EXPERT SYSTEM
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2019
DAFTAR ISI
i
4.1.1 Mengurangi Waktu Perencanaan Intra-Operatif ............................. 33
4.1.2 Meningkatkan Ketepatan Eksekusi Tumor ..................................... 34
4.2 Evaluasi Subjektif dari Peserta ............................................................... 36
4.3 Analisa Kuantitatif ................................................................................. 37
BAB V................................................................................................................... 39
KESIMPULAN, BATASAN DAN SARAN ........................................................ 39
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 39
5.2 Batasan ................................................................................................... 40
5.3 Saran ....................................................................................................... 41
5.3.1 Menggabungkan visualisasi 2D dan 3D .......................................... 41
5.3.2 Augmentasi informasi ..................................................................... 41
5.3.3 Memilih berbagai modalitas pencitraan .......................................... 42
5.3.4 Integrasi informasi .......................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 43
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
DAFTAR TABEL
iv
ABSTRAK
Sistem pakar digunakan sebagai salah satu pengembangan sistem pengambilan keputusan
dari pakarnya. Hal ini telah dikembangkan diberbagai bidang untuk meningkatkan kinerja
dan mengurangi kesalahan yang terjadi. Salah satu penerapannya yaitu dalam ruang kerja
klinis intra-operatif yang sangat bergantung pada dua aspek utama yaitu (a) analisa
persyaratan klinis dan proses kognitif dalam alur kerja dan (b) menyediakan konteks
optimal untuk pengetahuan situasi yang akurat melalui visualisasi informasi intra-operatif
yang efektif. Penelitian ini membahas mengenai kerangka kerja yang berpusat pada alur
kerja dan landasan teoritisnua untuk merancang sistem pengambilan keputusan pakar yang
akan dikembangkan dengan mengintegrasikan pengatahuan tentang alur kerja klinis
berdasarkan persyaratan yang ada pada ruang kerja klinis serta mengintegrasikan teori
pengetahuan situasi ke dalam desain sistem untuk meningkatkan pengambilan keputusan.
Salah satu yang telah mengimplementasikan kerangka kerja ini yaitu sistem intra-operatif
visualization system (IVS). Sistem ini dikembangkan untuk membantu memberikan
panduan gambar kepada dokter untuk melakukan prosedur invasive. Untuk mengevaluasi
kinerja sistem ini, dilakukan sebuah studi evaluative dengan membandingkan prosedur
USG tradisional dengan IVS kepada ahli radiologi intervensi dan mahasiswa kedokteran.
Hasil yang dicapai yaitu pengambilan keputusan dengan menggunakan IVS lebih baik dari
pada USG tradisional, dan hasil ini didapat secara signifikan. Hal ini membuktikan bahwa
penelitian ini menunjukkan manfaat dari mengintegrasikan pengetahuan proses kognitif ke
dalam pengembangan sistem untuk mendukung pengambilan keputusan klinis dan untuk
meningkatkan kinerja serta pencengahan terjadi kesalahan.
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
penting yag terkait dengan alur kerja klinis. Istilah alur kerja klinis didefinisikan
sebagai proses penyelesaian masalah klinis yang ditentukan oleh beberapa batasan
tugas, dalam hal kemungkinan dan keterbatasan dalam lingkup ruang kerja klinis
dalam 3 (tiga) tahapan yaitu sebelum (pra-operasi), selama (intra-operasi) dan
setelah (pasca-operasi).
Meninjau literature tentang perkembangan teknologi baru-baru ini, jelas
bahwa hal tersebut mengarah pada desain sistem pakar dengan mengejar
pendekatan yang berpusat pada manusia dengan melibatkan kekurangan utama
yang berkaitan dengan beberapa masalah yaitu tren saat ini dalam pengembangan
sistem pendukung keputusan difokuskan pada penerapan teknologi alur kerja
sebagai sarana untuk mengoptimalkan proses dalam ruang kerja klinis seperti
interaksi komponen dan otomatisasi data pencitraan. Namun masalah kritis
mengenai pengembangan sistem pakar bukanlah untuk mengotomasi tugas klinis
dengan menggunakan teknologi alur kerja, akan tetapi untuk mengembangkan
teknologi yang membantu alur kerja klinis. Akibatnya, teknologi yang sedang
dikembangkan masih didorong oleh alur kerja teknologi daropada alur kerja klinis.
Selain hal tersebut, pengembangan alat pendukung visualisasi seperti augmented
reality, perencanaan pra-operasi dan pencitraan fusion sering berpusat di
pengenalan teknologi baru di lingkup ruang kerja klinis. Ada bukti langka bahwa
pemahaman yang cukup tentang persyaratan klinis terintegrasi dalam tahap
pengembangan awal. Akibatnya, solusi sering dipengaruhi oleh tren teknologi baru
daripada yang dibutuhkan oleh pakar klinis. Pengenalan teknologi tersebut bahkan
dapat menyebabkan peningkatan beban kognitif daripada menguranginya, sehingga
menghasilkan kinerja yang rendah dan kesalahan klinis. Sebagai contoh,
penggunaan augmented reality head mounted displays (AHMD) dalam ruang kerja
klinis intra-operatif tampaknya meningkatkan beban kognitif pada pakar klinis.
Masalah yang terjadi pada AHMD yaitu perlunya adaptasi dengan du acara
visualisasi pada saat yang sama, dimana yang satu mrupakan visualisasi yang
disediakan oleh AHMD dan yang lainnya adalah tugas klinis itu sendiri. Meskipun
teknologi yang sama mungkin memiliki manfaat jika diintergarasikan dalam tahap
perencanaan daripada tahap intra-operatif.
2
Untuk menghindari dorongan teknologi ke dalam ruang kerja klinis, dan
mengembangkan solusi untuk mendukung pengambilan keputusan, dibutuhkan
pengembangan terpusat alur kerja. Dan makalah ini akan membahasa hal tersebut
dan berfokus pada dua hal yaitu bagaimana pengetahuan tentang alur kerja klinis
dimasukkan ke dalam proses pengembangan sistem dan sejauh mana hal tersebut
dikembangkan.
