabkan
suara splitting pada S2 yang menetap.

PATOFISIOLOGI
Darah arterial dari atrium kiri dapat masuk ke atrium kanan melalui defek sekat ini.
Aliran ini tidak deras karena perbedaan tekanan pada atrium kiri dan kanan tidak begitu besar
(tekanan pada atrium kiri 6 mmHg sedang pada atrium kanan 5 mmHg)
Adanya aliran darah menyebabkan penambahan beban pada ventrikel kanan, arteri
pulmonalis, kapiler paru-paru dan atrium kiri. Bila shunt besar, maka volume darah yang
melalui arteri pulmonalis dapat 3-5 kali dari darah yang melalui aorta.Dengan bertambahnya
volume aliran darah pada ventrikel kanan dan arteri pulmonalis. Maka tekanan pada alat–alat
tersebut naik., dengan adanya kenaikan tekanan, maka tahanan katup arteri pulmonalis naik,
sehingga adanya perbedaan tekanan sekitar 15 -25 mmHg. Akibat adanya perbedaan tekanan
ini, timbul suatu bising sistolik ( jadi bising sistolik pada ASD merupakan bising dari stenosis
relative katup pulmonal ).
Juga pada valvula trikuspidalis ada perbedaan tekanan, sehingga disini juga terjadi
stenosis relative katup trikuspidalis sehingga terdengar bising diastolic.
Karena adanya penambahan beban yang terus menerus pada arteri pulmonalis, maka
lama kelamaan akan terjadi kenaikan tahanan pada arteri pulmunalis dan akibatnya akan
terjadi kenaikan tekanan ventrikel kanan yang permanen. Tapi kejadian ini pada ASD
terjadinya sangat lambat ASD I sebagian sama dengan ASD II. Hanya bila ada defek pada
katup mitral atau katup trikuspidal, sehingga darah dari ventrikel kiri atau ventrikel kanan
mengalir kembali ke atrium kiri dan atrium kanan pada waktu systole. Keadaan ini tidak
pernah terjadi pada ASD II.
Pada kasus Atrial Septal Defect yang tidak ada komplikasi, darah yang mengandung
oksigen dari Atrium Kiri mengalir ke Atrium Kanan tetapi tidak sebaliknya. Aliran yang melalui defek
tersebut merupakan suatu proses akibat ukuran dan complain dari atrium tersebut.Normalnya
setelah bayi lahir complain ventrikel kanan menjadi lebih besar daripada ventrikelkiri yang
menyebabkan ketebalan dinding ventrikel kanan berkurang. Hal ini juga berakibat volume
serta ukuran atrium kanan dan ventrikel kanan meningkat. Jika complain ventrikel kanan
terus menurun akibat beban yang terus meningkat shunt dari kiri kekanan bisa berkurang.
Pada suatu saat sindroma Eisenmenger bisa terjadi akibat penyakit vaskuler paru yang terus
bertambah berat. Arah shunt pun bisa berubah menjadi dari kanan kekiri sehingga sirkulasi darah
sistemik banyak mengandung darah yang rendah oksigen akibatnya terjadi hipoksemi dan
sianosis.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto Ronsen Dada
Pada defek kecil gambaran foto dada masih dalam batas normal. Bila defek bermakna
mungkin tampak kardiomegali akibat pembesaran jantung kanan. Pembesaran ventrikel ini
lebih nyata terlihat pada foto lateral.
Elektrokardiografi
Pada ASD I, gambaran EKG sangat karakterstik dan patognomis, yaitu sumbu jantung
frontal selalu kekiri. Sedangkan pada ASD II jarang sekali dengan sumbu Frontal kekiri.
Katerisasi Jantung
Katerisasi jantung dilakukan defek intra pad ekodiograf tidak jelas terlihat atau bila
terdapat hipertensi pulmonal pada katerisasi jantung terdapat peningkatan saturasi O2 di
atrium kanan dengan peningkatan ringan tekanan ventrikel kanan dan kiri bil terjadi penyakit
vaskuler paru tekanan arteri pulmonalis, sangat meningkat sehingga perlu dilakukan tes
dengan pemberian O2 100% untuk menilai resensibilitas vasakuler paru pada Syndrome
ersen menger saturasi O2 di atrium kiri menurun.
Eko kardiogram
Ekokardiogram memperlihatkan dilatasi ventrikel kanan dan septum interventrikular
yang bergerak paradoks. Ekokardiogrfi dua dimensi dapat memperlihatkan lokasi dan
besarnya defect interatrial pandangan subsifoid yang paling terpercaya prolaps katup netral
dan regurgitasi sering tampak pada defect septum atrium yang besar.
Radiologi
Tanda – tanda penting pad foto radiologi thoraks ialah:
- Corak pembuluh darah bertambah
- Ventrikel kanan dan atrium kanan membesar
- Batang arteri pulmonalis membesar sehingga pada hilus tampak denyutan ( pada
fluoroskopi) dan disebut sebagai hilam dance.
KOMPLIKASI
Hipertensi Pulmonal
Gagal Jantung

