BAB I
PENDAHULUAN
Menurut Dariyo (Sundari, 2009) masa remaja merupakan masa dimana emosi sedang
meluap-luap sehingga berdampak pada perilaku remaja yang cenderung melakukan tindakan
yang melanggar norma, sehingga pengetahuan yang didapatkannya tidak semena-mena
langsung dapat diadopsi dalam perilakunya sehari-hari, padahal banyak remaja itu belum
genap usia 17 tahun, selain tidak memiliki SIM (surat izin mengemudi) kebanyakan remaja
sering melakukan aksi ugal-ugalan dijalan, tanpa mereka sadari perbuatan mereka tersebut
dapat membahayakan diri orang lain, karena pada fase remaja ini merupakan masa yang
menarik perhatian karena sifat-sifat khasnya dan perannya yang menentukan dalam
kehidupan individu dalam masyarakat orang dewasa (Yusuf, 2012). Hal ini jelas melanggar
peraturan lalu lintas sebagaimana disebutkan UU No. 22 Tahun 2009 pasal 77 ayat 1 yang
menyatakan bahwa setiap setiap pengendara wajib memiliki surat izin mengemudi (SIM).
Selain itu kecepatan rata-rata yang digunakan oleh remaja dalam berkendara juga termasuk
tinggi (60 – 80 km/jam) sehingga dapat membahayakan keselamatan diri dan orang lain.
Batas kecepatan aman saat berkendara telah diatur dalam peraturan Mentri Perhubungan
Republik Indonesia No. 111 Tahun 2015 pasal 3 yang menyatakan bahwa batas kecepatan
paling tinggi untuk kawasan perkotaan adalah 50 km/jam.
Surabaya salah satu kota dengan tingkat kecelakaan yang tinggi. Banyak kasus
kecelakaan yang terjadi di Surabaya bisa jadi disebabkan oleh padatnya kendaraan yang ada
di jalan raya. Kebutuhan akses transportasi pribadi yang semakin banyak, serta mayoritas
masyarakat di kota besar memilih menggunakan kendaraan pribadi untuk menunjang
kegiatan sehari-hari sehingga mengakibatkan meningkatnya jumlah pengendara terutama
pengendara motor. Kepadatan yang terjadi di jalan raya ini berdampak pada perilaku
pengendara yang seringkali menimbulkan tingkah laku agresif.
Kecelakaan terjadi karena adanya human error dan juga kondisi kendaraan yang
sudah termodifikasi mendukung untuk melakukan berkendara dengan kecepatan tinggi
(speeding) atau menyalip dengan kecepatan tinggi. National Highway Traffic Safety
Administration (NHTSA) menerangkan bahwa agresivitas saat berkendara (aggressive
driving) terjadi ketika seseorang melakukan kombinasi dari gerakan melanggar aturan lalu
lintas sehingga dapat membahayakan orang atau properti lainnya. Berdasarkan penjelasan
tersebut memperlihatkan adanya permasalahan yang terjadi pada usia dewasa awal di jalan
raya. Dalam kajian psikologi, istilah untuk perilaku yang kurang berhati-hati di jalan raya dan
cenderung merugikan orang lain adalah aggressive driving. Suatu perilaku mengemudi
agresif dikatakan agresif jika dilakukan secara sengaja, cenderung meningkatkan risiko
tabrakan dan dimotivasi oleh ketidaksabaran, kekesalan, permusuhan, dan atau upaya untuk
menghemat waktu (Tasca, 2000). Hasil penelitian Parry (dalam Tasca 2000) menunjukkan
bahwa kebanyakan Agrressive driving yang melibatkan pengemudi laki-laki usia muda antara
17-35 tahun lebih tinggi dari pengemudi perempuan pada rentang usia yang sama. Aggressive
Driving begitu sering dijumpai di kalangan remaja dan dewasa awal.