Proses pengembangan human centered dengan standar ISO, menguraikan
tahapan standar pengembangan sebuah sistem. Namun proses ini dianggap kurang
dalam menggabungkan atau menyarankan landasan teoritis yang diperlukan untuk
mengatasi masalah perkembangan dalam hal yang berkaitan dengan pekerjaan yang
kompleks. Khususnya dalam pengembangan sistem pakar untuk ruang kerja klinis,
dimana kompleksitas ditentukan oleh kurangnya transparansi, ketidakpastian
peristiwa dan toleransi yang rendah untuk terjadinya kesalahan. Disinilah
pengembangan sistem pakar menyediakan panduan gambar secara real-time untuk
pakar klinis atau dokter yang membutuhkan pengetahuan pakar dalam pengambilan
keputusan yang berkaitan dengan lingkungan keputusan naturalistic. Untuk
mendukung pengembangan sistem, pengetahuan ini harus diselidiki dan
digabungkan dalam berbagai tahapan pengembangan sistem. Penelitian terbaru juga
menggambarkan metodelogo untuk mengintegrasikan teori-teori dari ilmu kognitif
seperti distribusi kognitif ke dalam proses desain yang berpusat pada manusia untuk
merancang sistem manajemen pengetahuan berbasis web.
Makalah ini menyajikan kerangka kerja terpusat alur kerja yang membantu
dalam mengembangkan sistem pakar untuk ruang kerja yang kompleks. Kerangka
ini mengintegrasikan matriks integrase alur kerja yang dikembangkan sebelumnya
ke dalam proses pengembangan untuk menilai persyaratan dalam alur kerja klinis.
Kerangka kerja dibangun berdasarkan teori pengetahuan situasi yang menguraikan
tiga proses kognitif sebagai elemen dasar pengambilan keputusan yaitu persepsi,
pemahaman dan rencana tindakan. Proses-proses ini diintegrasikan ke dalam desain
dan evaluasi sistem untuk meningkatkan visualisasi informasi sebagai dasar utama
untuk mendukung pengetahuan situasi.
Berdasarkan hal tersebut, hasil akhir yang diharapkan dalam penelitian ini
adalah sistem menggambarkan bagaimana kerangka kerja ini dapat diterapkan
3
untuk mengembangkan sistem pengambilan keputusan pakar yang memandu proses
minimally invasive surgeries (MIS).
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
dalam pengambilan keputusan dengan menggunakan data dan model untuk
pemecahan masalah” [3].
Defenisi lain dari sistem penunjang keputusan menurut Keen dan Scoot
Morton (1978) yaitu: “Sistem Pengambilan Keputusan menggunakan sumber daya
individu yang intelektual dengan kemampuan komputer untuk meningkatkan mutu
keputusan, hal ini merupakan Penggunaan komputer berbasiskan sistem
pendukungan bagi manajemen pembuat keputusan yang berhadapan dengan
masalah setengah tersusun.”
DSS menurut Moore and Chang, SPK dapat digambarkan sebagai sistem
yang berkemampuan mendukung analisis ad hoc data, dan pemodelan keputusan,
berorientasi keputusan, orientasi perencanaan masa depan, dan digunakan pada
saat-saat yang tidak biasa[4]. Sistem Pendukung Keputusan (DSS) dibuat sebagai
suatu cara untuk memenuhi kebutuhan seorang manajer dalam membuat keputusan
yang spesifik dalam memecahkan permasalah yang spesifik pula.
6
Sebuah proses untuk melaksanakan dan menerapkan alternatif tindakan
yang dipilih untuk menyelesaikan permasalahan yang telah di identifikasi
menerapkan solusi dan membuat tindak lanjut.
7
Sistem Pakar menarik minat yang besar dalam suatu organisasi disebabkan
kemampuannya dalam meningkatkan produktifitas dan dalam meningkatkan gugus
kerja di berbagai bidang tertentu dimana, pakar manusia akan mengalami kesulitan
dalam mendapatkan dan mempertahankan kemampuan itu.
Pakar manusia cenderung untuk menjadi spesialis dalam bidang keahlian
tertentu yang relatif sempit. Umumnya pakar memiliki karakteristik ini, mereka
menyelesaikan masalah dengan cepat dan cukup akurat, menjelaskan what/apa (dan
terkadang how/bagaimana) yang mereka kerjakan, mempertimbangkan reliabelitas
kesimpulannya, mengetahui waktu jalan buntu menghadang, dan pakar
berkomunikasi dengan pakar lainnya. Mereka juga belajar dari pengalaman,
mengubah cara pandangnya untuk menyesuaikan dengan masalah, juga mentransfer
pengetahuan dari satu domain ke domain yang lain. Akhirnya, mereka
menggunakan berbagai tool, seperti aturan jempol model matematis, dan simulasi
detil untuk mendukung keputusan yang diambil.
Pengetahuan (knowledge) adalah sumber utama, dan ini seringkali hanya
dimiliki oleh sebagian kecil pakar. Tentu saja diperlukan untuk penyimpanan
pengetahuan ini sehingga orang lain dapat menggunakannya. Seorang pakar bisa
saja menderita atau meninggal dunia dan pengetahuan yang biasanya ada menjadi
tiada lagi. Buku dan manual bisa saja menyimpan berbagai pengetahuan, tetapi ini
juga memberikan persoalan lain dalam aplikasi menampilkan kembali pengetahuan
itu kepada orang yang membutuhkannya. Sistem Pakar menyediakan pengertian
langsung dari aplikasi kepakaran.
Adapun ciri-ciri Sistem Pakar adalah sebagai berikut[6]:
a. Terbatas pada domain keahlian tertentu.
b. Dapat memberikan penalaran untuk data-data yang tidak pasti.
c. Dapat mengemukakan rangkaian alasan-alasan yang diberikannya dengan
cara yang dapat dipahami.
d. Berdasarkan pada rule tertentu.
e. Dirancang untuk dapat diperkembangkan secara bertahap.
f. Keluarnya bersifat anjuran.
8
Tujuan dari sistem pakar adalah untuk mentransfer kepakaran yang dimiliki
seorang pakar ke dalam komputer, dan kemudian digunakan oleh orang lain (Non-
Expert). Aktifitas yang dilakukan untuk memindahkan kepakaran adalah[6]:
a. Knowledge Acquisition (dari pakar atau sumber lainnya)
b. Knowledge Representation (ke dalam computer)
c. Knowledge Inferencing
d. Knowledge Transfering
9
menggambarkan kesimpulan tersebut merupakan respon dari sistem pakar atas
permintaan user.
10
2.2.3.3 User Interface
Antarmuka pengguna adalah teknik sistem pakar berinteraksi dengan
pengguna akhir [7]. Ini bisa melalui kotak dialog, prompt perintah, formulir, atau
metode input lainnya.