PENATALAKSANAAN
1. Operasi harus segera dilakukan bila:
- Jantung sangat membesar
- Dyspnoe d’effort yang berat atau sering ada serangan bronchitis.
- Kenaikan tekanan pada arteri pulmonalis.
2. Bila pada anak masih dapat dikelola dengan digitalis, biasanya operasi ditunggu sampai
anak mencapai umur sekitar 3 tahun.
 Opersi pada ASD I tanpa masalah katup mitral atau trikuspidal mortalitasnya rendah,
operasi dilakukan pada masa bayi.
 ASD I disertai celah katup mitral dan trikuspidal operasi paling baik dilakukan umur
antara 3-4 tahun.
 Apabila ditemukan tanda – tanda hipertensi pulmonal, operasi dapat dilakukan pada
masa bayi untuk mencgah terjadinya penyakit vaskuler pulmonal.
 Menutup ASD pada masa kanak-kanak bisa mencegah terjadinya kelainan yang serius
di kemudian hari.
 Jika gejalanya ringan atau tidak ada gejala, tidak perlu dilakukan pengobatan.
 Jika lubangnya besar atau terdapat gejala, dilakukan pembedahan untuk menutup
ASD.
 Pengobatan pencegahan dengan antibiotik sebaiknya diberikan setiap kali sebelum
penderita menjalani tindakan pencabutan gigi untuk mengurangi resiko terjadinya
endokarditis infektif
 Terapi dengan digoksin, furosemid dengan atau tanpa sipironolakton dengan
pemantauan elektrolit berkala masih merupakan terapi standar gagal jantung pada
bayi dan anak.

Bila pemeriksaan klinis dan elektrokardiografi sudah dapat memastikan adanya defek
septum atrium, maka penderita dapat diajukan untuk operasi tanpa didahului pemeriksaan
kateterisasi jantung. Bila telah terjadi hipertensi pulmonal dan penyakit vaskuler paru, serta
pada kateterisasi jantung didapatkan tahanan arteri pulmonalis lebih dari 10U/m² yang tidak
responsif dengan pemberian oksigen 100%, maka penutupan defek septum atrium merupakan
indikasi kontra.
 Tindakan operasi
Indikasi operasi penutupan ASD adalah bila rasio aliran darah ke paru dan sistemik
lebih dari 1,5. Operasi dilakukan secara elektif pada usia pra sekolah (3–4 tahun) kecuali bila
sebelum usia tersebut sudah timbul gejala gagal jantung kongaestif yang tidak teratasi secara
medikamentosa. Defect atrial ditutup menggunakan patch
 Tanpa operasi
Lubang ASD dapat ditutup dengan tindakan nonbedah, Amplatzer Septal Occluder
(ASO), yakni memasang alat penyumbat yang dimasukkan melalui pembuluh darah di lipatan
paha. Meski sebagian kasus tak dapat ditangani dengan metode ini dan memerlukan
pembedahan. Amplatzer septal occluder(ASO) adalah alat yang mengkombinasikan diskus
ganda dengan mekanisme pemusatan tersendiri (self-centering mechanism). Ini adalah alat
pertama dan hanya menerima persetujuan klinis pada anak dan dewasa dengan defek atrium
sekundum (DAS) dari the United States Food and Drug Administration (FDA US). Alat ini
telah berhasil untuk menutup defek septum atrium sekundum, patensi foramen ovale, dan
fenestrasi fontanella.
Menutup ASD pada masa kanak-kanak bisa mencegah terjadinya kelainan yang serius
di kemudian hari.Jika gejalanya ringan atau tidak ada gejala, tidak perlu dilakukan
pengobatan.Jika lubangnya besar atau terdapat gejala, dilakukan pembedahan untuk menutup
ASD. Pengobatan pencegahan dengan antibiotik sebaiknya diberikan setiap kali sebelum
penderita menjalani tindakan pencabutan gigi untuk mengurangi resiko terjadinya
endokarditis infektif

2. MITRAL STENOSIS
 Definisi: Obstruksi aliran ventrikel kiri yang terjadi pada katup mitral akibat terjadinya
abnormalitas pada struktur katup mitral.
 Epidemiologi: 2/3 kasus diderita oleh wanita. Sering terjadi pada usia 30-40 tahun
 Faktor risiko: Demam rematik akut
 Diagnosis:
o Anamnesis: Riwayat demam rematik. Gejala pasien juga perlu ditanyakan, seperti
mudah Lelah, dispneu, lesu, dan suara serak,
o Pemeriksaaan fisik: Ditemukannya tanda khas berupa facies mitral pada wajah
pasien. Selain itu, bisa juga ditemukan distensi JVP dan murmur pansistolik.
o Pemeriksaan penunjang: Radiografi dada, Echocardiografi, dan TEE
 Tatalaksana: Memiliki prinsip, menurunkan frekuensi demam rematik, menyediakan
profilaksis untuk endocarditis, dan mencegah komplikasi tromboembolik. Terapi lain
seperti pembedahan juga dapat dilakukan.

