Anda di halaman 1dari 20

BAB 6

GEOTECH
Geotechnical Engineering atau Ilmu teknik yang mempelajari tentang keadaan struktural tan sifat-sifat
tanah adalah salah satu ilmu yang sangat diperlukan di dunia kerja Teknik Sipil.
Pengertian tanah menurut beberapa sumber :
Menurut Kamus Umum
Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang gembur, seperti halnya lahan dan debu
Menurut Ensiklopedi Indonesia
Tanah adalah campuran bagian-bagian batuan dengan material dan bahan organik yang merupakan sisa
kehidupan yang timbul pada permukaan bumu akibat pelapukan karena proses waktu.
Ilmu mekanika yang dipakai adalah ilmu Mekanika Tanah. Hal ini dikarenakan tanah berbeda dengan
material lain yang ada didunia ini, baik dibandingkan dengan kayu, baja, air ataupun beton. Jika kayu, baja
dan beton yang merupakan tipe material yang solid, maka dipakailah jenis ilmu Solid Mechanic (Mekanika
Bahan) sedang untuk air dapat dipakai ilmu Fluid Mechanic (Mekanika Fluida). Sedang tanah berbeda dari
kedua tipe material diatas karena dalam tanah mengandung air (fluida), udara dan butiran tanah (solid). Hal
ini lah yang membuat tanah berbeda dari material lain sehingga tanah memiliki ilmu mekanika sendiri yang
dinamakan Soil Mechanic (Mekanika Tanah). Soil Mechanic adalah suatu cabang ilmu geoteknik yang
mempelajari mengenai struktur dan sifat tanah.

1. Rock Mass Rating (RMR)


Rock Mass Rating (RMR) atau juga dikenal dengan Geomechanichs Classification
dikembangkan oleh Bieniawski pada tahun 1972-1973. Metode rating dipergunakan pada
klasifikasi ini. Besaran rating tersebut didasarkan pada pengalaman Bieniawski dalam
mengerjakan proyek-proyek terowongan dangkal. Metode ini telah dikenal luas dan banyak
diaplikasikan pada keadaan dan lokasi yang berbeda-beda seperti tambang pada batuan kuat,
terowongan, tambang batubara, kestabilan lereng, dan kestabilan pondasi. Metode ini
dikembangkan selama bertahun-tahun seiring dengan berkembangnya studi kasus yang tersedia
dan disesuaikan dengan standar dan prosedur yang berlaku secara internasional (Bieniawski,
1979).
Metode klasifikasi RMR merupakan metode yang sederhana dalam penggunaannya, dan
parameter-parameter yang digunakan dalam metode ini dapat diperoleh baik dari data lubang bor
maupun dari pemetaan struktur bawah tanah. Metode ini dapat diaplikasikan dan disesuaikan untuk
situasi yang berbeda-beda seperti tambang batubara, tambang pada batuan kuat (hard rock)
kestabilan lereng, kestabilan pondasi, dan untuk kasus terowongan.
Dalam menerapkan sistem ini, massa batuan dibagi menjadi seksi-seksi menurut struktur
geologi dan masing-masing seksi diklasifikasikan secara terpisah. Batas-batas seksi umumnya
struktur geologi mayor seperti patahan atau perubahan jenis batuan. Perubahan signifikan dalam
spasi atau karakteristik bidang diskontinu mungkin menyebabkan jenis massa batuan yang sama
dibagi juga menjadi seksi-seksi yang berbeda.
Tujuan dari sistem RMR adalah untuk mengklasifikasikan kualitas massa batuan dengan
menggunakan data permukaan, dalam rangka untuk memandu metode penggalian dan juga untuk
memberikan rekomendasi pertambangan mendukung serta rentang yang tidak didukung dan stand-
up time. Selain itu, menurut metode RMR, yang tergantung pada kondisi massa batuan di daerah
penelitian, penelitian ini juga mencoba untuk mencari tahu risiko rekayasa potensi yang mungkin
terjadi selama konstruksi pertambangan dan berusaha untuk menunjukkan metode yang tepat
untuk mengendalikan dan mencegah seperti risiko-risiko potensial.

1.1 Klasifikasi massa batuan metode RMR (Rock Mass Rating)


Dalam mengklasifikasikan massa batuan berdasarkan sistem Klasifikasi RMR, Bieniawski
menggunakan lima parameter utama yang dijumlahkan untuk memperoleh nilai total RMR, yaitu
;
a. Uniaxial Compressive Strength (UCS)
b. Rock Quality Designation (RQD)
c. Jarak antar (spasi) kekar (Spacing of discontinuities)
d. Kondisi kekar (Condition of discontinuities)
e. Kondisi air tanah (Groundwater conditions)