11
BAB III
METODELOGI
1. Data Primer
Data primer penelitian ini didapatkan dari hasil wawancara pada ahli bedah
dan ahli radiologi dari rumah sakit nasional di Norwegia dan Belanda untuk
mendapatkan prosedur Radio Frequency Ablation (RFA).
2. Data Sekunder
Data Sekunder dari penelitian ini diperoleh dari beberapa studi literatur
yang terkait dengan penelitian ini. Penulis mengambil beberapa data dari
studi literatur yang dikaji dalam studi pustaka dan juga pembahasan.
12
Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam pengembangan sistem ini adalah
sebagai berikut:
13
tidak terkendali dari tumor baik tumor yang baru terdeteksi ataupun yang
tidak terdeteksi.
14
Gambar 3. 2 Alur Kerja Radiofrequency Ablation (RFA)
Analisa persyaratan untuk mengembangkan IVS telah dibagi menjadi lima
tahap yaitu:
3.2.2.1 Investigasi dan Verifikasi
Milestone klinis adalah langkah penting yang harus silakukan untuk
menyelesaikan prosedur klinis.. Untuk menginvestigasi milestone, diadakan fokus
group dengan pakar radiologi intervensi yaitu sebanyak 8 orang untuk melakukan
RFA.Perancang HCI bekerja sama dengan ahli radiologi intervensi melaksanakan
sesi ini. Selama sesi, para peserta diminta untuk merefleksikan dan mendiskusikan
masalah yang terjadi selama melakukan prosedur RFA. Pada sesi ini juga
ditemukan ada enam milestone klinis yang harus dilakukan untuk menyelesaikan
prosedur RFA. Sebagai contoh dua milestone klinis utama yang diidentfikasikan
dalam prosedur RFA telah dipetakan pada sumbu x WIM (lihat pada gambar 3.2)
“Identifikasi tumor target” dan “Masuk dan penempatan jarum”.
15
batas tugas yang telah dibahas pada tinjauan pustaka, dimana setiap tahapan
dikelompokkan dan didokumentasikan secara semantic pada kerangka kerja WIM.
Gambar 3.2. mengillustrasikan bagian dari analisa alur kerja RFA untuk dua
milestone klinis terpilih 3 dan 4, dan berikut penjelasannya:
a. Milestone klinis atau Clinical Milestone 3 (CM-4)
Pada gambar 3.2, sumbu x menggambarkan milestone klinis 1 yaitu
mengidentifikasi tumor target selama intervensi USG. Dalam batasan tugas yang
sesuai dengan y-axis, tujuan dari milestone klinis ini untuk mengidentifikasi tumor
target dengan USG intra-operatif dan membandingkannya dengan yang
direncanakan akan dihapuskan dalam CT pra-operatif. Beberapa pasien memiliki
bebrapa hemogioma atau tumor ganas dihati. Sebuah studi klinis terbaru
menunjukkan bahwa salah satu kesalahan dalam prosedur RFA adalah ablasi tumor
yang tidak diinginkan. Untuk dapat mengobati tumor, pakar klinis atau dokter
sering kali memutuskan untuk mengabungkan pengobatan RFA dengan reseksi
hati. Dalam kasus seperti itu selama pperencanaan pra-operatif, salah satu tumor
target dipilih untuk perawatan RFA. Modus pencitraan yang digunakan selama
perencanaan pra-operatif adalah pemindaian computerized tomography (CT) atau
pemindaian magnetic resonance imaging (MRI). Batas tugas terkait lainnya yaitu
prosedur dapat dipahami sebagai probe USG ditempatkan pada pasien dan tumor
target diindentifikasi. Ini dilakukan di USG intra-operatif. Kesulitan timbul karena
dua alasan utama yaitu pertama karena modalitas pencitraan saat ini tidak
mendukung transfer data perencanaan ke tahap klinis intra-operatif. Sebagai
konsekuensinya, informasi yang diperlukan tersebar dan pakar klinis bergantung
pada pembuatan model mental dengan mental menumpangkan dua gambar. Kedua,
mengidentifikasi tumor yangbenar di USG sendiri merupakan tugas klinis yang
sangat menantang, karena keterbatasan modalitas pencitraan. Hati sirosis
(berpenyakit) biasanya mengandung beberapa modul hati yang memiliki sifat
jaringan berbeda yang menciptakan variabel genetika. Echo-genecity di citra USG
disebabkan karena suara resonansi yang dipengaruhi oleh sifat jaringan yang
berbeda yang membuat data noise. Data noise menambah abiguitas dalam
mengidentifikasi tumor yang benar dalam citra USG yang mengarahkan pada
ketidakpastian dan pengambilan keputusan.
16
b. Milestone klinis atau Clinical Milestone 4 (CM-4)
Pada gambar 3.2, milestone klinis lain, memilih lintasan yang tepat dan
mengarahkan jarum ke pusat tumor. Dalam batas tugas yang sesuai dengan sumbu
y, tujuan dari milestone ini dijelaskan sebagai tugas untuk mengidentifikasi pintu
masuk dan jendela akustik yang optimal untuk mencapai tumor tanpa merusak
organ lain. Studi klinis baru-baru ini menunjukkan bahwa salah satu alasan
kegagalan teknis dari prosedur RFA adalah disebabkan oleh kanker residual sel.
Dalam batas tugas yang sesuai pada sumbu y, prosedur milestone ini dijelaskan
sebagai berikut, yang pertama, USG probe, ukuran dan jenis jarum RF dipilih dan
kedua lintasan jarum optimal direncanakan dan jarum dinavigasikan ke target
tumor. Dengan panduan gambar USG, dokter menempatkan jarum RFA ke pusat
tumor. Sebelum mengenai pusat tumor, dokter mempertimbangkan berbagai tingkat
kendala klinis sebelum menemukan titik masuk yang tepat dan jalur navigasi.
Faktor kritis batas tugas pada sumbu y dipahami sebagai: jika lintasan tidak dipilih
dengan benar, jarum tidak mengenai tumor di pusat, menyebabkan sel kanker yang
tidak terkontrol. Zona ablasi biasanya diambil 5 cm. Ukuran tumor maksimum yang
dipilih untuk ablasi adalah 3 cm, untuk meninggalkan batas aman 1 cm di
sekitarnya. Kemudian kesulitan muncul karena fakta bahwa gambar USG
menghasilkan data 2D, sedangkan tugas mengeksekusi tumor adalah tugas spasial.
