Satuan Acara Penyuluhan Dimensia

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 15

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pencegahan Dan Penanganan Demensia Pada Lansia di


posyandu

OLEH :
NI MADE ARI LAKSMININGSIH (1202105006)
GEDE EKA WAHYUDI (1202105008)
DESAK AYU WULAN MAS SUARI (1202105010)
PUTU EKA WIDYA UTAMI (1202105017)
I KADEK ARI WISANA (1202105018)
I GUSTI AYU DIAH RESTIYANA PUTRI (1202105027)
I PUTU EDI DARMAWAN (1202105042)
NI PT. DEVI YUSTINA CANDRA SARI (1202105046)
I PUTU SENA PRATAMA (1202105078)
COKORDA PUTRI NOVASARI DEWI (1202105081)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
2015
Topik : Demensia
Sub Topik : Penanganan dan pencegahan demensia pada lansia di posyandu
Sasaran : Lansia posyandu di Banjar Karang Asri
Tempat : Banjar Karang Asri Pekambingan Jl. Pulau Buru 38, Kelurahan Dauh Puri,
Kecamatan Denpasar Selatan, Denpasar, Bali
Hari/Tanggal : Minggu, 26 April 2015
Waktu : 45 Menit
Penyaji : Kelompok II Mahasiswa PSIK FK UNUD Program A semester 6

A. Latar Belakang
Lansia sering dianggap sebagai golongan yang lemah, tetapi sesungguhnya lansia
memiliki peran yang berarti bagi masyarakat. Lansia memiliki penalaran moral yang bagus
untuk generasi dibawahnya. Lansia memiliki semacam gairah yang tinggi karena secara
alami, manusia akan cenderung memanfaatkan masa-masa akhirnya secara optimal untuk
melakukan pewarisan nilai dan norma. Masa lanjut usia adalah masa dimana individu dapat
merasakan kesatuan, integritas, dan refleksi dari kehidupannya.
Menurut Pusat Statistik, jumlah Lansia di Indonesia sampai pada tahun 2010
diperkirakan sekitar 23,9 juta jiwa atau sekitar 9,77% dari jumlah penduduk total, dan
jumlah ini meningkat terus menerus secara signifikan (public health). Data lain yaitu
menurut laporan data demografi penduduk internasional yang dikeluarkan oleh Bureau of
the Census United States of America (1993), dilaporkan bahwa Indonesia pada tahun 1990-
2025 akan mengalami kenaikan jumlah Lansia sebesar 414%, yang merupakan angka yang
paling tinggi di seluruh dunia (Darmojo, 2007). Berdasarkan sejumlah hasil penelitian
diperoleh data bahwa dimensia seringkali terjadi pada usia lanjut yang telah berumur kurang
lebih 60 tahun. Dimensia tersebut dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu: 1) Dimensia
Senilis (60 tahun) . 2) Demensia Pra Senilis (60 tahun). Sekitar 56,8% lansia mengalami
demensia dalam bentuk Demensia Alzheimer (4% dialami lansia yang telah berusia 75
tahun, 16% pada usia 85 tahun, dan 32% pada usia 90 tahun). Sampai saat ini diperkirakan
+/- 30 juta penduduk dunia mengalami Demensia dengan berbagai sebab (Oelly Mardi
Santoso, 2002).
Demensia merupakan salah satu penyakit atau gangguan penurunan kemampuan
daya ingat & intelektual akibat penuaan, lebih dikenal dengan kepikunan. Seseorang dengan
demensia akan mengalami gangguan kognitif sehingga dia cenderung mengalami gangguan
dalam berpikir & bekerja. Hal tersebut menyebabkan penurunan kualitas hidup seseorang,
terutama lansia yang cenderung mengalami demensia (Caine & Lyness, 2000). Gejala awal
gangguan ini adalah lupa akan peristiwa yang baru saja terjadi, tetapi bisa juga bermula
sebagai depresi, ketakutan, kecemasan, penurunan emosi atau perubahan kepribadian
lainnya. Untuk mengurangi risiko, otak perlu dilatih sejak dini disertai penerapan gaya
hidupsehat (AAI, asosiasi alzaimer indonesia.2003).
Seiring dengan semakin meningkatnya populasi lansia, pemerintah telah
merumuskan berbagai kebijakan pelayanan kesehatan usia lanjut ditujukan untuk
meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan lansia untuk mencapai masa tua
bahagia dan berdaya guna dalam kehidupan keluarga dan masyarakat sesuai dengan
keberadaannya. Sebagai wujud nyata pelayanan sosial dan kesehatan pada kelompok usia
lanjut ini, pemerintah telah mencanangkan pelayanan pada lansia melalui beberapa jenjang.
Pelayanan kesehatan di tingkat masyarakat adalah Posyandu lansia.
Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat usia lanjut di suatu
wilayah tertentu yang sudah disepakati, yang digerakkan oleh masyarakat dimana mereka
bisa mendapatkan pelayanan kesehatan dan menjadi sarana pelayanan kesehatan dasar yang
penting untuk meningkatkan kesehatan para Lansia (Mubarak.Wahid Iqbal. 2007). Dengan
demikian, posyandu lansia sangat kita perlukan, dimana posyandu lansia ini dapat
membantu lansia sesuai dengan kebutuhannya dan pada lingkungan yang tepat, sehingga
para lansia tidak merasa lagi terabaikan didalam masyarakat.