Berikut ini sekilas penjelasan mengenai kelima parameter yang dipakai dalam sistem
klasifikasi RMR :
a. Uniaxial Compressive Strength (UCS)
Uniaxial Compressive Strength (UCS) adalah kekuatan dari batuan utuh (intact rock) yang
diperoleh dari hasil uji UCS. Uji UCS menggunakan mesin tekan untuk menekan sampel batuan
dari satu arah ( uniaxial). Nilai UCS merupakan besar tekanan yang harus diberikan sehingga
membuat batuan pecah. Sedangkan point load index merupakan kekuatan batuan batuan lainnya
yang didapatkan dari uji point load. Jika UCS memberikan tekanan pada permukaan sampel, pada
uji point load, sampel ditekan pada satu titik. Untuk sampel dengan ukuran 50 mm, Bieniawski
mengusulkan hubungan antara nilai point load strength index (Is) dengan UCS adalah UCS = 23
Is. Pada umumnya satuan yang dipakai untuk UCS dan Is adalah MPa.
Pada perhitungan nilai RMR, parameter kekuatan batuan utuh diberi bobot berdasarkan nilai
UCS atau nilai PLI-nya seperti tertera pada tabel dibawah ini.

Tabel kekuatan material batuan utuh (Bienawski, 1989)


PLI Ratin
Deskripsi Kualitatif UCS (MPa)
(MPa) g
Sangat kuat sekali (exceptionally
>250 >10 15
strong)
Sangat kuat (very strong) 100-250 4-10 12
Kuat (strong) 50-100 2-4 7
Sedang (average) 25-50 1-2 4
Lemah (weak) 5-25 Pengguna 2
Sangat lemah (very weak) 1-5 an UCS 1
lebih
Sangat lemah sekali (extremely weak) <1 dilanjutka 0
n

b. Rock Quality Designation (RQD)


RQD didefinisikan sebagai prosentase panjang core utuh yang lebih dari 10 cm terhadap
panjang total core run. Diameter core yang dipakai dalam pengukuran minimal 54.7 mm. Dan
harus dibor dengan double-tube core barrel. Perhitungan RQD mengabaikan mechanical fracture
yaitu fracture yang dibuat secara sengaja atau tidak selama kegiatan pengeboran atau pengukuran
(Hoek, dkk. 1995). Kondisi air tanah (Groundwater conditions).

Tabel Rock Quality Designation (RQD) (Bieniawski, 1989)


RQD (%) Kualitas Batuan Rating
<25 Sangat jelek (very poor) 3
25-50 Jelek (poor) 8
50-75 Sedang (fair) 13
75-90 Baik (good) 17
90-100 Sangat baik (excellent) 20

c. Jarak antar (spasi) kekar (Spacing of discontinuities)


Jarak antar (spasi) kekar didefinisikan sebagai jarak tegak lurus antara dua kekar berurutan
sepanjang garis pengukuran yang dibuat sembarang. Sementara Sen dan Eissa (1991)
mendefinisikan spasi kekar sebagai suatu panjang utuh pada suatu selang pengamatan. Menurut
ISRM, jarak antar (spasi) kekar adalah jarak tegak lurus antara bidang kekar yang berdekatan
dalam satu set kekar.
Pada perhitungan nilai RMR, parameter jarak antar (spasi) kekar diberi bobot berdasarkan nilai
spasi kekar-nya seperti tertera pada tabel dibawah ini.

Tabel jarak antar (spasi) kekar (Bieniawski, 1989)


Deskripsi Spasi kekar (m) Rating
Sangat lebar (very wide) >2 20
Lebar (wide) 0,6 - 2 15
Sedang (moderate) 0,2 - 0,6 10
Rapat (close) 0,006 - 0,2 8
Sangat rapat (very close) <0,006 5

d. Kondisi kekar (Condition of discontinuities)


Ada lima karakteristik kekar yang masuk dalam pengertian kondisi kekar, meliputi
kemenerusan (persistence), jarak antar permukaan kekar atau celah (separation/aperture),
kekasaran kekar ( roughness), material pengisi (infilling/gouge), dan tingkat kelapukan
(weathering). karakteristik tersebut adalah sebagai berikut:
 Roughness
Roughness atau kekasaran permukaan bidang diskontinu merupakan parameter yang penting
untuk menentukan kondisi bidang diskontinu. Suatu permukaan yang kasar akan dapat mencegah
terjadinya pergeseran antara kedua permukaan bidang diskontinu.
Tabel penggolongan dan pembobotan kekasaran menurut Bienawski (1976).
Kekasaran Deskripsi Pembobotan
Permukaan
Sangat kasar Apabila diraba permukaan sangat tidak rata, 6
(very rough) membentuk punggungan dengan sudut terhadap
bidang datar mendekati vertical,
Kasar (rough) Bergelombang, permukaan tidak rata, butiran 5
pada permukaan terlihat jelas, permukaan kekar
terasa kasar.
Sedikit kasar Butiran permukaan terlihat jelas, dapat 3
(slightly rough) dibedakan, dan dapat dirasakan apabila diraba
Halus (smooth) Permukaan rata dan terasa halus bila diraba 1
Licin berlapis Permukaan terlihat mengkilap 0
(slikensided)

 Separation
Merupakan jarak antara kedua permukaan bidang diskontinu. Jarak ini biasanya diisi oleh material
lainya (filling material) atau bisa juga diisi oleh air. Makin besar jarak ini, semakin lemah bidang
diskontinu tersebut.
 Continuity
Continuity merupakan kemenerusan dari sebuah bidang diskontinu, atau juga merupakan panjang
dari suatu bidang diskontinu.
 Weathering
Weathering menunjukkan derajat kelapukan permukaan diskontinu.