3. Tetralogy of Fallot (TOF)

Tetralogy of Fallot (TOF) adalah penyakit jantung kongenital dengan kelainan struktur
jantung yang muncul pada saat lahir dan terjadi perubahan aliran darah di jantung. Tetralogy
of Fallot (TOF) melibatkan empat kelainan jantung, yaitu :
a.Stenosis Pulmonal
Hal ini diakibatkan oleh penyempitan dari katup pulmonal, dimana darah mengalir dari
ventrikel kanan ke arteri pulmonalis. Secara fisiologis, darah yang sedikit oksigen dari
ventrikel kanan akan mengalir melalui katup pulmonal, masuk ke dalam arteri pulmonalis,
dan keluar ke paru-paru untuk mengambil oksigen. Pada stenosis pulmonal, jantung harus
bekerja lebih keras dari biasanya untuk memompa darah dan tidak cukup darah untuk
mencapai paru-paru.
b.Ventricular Septal Defect (VSD)
Jantung memiliki dinding yang memisahkan dua bilik pada sisi kiri dan dua bilik di sisi
kanan yang disebut septum. Septum berfungsi untuk mencegah bercampurnya darah yang
miskin oksigen dengan darah yang kaya oksigen diantara kedua sisi jantung. Pada VSD
dijumpai lubang di bagian septum yang memisahkan kedua ventrikel di ruang bawah jantung.
Lubang ini memungkinkan darah yang kaya oksigen dari ventrikel kiri untuk bercampur
dengan darah yang miskin oksigen dari ventrikel kanan.
c. Overriding Aorta
Ini merupakan kelainan pada aorta yang merupakan arteri utama yang membawa darah
yang kaya oksigen ke seluruh tubuh. Secara anatomi jantung yang normal, aorta melekat pada
ventrikel kiri. Hal ini memungkinkan hanya darah yang kaya oksigen mengalir ke seluruh
tubuh. Pada TOF, aorta berada di antara ventrikel kiri dan kanan, langsung di atas VSD. Hal
ini mengakibatkan darah yang miskin oksigen dari ventrikel kanan mengalir langsung ke
aorta bukan ke dalam arteri pulmonalis kemudian ke paru-paru.
d. Hipertrofi Ventrikel Kanan (RVH)
Kelainan ini terjadi jika ventrikel kanan menebal karena jantung harus memompa lebih
keras dari yang seharusnya agar darah dapat melewati katup pulmonal yang menyempit.
Obstruksi aliran darah arteri pulmonal biasanya pada kedua infundibulum ventrikel kanan
dan katup pulmonal. Obstruksi total dari aliran ventrikel kanan (atresia pulmonal) dengan
VSD diklasifikasikan dalam bentuk ekstrim dari TOF.

Epidemiologi
Tetralogy of Fallot (TOF) terjadi pada 5 dari setiap 10.000 kelahiran hidup. Ini
adalah penyebab paling umum dari penyakit jantung sianotik di pasien yang terjadi pada usia
neonatal, dan dilaporkan hal ini terjadi hingga sebanyak sepersepuluh dari semua penyakit
jantung kongenital. Di Indonesia sendiri,TOF menempati urutan ke empat (10-15%) dari
seluruh penyakit jantung bawaan dan 2/3 dari penyakit jantung bawaan sianotik.

Etiologi
Kebanyakan penyebab dari kelainan jantung bawaan tidak diketahui, biasanya
melibatkan berbagai faktor.
Faktor prenatal yang berhubungan dengan resiko terjadinya tetralogi Fallot adalah:
• Selama hamil, ibu menderita rubella (campak Jerman) atau infeksi virus lainnya
• Gizi yang buruk selama
• Ibu yang alkoholik
• Usia ibu diatas 40 tahun
• Ibu menderita diabetes
• Tetralogi Fallot lebih sering ditemukan pada anak-anak yang menderita sindroma
Down

Patofisiologi
Karena pada tetralogi fallot terdapat empat macam kelainan jantung yang bersamaan,
maka:
• Darah dari aorta berasal dari ventrikel kanan bukan dari kiri, atau dari sebuah lubang
pada septum, seperti terlihat dalam gambar, sehingga menerima darah dari kedua
ventrikel.
• Arteri pulmonal mengalami stenosis, sehingga darah yang mengalir dari ventrikel
kanan ke paru-paru jauh lebih sedikit dari normal; malah darah masuk ke aorta.
• Darah dari ventrikel kiri mengalir ke ventrikel kanan melalui lubang septum ventrikel
dan kemudian ke aorta atau langsung ke aorta, mengaabaikan lubang ini.
• Karena jantung bagian kanan harus memompa sejumlah besar darah ke dalam aorta
yang bertekanan tinggi, otot-ototnya akan sangat berkembang, sehingga terjadi
pembesaran ventrikel kanan. Kesulitan fisiologis utama akibat Tetralogi Fallot adalah
karena darah tidak melewati paru sehinggatidak mengalami oksigenasi. Sebanyak
75% darah vena yang kembali ke jantung dapat melintas langsung dari ventrikel
kanan ke aorta tanpa mengalami oksigenasi.