B. Tujuan Instruksional Umum (TIU)


Setelah dilakukan kegiatan posyandu di harapkan lansia di Banjar Karang Asri
Pekambingan dapat memahami, meningkatkan derajat kesehatan, mutu pelayanan usia lanjut
sebagai bagian proses deteksi dini, peningkatan kesehatan serta pencegahan penyakit lansia
agar mencapai masa tua yang bahagia dan berdaya guna dalam kehidupan keluarga serta
masyarakat sesuai dengan keberadaannya dalam strata kemasyarakatan.
C. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
Setelah dilakukan kegiatan posyandu diharapkan lansia dan/atau keluarganya serta
kader posyandu mampu:
 Meningkatkan kesadaran pada usia lanjut untuk membina kesehatan diri sendiri.

 Meningkatkan kemampuan dan peran serta masyarakat dalam menyadari dan


menghayati kesehatan usia lanjut secara optimal.

 Meningkatkan jenis dan jangkauan pelayanan kesehatan usia lanjut.

 Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan usia lanjut

D. Sasaran
Lansia dan keluarga yang datang ke posyandu di Banjar Asri Pekambingan, Denpasar
selatan.

E. Materi
(Terlampir)

F. Metode penyuluhan
Metode penyuluhan yang diberikan kepada ibu hamil :
 Diskusi/Tanya jawab

G. Media
Media yang digunakan dalam penyuluhan ini adalah :
 Leaflet : Pencegahan dan penanganan dimensia pada lansia

H. Struktur Organisasi
Penanggung jawab : penanggung jawab atas kegiatan posyandu
Penanggung jawab oprasional : penanggung jawab atas kelancaran dan keamanan
posyandu
Secretariat : mencatat jalannya kegiatan posyandu
Pelaksana :
 Pembawa acara : Mengawali/membuka acara, mengatur jalannya acara
 Perawat : Menyajikan materi saat penyuluhan
 Kader : pemberian pelayanan kesehatan posyandu

Pengorganisasian
Penanggung jawab : kades/ lurah
Penanggung jawab oprasional : tokoh masyarakata
Secretariat : ketua pokja desa
Pelaksana :
 Pembawa acara : I Kadek Ariwisana
 Perawat : 1. Ni Made Ari Laksminingsih
2. Desak Ayu Wulan Mas Suari
 Kader : 1. I Gusti Ayu Diah Restiyana Putri
2. Cokorda Putri Novasari Dewi
3. Ni Pt. Devi Yustina Candra Sari

I. Setting Tempat

Keterangan gambar:

: Perawat

: Kader
Meja 1 Meja 5 : Peserta

: Moderator

Meja 2 Meja 3 Meja 4


J. Kriteria Evaluasi
1. Evaluasi struktur
a. Penyelenggaraan penyuluhan dilakukan di Banjar Karang Asri Pekambingan Jl. Pulau
Buru 38, Kelurahan Dauh Puri, Kecamatan Denpasar Selatan, Denpasar, Bali
b. Penentuan setting tempat ditentukan 7 hari sebelum pelaksanaa
c. Pengorganisasian penyuluhan dilakukan 7 hari sebelumnya.
d. Materi telah dipersiapkan 2 hari sebelum acara. Materi disiapkan dalam bentuk leaflet
dengan ringkas, menarik, lengkap mudah di mengerti oleh peserta posyandu.
2. Evaluasi proses
a. 70% Peserta yang hadir dari keseluruhan target peserta.
b. 70% Peserta terlibat aktif dalam kegiatan posyandu.
3. Evaluasi hasil
a. 65% peserta memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang demensia atau
pikun pada lansia.
b. Pengorganisasian dari moderator, tenaga kesehatan dapat menjalankan tugas sesuai
kewajibannya masing - masing.

K. Kegiatan Posyandu
1. Proses Kegiatan
No Waktu Kegiatan Penyuluh Kegiatan Peserta
1. Pembukaan :
1. Membuka kegiatan dengan 1. menjawab salam
mengucapkan salam
2. Memperkenalkan diri 2. mendengarkan
3. Menjelaskan tujuan dari 3. memperhatikan
penyuluhan

2. Meja Pelaksanaan :

1 Pendaftaran Menjawab
2 Penimbangan & pencatatan Melakukan penimbangan

3 berat badan, pengukuran &


pencatatan TB serta
perhitungan indeks massa
tubuh (IMT)
3 Pemeriksaan & pengobatan mendegarkan
sederhana ( TD, anamnesa &
pemeriksaan demensia serta
pemberian vitamin atau obat
demensia)
4 Konseling (pencegahan, Memperhatikan dan
penanganana, kesehatan, gizi memahami
dan kesejahteraan)
5 Pemeberian informasi & mendegarkan
melakukan kegiatan sosial
(pemberian makanan
tambahan dan leaflet)
3. Terminasi :
1. Mengucapkan terimakasih atas 1. Mendengarkan
peran serta peserta
2. Mengucapkan salam penutup 2. Menjawab salam
Lampiran Materi

1. Definisi Demensia
Menurut WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) dan Asosiasi Psikogeriatrik
Amerika, Demensia adalah kehilangan kemampuan intelektual, termasuk daya ingat yang
cukup parah sehingga mengganggu fungsi sosial dan pekerjaan yang diakibatkan dari
gangguan di otak.

2. Penyebab Demensia
Menurut Harianti (2008: 9), berdasarkan persepsi yang berkembang di
masyarakat, dengan bertambahnya usia, seseorang akan bertambah menjadi pelupa atau
demensia, tidak kreatif dan tidak bisa bekerja lagi. Hal ini tentu saja tidak benar.
Demensia sebenarnya bukan karena faktor usia orang menjadi pikun. Beberapa faktor
penyebab demensia antara lain sering mengonsumsi jenis obat tertentu, penyakit, gizi
yang kurang baik dan memercayai anggapan yang beredar bahwa usia yang menua akan
membuat seseorang menjadi pelupa atau demensia.
Ahli saraf dari Jepang, Dr Nozomi Okamoto dalam penelitian terbarunya
mengungkap bahwa kondisi kesehatan gusi yang merupakan penyebab gigi tanggal
berhubungan erat dengan risiko kepikunan. Ia menyimpulkan hal itu setelah meneliti
6.000 lansia berusai 65 tahun ke atas. Infeksi yang terjadi di gusi dapat menyebabkan
senyawa tertentu yang memicu radang yang bisa terbawa oleh aliran darah menuju
tempat lain termasuk otak, kemudian menyebabkan radang di jaringan tersebut. Radang
yang terjadi di jaringan otak dapat menyebabkan kematian sel-sel saraf yang hampir
seluruhnya berpusat di sana. Kerusakan pada saraf-saraf memori dan kognitif adalah
penyebab utama terjadinya demensia pada orang dewasa maupun lansia.