Tabel tingkat pelapukan batuan (Bieniawski, 1976).


Klasifikasi Keterangan
Tidak terlapukkan Tidak terlihat tanda-tanda pelapukan, batuan segar,
butiran kristal terlihat jelas dan terang.
Sedikit terlapukkan Kekar terlihat berwarna atau kehitaman, biasanya terisi
dengan lapisan tipis material pengisi. Tanda kehitaman
biasanya akan nampak mulai dari permukaan sampai ke
dalam batuan sejauh 20% dari spasi.
Terlapukkan Tanda kehitaman nampak pada permukaan batuan dan
sebagian material batuan terdekomposisi. Tekstur asli
batuan masih utuh namun mulai menunjukkan butiran
batuan mulai terdekomposisi menjadi tanah.
Sangat terlapukkan Keseluruhan batuan mengalami perubahan warna atau
kehitaman. Dilihat secara penampakan menyerupai
tanah, namun tekstur batuan masih utuh, namun butiran
batuan telah terdekomposisi menjadi tanah.
 Infilling (gouge)
Filling atau material pengisi antara dua permukaan bidang diskontinu mempengaruhi stabilitas
bidang diskontinu dipengaruhi oleh ketebalan, konsisten atau tidaknya dan sifat material pengisi
tersebut. Filling yang lebih tebal dan memiliki sifat mengembang bila terkena air dan berbutir
sangat halus akan menyebabkan bidang diskontinu menjadi lemah.

Dalam perhitungan RMR, parameter-parameter diatas diberi bobot masing- masing dan
kemudian dijumlahkan sebagai bobot total kondisi kekar. Pemberian bobot berdasarkan pada tabel
dibawah ini.

Tabel Panduan Klasifikasi Kondisi Kekar (Bieniawski, 1989).


Parameter Rating

Panjang kekar <1m 1-3 m 3-10 m 10-20 m >20 m

Persistence/continuity 6 4 2 1 0

Jarak antar permukaan Tidak ada < 0,1 mm 0,1–1,0 mm 1-5 mm > 5 mm

kekar
6 5 4 1 0
(separation/aperture)

Kekasaran kekar Sangat kasar Kasar Sedikit kasar Halus Slickensided

(roughness) 6 5 3 1 0
Keras Lunak
Material pengisi Tidak ada
< 5 mm > 5 mm < 5 mm > 5 mm
(infilling/gouge)
6 4 2 2 0

Tidak lapuk Sedikit lapuk Lapuk Sangat lapuk Hancur


Kelapukan (weathering)
6 5 3 1 0

e. Kondisi Air Tanah


Debit aliran air tanah atau tekanan air tanah akan mempengaruhi kekuatan massa batuan. Oleh
sebab itu perlu diperhitungkan dalam klasifikasi massa batuan. Pengamatan terhadap kondisi air
tanah ini dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu :
 Inflow per 10 m tunnel length : menunjukkan banyak aliran air yang teramati setiap 10 m panjang
terowongan. Semakin banyak aliran air mengalir maka nilai yang dihasilkan untuk RMR akan
semakin kecil.
 Joint Water Pressure : semakin besar nilai tekanan air yang terjebak dalam kekar (bidang
diskontinu) maka nilai yang dihasilkan untuk RMR akan semakin kecil.
 General condition : mengamati atap dan dinding terowongan secara visual, sehingga
secara
umum dapat dinyatakan dengan keadaaan umum dari permukaan seperti kering, lembab,
menetes atau mengalir. Untuk penelitian ini, cara ketiga ini yang digunakan.

Kondisi air tanah yang ditemukan pada pengukuran kekar diidentifikasikan sebagai salah satu
kondisi berikut : kering (completely dry), lembab (damp), basah (wet), terdapat tetesan air
(dripping), atau terdapat aliran air (flowing). Pada perhitungan nilai RMR, parameter kondisi air
tanah (groundwater conditions) diberi bobot berdasarkan tabel dibawah ini.

Tabel Kondisi air tanah (Bieniawski, 1989).


Kering Terdapat Terdapat
Lemba
Kondisi umum (completely Basah tetesan air aliran air
b
dry) (dripping) (flowing)
Debit air tiap 10
Tidak ada < 10 10 – 25 25 – 125 > 125
m panjang
terowongan
(liter/menit)
Tekanan air pada
kekar / tegangan 0 < 0,1 0,1-0,2 0,1-0,2 > 0,5
prinsipal mayor
Rating 15 10 7 4 0

1.3. Orientasi Kekar (Orientation of discontinuities)


Parameter ini merupakan penambahan terhadap kelima parameter sebelumnya. Bobot yang
diberikan untuk parameter ini sangat tergantung pada hubungan antara orientasi kekar-kekar yang
ada dengan metode penggalian yang dilakukan. Oleh karena itu dalam perhitungan, bobot
parameter ini biasanya diperlakukan terpisah dari lima parameter lainnya.

