PENDAHULUAN
Nyeri didefinisikan sebagai perasaan tidak nyaman yang disampaikan oleh neuron
ataupun potensial di tubuh. Akan tetapi, rasa nyeri bukan hanya sekedar sensasi ataupun
kesadaran fisik akan rasa sakit. Nyeri juga mencakup persepsi dan interpretasi yang
mengenai lokasi sakit, intensitas dan sifatnya (Kumar, K Hanoch & Elavarasi, P, 2016).
Menurut van Hecke et. al (2013), di wilayah Eropa nyeri kronik banyak diderita oleh
Nyeri adalah suatu mekanisme proteksi dari tubuh apabila ada kerusakan jaringan
dan seseorang yang mengalami nyeri akan berusaha untuk mengobati rasa nyeri tersebut
(Guyton, 2011). Dilaporkan juga oleh Molton & Terrill (2014), jika rasa nyeri juga dapat
menyebabkan beberapa gangguan tidur pada seseorang serta apabila nyeri tersebut
diderita dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan depresi bagi penderitanya.
Oleh Guyton (2011), dijelaskan bahwa terdapat berbagai macam zat kimia yang
dan substansi P. Saat terjadi trauma pada membrane sel akan merangsang pembentukan
asam arakidonat lewat bantuan enzim phospholipase, dimana dari asam arakidonat akan
diproduksi prostaglandin dan tromboksan oleh enzim cyclooxygenase serta lipoxin dan
leukotriene oleh enzim lipooxygenase. Prostaglandin sendiri berperan besar dalam reaksi
nyawa (Gynura procumbens (Lour.) Merr.) terkandung banyak macam zat diantaranya
2005).
moyang bangsa Indonesia pun telah memanfaatkan tumbuhan sebagai ramuan obat.
Sayangnya, baru 300 jenis saja yang sudah dijadikan sebagai ramuan tradisional
(Hariana, 2004). Salah satu bentuk ramuan tradisional yang sering digunakan
masyarakat luas adalah bentuk seduhan. Dijelaskan oleh Hembing (2005), daun
Sambung Nyawa (Gynura procumbens (Lour.) Merr.) dalam bentuk rebusan berkhasiat
sebagai analgetik. Lalu dijelaskan juga oleh Abbas (2004), bahwa ayahnya telah
rebusan daun sambung nyawa (Gynura procumbens (Lour.) Merr.). Berdasarkan uraian
diatas, dalam upaya peningkatan pemanfaatan tanaman obat, perlu dilakukan penelitian
tentang efek analgetik pemberian infusum daun sambung nyawa (Gynura procumbens
(Lour.) Merr.) pada konsentrasi tertentu untuk mengetahui adanya hambatan respon
Merr.) dapat menghambat respon nyeri pada mencit yang diinduksi thermal?
procumbens (Lour.) Merr.) dalam menghambat respon nyeri pada mencit yang
diinduksi thermal.
1. Mengetahui adanya efek hambatan respon nyeri konsentrasi 5%, 10%, 20%
infusum daun Sambung Nyawa (Gynura procumbens (Lour.) Merr.) yang dapat
(Gynura procumbens (Lour.) Merr.) 5%, 10%, 20% dalam hambatan respon
nyeri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Klasifikasi
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Gynurales
Famili : Asteraceae
Genus : Gynura
2.1.2 Sinonim
daun Sambung Nyawa atau daun Umbi Dewa. Memiliki nama simplisia Gynurae
Hampir sama dengan tanaman yang lain, daun Sambung Nyawa (Gynura
procumbens (Lour.) Merr.) membutuhkan iklim yang sesuai dan kandungan tanah
yang subur. Tanaman ini dapat tumbuh pada dataran rendah dengan iklim sedang
Dijelaskan oleh Winarto (2007), daun Sambung Nyawa mempunyai daun tunggal,
tebal, lunak , berair dan tersebar mengelilingi batangnya. Helaian daunnya berwarna
hijau muda yang memiliki panjang sekitar 6 cm dan lebar 3,5 cm serta dikedua
alkaloid, saponin (sejenis glikosida), minyak atsiri, flavonoid, tanin, alkohol, etanol,
asam fenolat, asam vanilat dan lain-lain. Daun Sambung Nyawa berkhasiat sebagai
antiinflamasi, analgetik, anti tumor, anti diare, antifungi dan antioksidan (Winarno,
2009).
potensial (Taddio et. al, 2010). Nyeri berperan penting sebagai mekanisme
pertahanan diri apabila terdapat jaringan yang rusak dan menimbulkan reaksi untuk
Nyeri sendiri bersifat subyektif, dimana setiap individu akan menunjukan respon
atau ekspresi yang berbeda apabila terdapat stimulus yang melukai. Oleh karena itu
yang menjadi pertanda adanya kerusakan dalam tubuh, dan dari definisi-definisi
diatas nyeri merupakan gabungan antara respon sensorik, afektif dan psikomotor,
sehingga korelasi nyeri dengan kerusakan jaringan tidaklah sama dan konsisten.