Selain itu, saat menavigasi jarum, informasi tentang struktur anatomi penting akan
tetapi di bagian navigasi jarum hal tersebut tidak ditampilkan di USG. Informasi
yang hilang ini menyebabkan ketidakpastian dalam melakukan tugas-tugas klinis.
17
setiap milestone klinis yang dapat dilihat sebagai titik-titik ditempatkan sel WIM
yang dipilih (lihat gambar 3.2).
3.2.2.4 Komunikasi
Hasil analisa alur klinis perlu dikomunikasikan dalam tim pengembangan
multi-disiplin. Ini dilakukan dengan menggunakan WIM sebagai platform
komunikasi selama sesi fokus group. Ide inovatif, tren klinis saat ini dan
kemungkinan solusi yang dibahas selama sesi, didokumentasikan dalam komponen
alur kerja di WIM (lihat gambar 3.2).
18
untuk penggabungan gambar, karena format ini biasanya secara ruti digunakan oleh
pakar radiologi intervensi untuk melakukan prosedur RFA. Teknologi yang
dibutuhkan untuk mengembangkan fusion gambar real-time masih dalam
pengembangan. Berdasarkan kelayakan teknis ini, prototype IVS dikembangkan.
19
ini direncanakan untuk (Level 1 USG). IVS
ablasitumor pra- opera dihilangkan menawarkan data
si yang direncanakan - Tugas kompleks: pasien yang hilang dan
- Tugas kompleks (tidak pembaruan real-time mengurangi data noise
pasti): ditandai oleh dari visualisasi intra- yang menyebabkan
ketidakpastian, yang operatif jika tumor ketidakpastian.
berarti saat melakukan baru ditemukan Ini mengurangi
tugas klinis, kesalahan selama prosedur ambiguitas terkait
yang tidak terduga dengan data pasien
dapat terjadi. Dalam secara real-time dan
hal ini ablasi tumor meningkatkan
baru diidentifikasi persepsi dan
dalam tahap intra- keandalan data pasien.
operatif Akibatnya dokter dap
at memahami
kompleksitas tugas
terkait dengan tepat
yang mendukung
perencanaan tindakan
yang lebih baik
Visualisasi informasi Visualisasi informasi Visualisasi
harus komprehensif yang terintegrasi terintegrasi dari data
pra-operatif secara
- Integrasikan informasi - CT scan pra-operasi real-time
dari pra-operasi ke menyatu dengan USG
dalam fase intra- intraoperatif. Ini IVS akan
operatif. Dalam hal ini memberikan tampilan memvisualisasikan
data pencitraan pra- data perencanaan data agregat dan
operasi dari anatomi dibandingkan dengan superimposisi
pasien perlu disajikan apa yang dilihat informasi penting
secara real-time intra- dokter secara real- terkait dengan tugas
operatif time bedah untuk
20
meningkatkan
pemahaman (Level 2
SA). Klinis secara
mental menempatkan
data pasien pra-
operasi dari gambar
CT ke data USG intra-
operatif.Superimposis
i ini dilakukan oleh
IVS untuk mendukung
generasi model mental
yang akurat untuk
meningkatkan
pemahaman data
pasien. Di satu sisi
IVS dapat mengurangi
beban kognitif pada
klinisi dengan
memberikan informasi
dari tahap pra-operasi
yang harus ia bawa di
kepalanya, di sisi lain
IVS mendukung
menghasilkan model
mental yang akurat
dari data pasien secara
intra-operatif
Visualisasi informasi Visualisasi augmented Visualisasi augmented
harus memberikan isyarat informasi isyarat kritis isyarat kritis
penting untuk menghindari
ambiguitas - Visualisasi isyarat IVS memberikan
kritis untuk visualisasi augmented
21
- Identifikasi target mengidentifikasi isyarat kritis terkait
tumor dan struktur tumor target dan dengan tugas-tugas
anatomi kritis yang pembuluh darah klinis seperti lintasan
terkait dengannya dengan memberikan jarum, untuk
- Visualisasikan isyarat informasi tambahan mendukung
anatomis kritis untuk tumor dan pembuluh kemampuan dokter
membantu navigasi darah pada citra AS sendiri untuk
jarum di ruang spasial - Superimposisi data membuat proyeksi
- Visualisasikan lintasan pra-operasi yang akurat (Level 3
optimal penyisipan pada USG realtime da SA). Visualisasi
jarum dalam prosedur n memvisualisasikan augmented berarti
perkutan hati dan struktur superimposisi isyarat
anatomi dalam 3D kritis terkait dengan
- Visualisasi hati dan tugas pada data
struktur anatomi pencitraan real-time
dalam 3D untuk (USG). Misalnya,
mendukung navigasi isyarat anatomi pada
jarum gambar USG waktu
- Visualisasi jarum nyata untuk
RFA dalam 3D dan membantu navigasi
navigasinya secara jarum. Dengan
real-time menambah informasi
anatomi pasien pada
gambar USG
mengurangi
kompleksitas data. Ini
mengkonfirmasi
kembali elemen-
elemen penting yang
terkait dengan tugas-
tugas dalam citra USG
dan dengan demikian
22
membantu dalam
persepsi data yang
tidak
ambigu. Visualisasi
isyarat kritis
mendukung
pembentukan model
mental yang akurat
dari tugas, sehingga
menghasilkan persepsi
yang lebih baik, dan
rencana tindakan
23
Dengan demikian, untuk meningkatkan pengambilan keputusan di ruang kerja
klinis, ketiga hal tersebut harus dipertimbangan secara bersamaan untuk
mewujudkan visualisasi informasi IVS. IVS harus mendukung pengetahuan situasi
yang memadai yang merupakan persyaratan untuk mengembangkan model mental
yang akurat dari batasan-batasan tugas seperti keadaan pasien dan keadaan kejutan
yang dapat terjadi, yang menentukan kegiatan pemecahan masalah (gambar 3.2).
Ini dapat menyebabkan pengambilan keputusan yang lebih baik dan karenanya
kinerja tugas yang lebih baik di ruang kerja klinis (gambar 3.3).