Lima parameter pertama mewakili parameter dasar dari sistem klasifikasi ini. Nilai RMR
yang dihitung dari lima parameter dasar tadi disebut RMR basic. Hubungan antara RMRbasic dengan
RMR ditunjukkan pada persamaan dibawah ini.
RMR = RMRbasic + penyesuaian terhadap orientasi kekar
dimana, RMRbasic = ∑ parameter (a+b+c+d+e)

1.4. Penggunaan Rock Mass Rating (RMR)


Setelah nilai bobot masing-masing parameter-parameter diatas diperoleh, maka jumlah
keseluruhan bobot tersebut menjadi nilai total RMR. Nilai RMR ini dapat dipergunakan untuk
mengetahui kelas dari massa batuan, memperkirakan kohesi dan sudut geser dalam untuk tiap kelas
massa batuan seperti terlihat pada tabel dibawah ini.

Tabel Kelas massa batuan, kohesi dan sudut geser dalam berdasarkan nilai RMR (Bieniawski,
1989).
Profil massa
Deskripsi
batuan
Rating 100-81 80-61 60-41 40-21 20-0
Kelas massa Sangat Sangat
Baik Sedang Jelek
batuan baik jelek
> 400 300-400 200-300 100-200
Kohesi < 100 kPa
kPa kPa kPa kPa
Sudut geser
> 45º 35 º-45 º 25 º-35 º 15 º-25 º < 15 º
dalam

Kondisi massa batuan dievaluasi untuk setiap setiap bidang diskontinu yang ada
(Bieniawski,1989). Dengan menjumlahkan semua rating dari lima parameter akan diperoleh nilai
RMR dasar yang belum memperhitungkan orientasi bidang diskontinu.
Adjusment terhadap orientasi bidang diskontinu ini dipisahkan dalam perhitungan nilai RMR
karena pengaruh dari bidang diskontinu tersebut tergantung pada aplikasi engineering-nya, seperti
terowongan, chamber, lereng atau fondasi (Edelbro, 2003). Arah umum dari bidang diskontinu
berupa strike dan dip, akan mempengaruhi kestabilan lubang bukaan. Hal ini ditentukan oleh
sumbu dari lubang bukaan tersebut, apakah tegak lurus strike atau sejajar strike, penggalian lubang
bukaan tersebut, apakah searah dip atau berlawanan arah dengan dip dari bidang diskontinu.
RMR dapat digunakan sebagai panduan memilih penyangga terowongan. Panduan ini
tergantung pada beberapa faktor seperti kedalaman lubang bukaan dari permukaan, ukuran dan
bentuk terowongan serta metode penggalian yang dipakai (Bieniawski,1989)
Sedangkan untuk menentukan kestabilan lubang bukaan dapat ditentukan melalui stand-up
time dari nilai RMR menggunakan grafik span terhadap stand-up time. Keakuratan dari stand-
up time ini menjadi diragukan karena nilai stand-up time sangat dipengaruhi oleh metode
penggalian, ketahanan terhadap pelapukan (durability), dan kondisi tegangan in situ yang
merupakan parameter-parameter penting yang tidak tercakup dalam metode klasifikasi RMR.
Oleh karena itu, sebaiknya grafik ini digunakan hanya untuk tujuan perbandingan semata.