Klasifikasi/ derajat
TOF dibagi dalam 4 derajat :
• Derajat I : tak sianosis, kemampuan kerja normal
• Derajat II : sianosis waktu kerja, kemampuan kerja kurang
• Derajat III : sianosis waktu istirahat. kuku gelas arloji, waktu kerja sianosis
bertambah, ada dispneu.
• Derjat IV : sianosis dan dispneu istirahat, ada jari tabuh.

Manifestasi Klinis ( gejala dan tanda )


Anak dengan TOF umumnya akan mengalami keluhan :
• Sesak, biasanya terjadi ketika anak melakukan aktivitas (misalnya menangis atau
mengedan)
• Berat badan bayi tidak bertambah
• Pertumbuhan berlangsung lambat
• Jari tangan seperti tabuh gendering/ gada (clubbing fingers)
• Sianosis/ kebiruan : sianosis akan muncul saat anak beraktivitas, makan/menyusu,
atau menangis dimana vasodilatasi sistemik (pelebaran pembuluh darah di seluruh
tubuh) muncul dan menyebabkan peningkatan shunt dari kanan ke kiri (right to left
shunt). Darah yang miskin oksigen akan bercampur dengan darah yang kaya oksigen
dimana percampuran darah tersebut dialirkan ke seluruh tubuh. Akibatnya jaringan
akan kekurangan oksigen dan menimbulkan gejala kebiruan.
Anak akan mencoba mengurangi keluhan yang mereka alami dengan berjongkok yang
justru dapat meningkatkan resistensi pembuluh darah sistemik karena arteri femoralis yang
terlipat. Hal ini akan meningkatkan right to left shunt dan membawa lebih banyak darah dari
ventrikel kanan ke dalam paru-paru. Semakin berat stenosis pulmonal yang terjadi maka akan
semakin berat gejala yang terjadi.

Diagnosis
Diagnosis didasarkan atas gejala dan tanda sebagai berikut :
1. Sianosis, bertambah waktu bangun tidur, menangis atau sesudah makan.
2. Dispneu
3. Kelelahan
4. Gangguan pertumbuhan
5. Hipoksia (timbul sekitar umur 18 bulan)
6. Dapat terjadi apneu.
7. Dapat terjadi kehilangan kesadaran.
8. Sering jongkok bila berjalan 20-50 meter, untuk mengurangi dispneu.
9. Takipneu
10. Jari tabuh dengan kuku seperti gelas arloji
11. Hipertrofi gingiva
12. Vena jugularis terlihat penuh/menonjol
13. Jantung :
- Bising sistolik keras nada rendah pd sela iga 4 line parasternalis kiri/VSD
- Bising sistolik nada sedang, bentuk fusiform, amplitudo maksimum pada
akhir sistole berakhir dekat S2 pada sela iga 2-3 lps kiri (stenosis pulmonalis).
- Stenosis pulmonalis ringan : bising kedua lebih keras dengan amplitudo
maksimum pada akhir sistole, S2 kembar.
- Stenosis pulmonalis berat : bising lemah, terdengar pada permulaan sistole.
S2 keras, tunggal, kadang terdengar bising kontinyu pada punggung
(pembuluh darah kolateral).
14. Kadang-kadang hepatomegali dengan hepatojugular reflux.
15. EKG :
- Sumbu frontal jantung ke kanan, Hvka
- Khas untuk TOF : transisi tiba-tiba dari kompleks QRS pada V1 dan V2.
- Pada V1 QRS hampir seluruhnya positif, pada V2 berbentuk rS
16. Darah :
- Hb dapat sampai 17 gr%
- Haematokrit dapat sampai 50-80 vol% 5
- Kadang-kadang ada anemia hipokromik relatif.
17. Radiologis :
- Paru : gambaran pembuluh darah paru sangat berkurang, diameter pembuluh
darah hilus kecil, tampak cekungan pulmonal (karena a. pulmonalis dan
cabang-cabangnya hipoplasi).
- Jantung: arkus aorta 75% di kiri dan 25% di kanan, tampak prominen, besar
jantung normal, apeks jantung agak terangkat ke kranial.
- Kosta : tampak erosi kosta bila ada sirkulasi kolateral.
Rongent foto thorak pada anak laki-laki umur 8 tahun dengan tetralogi Fallot.

18. Ekokardiografi :
- VSD subaortik/subarterial besar, kebanyakan pirau kanan ke kiri
- Over riding aorta < / = 50%
- Stenosis infundibuler dan valvuler
- Hipertrofi ventrikel kanan.
- Penting diukur a.pulmonalis kanan dan kiri 6

Echocardiogram pada pasien dengan tetralogi Fallot

Tatalaksana
Penderita baru dengan kemungkinan tetralogi Fallot dapat dirawat jalan bilamana
termasuk derajat I, II, atau III tanpa sianosis maupun dispneu berat. Penderita perlu dirawat
inap, bila termasuk derajat IV dengan sianosis atau dispneu berat.
Tatalaksana penderita rawat inap
1. Mengatasi kegawatan yang ada.
2. Oksigenasi yang cukup.
3. Tindakan konservatif.
4. Tindakan bedah (rujukan) :
- Operasi paliatif : modified BT shunt sebelum dilakukan koreksi total:
dilakukan pada anak BB < 10 kg dengan keluhan yang jelas. (derajat III dan
IV)
- Koreksi total: untuk anak dengan BB > 10 kg : tutup VSD + reseksi
infundibulum.
5. Tatalaksana gagal jantung kalau ada.
6. Tatalaksana radang paru kalau ada.
7. Pemeliharaan kesehatan gigi dan THT, pencegahan endokarditis.