Tasca (2000) menyatakan bahwa aggressive driving dipengaruhi oleh faktor internal
dan eksternal. Faktor internal meliputi faktor usia dan jenis kelamin, anonimitas, kepribadian
individu berhubungan dengan cara pemikir, emosi, dan gaya hidup. Adapun tokoh lain James
& Nahl dalam Priyatna (2012) mengemukakan bahwa faktor penyebab aggressive driving
adalah: Immobility, Restriction, Regulation, Lack of personal control / Kurangnya kontrol
diri, Being put in danger, Teritorial, Diversity / Perbedaan sosial, Multi-tasking, Denial,
Negativity, Self-serving bias, Venting, Unpredictability, Isolation / Isolasi, Emotional
Challenges/Kecakapan Emosi. Faktor internal aggressive driving yakni emosi, hal ini berarti
jika tidak mampu menahan emosinya maka individu dikataka belum matang emosinya, Piaget
(dalam Dariyo, 2003), mendefinisikan bahwa kematangan emosi adalah kemampuan
seseorang dalam mengontrol dan mengendalikan emosinya secara baik, dalam hal ini orang
yang emosinya sudah matang tidak cepat terpengaruh oleh rangsangan atau stimulus baik dari
dalam maupun luar pribadinya. Tasca (2000) menyatakan pengendara yang agresif
menujukkan ketidakmampuan untuk mengelola emosi secara baik, sehingga emosinya mudah
meledak pada saat di jalan. Jadi, ketika kematangan emosi seorang remaja sudah dikatakan
matang atau sesuai dengan usianya, maka dia akan cenderung berprilaku sesuai dengan
aturan pengguna jalan yang telah berlaku. Remaja yang sudah matang secara emosi tidak
akan melakukan aggressive driving. Namun, jika remaja tersebut belum matang secara emosi,
maka dia akan cenderung mudah “meledakkan” emosinya dimanapun dia berada termasuk
jika berada di jalan.
Faktor kedua yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah kontrol diri. Faktor ini
dipilih karena dalam berkendara remaja memerlukan kontrol diri yang baik agar mampu
memperhitungkan konsekuensi dari setiap perilaku yang dilakukan. Kontrol diri juga
diperlukan untuk meminimalisir timbulnya perilaku negatif yang bisa membahayakan
keselamatan diri dan orang lain saat berkendara. Hal ini sejalan dengan Asmani 2012 (dalam
Damayanti. 2018. “pengaruh kepribadian dan kontrol diri terhadap aggressive driving pada
remaja di SMA Barunawati Surabaya”) yang menyatakan bahwa masa remaja merupakan
masa yang penuh tantangan. Dan tidak sedikit diantara tantangan-tantangan itu yang bersifat
negatif, sehingga banyak remaja yang tergelincir dalam perbuatan-perbuatan negatif. Hal
tersebut disebabkan mereka umumnya belum bisa mengendalikan diri untuk tidak melakukan
hal-hal yang negatif. James & Nahl dalam Priyatna (2012) mengemukakan bahwa faktor
penyebab aggressive driving adalah: Immobility, Restriction, Regulation, Lack of personal
control / Kurangnya kontrol diri, Being put in danger, Teritorial, Diversity / Perbedaan
sosial, Multi-tasking, Denial, Negativity, Self-serving bias, Venting, Unpredictability,
Isolation / Isolasi, Emotional Challenges/Kecakapan Emosi.
Menurut James & Nahl (2000) kurangnya kontrol diri selama di jalan akan
menimbulkan perasaan yang mengecewakan dan sering mudah untuk melepaskan kemarahan
kepada siapapun yang ada di sekelilingnya. Denson, De Wall, dan Finkel (2012) menjelaskan
bahwa kegagalan dalam kontrol diri dapat menimbulkan agresi dan begitu pula sebaliknya,
bahwa keberhasilan dalam kontrol diri dapat mengendalikan perilaku agresi. Menurut
Ellwanger dan Pratt (2012) menyatakan bahwa individu dengan kontrol diri yang tinggi
cenderung memikirkan konsekuensi jangka panjang dari tindakan individu tersebut.
Sedangkan individu dengan kontrol emosi marah pada pengemudi yang kemudian dapat
meningkatkan kecenderungan pengemudi untuk melakukan aggressive driving.
Berangkat dari fenomena di atas dan dari latar belakang yang telah disebutkan
peneliti berasumsi bahwa ada Hubungan Kematangan Emosi dan Kontrol Diri dengan
Aggressive driving .
Salah satu yang di anggap menjadi penyebab utama seseorang dalam kajian psikologi
adalah perilaku aggressive driving yang banyak terjadi pada remaja. Pada usia tersebut
dianggap sebagai tahap dimana secara emosi belum memiliki kematangan sehingga pada
tahap ini individu hanya mampu bertindak namun belum mampu berfikir jauh dari apa yang
telah dialakukan. Hasil penelitian Parry (dalam Tasca 2000) menunjukkan bahwa kebanyakan
Agrressive driving yang terjadi melibatkan pengemudi laki-laki usia muda antara 17-35 tahun
lebih tinggi dari pengemudi perempuan pada tentang usia yang sama.