1.5. Rock Mass Rating basic (RMRbasic)


RMRbasic adalah nilai RMR dengan tidak memasukkan parameter orientasi kekar dalam
perhitungannya. Untuk keperluan analisis kemantapan suatu lereng, Bieniawski (1989)
merekomendasikan untuk memakai sistem Slope Mass Rating (SMR) sebagai metode koreksi
untuk parameter orientasi kekar.
Sedangkan RMRbasic adalah nilai RMRbasic dengan parameter kondisi air diasumsikan
kering. RMRbasic bertujuan untuk melihat kondisi batuan secara alami tanpa adanya pengaruh air.
Tabel Kelebihan Dan Kelemahan Metode RMR Bieniawski (Swart, A. H., 2004).
Kelebihan Kekurangan
Telah dikenal dan Sangat bergantung terhadap metode penggalian yang
digunakan secara luas. digunakan. Rekomendasi penyangga yang diberikan
hanya berlaku untuk bentuk terowongan tapal kuda
dengan span maksimum 10 m dan kedalaman
maksimum 900 m.
Adanya faktor koreksi Faktor koreksi terhadap orientasi kekar merupakan
terhadap orientasi kekar kategori yang kasar dan sulit ditentukan tanpa
pengalaman yang luas. Pada kondisi terburuk,
orientasi kekar tidak dipertimbangkan untuk
mendapatkan pengaruh yang dominan pada perilaku
massa batuan.
Adanya factor koreksi Dalam praktiknya, beberapa kondisi kekar tidak
terhadap pengaruh air dapat digambarkan secara akurat
tanah.
Kondisi kekar yang Nilai RQD ditentukan melalui persamaan yang
digambarkan meliputi diberikan oleh Palmström. Nilai RQD yang
kontinuitas, separasi, diberikan oleh persamaan ini bisa menghasilkan
kekasaran, isian, dan nilai yang lebih besar daripada nilai RQD yang
alterasi kekar. dihitung secara aktual.
Mudah menggabungkan
Metode RMR memperhitungkan frekuensi kekar dua
parameter- parameter
kali, yaitu melalui RQD dan jarak antar kekar. Oleh
yang diukur yaitu RQD
karena itu, metode ini sangat sensitif terhadap
dan jarak antar kekar
perubahan dari spasi fraktur yang ada.
untuk menjelaskan
frekuensi kekar ataupun
ukuran blok.
Kuat tekan uniaksial Tidak memperhitungkan pengaruh dari tegangan
digunakan untuk terinduksi dalam perkiraan kestabilan lubang bukaan.
menentukan kekuatan
batuan intak. Nilai
inidapat dengan mudah
ditentukan uji poin load
secara langsung
dilapangan.
Parameter-parameter Metode RMR dikembangkan dari latar belakang
penting dari massa batuan teknik sipil yang berbeda dengan penggalian
dapat ditentukan dari nilai berbentuk lombong-lombong.
RMR.
Metode RMR sangat tidak sensitif terhadap kuat
tekan batuan intak yang merupakan parameter
penting dalam perilaku teknik dari massa batuan
tertentu (Pells, 2000).
Metode RMR tidak dapat membedakan perbedaan
grade dari material batuan yang dihadapi dengan baik
(Pells, 2000).
Keakuratan dari nilai stand-up time yang diberikan
oleh Bieniawski diragukan sejak nilai ini sangat
bergantung terhadap metode penggalian yang
digunakan, durability dan tegangan in situ yang
merupakan parameter penting yang tidak tercakup
dalam metode RMR. Oleh karena itu, grafik tersebut
hanya digunakan untuk kepentingan perbandingan
semata.
Tidak memperhitungkan laju pada saat batuan segar
melapuk ketika tersingkap ke permukaan.
2. PENGERTIAN STABILITAS LERENG/LONGSOR
Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut kemiringan tertentu dengan
bidang horizontal Lereng dapat terbentuk secara alamiah karena proses geologi ataukarena dibuat
oleh manusia. Lereng yang terbentuk secara alamiah misalnya lereng bukitdan tebing sungai,
sedangkan lereng buatan manusia antara lain yaitu galian dan timbunanuntuk membuat jalan raya
dan jalan kereta api, bendungan, tanggul sungai dan kanal sertatambang terbuka.Suatu longsoran
adalah keruntuhan dari massa tanah yang terletak pada sebuahlereng sehingga terjadi pergerakan
massa tanah ke bawah dan ke luar. Longsoran dapatterjadi dengan berbagai cara, secara perlahan-
lahan atau mendadak serta denganataupun tanpa tanda-tanda yang terlihat.Setelah gempa bumi,
longsoran merupakan bencana alam yang paling banyak mengakibatkan kerugian materi maupun
kematian. Kerugian dapat ditimbulkan oleh suatulongsoran antara lain yaitu rusaknya lahan
pertanian, rumah, bangunan, jalurtransportsi serta sarana komunikasi.Analisis kestabilan lereng
harus berdasarkan model yang akurat mengenai kondisimaterial bawah permukaan, kondisi air
tanah dan pembebanan yang mungkin bekerja padalereng. Tanpa sebuah model geologi yang
memadai, analisis hanya dapat dilakukandengan menggunakan pendekatan yang kasar sehingga
kegunaan dari hasil analisis dapatdipertanyakan.Beberapa pendekatan yang dapat dilakukan
adalah dengan menggunakan metode-metode seperti : metode Taylor, metode janbu, metode
Fenellius, metode Bishop, dll
Dalam menentukan kestabilan atau kemantapan lereng dikenal istilah faktor keamanan
(safety factor) yang merupakan perbandingan antara gaya-gaya yang menahan gerakan terhadap
gaya-gaya yang menggerakkan tanah tersebut dianggap stabil, bila dirumuskan sebagai berikut :

Faktor kemanan (F) = gaya penahan / gaya penggerak

Dimana untuk keadaan :

• F > 1,0 : lereng dalam keadaan mantap

• F = 1,0 : lereng dalam keadaan seimbnag, dan siap untuk longsor

• F < 1,0 : lereng tidak mantap

Jadi dalam menganalisis kemantapan lereng akan selalu berkaitan dengan perhitungan untuk
mengetahui angka faktor keamanan dari lereng tersebut. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
kemantapan lereng, antara lain :
• Penyebaran batuan

Penyebaran dan keragaman jenis batuan sangat berkaitan dengan kemantapan lereng, ini karena
kekuatan, sifat fisik dan teknis suatu jenis batuan berbeda dengan batuan lainnya. Penyamarataan
jenis batuan akan mengakibatkan kesalahan hasil analisis. Misalnya :

kemiringan lereng yang terdiri dari pasir tentu akan berbeda dengan lereng yang terdiri dari
lempung atau campurannya.