Tatalaksana rawat jalan


1. Derajat I :
- Medikametosa : tidak perlu 7
- Operasi (rujukan ) perlu dimotivasi, operasi total dapat dikerjakan kalau BB >
10 kg. Kalau sangat sianosis/ada komplikasi abses otak, perlu dilakukan
operasi paliatif.
- Kontrol : tiap bulan.
2. Derajat II dan III :
- Medikamentosa ; Propanolol
- Operasi (rujukan) perlu motivasi, operasi koreksi total dapat dikerjakan kalau
BB > 10 kg. Kalau sangat sianosis/ada komplikasi abses otak, perlu dilakukan
operasi paliatif.
- Kontrol : tiap bulan
- Penderita dinyatakan sembuh bila : telah dikoreki dengan baik.

Pengobatan pada serangan sianosis


1. Usahakan meningkatkan saturasi oksigen arteriil dengan cara :
- Membuat posisi knee chest atau fetus
- Ventilasi yang adekuat
2. Menghambat pusat nafas denga Morfin sulfat 0,1-0,2 mg/kg im atau subkutan
3. Bila serangan hebat bisa langsung diberikan Na Bic 1 meq/kg iv untuk mencegah
asidosis metabolik
4. Bila Hb < 15 gr/dl berikan transfusi darah segar 5 ml/kg pelan sampai Hb 15-17
gr/dl
5. Propanolol 0,1 mg/kg iv terutama untuk prolonged spell diteruskan dosis rumatan 1-
2 mg/kg oral
Tujuan pokok dalam menangani Tetralogi Fallot adalah koreksi primer yaitu penutupan
defek septum ventrikel dan pelebaran infundibulum ventrikel kanan. Umunya koreksi primer
dilaksanakan pada usia kurang lebih 1 tahun dengan perkiraan berat badan sudah mencapai
sekurangnya 8 kg. Namun jika syaratnya belum terpenuhi, dapat dilakukan tindakan paliatif,
yaitu membuat pirau antara arteri sistemik dengan dengan arteri pulmonalis, misalnya
Blalock-Tausig shunt (pirau antara A. subclavia dengan cabang A. pulmonalis). Bila usia
anak belum mencapai 1 tahun atau berat badan.
Orang tua dari anak-anak yang menderita kelainan jantung bawaan bisa diajari tentang
cara-cara menghadapi gejala yang timbul:
- Menyusui atau menyuapi anak secara perlahan.
- Memberikan porsi makan yang lebih kecil tetapi lebih sering.
- Mengurangi kecemasan anak dengan tetap bersikap tenang.
- Menghentikan tangis anak dengan cara memenuhi kebutuhannya.
- Membaringkan anak dalam posisi miring dan kaki ditekuk ke dada selama serangan
sianosis.

Monitoring
Hal-hal yang perlu di monitor/ pantau pada penderita TOF antara lain :
- Keadaan umum
- Tanda utama
- Sianosis
- Gagal jantung
- Radang paru
- EKG
- Gejala abses otak
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita tetralogi Fallot antara lain :
- Infark serebral (umur < 2 tahun)
- Abses serebral (umur > 2 tahun)
- Polisitemia
- Anemia defisiensi Fe relatif (Ht < 55%)
- SBE
- DC kanan jarang
- Perdarahan oleh karena trombositopenia

Prognosis
Umumnya prognosis buruk tanpa operasi. Pasien tetralogi derjat sedang dapat bertahan
sampai umur 15 tahun dan hanya sebagian kecil yang bertahan samapi dekade ketiga.

4. Patent Ductus Arteriosus (PDA)


I. Defenisi
Patent Ductus Arteriosus (PDA) adalah penyakit jantung bawaan yang disebabkan karena
kegagalan dari penutupan Ductus Arteriosus (DA) sehingga duktus arteriosus yang tetap
terbuka lebih dari 15 jam setelah bayi lahir.

II. Epidemiologi
PDA ini terjadi pada kurang lebih 1 dari 2000 kelahiran hidup. Atau mencapai 5-10%
dari seluruh penyakit jantung bawaan. Bahkan jika diestimasikan, penderita PDA yang tanpa
komplikasi mencapai 1 dari 500 kelahiran hidup (Schneider & Moore 2006).
Duktus arteriosus persisten sering dijumpai pada bayi prematur, insidensnya bertambah
dengan berkurangnya masa gestasi. Pada bayi berat badan kurang dari 1500 gram dan
mengalami distress pernafasan kira-kira 40% mengalami duktus yang tetap terbuka. Pada
bayi dengan berat badan kurang dari 1000 gram insidensinya mencapai 80%.

III. Etiologi
Penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada
beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian penyakit
jantung bawaan :

 Faktor Prenatal :
1. Ibu menderita penyakit infeksi : Rubella.
2. Ibu alkoholisme.
3. Umur ibu lebih dari 40 tahun.
4. Ibu menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang memerlukan insulin.
5. Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu.