Laporan serta keluhan dari pasien berarti penting dalam penegakan diagnosis nyeri
dari empat proses komponen yaitu, transduksi, transmisi, modulasi dan persepsi,
dimana stumulus nyeri dari perifer akan dihantarkan sampai ke sistem saraf pusat
a. Proses Transduksi
Pada proses ini stimulus nyeri, seperti tekanan fisik, kimia, dan suhu diubah
menjadi aktivitas elektrik yang akan diterima oleh ujung saraf perifer (nerve
serotonin dan histamin (Daniela et. al, 2010; Breivik et. al, 2008).
b. Proses Transmisi
Proses ini merupakan lanjutan dari proses transduksi dimana impuls akan
disalurkan melalui serabut A-delta dan C menuju medulla spinalis, akan tetapi
sebelum diteruskan ke thalus impuls tadi akan dimodulasi terlebih dahulu oleh
dipersepsikan menjadi nyeri (Daniela et. al, 2010; Uman et. al, 2007).
c. Proses Modulasi
Pada proses ini terjadi perubahan transmisi nyeri pada SSP, dimana akan terjadi
serotonin) yang dihasilkan tubuh dengan input nyeri yang masuk ke kornu
pada setiap individu (Daniela et. al, 2010; Breivik et. al, 2008; Uman et. al,
2007)
d. Proses Persepsi
Dari proses ini akan dihasilkan persepsi nyeri, yang sifatnya subjektif, yang
merupakan hasil akhir dari proses-proses sebelumnya (Daniela et. al, 2010)
Gambar : 2.2 Biosintesis Prostaglandin (Kalinski & Alerts, 2017)
1. Nyeri Akut
Nyeri ini biasanya berlangsung beberapa detik sampai kurang dari setengah
tahun dan biasanya berkaitan dengan trauma fisik. Nyeri ini juga menunjukkan
bahwa cedera telah terjadi. Apabila tidak disertai kerusakan yang lama dan
penyakit sistemik, umumnya nyeri ini akan berangsur membaik seiring dengan
2. Nyeri Kronik
Nyeri ini biasanya menetep dalam kurun waktu yang lama, sifatnya konstan
atau intermitten. Nyeri kronik berlangsung enam bulan atau lebih dan sering
tidak dapat dihubungkan dengan penyebab atau cedera fisik (Petter & Perry,
2005).
Metode ini memanfaatkan seperangkat alat berupa pelat panas dengan suhu yang
3. Stimulasi Listrik
Metode ini dilakukan dengan meletakkan kepingan metal yang beraliran listrik
pada alas kandang, kemudian hewan coba diletakkan dalam kandang. Teriakan
4. Stimulasi Kimia
Metode ini dilakukan dengan memberikan rasa nyeri yang ditimbulkan oleh zat
kimia yang disuntikkan intraperitoneal pada hewan uji. Beberapa zat yang sering
digunakan adalah asam asetat dan fenil p-benzokuinon (Vogel, 2002; Parmar &
Prakash, 2006).
Non Steroidal Anti-Inflamatory Drugs biasa juga disebut dengan analgesik non
narkotik, merupakan suatu sediaan obat yang dapat meredakan nyeri tanpa
menyebabkan adiksi (Wilmana & Gan, 2007). Obat golongan ini bekerja dalam
(O’Neil C.K, 2008). Obat golongan ini dapat digunakan untuk pengobatan nyeri
NSAID non selektif (menghambat COX-1 dan COX-2) dan NSAID selektif
AINS
Generasi 1:
Aspirin Selekoksib
Nimesulid
Indometasin Rofekoksib
Meloksikam
Piroksikam Valdekoksib
Nabumeton
Ibuprofen Parekoksib
Diklofenak
Naproksen Eterikoksib
Etodolak
Asam Mefenamat Generasi 2:
Lumirakoksib
2.3.1 Parasetamol
Asetaminophen merupakan analgetik yang merupakan derivat para amino fenol dan
juga merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik yang sama. Gugus
Asetaminophen mempunyai efek sebagai analgetik dan antipiretik, akan tetapi efek
dan dijual bebas dengan atau tanpa resep dokter di berbagai negara. Penggunaan
berlebih obat ini dapat menyebabkan kerusakan hati dan sering dikaitkan dengan
2.3.1.1 Farmakodinamik
2.3.1.2 Farmakokinetik
2.4 Kerangka Teori
Steroid Flavonoid
COX
Prostaglandin
Inflamasi
Respon Nyeri
Terdapat pengaruh penurunan respon nyeri pada pemberian infusum daun Sambung
Nyawa (Gynura procumbens (Lour.) Merr.) pada mencit yang diinduksi thermal.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.2.1 Variabel
Respon nyeri
fisik dan banyak gerak), berat 20-30 gram, umur 2-3 bulan.