Adapun faktor dari aggressive driving yang dikemukakan oleh Tasca (dalam Muhaz,
2013) adalah faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi faktor usia dan jenis
kelamin, anonimitas, kepribadian individu berhubungan dengan cara pemikir, emosi, dan
gaya hidup. Faktor eksternal meliputi faktor keluarga, lingkungan, dan teman sebaya.
Faktor internal aggressive driving yakni emosi, hal ini berarti jika tidak mampu
menahan emosinya maka individu dikataka belum matang emosinya, Piaget (dalam Dariyo,
2003), mendefinisikan bahwa kematangan emosi adalah kemampuan seseorang dalam
mengontrol dan mengendalikan emosinya secara baik, dalam hal ini orang yang emosinya
sudah matang tidak cepat terpengaruh oleh rangsangan atau stimulus baik dari dalam maupun
luar pribadinya. Review terhadap berbagai penelitian yang berhubungan dengan kematangan
emosi, performa mengemudi dan risiko kecelakaan yang difokuskan pada pengemudi usia
muda. Mereka memiliki emosi yang belum cukup matang, sehingga remaja tersebut sulit
untuk menggendalikan emosi yang meluap-luap pada dirinya. Kematangan emosi tersebut
menyerap pada semua aspek kehidupan mereka, termasuk saat mereka berkendara. Perilaku-
perilaku tesebut termasuk ke dalam mengemudi dibawah gangguan emosional yang oleh
disebut aggressive driving. Hal tersebut juga dibuktikan oleh penelitian dari Muhaz (2013)
dengan judul penelitian “hubungan kematangan emosi dengan aggressive driving” yang
memperoleh hasil bahwa semakin tinggi kematangan emosi semakin rendah aggressive
driving, sebaliknya semakin rendah kematangan emosi semakin tinggi aggressive driving,
maka penelitian ini terdapat hubungan negatif antara kematangan emosi dengan aggressive
driving dengan menggunakan subjek 100 orang.
Selain faktor di atas, James & Nahl dalam Priyatna (2012) mengemukakan bahwa
faktor penyebab aggressive driving adalah: Immobility, Restriction, Regulation, Lack of
personal control / Kurangnya kontrol diri, Being put in danger, Teritorial, Diversity /
Perbedaan sosial, Multi-tasking, Denial, Negativity, Self-serving bias, Venting,
Unpredictability, Isolation / Isolasi, Emotional Challenges/Kecakapan Emosi. Faktor-faktor
diatas yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah kontrol diri. Faktor ini dipilih karena
dalam berkendara remaja memerlukan kontrol diri yang baik agar mampu memperhitungkan
konsekuensi dari setiap perilaku yang dilakukan. Kontrol diri juga diperlukan untuk
meminimalisir timbulnya perilaku negatif yang bisa membahayakan keselamatan diri dan
orang lain saat berkendara. Asmani 2012 (dalam Damayanti, 2018) yang menyatakan bahwa
masa remaja merupakan masa yang penuh tantangan. Tidak sedikit diantara tantangan-
tantangan itu yang bersifat negatif, sehingga banyak remaja yang tergelincir dalam perbuatan-
perbuatan negatif. Hal tersebut disebabkan mereka umumnya belum bisa mengendalikan diri
untuk tidak melakukan hal-hal yang negatif. Remaja memerlukan kontrol diri yang baik
ketika berkendara agar
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan referensi dalam
perkembangan ilmu psikologi, khususnya dalam bidang psikologi sosial dan
perkembangan terutama yang terkait dengan aggressive driving pada remaja di SMA
Barunawati.
1. Bagi Siswa
Penelitian ini diharapkan dapat memberi referensi ilmiah pada siswa mengenai
perilaku aggressive driving, kematangan emosi, dan kontrol diri.
2. Bagi Peneliti lain
Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai acuan atau referensi untuk
melakukan penelitian selanjutnya yang ingin meneliti mengenai perilaku Aggressive
Driving dengan menggunakan atribut lain yang terdapat dalam perilaku Aggressive
Driving yang ingin di ketahui pengaruhnya, atau hubungannya, juga dapat
melengkapi dan memperbaiki kekurangan pada penelitian sebelumnya