 Faktor Genetik :
1. Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan.
2. Ayah / Ibu menderita penyakit jantung bawaan.
3. Kelainan kromosom seperti Sindrom Down.
4. Lahir dengan kelainan bawaan yang lain. (Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler, Pusat
Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah Nasional Harapan Kita, 2001 ; 109)
Duktus arteriosus adalah suatu pembuluh darah yang dilapisi oleh otot dan memiliki
fungsi khusus. Jika kadar oksigen di dalam darah meningkat (biasanya terjadi segera setelah
bayi lahir), otot ini akan mengkerut sehingga duktus menutup. Pada saat duktus menutup,
darah dari jantung bagian kanan hanya mengalir ke paru-paru (seperti yang terjadi pada orang
dewasa).

Pada beberapa anak, duktus tidak menutup atau hanya menutup sebagian. Hal ini
terjadi karena tidak adanya sensor oksigen yang normal pada otot duktus atau karena
kelemahan pada otot duktus. Adapun faktor resiko terjadinya PDA adalah prematuritas dan
sindroma gawat pernafasan. PDA juga mungkin terjadi pada herediter, infeksi rubela pada
trimester pertama kehamilan, rendahnya 02 (asfiksia, RDS, distres janin, di daerah dataran
tinggi).

IV. Patofisiologi
Duktus arteriosus adalah pembuluh darah yang menghubungkan aliran darah pulmonal ke
aliran darah sistemik dalam masa kehamilan (fetus). Hubungan ini (shunt) ini diperlukan oleh
karena sistem respirasi fetus yang belum bekerja di dalam masa kehamilan tersebut. Aliran
darah balik fetus akan bercampur dengan aliran darah bersih dari ibu (melalui vena
umbilikalis) kemudian masuk ke dalam atrium kanan dan kemudian dipompa oleh ventrikel
kanan kembali ke aliran sistemik melalui duktus arteriosus. Normalnya duktus arteriosus
berasal dari arteri pulmonalis utama (atau arteri pulmonalis kiri) dan berakhir pada bagian
superior dari aorta desendens, ± 2-10 mm distal dari percabangan arteri subklavia kiri.

Dinding duktus arteriosus terutama terdiri dari lapisan otot polos (tunika media) yang
tersusun spiral. Diantara sel-sel otot polos terdapat serat-serat elastin yang membentuk
lapisan yang berfragmen, berbeda dengan aorta yang memiliki lapisan elastin yang tebal dan
tersusun rapat (unfragmented). Sel-sel otot polos pada duktus arteriosus sensitif terhadap
mediator vasodilator prostaglandin dan vasokonstriktor (pO2).

Setelah persalinan terjadi perubahan sirkulasi dan fisiologis yang dimulai segera setelah
eliminasi plasenta dari neonatus. Adanya perubahan tekanan, sirkulasi dan meningkatnya pO2
akan menyebabkan penutupan spontan duktus arteriosus dalam waktu 2 minggu. Duktus
arteriosus yang persisten (PDA) akan mengakibatkan pirai (shunt) L-R yang kemudian dapat
menyebabkan hipertensi pulmonal dan sianosis. Besarnya pirai (shunt) ditentukan oleh
diameter, panjang PDA serta tahanan vaskuler paru (PVR)
V. Manifestasi klinis
Jika duktus tetap terbuka, darah yang seharusnya mengalir ke seluruh tubuh akan kembali ke
paru-paru sehingga memenuhi pembuluh paru-paru. Jumlah darah tambahan yang sampai ke
paru-paru tergantung kepada ukuran PDA. Jika PDA sangat kecil, maka darah yang melewati
PDA hanya sedikit. Pada keadaan ini, anak tidak memiliki gejala sama sekali dan tampak
baik-baik saja.

PDA yang kecil dapat diketahui jika pada pemeriksaan dengan stetoskop terdengar murmur
(suatu bunyi jantung ekstra yang terderngar jika darah menyembur melalui lubang yang
sempit). Semakin kecil lubangnya, maka semakin sedikit darah yang mengalir dan semakin
halus bunyi murmur yang terdengar.

Jika PDA memiliki lubang yang besar, maka darah dalam jumlah yang besar akan membanjiri
paru-paru. Anak tampak sakit, dengan gejala berupa:
- tidak mau menyusu
- berat badannya tidak bertambah
- berkeringat
- kesulitan dalam bernafas
- denyut jantung yang cepat.
Timbulnya gejala tersebut menunjukkan telah terjadinya gagal jantung kongestif, yang
seringkali terjadi pada bayi prematur. Anak dengan PDA yang kecil tidak memiliki resiko
menderita gagal jantung kongestif, tetapi tetap memiliki resiko terjadinya endokarditis.
Endokarditis adalah infeksi pada jantung, katup jantung maupun pembuluh darah jantung.
Infeksi ini bisa berakibat fatal dan dapat menyebabkan kematian, stroke serta kelainan fungsi
jantung.