• Struktur geologi

Struktur geologi yang mempengaruhi kemantapan lereng dan perlu diperhatikan dalam analisis
adalah struktur regional dan lokal. Struktur ini mencakup sesar, kekar, bidang perlapisan, sinklin
dan antiklin, ketidakselarasan, liniasi, dll. Struktur ini sangat mempengaruhi kekuatan batuan
karena umumnya merupakan bidang lemah pada batuan tersebut, dan merupakan tempat rembesan
air yang mempercepat proses pelapukan.

• Morfologi

Keadaan morfologi suatu daerah akan sangat mempengaruhi kemantapan lereng didaerah tersebut.
Morfologi yang terdiri dari keadaan fisik, karakteristik dan bentuk permukaan bumi, sangat
menentukan laju erosi dan pengendapan yang terjadi, menent ukan arah aliran air permukaan
maupun air tanah dan proses pelapukan batuan.

• Iklim

Iklim mempengaruhi temperatur dan jumlah hujan, sehingga berpengaruh pula pada proses
pelapukan. Daerah tropis yang panas, lembab dengan curah hujan tinggi akan menyebabkan proses
pelapukan batuan jauh lebih cepat daripada daerah sub-tropis. Karena itu ketebalan tanah di daerah
tropis lebih tebal dan kekuatannya lebih rendah dari batuan segarnya.

• Tingkat pelapukan

Tingkat pelapukan mempengaruhi sifat-sifat asli dari batuan, misalnya angka kohesi, besarnya
sudut geser dalam, bobot isi, dll. Semakin tinggi tingkat pelapukan, maka kekuatan batuan akan
menurun.

• Hasil kerja manusia


Selain faktor alamiah, manusia juga memberikan andil yang tidak kecil. Misalnya, suatu lereng
yang awalnya mantap, karena manusia menebangi pohon pelindung, pengolahan tanah yang tidak
baik, saluran air yang tidak baik, penggalian / tambang, dan lainnya menyebabkan lereng tersebut
menjadi tidak mantap, sehingga erosi dan longsoran mudah terjadi.

Pada dasarnya longsoran akan terjadi karena dua sebab, yaitu naiknya tegangan geser (she ar st ree
s) dan menurunnya kekuatan geser (shear strenght). Adapun faktor yang dapat menaikkan
tegangan geser adalah :

• Pengurangan penyanggaan lateral, antara lain karena erosi, longsoran terdahulu yang
menghasilkan lereng baru dan kegiatan manusia.
• Pertambahan tegangan, antara lain karena penambahan beban, tekanan air rembesan, dan
penumpukan.
• Gaya dinamik, yang disebabkan oleh gempa dan getaran lainnya.
• Pengangkatan atau penurunan regional, yang disebabkan oleh gerakan pembentukan pegunungan
dan perubahan sudut kemiringan lereng.
• Pemindahan penyangga, yang disebabkan oleh pemotongan tebing oleh sungai, pelapukan dan
erosi di bawah permukaan, kegiatan pertambangan dan terowongan, berkurangnya/hancurnya
material dibagian dasar.
• Tegangan lateral, yang ditimbulkan oleh adanya air di rekahan serta pembekuan air,
penggembungan lapisan lempung dan perpindahan sisa tegangan.

Sedangkan faktor yang mengurangi kekuatan geser adalah :


• Keadaan atau rona awal, memang sudah rendah dari awal disebabkan oleh komposisi, tekstur,
struktur dan geometri lereng.
• Perubahan karena pelapukan dan reaksi kimia fisik, yang menyebabkan lempung berposi menjadi
lunak, disinteggrasi batuan granular, turunnya kohesi, pengggembungan lapisan lempung,
pelarutan material penyemen batuan
• Perubahan gaya antara butiran karena pengaruh kandungan air dan tekanan air pori.
• Perubahan struktur, seperti terbentuknya rekahan pada lempung yang terdapat di tebing / lereng.
3. JENIS-JENIS LERENG/LONGSOR
dalam bidang teknik sipil ada dua jenis lereng, yaitu :
3.1. Lereng Alam (Natural Slopes)
Lereng alam terbentuk karena proses alam. Gangguan terhadap kestabilan terjadi bilamana tahanan
geser tanah tidak dapat mengimbangi gaya-gaya yang menyebabkan gelincir pada bidang
longsor. Lereng alam yang telah stabil selama bertahun-tahun dapat saja mengalami longsor
akibat hal-hal berikut :

1) Gangguan luar akibat pemotongan atau timbunan baru.


2) Gempa.
3) Kenaikan tekanan air pori (akibat naiknya muka air tanah) karena hujan yang
berkepanjangan, pembangunan dan pengisian waduk, gangguan pada sistem drainase dan
lain-lain.
4) Penurunan kuat geser tanah secara progresif akibat deformasi sepanjang bidang yang
berpotensi longsor.
5) Proses pelapukan.