3. Gejala Demensia
Gejala Demensia menurut American Academy Family Physicians (2001):
 Hilang ingatan baru-baru ini, tidak hanya sekedar lupa
 Lupa kata-kata atau tata bahasa yang tepat
 Perasaan berubah-ubah (moody), kepribadian mendadak berubah, atau mendadak
tidak berminat untuk melakukan suatu aktivitas
 Tersesat atau tidak ingat jalan pulang ke rumah
 Tidak ingat cara mengerjakan tugas sehari-hari

Gejala demensia menurut Christopher (2007) yaitu :


a. Kehilangan ingatan
Gejala ini merupakan gejala umum dari demensia, dan ingatan mengenai kejadian-
kejadian baru yang pertama-tama terkena dampaknya. Kemampuan untuk
menyimpan informasi baru mengalami kemunduran karena perubahan dalam otak
yang terjadi
b. Disorientasi
Hilangnya kemampuan untuk mengarahkan diri pada tujuan atau waktu tertentu.
Banyak penderita demensia menunjukkan tanda disorientasi, dimana mereka berada
dan kadang keluyuran keluar rumah dan tersesat.
c. Perubahan kepribadian dan perilaku
Kepribadian pada sebagian penderita tampak tetap sama tapi yang lainnya
menunjukkan perubahan yang menyolok. Penarikan diri secara sosial dan hilangnya
minat terhadap kegiatan merupakan hal biasa. Mereka cenderung menjadi pendengki
dan cemas.
d. Kehilangan kemampuan praktis
Sulit berkonsentrasi adalah salah satu ciri demensia. Para penderita mengalami
kesulitan dalam melakukan tindakan yang sebelumnya dapat dilakukan dengan
mudah.
e. Kesulitan berkomunikasi
Pada tahap awal demensia orang mengalami kesulitan menemukan kata yang tepat
untuk diucapkan. Kemampuan nonverbal seperti sentuhan dan ekspresi wajah sangat
penting untuk merawat orang yang mengalami demensia.

4. Pemeriksaan Demensia
Menurut Asosiasi Alzheimer Indonesia, 2003, Diagnosis klinis tetap merupakan
pendekatan yang paling baik karena sampai saat ini belum ada pemeriksaan
elektrofisiologis, neuro imaging dan pemeriksaan lain untuk menegakkan demensia
secara pasti. Beberapa langkah praktis yang dapat dilakukan antara lain :
a. Riwayat medik umum
Perlu ditanyakan apakah penyandang mengalami gangguan medik yang dapat
menyebabkan demensia seperti hipotiroidism, neoplasma, infeksi kronik. Penyakit
jantung koroner, gangguan katup jantung, hipertensi, hiperlipidemia, diabetes dan
arteriosklerosis perifer mengarah ke demensia vaskular. Pada saat wawancara biasanya
pada penderita demensia sering menoleh yang disebut head turning sign.
b. Riwayat neurologi umum
Tujuan anamnesis riwayat neurologi adalah untuk mengetahui kondisi-kondisi khusus
penyebab demensia seperti riwayat stroke, TIA, trauma kapitis, infeksi susunan saraf
pusat, riwayat epilepsi dan operasi otak karena tumor atau hidrosefalus. Gejala
penyerta demensia seperti gangguan motorik, sensorik, gangguan berjalan, nyeri
kepala saat awitan demesia lebih mengindikasikan kelainan struktural dari pada sebab
degeneratif.
c. Riwayat neurobehavioral
Anamnesa kelainan neurobehavioral penting untuk diagnosis demensia atau tidaknya
seseorang. Ini meliputi komponen memori. (memori jangka pendek dan memori
jangka panjang) orientasi ruang dan waktu, kesulitan bahasa, fungsi eksekutif,
kemampuan mengenal wajah orang, bepergian, mengurus uang dan membuat
keputusan.
d. Riwayat psikiatrik
Riwayat psikiatrik berguna untuk menentukan apakah penyandang pernah mengalami
gangguan psikiatrik sebelumnya. Perlu ditekankan ada tidaknya riwayat depresi,
psikosis, perubahan kepribadian, tingkah laku agresif, delusi, halusinasi, dan pikiran
paranoid. Gangguan depresi juga dapat menurunkan fungsi kognitif, hal ini disebut
pseudodemensia.
e. Riwayat keracunan, nutrisi dan obat-obatan
Intoksikasi aluminium telah lama dikaitkan dengan ensefalopati toksik dan gangguan
kognitif walaupun laporan yang ada masih inkonsisten. Defisiensi nutrisi, alkoholism
kronik perlu menjadi pertimbangan walau tidak spesifik untuk demensia Alzheimer.
Perlu diketahui bahwa anti depresan golongan trisiklik dan anti kolinergik dapat
menurunkan fungsi kognitif.
f. Riwayat keluarga
Pemeriksaan harus menggali kemungkinan insiden demensia di keluarga, terutama
hubungan keluarga langsung, atau penyakit neurologik, psikiatrik.
g. Pemeriksaan objektif
Pemeriksaan untuk deteksi demensia harus meliputi pemeriksaan fisik umum,
pemeriksaan neurologis, pemeriksaan neuropsikologis, pemeriksaan status fungsional
dan pemeriksaan psikiatrik.