Gambar 3. 4 Diasumsikan pengaruh IVS pada tiga tingkat kesadaran situasi dan
pada tindakan keluaran
24
Gambar 3.4 mengilustrasikan pengaruh yang diasumsikan dari visualisasi
informasi dari IVS pada proses kognitif dan kinerja. Ini menunjukkan bahwa
persyaratan informasi terkait dengan batas-batas tugas yang diperoleh dari analisa
alur kerja klinis mengarah pada identifikasi persyaratan desain. Berdasarkan
persyaratan desain, visualisasi informasi dirancang dalam IVS untuk mendukung
tiga proses kognitif yaitu persepsi, pemanaman dan proyeksi rencana tindakan.
Informasi yang divisualisasikan melalui IVS harus meningkatkan kinerja pakar
klinis dengan mengurangi waktu perencanaan intra-operatif dan meningkatkan
akurasi tugas selama prosedur.
Gambar 3.5 menggambarkan prototype IVS yang mencangkup tiga screen
untuk menampilkan informasi yang diperlukan melalui penggabungan gambar.
Kombinasi dari tiga screen ini membantu pakar klinis untuk mengidentifikasi tumor
target dan membantu sebagai navigasi jarum, Visualisasi informasi real-time
dicapai dengan penggabungan data pra-operasi yang diperoleh dengan CT scan
dengan data intra-operatif yang diperoleh secara real-time dengan ultrasound
(US/USG). Isyarat visual terkait tugas dari struktur anatomi kritis ditambah dalam
2D dan 3D melalui penggabungan gambar antara CT pra-operasi dan data real-time
dari ultrasound (US/USG) pada screen 1 dan 2. CT scan pra-operasi pasien
ditampilkan pada screen 3. Keduanya dikombinasikan dengan 3 screen yang
menyediakan visualisasi yang diperlukan untuk mendukung pengetahuan situasi
akan informasi penting sehingga dapat meningkatkan pengambilan keputusan,
Rincian lebih lanjut dari visualisasi informasi di tiga screen dijelaskan dibawah ini:
25
Gambar 3. 6 Arsitektur sistem IVS
1. Screen 1
Screen 1 membantu pkaar klinis dalam mendapatkan pandangan waktu real-
time dari anatomi pasien melalui panduan ultrasound (US/USG) dengan informasi
tambahan. Visualisasi yang diperbesar ini dihasilkan melalui penggabungan
gambar antara US real-time dengan CT scan pra-operasi.
Informasi ini ditambhan dalam bentuk 2D screeb US. Ini berarti bahwa
hanya informasi abstrak utama yang terkait dengan struktur kritis yang diekstraksi
dari kumpulan data pra-operasi dan ditumpangkan pada citra US asli. Sistem
mendukung pengambilan keputusan dalam dua tingkat kompleksitas tugas, yaitu:
a. Skenario Rutin
Fusion gambar memberikan gambar augmented dari tumor target yang diwakili
oleh panah merah. Ketika dokter mengusap hasil US pada phantom, sistem
mengenali target tumor akibat CT dan fusion US. Tanda panah menunjukakan
tumor target dan karena hal ini dapat meminimalkan kesalahan dalam memilih
tumor yang salah. Ini memberikan data pasien yang hilang dan mengurangi
ketidakpastian yang disebabkan karena noise data dari gambar US. Hal ini
mengurangi beban kognitif dan dapat meningkatkan persepsi informasi kritis,
Sistem dapat mengenali dan melacak lokasi jarum dan menghasilkan lintasan
jarum. Lintasan ini ditambah pada gambar US secara real-time yang membantu
26
sebagai navigasi jarum. Tentu hal ini dapat membantu mendukung kemapuan pakar
klinis untuk membuat rencana proyeksi yang akurat dan meningkatkan pengetahuan
situasi. Para pakar klinis atau dokter mengandalkan pencitraan US untuk data real-
time, oleh karena itu hanya informasi abstrak isyarat kritis yang dapat ditambahkan
pada gambar US asli. Informasi augmented dapat di switched on dan switched off.
b. Skenarion Kompleks
Visualisasi dalam scenario yang kompleks memudahkan pakar klinis untuk
menemukan tumor yang baru terdeteksi, memberikan kesempatan untuk
merencanakan secara dinamis. Fusion gambar antara data pra-operasi dan US real-
time menyediakan informasi tentang tumor baru yang terdeteksi, diwakili oleh
panah biru. Ini dapat mengurangi ambiguitas yang disebabkan oleh informasi yang
hilang dan dapat mendukung persepsi dan pemahaman.
2. Screen 2
Screen ini menyediakan informasi konteks tentang tumor, pemuluh dan posisi probe
US. Berdasarkan fusion gambar antara CT scan dan gambar US, model 3D hati
dihasilkan. Pengambilan keputusan terkait penempatan dan pengarah jarum ke
pusat tumor bergantung pada batasan anatomi dan klinis. Kendala anatomi untuk
milestone klinis 3 dan 4, sebagaimana diidentifikasi dalam analisa alur kerja (pada
gambar 3.2) belum dipertimbangan dalam desain karena keterbatasan teknologi.
Screen memberikan isyarat kritis berikut dalam scenario rutin dan kompleks, yaitu:
a. Context View
Ketika pakar klinis atau dojter menempatkan jarum pada phantom, screen 2
menampilkan jarum dalam model 3D dihati bersama dengan lintasan jarum
augmented. Seperti terlihat pada gambar 3.6, screen 2 hanya menunjukkan
informasi abstrak dari model 3D hati dan bukan gambar real. Hal ini untuk
menghindari informasi yang berlebih dari struktur anatomi yang tidak diperlukan
oleh pakar klinis untuk tugas tersebut. Hal ini memungkinkan pakar klinis untuk
memiliki tampilan konteks anatomi pasien dan secara pasial mengarahkan probe
US dan jarum ke arah tumor target. Tumor target ditandai dengan warna merah
dalam model 3D untuk scenario rutin. Dalam scenario yang kompleks, model
mempebarui dirinya sendiri dan tumor baru yang ditemukan ditandai dengan warna
27
biru. Karena hal tersebut, pakar klinis dapat memahami informasi terkait tugas
dengan tepat yang mendukung perencanaan tindakan yang baik.
b. Navigation dan Verification
Parenchyma hati, tumor, dan pemuluh darah utama divisualisasikan dalam
bentuk 3D. Ketika pakar klinis memposisikan probe US pada phantom pasien, maka
ia akan tahu lokasi sesuai dengan tumor dan pemuluh darah. Ini akan membantu
pakar klinis untuk menempatkan pemeriksa US secara optimal dan menavigasi
jarum FRA dengan menghindari struktur anatomi. Dengan memvisualisasikan
isyarat penting terkait dengan natomi pasien IVS dapat membantu persepsi data
pasien yang lebih baik sehingga dapat mendukung pengetahuan situasi.
