GEOTECH
Geotechnical Engineering atau Ilmu teknik yang mempelajari tentang keadaan struktural tan sifat-sifat
tanah adalah salah satu ilmu yang sangat diperlukan di dunia kerja Teknik Sipil.
Pengertian tanah menurut beberapa sumber :
Menurut Kamus Umum
Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang gembur, seperti halnya lahan dan debu
Menurut Ensiklopedi Indonesia
Tanah adalah campuran bagian-bagian batuan dengan material dan bahan organik yang merupakan sisa
kehidupan yang timbul pada permukaan bumu akibat pelapukan karena proses waktu.
Ilmu mekanika yang dipakai adalah ilmu Mekanika Tanah. Hal ini dikarenakan tanah berbeda dengan
material lain yang ada didunia ini, baik dibandingkan dengan kayu, baja, air ataupun beton. Jika kayu, baja
dan beton yang merupakan tipe material yang solid, maka dipakailah jenis ilmu Solid Mechanic (Mekanika
Bahan) sedang untuk air dapat dipakai ilmu Fluid Mechanic (Mekanika Fluida). Sedang tanah berbeda dari
kedua tipe material diatas karena dalam tanah mengandung air (fluida), udara dan butiran tanah (solid). Hal
ini lah yang membuat tanah berbeda dari material lain sehingga tanah memiliki ilmu mekanika sendiri yang
dinamakan Soil Mechanic (Mekanika Tanah). Soil Mechanic adalah suatu cabang ilmu geoteknik yang
mempelajari mengenai struktur dan sifat tanah.
Berikut ini sekilas penjelasan mengenai kelima parameter yang dipakai dalam sistem
klasifikasi RMR :
a. Uniaxial Compressive Strength (UCS)
Uniaxial Compressive Strength (UCS) adalah kekuatan dari batuan utuh (intact rock) yang
diperoleh dari hasil uji UCS. Uji UCS menggunakan mesin tekan untuk menekan sampel batuan
dari satu arah ( uniaxial). Nilai UCS merupakan besar tekanan yang harus diberikan sehingga
membuat batuan pecah. Sedangkan point load index merupakan kekuatan batuan batuan lainnya
yang didapatkan dari uji point load. Jika UCS memberikan tekanan pada permukaan sampel, pada
uji point load, sampel ditekan pada satu titik. Untuk sampel dengan ukuran 50 mm, Bieniawski
mengusulkan hubungan antara nilai point load strength index (Is) dengan UCS adalah UCS = 23
Is. Pada umumnya satuan yang dipakai untuk UCS dan Is adalah MPa.
Pada perhitungan nilai RMR, parameter kekuatan batuan utuh diberi bobot berdasarkan nilai
UCS atau nilai PLI-nya seperti tertera pada tabel dibawah ini.
Separation
Merupakan jarak antara kedua permukaan bidang diskontinu. Jarak ini biasanya diisi oleh material
lainya (filling material) atau bisa juga diisi oleh air. Makin besar jarak ini, semakin lemah bidang
diskontinu tersebut.
Continuity
Continuity merupakan kemenerusan dari sebuah bidang diskontinu, atau juga merupakan panjang
dari suatu bidang diskontinu.
Weathering
Weathering menunjukkan derajat kelapukan permukaan diskontinu.
Dalam perhitungan RMR, parameter-parameter diatas diberi bobot masing- masing dan
kemudian dijumlahkan sebagai bobot total kondisi kekar. Pemberian bobot berdasarkan pada tabel
dibawah ini.
Persistence/continuity 6 4 2 1 0
Jarak antar permukaan Tidak ada < 0,1 mm 0,1–1,0 mm 1-5 mm > 5 mm
kekar
6 5 4 1 0
(separation/aperture)
(roughness) 6 5 3 1 0
Keras Lunak
Material pengisi Tidak ada
< 5 mm > 5 mm < 5 mm > 5 mm
(infilling/gouge)
6 4 2 2 0
Kondisi air tanah yang ditemukan pada pengukuran kekar diidentifikasikan sebagai salah satu
kondisi berikut : kering (completely dry), lembab (damp), basah (wet), terdapat tetesan air
(dripping), atau terdapat aliran air (flowing). Pada perhitungan nilai RMR, parameter kondisi air
tanah (groundwater conditions) diberi bobot berdasarkan tabel dibawah ini.
Lima parameter pertama mewakili parameter dasar dari sistem klasifikasi ini. Nilai RMR
yang dihitung dari lima parameter dasar tadi disebut RMR basic. Hubungan antara RMRbasic dengan
RMR ditunjukkan pada persamaan dibawah ini.
