Parkir dan Pos Jaga), Pagar Pengaman, Jalan Lingkungan dan Saluran Drainase Pelabuhan Patimban
4 BAB – 4
PERENCANAAN TEKNIS JALAN
Pada lokasi pekerjaan di jalan Pelabuhan Patimban akan direncanakan pembangunan jalan untuk
mengatasi penurunan tanah. Ketentuan jalan baru adalah sebagai berikut:
Untuk menentukan lebar jalan di Pelabuhan Patimban, berikut ini terdapat beberapa literatur
yang akan dipakai sebagai dasar perencanaan.
Pada Bab III Pasal 5 tentang peran, pengelompokan dan bagian jalan disebutkan bahwa:
1. Jalan sesuai dengan peruntukannya terdiri atas jalan umum dan jalan khusus
2. Jalan umum sebagaimana dimaksud dikelompokkan menurut sistem, fungsi, status, dan kelas
3. Jalan khusus sebagaimana dimaksud bukan diperuntukkan bagi lalu lintas umum dalam
rangka distribusi barang dan jasa yang dibutuhkan
1. Sistem jaringan jalan terdiri atas sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan
sekunder.
2. Sistem jaringan jalan primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan sistem jaringan
jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua
wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang
berwujud pusat-pusat kegiatan.
3. Sistem jaringan jalan sekunder sebagaimana dimaksud merupakan sistem jaringan jalan
dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan
perkotaan.
Jalan umum menurut fungsinya dikelompokkan ke dalam jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal,
dan jalan lingkungan
Yang dimaksud dengan jalan khusus, antara lain, adalah jalan di dalam kawasan pelabuhan, jalan
kehutanan, jalan perkebunan, jalan inspeksi pengairan, jalan di kawasan industri, dan jalan di
kawasan permukiman yang belum diserahkan kepada pemerintah.
Fungsi jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf a terdiri atas:
o Jalan Arteri
o Jalan Kolektor
o Jalan Lokal
o Jalan Lingkungan
Kelas jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b dibagi atas:
o Jalan Kelas I yaitu jalan arteri dan kolektor, dapat dilalui kendaraan bermotor dengan lebar
paling besar 2,5 meter, panjang paling besar 18 meter, tinggi paling besar 4,2 meter, dan
muatan sumbu terberat 10 ton;
o Jalan Kelas II, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui kendaraan
bermotor dengan lebar paling besar 2,5 (dua koma lima) meter, panjang paling besar 12 (dua
belas) meter, tinggi paling besar 4,2 meter, dan muatan sumbu terberat 8 ton;
o Jalan Kelas III, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui
kendaraan bermotor dengan lebar paling besar 2,1 meter, panjang paling besar 9 (sembilan)
meter, tinggi paling besar 3,5 meter, dan muatan sumbu terberat 8 ton; dan
o Jalan Kelas Khusus, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan lebar
paling besar 2,5 meter, panjang paling besar 18 meter, tinggi paling besar 4,2 meter, dan
muatan sumbu terberat lebih dari 10 ton.
Jalan Khusus adalah jalan yang dibangun oleh instansi, badan usaha, perseorangan, atau
kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri.
Jalan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 memiliki lebar badan jalan paling sedikit 3,5
(tiga koma lima) meter.
Berdasarkan semua literatur tersebut selanjutnya penentuan lebar jalan akan menggunakan acuan
dari Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (TPGJAK) No 038/T/BM/1997.
Untuk menghitung LHR, maka akan digunakan data awal berupa pertumbuhan demand peti
kemas yang sudah dihitung dalam dokumen Rencana Induk Pelabuhan Patimban. Data
pertumbuhan peti kemas tersebut adalah sebagai berikut:
Demand
Tahun Tahap Pengembangan
(000 Teus)
2033 6561
2034 6748
2035 7037
2036 7325
2037 7500
Sumber : Rencana Induk Pelabuhan Patimban
8,000,000
7,000,000
6,000,000
5,000,000
TEUS
4,000,000
3,000,000
2,000,000
1,000,000
0
2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032 2033 2034 2035 2036 2037
Perhitungan angka pertumbuhan peti kemas ini dilakukan dengan menggunakan metode
eksponensial. Karena rencana jalan yang akan dibuat ini adalah jalan baru maka digunakan
pendekatan data peti kemas dari tahun 2019-2037 (dalam satuan teuss) yang ada pada Tabel 4.2
yang akan dicari nilai pertumbuhan lalu lintas. Kemudian data peti kemas dianalisa dengan
menggunakan metode eksponensial.