3. Screen 3
Screen 3 ini menampilkan CT scan pra-operasi yang asli. Ini termasuk hal
yang sering dilakukan, karena selama proses prosedur dilakukan, pakar klinis lebih
menyukai untuk merekap gambaran anatomi pasien. Tidak ada informasi tambahan
yang ditambahkan pada CT scan. Dengan memberikan data pra-operasi, IVS dapat
mengurangi beban mental pakar klinis.
4. Arsitektur Sistem
Pada gambar 3.6 dapat dilihat gambaran asitektur sistem IVS. Gambaran ini
termasukan sistem pelacakan Magnetic Aurora (Northern Digital Inc., Waterloo,
Ontario) yang melacak penanda fudusa pada phantom perut, pemeriksaan
ultrasonografi dan jarum RF. Bentuk 3D abdomen intervensi konvensional (CIRS,
Norflok, VA) telah digunakan. Phantom adalah komponen yang dibuat khusus,
dimana terdiri dari volume hati yang didapatkan dari US dan memiliki beberapa
tumor virtual. Hal ini dibuat dengan baik, yang meniru bagian prut manusia dan
membantu dalam mensimulasikan kondisi klinis secara real-time. Workstation
utama menggunakan perangkat lunak hasil integrase gambar Studierstube.
Perangkat lunak ini mengambil gambar dari probe US dan CT scan pra-operasi
untuk menghasilkan model 3D. Selanjutnya, ini mengintegrasikan data pelacakan
dari mesin server pelacakan untuk mendaftarkan gambar dan menghasilkan output
video di screen yang berbeda. Data tersimpan di mesin pelacak dan workstation
utama. Input video dari mesin ultrasound diteruskan ke probe ultrasound yang
dilacak. Pemindaian CT pra-operasi dan volume US real-time didaftarkan dan
28
digabungkan untuk menampilkan screen 1 dan 2. Data pemindaian CT pra-operasi
dikonversi menjadi model 3D. Registrasi real-time dari model 3D ke gambar US
telah disimulasikan, namun teknologi ini sedang pada tahap pengembangan.
Fusngsi zoom dan rotasi gambar disediakan untuk berinteraksi pada screen. Dan
untuk mengaktifkan fungsi-fungsi tersebut dapat digunakan melalui keyboard.
3.2.4.2 Peserta
Delapan pakar intervensi radiologi yang mempraktekan RFA atau prosedur
biopsi dipilih sebagai peserta. Para pakar ini berkaitan dengan Rikshospitalet dan
Radium Hospitalet Oslo, Norway dan memiliki 8-20 tahun pengalaman dalam
bidang intervensi radiologi. Penting untuk menyebutkan bahwa RFA baru-baru ini
diperkenalkan di bidang medis untuk mengobati kanker tumor hati. Oleh akrena itu,
rasio para ahli mempraktekan prosedur ini sangat terbatas. Delapan pakar ini adalah
jumlah maksimum yang tersedia untuk studi di Oslo. Selain itu, delapan orang
mahasiswa tahun terakhir dari Rikshospitalet dan Radium Hospitalet Oslo juga
berpartisipasi dalam penelitian ini. Semua mahasiswa yang dipilih harus memiliki
pengetahuan dan pemahaman primer tentang CT scan dan ultrasound (US/USG).
Ini merupakan hal sulit untuk diciptakan, karena penggunaan kedua modalitas
pencitraan bukanlah bagian dari kurikulum pendidikan standar dari mahasiswa
kedokteran tahun terakhir. Hanya karena minat pribadi, mahasiswa kedokteran
29
mempelajari penggunaan modalitas pencitraan. Para mahasiswa tidak memiliki
pelatihan sebelumnya tentang prosedur RFA.
3.2.4.4 Pengukuran
Data berikut dinilai untuk membandingkan keluaran para peserta:
30
1. Ukuran Performa
Dua kriteria utama yang dipilih untuk mengukur kinerja tugas yaitu waktu
perencanaan intra-operatif untuk melaksanakan tugas dan akurasi tugas dalam
mengenai pusat tumor dengan jarum RFA. Analisa statistic dilakukan dengan
menggunakan uji peringkat Wilcoxon.
a. Waktu perencanaan tugas intra-operatif
Waktu perencanan tugas intra-operatif telah diukur sebagai waktu yang
diambil oleh peserta untuk merencakan prosedur secara intra-operatif. Ini diukur
sebagai waktu yang diambil setelah menjelaskan tugas kepada peserta sampai
waktu mereka siap untuk melaksanakan tugas. Waktu untuk memahami infromasi
untuk menentukan rencana tindakan adalah kriteria penting yang mempengaruhi
kinerja tugas. Ini adalah fakta yang layak bahwa integrase informasi adalah strategi
kognitif penting untuk mengurangi kelebihan informasi. Diasumsikan bahwa
visualisasi informasi terintegrasi oleh IVS mengurangi beban mental dan waktu
perencanaan intra-operatif.
b. Akurasi tugas
Temuan klinis menyatakan bahwa penyebab utama kesalahan klinis saat
melakukan prosedur RFA disebabkan oleh mengenai tumor yang salah atau tidak
mengenai bagian tengah tumor, hal ini dapat menyebabkan sel kanker tidak
terkontrol. Selain integrase informasi, visualisasi isyarat kritis sangat penting untuk
mendukung pengambilan keputusan. Oleh karena itu, diasumsikan bahwa dengan
memberikan isyarat kritis terkait dengan anatomi pasien akan membantu pakar
klinis untuk mengidentifikasi dan mengenai tumor tepat di pusat. Jika hal ini dapat
dilakukan maka akan meningkatkan akurasi tugas dan prosedur FRA menjadi layak.
Ketepatan mengenai pusat tumor diukur jarak antara titik-titik penyisipan jarum
oleh peserta dan pusat perhitungan tumor.
c. Mengenai tumor yang salah
Keakuratan peserta dalam mengenai tumor target yang benar selama tugas
diukur. Mengeksekusi tumor yang salah diukur dengan jarak antara tumor yang
dieksekusi dan pusat tumor target.