Manifestasi klinis PDA pada bayi prematur sering disamarkan oleh masalah-masalah lain
yang berhubungan dengan prematur (misalnya sindrom gawat nafas). Tanda-tanda kelebihan
beban ventrikel tidak terlihat selama 4 – 6 jam sesudah lahir. Bayi dengan PDA kecil
mungkin asimptomatik, bayi dengan PDA lebih besar dapat menunjukkan tanda-tanda gagal
jantung kongestif (CHF)
 Kadang-kadang terdapat tanda-tanda gagal jantung
 Machinery mur-mur persisten (sistolik, kemudian menetap, paling nyata terdengar di
tepi sternum kiri atas)
 Tekanan nadi besar (water hammer pulses) / Nadi menonjol dan meloncat-loncat,
Tekanan nadi yang lebar (lebih dari 25 mm Hg)
 Takhikardia (denyut apeks lebih dari 170), ujung jari hiperemik
 Resiko endokarditis dan obstruksi pembuluh darah pulmonal.
 Infeksi saluran nafas berulang, mudah lelah
 Apnea
 Tachypnea
 Nasal flaring
 Retraksi dada
 Hipoksemia

VI. Diagnosis
Anamnesis

 Identitas Pasien
Identitas pasien yang ditanyakan adalah nama pasien, usia pasien, nama orang tua,
usia orang tua, pekerjaan orang tua, dan alamat tempat tinggal.
 Keluhan Utama
Keluhan utama adalah keluhan yang membuat pasien datang berobat ke dokter. Selain
itu, kita juga perlu menanyakan sejak kapan keluhan tersebut dirasakan. Dalam kasus
ini keluhan utama yang dirasakan oleh pasien adalah frekuensi jantung dan frekuensi
nafas meningkat.
 Riwayat Penyakit Sekarang
Hal-hal yang perlu ditanyakan untuk mendapatkan keterangan penyakit yang diderita
pasien ke pada orang tuanya meliputi berapa lama keluhan tersebut terjadi, bagaimana
sifat dari keluhan yang dirasakan oleh pasien, lokasi keluhan yang dirasakan, faktor-
faktor yang memperberat keluhan yang dirasakan pasien, dan apakah ada keluhan lain
yang dirasakan seperti demam, batuk, pilek, muntah, dan lainnya.
 Riwayat Pengobatan
Apakah pasien sudah dibawa untuk berobat sebelumnya atau apakah pasien sedang
mengonsumsi obat-obatan.
 Riwayat Penyakit Dahulu
Menanyakan apakah pasien pernah mengalami suatu penyakit tertentu (misalnya,
riwayat alergi, asma, disentri, dan lainnya).
 Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang pernah mengalami keluhan yang sama dengan
keluhan pasien saat ini.
 Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Hal yang perlu ditanyakan antara lain usia ibu saat melahirkan, usia kehamilan,
ada/tidaknya infeksi saat kehamilan seperti infeksi Rubella, apakah ibu mengonsumsi
obat-obatan tertentu saat sedang hamil, apakah ibu menjaga kebutuhan gizinya
dengan baik saat hamil, dan bagaimana proses persalinan yang berlangsung. Pada
kasus ini, bayi dilahirkan prematur/kurang bulan pada usia kehamilan 33
minggu.
 Riwayat Kelahiran
Hal yang perlu ditanyakan meliputi berat badan bayi saat lahir, kondisi bayi saat lahir,
apakah bayi menangis atau tidak menangis saat dilahirkan, dan apakah terdapat
sianosis atau tidak. Pada kasus ini diketahui bahwa berat badan lahir pasien adalah
sebesar 1400 gram, pasien tidak langsung menangis saat dilahirkan, dan pasien tidak
mengalami sianosis.
 Riwayat Sosial
Hal yang perlu ditanyakan meliputi kondisi tempat tinggal pasien dan kondisi
penduduk sekitar tempat tinggal pasien.

Pemeriksaan fisik
 Inspeksi
Pada inspeksi, hal yang perlu diperhatikan adalah warna kulit pasien, ada/tidaknya
lesi kulit ataupun massa, bentuk thorax pasien, tampak/tidaknya ictus cordis, dan
ada/tidaknya kelainan pada bagian tubuh lain seperti ekstremitas. Dari hasil inspeksi
diperoleh adanya hyperdynamic precordium, ictus cordis terlihat, pasien tidak
mengalami sianosis, dan tidak ada edema pada ekstremitas pasien.
 Palpasi
Pada palpasi, dilakukan palpasi sela iga untuk mengetahui apakah ada retraksi
ataupun pelebaran dari sela iga, palpasi thorax, dan abdomen untuk mengetahui
apakah terdapat cardiomegali ataupun hepatomegali. Pada pemeriksaan didapati
bahwa ictus cordis teraba tidak kuat angkat, ada retraksi sela iga, dan hepar teraba 2
cm di bawah subcostal margin dengan tepi tumpul.
 Perkusi
Pada pasien anak-anak, perkusi dilakukan dari perifer ke sentral untuk melihat besar
dari jantung, terutama jika terdapat kardiomegali yang nyata. Perkusi sulit dilakukan
pada bayi dikarenakan bunyi sonor paru dan bunyi redup jantung sulit dibedakan.
 Auskultasi
Pada pemeriksaan auskultasi, pemeriksa kesehatan dapat mendengarkan suara nafas
dan suara jantung dengan menggunakan alat bantu stetoskop, baik bunyi yang normal
maupun yang patologis. Dari pemeriksaan auskultasi terdengar adanya continuous
murmur di sela iga ke-2 linea parasternal kiri dan bunyi P2 yang prominent.