RMR = RMRbasic + penyesuaian terhadap orientasi kekar
dimana, RMRbasic = ∑ parameter (a+b+c+d+e)
Tabel Kelas massa batuan, kohesi dan sudut geser dalam berdasarkan nilai RMR (Bieniawski,
1989).
Profil massa
Deskripsi
batuan
Rating 100-81 80-61 60-41 40-21 20-0
Kelas massa Sangat Sangat
Baik Sedang Jelek
batuan baik jelek
> 400 300-400 200-300 100-200
Kohesi < 100 kPa
kPa kPa kPa kPa
Sudut geser
> 45º 35 º-45 º 25 º-35 º 15 º-25 º < 15 º
dalam
Kondisi massa batuan dievaluasi untuk setiap setiap bidang diskontinu yang ada
(Bieniawski,1989). Dengan menjumlahkan semua rating dari lima parameter akan diperoleh nilai
RMR dasar yang belum memperhitungkan orientasi bidang diskontinu.
Adjusment terhadap orientasi bidang diskontinu ini dipisahkan dalam perhitungan nilai RMR
karena pengaruh dari bidang diskontinu tersebut tergantung pada aplikasi engineering-nya, seperti
terowongan, chamber, lereng atau fondasi (Edelbro, 2003). Arah umum dari bidang diskontinu
berupa strike dan dip, akan mempengaruhi kestabilan lubang bukaan. Hal ini ditentukan oleh
sumbu dari lubang bukaan tersebut, apakah tegak lurus strike atau sejajar strike, penggalian lubang
bukaan tersebut, apakah searah dip atau berlawanan arah dengan dip dari bidang diskontinu.
RMR dapat digunakan sebagai panduan memilih penyangga terowongan. Panduan ini
tergantung pada beberapa faktor seperti kedalaman lubang bukaan dari permukaan, ukuran dan
bentuk terowongan serta metode penggalian yang dipakai (Bieniawski,1989)
Sedangkan untuk menentukan kestabilan lubang bukaan dapat ditentukan melalui stand-up
time dari nilai RMR menggunakan grafik span terhadap stand-up time. Keakuratan dari stand-
up time ini menjadi diragukan karena nilai stand-up time sangat dipengaruhi oleh metode
penggalian, ketahanan terhadap pelapukan (durability), dan kondisi tegangan in situ yang
merupakan parameter-parameter penting yang tidak tercakup dalam metode klasifikasi RMR.
Oleh karena itu, sebaiknya grafik ini digunakan hanya untuk tujuan perbandingan semata.
Jadi dalam menganalisis kemantapan lereng akan selalu berkaitan dengan perhitungan untuk
mengetahui angka faktor keamanan dari lereng tersebut. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
kemantapan lereng, antara lain :
• Penyebaran batuan
Penyebaran dan keragaman jenis batuan sangat berkaitan dengan kemantapan lereng, ini karena
kekuatan, sifat fisik dan teknis suatu jenis batuan berbeda dengan batuan lainnya. Penyamarataan
jenis batuan akan mengakibatkan kesalahan hasil analisis. Misalnya :
kemiringan lereng yang terdiri dari pasir tentu akan berbeda dengan lereng yang terdiri dari
lempung atau campurannya.
• Struktur geologi
Struktur geologi yang mempengaruhi kemantapan lereng dan perlu diperhatikan dalam analisis
adalah struktur regional dan lokal. Struktur ini mencakup sesar, kekar, bidang perlapisan, sinklin
dan antiklin, ketidakselarasan, liniasi, dll. Struktur ini sangat mempengaruhi kekuatan batuan
karena umumnya merupakan bidang lemah pada batuan tersebut, dan merupakan tempat rembesan
air yang mempercepat proses pelapukan.
• Morfologi
Keadaan morfologi suatu daerah akan sangat mempengaruhi kemantapan lereng didaerah tersebut.
Morfologi yang terdiri dari keadaan fisik, karakteristik dan bentuk permukaan bumi, sangat
menentukan laju erosi dan pengendapan yang terjadi, menent ukan arah aliran air permukaan
maupun air tanah dan proses pelapukan batuan.
• Iklim
Iklim mempengaruhi temperatur dan jumlah hujan, sehingga berpengaruh pula pada proses
pelapukan. Daerah tropis yang panas, lembab dengan curah hujan tinggi akan menyebabkan proses
pelapukan batuan jauh lebih cepat daripada daerah sub-tropis. Karena itu ketebalan tanah di daerah
tropis lebih tebal dan kekuatannya lebih rendah dari batuan segarnya.
• Tingkat pelapukan
Tingkat pelapukan mempengaruhi sifat-sifat asli dari batuan, misalnya angka kohesi, besarnya
sudut geser dalam, bobot isi, dll. Semakin tinggi tingkat pelapukan, maka kekuatan batuan akan
menurun.