31
2. Evaluasi oleh para peserta
Ukuran subjektif diintegrasikan bersama dengan data kinerja untuk
mendapatkan pemahaman yang benar tentang evauasi yang dilaporkan. Pertanyaan
tindak lanjut ditanyakan kepada setiap peserta setelah penelitian dilakukan.
Kuisioner dengan menggunakan skala likert 5 poin digunakan untuk mengevaluasi
pendapat subjektif dari masing-masing peserta. Para peserta diminta untuk
memberikan peringkat dukungan visualisasi dan pengetahuan situasi yang
diperoleh melalui kedua sistem.
32
BAB IV
PEMBAHASAN
33
= 0,036, Med_IVS = 4,3 dan Med_USG = 5,62 menit). Juga waktu perencanaan
peserta mahasiswa berkurang secara signifikan untuk tugas-tugas rutin, (p = 0,012,
Med_IVS = 5,39 menit dan Med_USG = 8,5 menit) dan tugas kompleks (p = 0,012,
Med_IVS = 5,78 - menit dan Med_USG = 9,67 menit).
Hasil pada tabel 4.1, menunjukkan bahwa meskipun ada perbedaan yang
signifikan dalam mengurangi waktu perencanaan antara para pakar dan mahasiswa,
para pakar lebih cepat dalam melakukan perencanaan intra-operatif. Perencanaan
intra-operatif tidak hanya melibatkan tugas-tugas rutin tetapi juga pengenalan
situasi kritis dan mengatasi ketidakpastian yang tinggi. Skenario ini diperlukan
untuk mencari tindakan alternatif, yang dapat dikumpulkan oleh para pakar dari
repertoar yang dikumpulkan selama pengalaman masa lalunya. Ini dapat dijelaskan
karena IVS mendukung pengetahuan pengalaman para pakar dengan memberikan
isyarat penting yang diperlukan melalui informasi terintegrasi.
34
Tabel 4. 2 Hasil Akurasi Tugas Para Pakar dan Mahasiswa
Pakar klinis Task Accuracy Mahasiswa Task Accuracy
(8 orang) (8 orang
Rountime tasks Rountime tasks
System Median Range(mm) System Median Range(mm)
IVS 2.10 0.70 – 2.90 IVS 1.25 0.90 – 2.90
USG 2.65 2.10 – 12.80 USG 5.76 1.40 – 49.00
Not P = 0.69 Significance P = 0.025
Significance
Complex task Complex task
System Median Range(min) System Median Range(min)
IVS 1.80 1.1 0 – 2.80 IVS 2.65 0.80 – 4.80
USG 3.20 1.90 – 6.80 USG 6.35 3.80 – 22.78
Significance P = 0.017 Significance P = 0.012
Catatan : Wilcoxon mengsetting rangking test (p<0.05)
35
4.2 Evaluasi Subjektif dari Peserta
Tanggapan para peserta dalam kuesioner tindak lanjut menunjukkan bahwa
pengetahuan situasi meningkat menggunakan IVS dibandingkan dengan USG.
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa para pakar dan mahasiswa menilai dukungan
visualisasi untuk perencanaan intra-operatif dan membuat model mental dari
struktur kritis anatomi pasien yang lebih tinggi di IVS. Para pakar menemukan
dukungan visualisasi yang diberikan oleh USG lebih baik dalam skenario rutin.
Namun, untuk skenario kompleks, para peserta pakar menemukan visualisasi
membaik dengan IVS.
Tabel 4. 3 Nilai Rata-ra dari Evaluasi (IVS dan USG)
Pakar (8 Mahasiswa (8
Pertanyaan orang) orang)
IVS USG IVS USG
Hasil evaluasi subyektif pada tabel 4.3 sesuai dengan temuan di yang
dipaparkan pada tabel sebelumnya yaitu tabel 4.1 dan tabel 4.2. Temuan
menunjukkan bahwa para pakar menemukan IVS lebih cocok untuk skenario
kompleks daripada USG. Salah satu alasannya mungkin karena IVS memberikan
gambaran konteks dari struktur kritis yang mendukung pengembangan kesadaran
situasi yang akurat. Mahasiswa mendapat manfaat dari menggunakan IVS dalam
hal memahami prosedur dan kekritisannya. Sebagai hasil tambahan ditemukan
36
bahwa para mahasiswa karena kurangnya pelatihan dalam memahami USG
imaging menemukan visualisasi 3D dari anatomi pasien bermanfaat untuk
memahami gambar USG 2D.
Selain dari kuesioner, para peserta juga diminta untuk berbagi pengalaman
pribadi mereka dengan penggunaan sistem. Diamati bahwa mahasiswa lebih cepat
dan lebih terbuka untuk menerima sistem baru daripada para pakar. Ini dapat
dijelaskan dengan kutipan dari lima mahasiswa ‘‘IVS mengingatkan kami bermain
dengan video game, oleh karena itu lebih mudah dipelajari, sedangkan USG
memerlukan waktu lebih lama untuk melakukan tugas dalam 2D”. Para pakar klinis
atau dokter menemukan visualisasi yang disediakan dalam IVS sesuai dengan alur
kerja klinis mereka. Empat pakar melaporkan, "Sangat mengesankan sebagai
korespondensi visualisasi dengan cara saya berpikir dan melakukan tugas saya".
Lima mahasiswa dan 5 pakar melaporkan bahwa ‘‘...tampilan data pra-operasi di
ruang kerja intra-operatif membantu mereka dalam membuat keputusan lebih cepat
". Tiga pakar menunjukkan bahwa mereka membutuhkan lebih banyak waktu
pelatihan ‘‘Kami begitu terbiasa menggunakan USG sehingga sulit bagi kami untuk
beradaptasi dengan visualisasi 3D, meskipun bantuan visualisasi yang diberikan
tampaknya berguna”. Akan lebih baik jika sistem ditempatkan di lab kami untuk
jangka waktu yang lebih lama sehingga kami bisa dilatih”.
37
waktu pelatihan yang lebih lama diperlukan untuk memahami preferensi visualisasi
peserta.