3.4.1 Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah hotplate, kandang mencit, kain
ukuran 23 G.
3.4.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penilitian ini diantaranya, daun Sambung Nyawa
(Gynura procumbens (Lour.) Merr.) segar yang diperoleh dari Toko Tanaman
sebagai berikut:
Infusum dengan konsentrasi 5%, 10%, dan 20% dibuat dengan menimbang 5,
10, dan 20 gram daun Sambung Nyawa segar yang dihaluskan, masing-masing
ditambahkan aquadest 125 ml, lalu dipanaskan. Angkat dan dinginkan selama
15 menit ketika suhunya telah mencapai 90°C. Setelah itu disaring dengan
kertas flanel dan hasil saringan ditambahkan air sampai volume 100 ml.
paracetamol dari manusia dengan berat badan 70 kg ke berat badan mencit (20
g) dan hasilnya adalah 0,0026. Maka dosis untuk mencit didapatkan 6,06 mg/ 20
gr BB mencit dan untuk setiap gram mencit didapatkan 0,3 mg/ gr BB.
berat 20-30 gram dan sehat. Kemudian diambil 30 ekor mencit yang
Biologi FK Unissula.
procumbens (Lour.) Merr.) 10% (po) sebanyak 0,01 ml/ gr BB, setelah
procumbens (Lour.) Merr.) 20% (po) sebanyak 0,01 ml/ gr BB, setelah
kaki depan atau loncatan pada mencit per 5, 10, 15, 20, 25 dan 30 menit.
Parasetamol diambil menggunakan spuit 1 cc dengan dosis 0,3 ml/ gr BB, lalu
ganti ujung jarum dengan sonde, berikan secara per oral dan masukan secara
perlahan.
menggunakan spuit 2 cc dengan dosis 0,01 ml/ gr BB, lalu ganti ujung jarum
dengan sonde, berikan secara per oral dan masukan secara perlahan.
hotplate 80°C. Gejala berupa jilatan/angkatan pada kaki atau loncatan pada pada
mencit.
80°C. Jumlah geliat dihitung selama 30 menit setelah induksi dan dicatat per 5,
Breivik, H., Borchgrevink, P.C., Allen, S.M., Rosseland, L., Romundstad, L., Hals,
E.K.B., et al. (2008). Assessment of pain. British Journal of Anaesthesia 101(1), 17–
24.
Dalimarta S. 2005. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Jilid ke-1. Trubus Agriwidya.
Jakarta.
Daniela, M., Clarisa, N., Virgil, V., Elisabeta, V., & Schneider, F. (2010). Physiology of
pain – general mechanisms and individual differences. Jurnal Medical Aradean, 8(4),
19-23.
Hartsell C, Ospina M. How prevalent is chronic pain? Pain: Clinical Updates. 2003; 11:
1-4.
International Association for the Study of Pain (IASP) (2010). What causes cancer pain.
Parmar, N.S. & Prakash, S. (2006). Screening Methods in Pharmacology. Oxford: Apha
Srouji, R,. Ratnapalan, S., & Schneeweiss, S. (2010). Pain in children: assessment and
Taddio, A., Appleton, M., Bortolussi, R., Chambers, C., Dubey, V., Halperin, S., et al.
Uman, L.S., Chambers, C.T., McGrath, P.J., & Kisely, S. (2007). Psychological
Winarno, M.Wien., S. Yesi dan H. Soedarso., 2009. Efek Daun Dewa terhadap
Peningkatan Trombosit Tikus Putih yang Diinduksi Hidroksi Urea. Jur. Kefarmasian
Winarto, W.P dan Sidik.2007. Tanaman Obat Indonesia Untuk Pengobatan Herbal. Jilid
Nonsteroid dan Obat Gangguan Sendi Lainnya. Farmakologi dan Terapi, Ed. 5.
Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 230, 231 &
233.