Pemeriksaan penunjang
 Elektrokardiografi
Pemeriksaan ektrokardiografi (EKG) bertujuan untuk merekam aktivitas listrik
jantung. Elektrokardiogram adalah hasil rekaman aktivitas listrik jantung. Bentuk
garis yang naik dan turun pada elektrokardiogram disebut gelombang (wave). EKG
pada orang dewasa hanya menggunakan 6 elektroda tetapi pada bayi dan anak ada
penggunaan tambahan elektroda, yaitu V3R, V4R dan V7. Pemeriksaan ini dapat
membantu untuk menentukan diagnosis kelainan pada jantung.
 Foto Rontgen Thorax
Foto rontgen thorax PA dapat dilakukan untuk mengetahui adanya kelainan jantung
ataupun paru. Adanya suatu kondisi kardiomegali dapat diketahui dengan melakukan
pengukuran cardiothoracic ratio (CTR). Pada orang dewasa, nilai normal CTR adalah
kurang dari 50%, sedangkan pada bayi dan anak-anak nilai normal CTR adalah
kurang dari 55%. Bayi ataupun anak yang memiliki nilai CTR 55% dapat dikatakan
suspek kardiomegali, sedangkan apabila nilai CTR sudah melebihi 55%, maka dapat
dikatakan bahwa pasien tersebut mengalami kardiomegali.
 Ekokardiografi
Ekokardiografi dilakukan untuk mengetahui adanya suatu defek di lokasi tertentu
pada jantung, arah dan gradien aliran, perkiraan tekanan ventrikel kanan dan
pulmonal, gambaran beban volume ventrikel kiri, dan beberapa kelainan lainnya.
Kateterisasi Jantung
Kateterisasi jantung dapat digunakan untuk menentukan tekanan serta resistensi dari
pembuluh darah jantung, reversibilitas resistensi dengan menggunakan oksigen, kadar
nitric oxide, prostaglandin atau adenosin, dan untuk mengukur saturasi oksigen.
VII. Tatalaksana
Penatalaksanaan farmakologis
Penatalaksanaan farmakologis yang dapat dilakukan pada pasien dengan duktus
arteriosus paten adalah dengan memberikan obat-obatan penghambat siklooksigenase
(COX) seperti indomethacin dan ibuprofen. Obat-obatan penghambat COX menginduksi
konstriksi dan penutupan duktus dengan menghambat sintesis dan pelepasan dari
prostaglandin, yang memiliki peran besar dalam menjaga patensi duktus selama
kehidupan janin. Pada pasien dengan duktus arteriosus paten yang simtomatik, dapat juga
diberikan obat-obatan diuretik
Indomethacin memiliki efek penghambat COX-1 yang lebih kuat, sehingga
penggunaannya dapat memberikan efek samping terhadap saluran pencernaan, otak, dan
ginjal yang tidak terduga. Sedangkan ibuprofen memiliki efek penghambat COX-1 yang
lemah, sehingga efek vasokonstriksi terhadap organ vital ini juga kurang begitu kuat.
Profilaksis dapat dilakukan dengan indomethacin sebagai pilihan obatnya,
dikarenakan ibuprofen kurang efektif dalam membuat penutupan dari duktus. Namun,
ibuprofen lebih disukai karena tingkat toksisitasnya lebih aman dibandingkan dengan
indomethacin.

Penatalaksanaan non farmakologis


Penatalaksanaan non farmakologis meliputi terapi konservatif dan tindakan
pembedahan. Terapi konservatif meliputi restriksi cairan, pemantauan secara berkala
dan dengan menggunakan alat bantu ventilator, namun tindakan ini memiliki rasio
kegagalan
yang tinggi terutama pada bayi dengan berat badan yang rendah.

Tindakan pembedahan yang dapat dilakukan untuk menangani duktus arteriosus paten
meliputi tindakan ligasi ataupun kombinasi dari ligasi dan pembagian duktus
arteriosus
dengan menggunakan clip bedah atau benang jahit yang nonabsorbable. Video-
assisted thoracoscopic surgery (VATS) dapat dilakukan untuk mempermudah dokter
bedah untuk melakukan ligasi yang aman dan efektif dengan tindakan invasif yang
minimal.

VIII. Komplikasi
 Ruptur aorta
 Fisiologi Eisenmenger
 Gagal jantung kiri
 Iskemia miokardium
 Enterocolitis nekrosis
 Hipertensi pulmonal
 Hipertrofi jantung kanan dan gagal jantung kanan

IX. Prognosis
Prognosis umumnya dianggap sangat baik pada pasien yang hanya memiliki masalah
duktus arteriosus paten (tanpa komplikasi).

Anda mungkin juga menyukai