Hasil studi evaluatif menunjukkan bahwa rata-rata waktu perencanaan intra-
operatif jauh lebih tinggi untuk beberapa peserta mahasiswa. Diamati selama
percobaan bahwa beberapa mahasiswa membutuhkan waktu lama untuk
berorientasi spasial. Ini berarti mereka mengalami kesulitan dalam mengarahkan
konten yang divisualisasikan di screen dan menghubungkannya dengan phantom
pasien saat menggunakan probe USG. Kognisi spasial adalah pusat untuk
memahami gambar medis, termasuk yang diproduksi oleh CT, MRI, X-ray, dan
USG. Dalam hal ini diperlukan modul pelatihan yang tepat untuk melatih
mahasiswa memahami visualisasi 2D dan 3D.
38
BAB V
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian yang terdiri yang telah
dibahas pada penelitian ini yaitu:
1. Penelitian ini membahas mengenai kerangka kerja yang berpusat pada alur
kerja yang telah diterapkan untuk mengembangkan dan mengevaluasi
sistem Intra-operative Vizualization (IVS) untuk RFA bedah MIS masa
depan. Hal ini digunakan untuk mendukung pengembangan sistem pakar
terkait lingkungan kerja yang kompleks seperti ruang kerja klinis.
2. Telah dilakukan proses mulai dari tahap menentukan konteks pengguna,
analisa kebutuhan, desain prototipe dan evaluasi prototipe. Pada tahap
evaluasi dilakukan percobaan penggunaan IVS dan USG dengan melibatkan
pakar atau dokter dan mahasiswa. Hasil yang didapatkan IVS lebih dapat
mencengah kesalahan terjadi terbukti dengan tidak adanya kesalahan
eksekusi tumor, dan tentu hal tersebut sejalan dengan peningkatan kinerja
tugas yang dilakukan. Sedangkan USG masih memiliki kesalahan pada saat
eksekusi tumor, terutama untuk kasus adanya tumor baru yang muncul.
3. Ada tiga elemen utama dari pengetahuan yang menjadi dasar teoritis yang
digunakan yaitu persepsi, pemahaman dan rencana tindakan.
4. Hasil yang didapatkan ini sesuai dengan yang diharapkan yaitu untuk
meningkatkan kinerja dan mengurangi kesalahan sehingga dapat membantu
dalam proses pengambilan keputusan pakar dalam lingkup ruang kerja
klinis.
5. IVS dapat membantu mengidentifikasi tumor target, merencanakan lintasan
jarum dan navigasi jarum, serta kemampuan sistem untuk memutar
visualisasi 3D dari struktur kritis dan lintasan jarum secara real-time, dapat
meningkatkan efisiensi mengidentifikasi tumor target dan melakukan tugas
spasial mengenai mengeksekusi tumor dengan peningkatan akurasi.
39
5.2 Batasan
Penulis penyebutkan beberapa batasan dari penelitian yang telah dilakukan,
yaitu:
1. Pada pengembangkan prototype IVS masih terbatas pada data fusion
gambar real-time. Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik perlu
meningkatkan prototype pada tingkat teknologi.
2. Selain itu melakukan studi longitudinal dengan lebih banyak pakar yang
terlibat agar memperkaya pengetahuan yang dimiliki sistem.
3. Virtual hati yang ada didalam phatom terdiri dari beberapa tumor dan
pemuluh darah. Ini mungkin membuat tugas lebih sederhana untuk dokter,
karena dalam kehidupan nyara mereka terbiasa berurusan dengan tingkat
kompleksitas anatomi yang lebih tinggi. Ini mungkin telah mempengaruhi
kinerja dokter. Keterbatasan phantom yang digunakan dalam penelitian ini
dapat diubah dengan mengembangkan mirip dengan struktur anatomi hati
manusia.
4. Waktu pelatihan IVS tetap sama untuk semua peserta. Meskipun mahasiswa
memiliki pengalaman sebelumnya dalam pencitraan USG, mereka tidak
memiliki pengalaman dalam melakukan prosedur yang dipandu USG.
Perbedaan tingkat pengetahuan untuk USG ini dapat mempengaruhi kinerja
mahasiswa. Keterbatasan inni dapat diatasi dengan memberikan waktu
pelatihan tambahan untuk mahasiswa kedokteran.
5. Ketika jarum bertabrakan dengan struktur anatomi, meskipun aka nada
umpan balik haptic, tidak ada umpan balik visual yang disediakan pada
screen 2. Ini berarti bahwa deteksi tabrakan antara jarum dan organ kritis
tidak dapat divisualisasikan dalam 3D pada screen 1. Ini dapat
menyebabkan beberapa kesalahpahaman tentang apa yang dirasakan dalam
umpan balik hapic dan apa yang ditampilkan di screen. Keterbatasan ini
dapat diatasi dengan memasukkan deteksi tabrakan dalam perangkat lunak
visualisasi 3D dan deteksi gerak.
40
5.3 Saran
Hasil yang dilaporkan memungkinkan beberapa saran untuk
mengembangkan sistem pengambilan keputusan pakar yang memberikan panduan
gambar intra-operasi untuk prosedur klinis. Visualisasi informasi merupakan
komponen penting dari sistem pakar tersebut. Disarankan bahwa visualisasi
informasi dalam ruang kerja intra-operatif terutama harus fokus pada mendukung
dokter dalam mengembangkan pengetahuan situasi yang akurat dari elemen-elemen
penting yang berkaitan dengan tugas-tugas klinis. Ada beberapa hal yang
disarankan oleh penulis untuk menjadi pengembangan dari penelitian IVS ini, yaitu:
41
5.3.3 Memilih berbagai modalitas pencitraan
Setiap modalitas pencitraan seperti CT, US, MRI, dan PET memberikan
tingkat informasi yang unik. Selama studi lapangan, diamati bahwa dokter
mengandalkan modalitas pencitraan yang berbeda untuk mencari berbagai jenis
informasi pasien. Dengan menghilangkan modalitas dimana dokter dilatih dan
dengan menambahkan modalitas baru dapat menyebabkan kebingungan. Sistem
pakar saat ini dalam pengembangan terutama berfokus pada penanaman teknologi
baru ke dalam ruang kerja klinis dengan mengabaikan pengalaman dokter
sebelumnya dan ketergantungan informasi pada modalitas yang ada. Dalam kasus
RFA, dengan menghilangkan modalitas USG dan dengan hanya memberikan
dokter dengan pencitraan fusion akan menghilangkan informasi penting untuk
melakukan prosedur. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman rinci tentang
informasi penting yang diberikan oleh setiap modalitas pencitraan sebelum
menghasilkan pencitraan fusion.
42
DAFTAR PUSTAKA
43