Pemeriksaan penunjang (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003)

a. Pemeriksaan laboratorium rutin


Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu diagnosis klinis demensia
ditegakkan untuk membantu pencarian etiologi demensia khususnya pada demensia
reversible, walaupun 50% penyandang demensia adalah demensia Alzheimer dengan
hasil laboratorium normal, pemeriksaan laboratorium rutin sebaiknya dilakukan.
Pemeriksaan laboratorium yang rutin dikerjakan antara lain: pemeriksaan darah
lengkap, urinalisis, elektrolit serum, kalsium darah, ureum, fungsi hati, hormone tiroid,
kadar asam folat
b. Imaging
Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) telah
menjadi pemeriksaan rutin dalam pemeriksaan demensia walaupun hasilnya masih
dipertanyakan.
c. Pemeriksaan EEG
Electroencephalogram (EEG) tidak memberikan gambaran spesifik dan pada sebagian
besar EEG adalah normal. Pada Alzheimer stadium lanjut dapat memberi gambaran
perlambatan difus dan kompleks periodik.
d. Pemeriksaan cairan otak
Pungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan demensia akut, penyandang
dengan imunosupresan, dijumpai rangsangan meningen dan panas, demensia
presentasi atipikal, hidrosefalus normotensif, tes sifilis (+), penyengatan meningeal
pada CT scan.
e. Pemeriksaan genetika
Apolipoprotein E (APOE) adalah suatu protein pengangkut lipid polimorfik yang
memiliki 3 allel yaitu epsilon 2, epsilon 3, dan epsilon 4. setiap allel mengkode bentuk
APOE yang berbeda. Meningkatnya frekuensi epsilon 4 diantara penyandang
demensia Alzheimer tipe awitan lambat atau tipe sporadic menyebabkan pemakaian
genotif APOE epsilon 4 sebagai penanda semakin meningkat.

5. Pencegahan Demensia
Beberapa cara untuk mencegah pikun adalah: berolahraga fisik, makan makanan
yang sehat untuk tubuh dan otak, selalu aktif berpikir dengan cara membaca, menulis,
melukis atau kegiatan berpikir lainnya, tidur teratur dan cukup, melindungi otak dari
ancaman cedera atau yang lainnya.
Makanan yang sehat untuk tubuh dan otak untuk mencegah penyakit demensia
atau pikun, yaitu:
 Biji-bijian dan kacang
Biji-bijian, terutama gandum dapat menyebabkan generasi sel. Selain itu, kacang-
kacangan seperti almond, kacang tanah dan kenari kaya akan antioksi dan asam
lemak ensesial.
 Tiram
Makanan tiram ini, megandung seng dan zat besi yang akan membuat pikiran lebih
tajam dan tetap focus
 Blueberry
Blueberry kaya akan antioksidan, yang dapat membantu untuk mencegah kerusakan
sel yang disebabkan oleh radikal bebas. Buah ini juga mampu menjaga keseimbangan
dan sinkronisasi sel-sel tubuh yang terkait dengan usia
 Ceri
Buah ceri memiliki dua sifat yang penting bagi tubuh, yaitu antioksidasi dan anti
peradangan. Buah ini dapat berperan dalam menggurangi resiko jantung dan
demensia.
 Ikan
Makanan ikan terutama salmon dan tuna, dapat membantu untuk pertumbuhan otak.
Hal ini karena ikan mengandung kaya akan protein dan kalsium
 Tomat
Tomat kaya akan likopen, yang dapat melindungi tubuh dari kerusakan sel, dan
mengurangi resiko demensia
 Telur
Telur kaya akan vitamin B12 dan kolin, ini membantu untuk membangun sel-sel otak
sehingga dapat meningkatkan memori otak.
 Brokoli
Brokoli sarat akan nutrisi, kususnya vitamin K, yang dapat membantu kekuatan otak
secara keseluruan.
 Daging sapi
Daging sapi tanpa lemak merupakan sumber zat besi, Vitamin B12 dan zeng yang
membantu meningkatkan memori dan jaringan saraf di otak
 Yogurt
Asam amino yang terkandung dalam yogurt mampu untuk menggurangi stress.
Dimana stress dapat mempercepat penuaan otak.
 Cokelat
Makanan coklat yang terlalu banyak tentu tidak baik bagi kesehata. Namun, coklat
hitam sanggat baik untuk otak karena mengandung vlavonol yang dapat
meningkatkan aliran darah keotak.