Pada lereng alam, aspek kritis yang perlu dipelajari adalah kondisi geologi dan topografi,
kemiringan lereng, jenis lapisan tanah, kuat geser, aliran air bawah tanah dan kecepatan pelapukan.

3.2 Lereng Buatan (Man Made Slopes)


Lereng buatan dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu :

1) Lereng buatan tanah asli / lereng galian (Cut Slope)


Lereng ini dibuat dari tanah asli dengan memotong dengan kemiringan tertentu. Untuk
pembuatan jalan atau saliran air untuk irigasi. Kestabilan pemotongan ditentukan oleh
kondisi geologi, sifat teknis tanah, tekanan air akibat rembesan, dan cara pemotongan.
2) Lereng Buatan Tanah yang Dipadatkan/lereng timbunan (Embankment)
Tanah dipadatkan untuk tanggul-tanggul jalan raya, bendungan, badan jalan kereta
api. Sifat teknis tanah timbunan dipengaruhi oleh cara penimbunan dan derajat
kepadatan tanah.
3.3. Klasifikasi Longsor
Suatu keruntuhan teknis yang paling umum adalah longsornya suatu galian atau
timbunan. Apabila terjadi suatu longsoran dalam tanah lempung, seringkali didapat merupakan
sepanjang suatu busur lingkaran. Busur lingkaran ini dapat memotong permukaan lereng, melalui
titik kaki lereng (toe) atau memotong dasar lereng (deep seated) dan menyebabkan
peningkatan pada dasar.
Sharpe (1938) telah mengklasifikasikan longsor berdasar material dan kecepatan
pergerakan tanah dengan siklus geomorfologi serta faktor cuaca.Sedangkan Savarenski dari
Soviet (1939) membagi kelongsoran kedalam 3 kelompok sebagai berikut :

a) Longsor Aseqvent
Longsor Aseqvent terjadi pada tanah kohesif yang homogen dan bidang longsornya hampir
mendekati lingkaran.
b) Longsor Conseqvent
Longsor conseqvent terjadi bilamana bergerak diatas bidang-bidang lapis atau sesar
(joint).
c) Longsor Insiqvent
Pada longsor insiqvent tanah biasanya bergerak secara transversal terhadap lapisan dan
umumnya memiliki ukuran yang luas serta bidang runtuhnya panjang menembus kedalam
tanah.

Nemcok, Pasek, dan Rybar dari Cekoslowakia (1972) telah mengusulkan untuk memperbaiki
klasifikasi dan terminologi longsor berdasarkan mekanisme dan kecepatan
pergerakan. Pengelompokkannya berdasarkan empat katagori dasar yaitu:

1) Rangkak (Creep)
Rangkak (creep) meliputi berbagai macam pergerakan yang lambat dari rangkak talud
sampai pergerakan lereng gunung akibat gravitasi dalam jangka waktu yang panjang atau
lama.
2) Aliran (flowing)
Bila tanah yang terbawa longsor banyak mengandung air, maka perilaku longsor seperti
aliran. Contoh aliran tanah (earthflow) atau aliran lumpur (mudflow).
3) Aliran Gelincir
Untuk pergerakan tanah yang relatif cepat sepanjang bidang longsor yang tertentu
dikelompokkan kedalam kategori ini
4) Tanggal (Fall)
Pergerakan batuan padat / pejal (solid) yang cepat dengan sifat utamanya tanggal bebas
(free fall).

Tanah longsor yang terjadi pada bidang gelincir yang hampir tegak lurus dan sejajar dengan muka
tanah yang bersifat bergerak dalam suatu jurusan.
4. Analisa Terjadinya Longsor

Untuk ketepatan suatu analisis keamanan dan pengamanan suatu lereng terhadap bahaya longsor,
perlu dilakukan diagnosis terhadap faktor-faktor kelongsoran. Dari pengamanan, maka perlu
diketahui lebih rinci penyebab terjadinya suatu longsor, antara lain :