Pada dasarnya longsoran akan terjadi karena dua sebab, yaitu naiknya tegangan geser (she ar st ree
s) dan menurunnya kekuatan geser (shear strenght). Adapun faktor yang dapat menaikkan
tegangan geser adalah :
• Pengurangan penyanggaan lateral, antara lain karena erosi, longsoran terdahulu yang
menghasilkan lereng baru dan kegiatan manusia.
• Pertambahan tegangan, antara lain karena penambahan beban, tekanan air rembesan, dan
penumpukan.
• Gaya dinamik, yang disebabkan oleh gempa dan getaran lainnya.
• Pengangkatan atau penurunan regional, yang disebabkan oleh gerakan pembentukan pegunungan
dan perubahan sudut kemiringan lereng.
• Pemindahan penyangga, yang disebabkan oleh pemotongan tebing oleh sungai, pelapukan dan
erosi di bawah permukaan, kegiatan pertambangan dan terowongan, berkurangnya/hancurnya
material dibagian dasar.
• Tegangan lateral, yang ditimbulkan oleh adanya air di rekahan serta pembekuan air,
penggembungan lapisan lempung dan perpindahan sisa tegangan.
Pada lereng alam, aspek kritis yang perlu dipelajari adalah kondisi geologi dan topografi,
kemiringan lereng, jenis lapisan tanah, kuat geser, aliran air bawah tanah dan kecepatan pelapukan.
a) Longsor Aseqvent
Longsor Aseqvent terjadi pada tanah kohesif yang homogen dan bidang longsornya hampir
mendekati lingkaran.
b) Longsor Conseqvent
Longsor conseqvent terjadi bilamana bergerak diatas bidang-bidang lapis atau sesar
(joint).
c) Longsor Insiqvent
Pada longsor insiqvent tanah biasanya bergerak secara transversal terhadap lapisan dan
umumnya memiliki ukuran yang luas serta bidang runtuhnya panjang menembus kedalam
tanah.
Nemcok, Pasek, dan Rybar dari Cekoslowakia (1972) telah mengusulkan untuk memperbaiki
klasifikasi dan terminologi longsor berdasarkan mekanisme dan kecepatan
pergerakan. Pengelompokkannya berdasarkan empat katagori dasar yaitu:
1) Rangkak (Creep)
Rangkak (creep) meliputi berbagai macam pergerakan yang lambat dari rangkak talud
sampai pergerakan lereng gunung akibat gravitasi dalam jangka waktu yang panjang atau
lama.
2) Aliran (flowing)
Bila tanah yang terbawa longsor banyak mengandung air, maka perilaku longsor seperti
aliran. Contoh aliran tanah (earthflow) atau aliran lumpur (mudflow).
3) Aliran Gelincir
Untuk pergerakan tanah yang relatif cepat sepanjang bidang longsor yang tertentu
dikelompokkan kedalam kategori ini
4) Tanggal (Fall)
Pergerakan batuan padat / pejal (solid) yang cepat dengan sifat utamanya tanggal bebas
(free fall).
Tanah longsor yang terjadi pada bidang gelincir yang hampir tegak lurus dan sejajar dengan muka
tanah yang bersifat bergerak dalam suatu jurusan.
4. Analisa Terjadinya Longsor
Untuk ketepatan suatu analisis keamanan dan pengamanan suatu lereng terhadap bahaya longsor,
perlu dilakukan diagnosis terhadap faktor-faktor kelongsoran. Dari pengamanan, maka perlu
diketahui lebih rinci penyebab terjadinya suatu longsor, antara lain :
1. Perubahan lereng suatu tebing, secara alami karena erosi dan lain-lain atau secara
disengaja akan mengganggu stabilitas yang ada, karena secara logis dapat dikatakan
semakin terjal suatu lereng akan semakin besar kemungkinan untuk longsor.
2. Perubahan tinggi suatu tebing, secara alami karena erosi dan lain-lain atau disengaja juga
akan merubah stabilitas suatu lereng. Semakin tinggi lereng akan semakin besar
longsornya.
3. Peningkatan beban permukaan ini akan meningkatkan tegangan dalam tanah termasuk
meningkatnya tegangan air pori. Hal ini akan menurunkan stabilitas lereng dan sering
terjadi karena adanya pembangunan didaerah tebing seperti : jalan, gedung dan lain-lain.
4. Perubahan kadar air, baik karena air hujan maupun resapan air tempat lain dalam
tanah. Ini akan segera meningkatkan kadar air dan menurunkan kekuatan geser dalam
lapisan tanah.