Teus atau TEU: twenty foot equivalent unit yang merupakan satuan terkecil dalam ukuran peti
kemas. peti kemas ukuran 20 feet bisa di sebut 1 box, 1 teus. peti kemas ukuran 40 feet bisa di
sebut 2 box, 2 teus
1 unit peti kemas ukuran 20 feet akan mempunyai dimensi sebagai berikut:
Ukuran luar : 20’ (p) x 8’ (l) x 8’ 6” (t) atau 6.058 x 2.438 x 2.591 m
Ukuran dalam : 5.919 x 2.340 x 2.380 m
Kapasitas : Cubic Capacity : 33 Cbm
Pay Load : 22.1 ton
Kementerian Perhubungan Laporan Antara 4-6
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Direktorat Kepelabuhanan
Penyusunan Detail engineering Design (DED) Bangunan Fasilitas Penunjang (Tower 4 Lantai, Lapangan
Parkir dan Pos Jaga), Pagar Pengaman, Jalan Lingkungan dan Saluran Drainase Pelabuhan Patimban
Dalam dokumen Rencana Induk juga disebutkan bahwa ada moda split demand peti kemas
antara jalur kereta api dan jalur jalan. Pada studi perencanaan jalan ini moda split yang akan
dipakai adalah moda split skenario 1 dengan porsi pembagian antara jalur kereta api dan jalan
sebesar 31.7% dan 68,3%.
Selanjutnya dari hasil moda split tersebut akan keluar hasil demand peti kemas yang melalui
jalan dengan asumsi penggunaan peti kemas ukuran 1 Teus atau 20 feet yang mempunyai beban
sampai dengan 22.1 ton.
Berikut di bawah ini tabel yang digunakan untuk menghitung angka ekivalen masing-masing
jenis kendaraan.
Beban E
Sumbu Sumbu Sumbu
(Ton) Tunggal Ganda
1 0,0002 -
2 0,0036 0,0003
3 0,0183 0,0016
4 0,0577 0,0050
5 0,1410 0,0121
6 0,2923 0,0251
7 0,5415 0,0466
8 0,9238 0,0794
8,16 1,0000 0,0860
9 1,4798 0,1273
10 2,2555 0,1940
11 3,3022 0,2840
12 4,6770 0,4022
13 6,4418 0,5540
14 8,6647 0,7452
15 11,4184 0,9820
16 14,7815 1,2720
Sumber: TPGJAK
Maka Angka Ekivalen (E) masing-masing jenis kendaraan itu adalah sebagai berikut:
Tipe Jalan yang akan dibangun adalah 2 lajur 2 arah terbagi (2D) sehingga berdasarkan Tabel
4.6 di bawah ini Koefisien Distribusi Kendaraan (C) adalah 0,5.
Data LHR truk diambil dari data jumlah truk perhari pada tahun 2021 (Tabel 4.4). LHR pada
15.452
tahun tersebut adalah = = 42. Sedangkan mobil penumpang diasumsikan sebanyan 30%
365
dari jumlah keseluruhan volume kendaraan dalam satu hari.
o Mobil Penumpang (2 ton) = 27 × 0,5 × 0,0004 = 0,005
o Truk (40 ton) = 42 × 0,5 × 4,0577 = 85,890
LEP = 85,895
j1
LEP(1 i) UR
85,89 (1 0,0635)10
= 294,25
4.2.5 Menghitung Lintas Ekivalen Tengah (LET)
Data daya dukung tanah yang berhasil dikumpulkan di lapangan dapat dilihat pada Tabel 4.7 di
bawah ini.
100
90
Persen Yang Sama Atau Lebih Besar (%)
80
70
60
50
40
30
20
10
0
0 1 2 3 4 5 6
CBR (%)
Dari grafik pada Gambar 4.1 didapat harga CBR yang mewakili adalah sebesar 1,5 yang
kemudian pada Gambar 4.3 didapat korelasi dengan harga Daya Dukung Tanah (DDT) sebesar
2,57.
A. Faktor Regional
Untuk menentukan faktor regional dibutuhkan data-data ataupun asumsi-asumsi sebagai berikut:
o Dari data diketahui bahwa curah hujan di lokasi pekerjaan dan juga wilayah lain di Jawa
Barat cukup tinggi sehingga curah hujan rata-rata tahunannya bisa mencapai lebih dari 2.000
mm pertahunnya.
o Kelandaian rata-rata di lokasi pekerjaan adalah lebih kecil dari 6%.
o Persentase kendaraan berat =
Maka berdasarkan Tabel 4.8 dapat diketahui bahwa FR adalah sebesar 2,0-2,5.