1. Perubahan lereng suatu tebing, secara alami karena erosi dan lain-lain atau secara
disengaja akan mengganggu stabilitas yang ada, karena secara logis dapat dikatakan
semakin terjal suatu lereng akan semakin besar kemungkinan untuk longsor.
2. Perubahan tinggi suatu tebing, secara alami karena erosi dan lain-lain atau disengaja juga
akan merubah stabilitas suatu lereng. Semakin tinggi lereng akan semakin besar
longsornya.
3. Peningkatan beban permukaan ini akan meningkatkan tegangan dalam tanah termasuk
meningkatnya tegangan air pori. Hal ini akan menurunkan stabilitas lereng dan sering
terjadi karena adanya pembangunan didaerah tebing seperti : jalan, gedung dan lain-lain.
4. Perubahan kadar air, baik karena air hujan maupun resapan air tempat lain dalam
tanah. Ini akan segera meningkatkan kadar air dan menurunkan kekuatan geser dalam
lapisan tanah.
5. Aliran air tanah akan mempercepat terjadinya longsor, karena air bekerja sebagai
pelumas. Bidang kontak antar butiran melemah karena air dapat menurunkan tingkat
kelekatan butir.
6. Pengaruh getaran, berupa gempa, ledakan dan getaran mesin dapat mengganggu
kekuatan geser dalam tanah.
7. Penggundulan daerah tebing yang digundul menyebabkan perubahan kandungan air
tanah dalam rongga dan akan menurunkan stabilitas tanah. Faktor air sangat
berpengaruh terhadap keseimbangan dalam tanah. Disamping itu, kestabilan lapisan
permukaan tanah juga tergantung adanya penggundulan.
8. Pengaruh pelapukan, secara mekanis dan kimia akan merubah sifat kekuatan tanah dan
batuan hingga mengganggu stabilitas lereng.Kekuatan Geser Tanah dan
Hubungannya Dengan Kemantapan Lereng Jika tanah dibebani, maka akan
mengakibatkan tegangan geser. Apabila tegangan geser akan mencapai harga batas,
maka massa tanah akan mengalami deformasi dan cenderung akan runtuh. Keruntuhan
tersebut mungkin akan mengakibatkan longsoran timbunan tanah. Keruntuhan geser
dalam tanah adalah akibat gerak relatif antara butir-butir massa tanah. Jadi kekuatan
geser tanah ditentukan untuk mengukur kemampuan tanah menahan tekanan tanpa
terjadi keruntuhan.Cara-cara Menstabilkan LerengPada prinsipnya, cara yang dipakai
untuk menjadikan lereng supaya lebih aman (lebih mantap) dapat dibagi dalam
dua golongan, yaitu :Memperkecil gaya penggerak atau momen penggerak

Gaya atau momen penggerak dapat diperkecil hanya dengan cara merobah bentuk lereng yang
bersangkutan. Untuk itu ada dua cara :
(a) Membuat lereng lebih datar, yaitu mengurangi sudut kemiringan.

(b) Memperkecil ketinggian lereng.

Memperbesar gaya melawan atau momen melawan


Gaya melawan atau momen melawan dapat ditambah dengan beberapa cara; yang paling sering
dipakai ialah sebagai berikut :

(a) Dengan memakai “counterweight”, yaitu tanah timbunan pada kaki lereng.
(b) Dengan mengurangi tegangan air pori di dalam lereng.
(c) Dengan cara mekanis, yang dengan memasang tiang atau dengan membuat dinding
penahan.
(d) Dengan cara injeksi.
5. PENCEGAHAN TERJADINYA LERENG/LONGSOR
Upaya pencegahan longsor sebenarnya sudah banyak dilakukan dari metode tradisional
atau sederhana dan berkembang hingga metode berteknologi canggih yang rumit dan mahal. Yang
paling sederhana adalah membuat terasering. Namun, upaya ini hanya terfokus pada minimalisasi
erosi akibat limpasan air hujan.
Untuk metode pencegahan longsor dengan cara yang lebih rumit, diantaranya adalah
dengan pembangunan turap, retaining wall maupun sheet pile pada lereng. Cara-cara ini mampu
meng-counter gaya yang timbul akibat perubahan morfologi lereng, yang kebanyakan dibuat lebih
curam maupun lebih tinggi. Namun, penggunaan cara ini belum mampu mengantisipasi adanya
longsoran-longsoran kecil, karena cara-cara di atas belum ada yang mampu mengikat tiap butir
tenah secara baik. Yang dilindungi hanya tepi lereng yang diberi dinding penahan, sedangkan
lapisan atas tanah dibiarkan terbuka.
Metode pencegahan longsor lainnya menggunakan lapisan geosintetik yang belakangan
banyak dilakukan. Pada prinsipnya, metode ini dilakukan untuk mengikat butir-butir tanah dengan
memberikan lapisan selimut lolos air (permeable) untuk menutupi seluruh permukaan tanah. Pada
daerah dengan lereng curam, biasanya lapisan geosintetik diikat ke lapisan tanah keras
menggunakan angkur. Namun, kelemahan dari metode ini, selain biaya yang mahal dan proses
yang rumit, lapisan tanah yang tertutup menjadi tidak produktif dan hanya mungkin ditumbuhi
oleh rerumputan.

Pada daerah pertanian dan perkebunan seperti Lembang dan sekitarnya, metode geosintetik tentu
saja tidak dapat diterapkan dalam skala yang luas untuk melindungi lereng secara keseluruhan.
Walaupun di atas lapisan geosintetik dapat ditutup dengan lapisan tanah, namun pasti tingkat
produktifitasnya tidak sebaik tanah asli. Akar-akar tanaman yang ada dapat merusak lapisan
geosintetik. Metode ini hanya cocok diterapkan pada bangunan infrastruktur sipil yang memang
memerlukan kestabilan lereng yang baik, seperti :jalan, lining pada sungai, dan sebagainya

Anda mungkin juga menyukai