5. Aliran air tanah akan mempercepat terjadinya longsor, karena air bekerja sebagai
pelumas. Bidang kontak antar butiran melemah karena air dapat menurunkan tingkat
kelekatan butir.
6. Pengaruh getaran, berupa gempa, ledakan dan getaran mesin dapat mengganggu
kekuatan geser dalam tanah.
7. Penggundulan daerah tebing yang digundul menyebabkan perubahan kandungan air
tanah dalam rongga dan akan menurunkan stabilitas tanah. Faktor air sangat
berpengaruh terhadap keseimbangan dalam tanah. Disamping itu, kestabilan lapisan
permukaan tanah juga tergantung adanya penggundulan.
8. Pengaruh pelapukan, secara mekanis dan kimia akan merubah sifat kekuatan tanah dan
batuan hingga mengganggu stabilitas lereng.Kekuatan Geser Tanah dan
Hubungannya Dengan Kemantapan Lereng Jika tanah dibebani, maka akan
mengakibatkan tegangan geser. Apabila tegangan geser akan mencapai harga batas,
maka massa tanah akan mengalami deformasi dan cenderung akan runtuh. Keruntuhan
tersebut mungkin akan mengakibatkan longsoran timbunan tanah. Keruntuhan geser
dalam tanah adalah akibat gerak relatif antara butir-butir massa tanah. Jadi kekuatan
geser tanah ditentukan untuk mengukur kemampuan tanah menahan tekanan tanpa
terjadi keruntuhan.Cara-cara Menstabilkan LerengPada prinsipnya, cara yang dipakai
untuk menjadikan lereng supaya lebih aman (lebih mantap) dapat dibagi dalam
dua golongan, yaitu :Memperkecil gaya penggerak atau momen penggerak
Gaya atau momen penggerak dapat diperkecil hanya dengan cara merobah bentuk lereng yang
bersangkutan. Untuk itu ada dua cara :
(a) Membuat lereng lebih datar, yaitu mengurangi sudut kemiringan.
(a) Dengan memakai “counterweight”, yaitu tanah timbunan pada kaki lereng.
(b) Dengan mengurangi tegangan air pori di dalam lereng.
(c) Dengan cara mekanis, yang dengan memasang tiang atau dengan membuat dinding
penahan.
(d) Dengan cara injeksi.
5. PENCEGAHAN TERJADINYA LERENG/LONGSOR
Upaya pencegahan longsor sebenarnya sudah banyak dilakukan dari metode tradisional
atau sederhana dan berkembang hingga metode berteknologi canggih yang rumit dan mahal. Yang
paling sederhana adalah membuat terasering. Namun, upaya ini hanya terfokus pada minimalisasi
erosi akibat limpasan air hujan.
Untuk metode pencegahan longsor dengan cara yang lebih rumit, diantaranya adalah
dengan pembangunan turap, retaining wall maupun sheet pile pada lereng. Cara-cara ini mampu
meng-counter gaya yang timbul akibat perubahan morfologi lereng, yang kebanyakan dibuat lebih
curam maupun lebih tinggi. Namun, penggunaan cara ini belum mampu mengantisipasi adanya
longsoran-longsoran kecil, karena cara-cara di atas belum ada yang mampu mengikat tiap butir
tenah secara baik. Yang dilindungi hanya tepi lereng yang diberi dinding penahan, sedangkan
lapisan atas tanah dibiarkan terbuka.
Metode pencegahan longsor lainnya menggunakan lapisan geosintetik yang belakangan
banyak dilakukan. Pada prinsipnya, metode ini dilakukan untuk mengikat butir-butir tanah dengan
memberikan lapisan selimut lolos air (permeable) untuk menutupi seluruh permukaan tanah. Pada
daerah dengan lereng curam, biasanya lapisan geosintetik diikat ke lapisan tanah keras
menggunakan angkur. Namun, kelemahan dari metode ini, selain biaya yang mahal dan proses
yang rumit, lapisan tanah yang tertutup menjadi tidak produktif dan hanya mungkin ditumbuhi
oleh rerumputan.
Pada daerah pertanian dan perkebunan seperti Lembang dan sekitarnya, metode geosintetik tentu
saja tidak dapat diterapkan dalam skala yang luas untuk melindungi lereng secara keseluruhan.
Walaupun di atas lapisan geosintetik dapat ditutup dengan lapisan tanah, namun pasti tingkat
produktifitasnya tidak sebaik tanah asli. Akar-akar tanaman yang ada dapat merusak lapisan
geosintetik. Metode ini hanya cocok diterapkan pada bangunan infrastruktur sipil yang memang
memerlukan kestabilan lereng yang baik, seperti :jalan, lining pada sungai, dan sebagainya