Direncanakan lapisan permukaan Laston (Aspal Beton) atau AC (Asphalt Concrete) dengan
roughness ≤ 1.000 mm/km maka dari Tabel 4.9 didapatkan angka indeks permukaan awal (Ipo)
adalah ≥ 4 diambil saja 4.
Dari Tabel 4.10 dapat diketahui bahwa untuk jenis jalan arteri, Indeks Permukaan Akhir (Ipt)
adalah sebesar 2,0.
Ipo = 4
Ipt = 2,0
Dengan DDT = 2,57; LER = 380,15; FR = 2,0 maka didapat ITP minimum = 11.
D1 = 4 cm.
D2 = 7 cm.
D3 = 7,5 cm.
D4 = 20 cm.
D5 = 30 cm.
Jalan akan direncanakan untuk fungsi lokal dengan tipe medan jalan datar. Dari Tabel 4.13
dikemukakan untuk fungsi jalan tersebut kecepatan rencana berkisar antara 40 dan 70 km/jam,
dan untuk kebutuhan perencanaan akan ditentukan Vr = 40 km/det. Untuk perencanaan di
tikungan jalan akan direncanakan superelevasi maksimum sebesar 6%.
Tabel 4.13. Kecepatan rencana sesuai klasifikasi fungsi dan medan jalan.
0.20
0.18
(f) Koefisien Gesekan Melintang
0.16
0.14
0.12
0.10
0.08
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120
Kecepatan (km/jam)
Gambar 4.3 Grafik nilai koefisien gesek melintang (f), untuk emax = 6%, 8% dan 10 % (menurut
AASHTO).
40 2
R min
127 (0,06 0,173)
= 54 m.
Kemudian dari Tabel 4.14 dapat diketahui bahwa dengan menentukan kecepatan rencana 40
km/jam, superelevasi maksimum emax = 6% dan nilai f = 0,173, maka besar jari-jari tikungan
diambil sebesar 50 m.
Vr Rmin
20 15
30 30
40 50
50 80
60 115
70 162.5
80 210
90 280
100 370
120 600
Maka untuk kebutuhan perencanaan akan digunakan jari-jari tikungan sebesar 54 m. Untuk
menentukan panjang kurva peralihan akan digunakan 3 cara perhitungan.
VR
LS t
3,6
3
V V e
L S 0,022 R 2,727 R
R CC C
LS
e m e n V
3,6 re
R
Dimana :
VR = 40 km/jam
t = Waktu tempuh, 3 detik (berdasarkan SNI Geometri Jalan Perkotaan)
Rc = Jari-jari busur lingkaran (m) =
C = Perubahan percepatan, 0,3 – 1,0 disarankan 0,4 m/det2.
re = Tingkat pencapaian perubahan kelandaian melintang jalan, sebagai berikut :
untuk VR ≤ 70 km/jam untuk VR > 70 km/jam
re mak = 0,035 m/m/det re mak = 0,025 m/m/det
Maka :
40
LS 3 = 33,33 m.
3,6
L S 0,022
403 2,727
40 0,06 = 57,00 m.
54 0,4 0,4
LS
0,06 0,02 40 = 12, 7 m
3,6 0,35
Lokasi rencana pelabuhan Patimban relatif datar dengan kemiringan tidak lebih dari 0,3%. Untuk
mencari alinyemen vertikal jalan-jalan yang ditinjau maka ditentukan dulu batas-batas
alinyemennya ruas jalan tersebut.
Tata Cara ini hanya membahas cara perencanaan persimpangan baru tanpa lampu lalu-lintas
(unsignalized intersection) yang terdiri dan prinsip-prinsip desain persimpangan, prosedur
desain, dan geometri persimpangan.
4.4.2 Pengertian
15) Weaving, yaitu bersiiangnya dua alur lalu-lintas yang tidak tegak lurus dan mempunyai
jarak tertentu untuk saling bersilangan.
16) Jarak Pandang, yaitu jarak satu kendaraan dengan kendaraan lainnya dimana kendaraan
yang satu dapat melihat kendaraan lainnya.
17) Persimpangan T Bergeser (Staggered T Junction), yaitu persimpangan dimana sama kakinya
bergeser atau persimpangan tegak lurus dimana salah satu kakinya bergeser (tidak menerus
bersilangan).
18) Lajur Menerus, yaltu lajur yang disediakan untuk pergerakan kendaraan jalan me menerus.
19) Lajur Belok, yaitu lajur yang disediakan untuk kendaraan membelok ke kanan atau ke kin.