6. Penatalaksanaan Demensia
Dalam penanganan menurut A. Tjahyanto dan Surilena (2009), Tujuan utama
penanganan demensia adalah agar penderita dapat mengoptimalkan kemampuan yang
masih ada serta memperbaiki kualitas hidupnya,terapi farmakologis dan terapi non
farmakologis yang diterapkan dapat menghambat progresivitas demensia. Terapi
farmakologis berupa asetilkolinesterase inhibitor (AChE-inhibitor atau penghambat
asetilkolinesterase), yang memperbaiki sistem kolinergik kerja otak melalui peningkatan
konsentrasi ACh. Telah terbukti bahwa pasien demensia mengalami penurunan ACh
(asetilkolin) di korteks otak secara progresif. Di balik kehebatan ACh-E inhibitor itu,
tentunya terdapat pula kelemahan. Di samping, efek samping yang sering terjadi akibat
mengkonsumsi obat seperti mual, muntah, diare, penurunan berat badan, dan
ketidakmampuan menjaga keseimbangan tubuhnya, AChE-inhhibitor tidak dapat
menghentikan progresivitas perburukan demensia di tingkat selular. Selain itu, AChE
inhibitor tidak mampu memperbaiki degenerasi saraf kolinergik otak, yang terus
berlangsung selama pasien mengalami demensia. Obat ini hanya mampu memperlambat
di samping meningkatkan perangsangan motorik melalui peningkatan neurotransmitter
ACh dalam darah. Hingga saat ini, terapi farmakologis telah dijelaskan di atas belum
mampu memperbaiki NFTs dan SPs dalam sel otak demensia.
Terapi non-farmakologis. Tiga bentuk terapi non-farmakologis pasien-pasien
demensia adalah: 1) managing the family, 2) managing the environment, 3) mananging
the patient. Tujuan penatalaksaan non-farmakologis dimaksudkan untuk memperbaiki
orientasi realitas pasien, memodifikasi perilaku, membantu keluarga dalam pembuatan
program aktivitas harian.
Daftar Pustaka

Asosiasi alzaimer indonesia.konsesus nasional:pengenalan dan penatalaksanaan demensia

Alzaimer dan Demensia lainnya. Edisi 1. Jakarta. 2003

Asosiasi Alzheimer Indonesia. 2003. Konsensus Nasional. Pengenalan dan Penatalaksanaan

Demensia Alzheimer dan Demensia lainnya. Edisi 1. Jakarta.

Author.2001.Sympton of Dementia. American Family Physician. http://www.aafp.

org/afp/2001/0215/p717.html. (3 Mei 2011)

Christopher, M . 2007. Pikun dan Pelupa. Jakarta : Dian Rakyat

Darmojo R.B. 2007. Gerontologi dan Geriatri di Indonesia. Jakarta. Pusat penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, pp:1447-50

Effendi, Nasrul, 1998. Dasar-Dasar Perawatan Kesehatan Masyarakat,

Jakarta.EGC.www.indonesia-publichealth.com

Mubarak.wahid Iqbal.2007. promosi kesehatan. Jogjakarta. Graha ilmu

Suara Merdeka. 30 Juni, 2010. Demensia Pada Lansia. Suara Merdeka

Tjahyanto, A. dan Surilena .Januari, 2009. Penatalaksanaan non-farmakologis demensia.

Majalah Kedokteran Damianus,Vol.8 No.1.

Anda mungkin juga menyukai