20) Sudut Terpotong (Corner Cut-Off), yaitu ujung kaki persimpangan yang dibulatkan dengan
jan-jan tertentu agar pengemudi bebas melihat kendaraan yang berada di kaki lainnya.
21) Tipe Persimpangan Sebidang. Persimpangan Sebidang mempunyai 3 buah tipe, yaitu:
Persimpangan Tanpa Kanalisasi dan Tidak Ada Pelebaran (Unchannelised and unflared),
yaìtu persimpangan dimana kaki-kakinya tidak ada peleharan dan tidak ada sistem kanal.
Arus lalu-tintas dapat dikendalikam dengan lampu lalu-lintas, atau rambu lalu-tintas.
Persimpangan Tanpa Kanalisasi Dengan Pelebaran (Unchannelised and flared), yaitu
persimpangan dimana kaki-kakinya ada pelebaran agar kendaraan dapat membelok tanpa
mempengaruhi pergerakan lalu-lintas menerus, walaupun belum diterapkan sistem kanal.
Persimpangan Dengan Kanalisasi (Channelised), yaitu persimpangan dimana kcndaraan
yang akan niembelok dipisahkan oleh marka, pulau. bangunan pengaman yang dipakai
sebagai kanalisasa.
Kementerian Perhubungan Laporan Antara 4-28
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Direktorat Kepelabuhanan
Penyusunan Detail engineering Design (DED) Bangunan Fasilitas Penunjang (Tower 4 Lantai, Lapangan
Parkir dan Pos Jaga), Pagar Pengaman, Jalan Lingkungan dan Saluran Drainase Pelabuhan Patimban
22) Tingkat Pelayanan yaitu ukuran perulaian kualitas pelayanan persimpangan. Perbandingan
antara volume dan kapasitas dapat digunakan.
23) Kaki Persimpangan
Pada dasarnya jumlah kaki persimpangan pada suatu persimpangan sebidang tidak boleh lebih
dan 4 kaki. Jalan yang baru sebaiknya tidak dirancang untuk dihubungkan dengan suatu
persimpangan yang telah ada, walaupun persimpangan tersebut berupa persimpangan jalan-jalan
lokal. Hambatan oleh adanya titik kontlik akan naik sccara drastis dengan bertarnbahnya jumlah
kaki pada persimpangan Tabel LI dan menjadikan persimpangan berbahaya, sehingga
memerlukan suatu tingkat konsetrasi yang tinggi bagi pengendara. Konflik arus lalu-Iintas akan
menjadi tinggi dan hambatan menjadi besar, sehingga kapasitas persimpangan akan berkurang
secara drastis.
Tabel 4.16. Jumla Titik Hambatan, Kumpul dan Sebar Dari Jenis-Jenis Persimpangan
1. Lalu-lintas
Pada persimpangan harus dipertimbangkan mengenai volume lalu-lintas, kecepatan
kendaraan, banyaknya kendaraan yang membelok, banyaknya pejalan kaki dan tipe
pengendalian lalu untas yang akan diambil.
3. Ekonomi
4. Manusia
Dalam mendesain persimpangan pertu diperhatikan mengenai kebiasaan pengendara atau
pemakai jalan.
Desain suatu persimpangan yang aman harus mempertimbangkan beberapa hal, yaitu:
Suatu konflik yang besar dapat terjadi dikarenakan persilangan yang tajam. Pemberian
Kendaraan yang berada di jalan major diberi prioritas berlalu tanpa terputus. Persimpangan jalan
sebaiknya direncanakan dengan sudut siku minimum 75O supaya alur lalu-lintas dapat lewat
tanpa berkumpul atau menyusup (weaving).
Apabila mengubah suatu alinemen, jalan minor harus di-realinemen Lerlebih dulu.
Jalan minor yang melayani lalu-lintas lokal dengan pengendalian stop direalinemen untuk
memotong jalan utama.
Alinemen.
Lingkungan.
Volume dan komposisi lalu-lintas.
Besar dan upe alat pengendalian guna mengurangi jamlah titik konflik, jumlah
kemungkinan bergerak dan kccepatan relatif bergerak.
E. Alat Pengendali Lalu Lintas
Dalam mendesain persimpangan harus diperhatikan kapasitas yang memadai agar pcrsimpangan
tersebut tidak mudah jenuh.
G. Ruang
Efisiensi pengoperasian jalan utama di perkotaan dalam hal kapasitas, kelambatan dan keamanan
sangat bergantung kepada jumlah, tipe, ruang persimpangan dan bukaan median.
A. Struktur Geometri
A.1. Lebar Lajur
Di pcrsimpangan umumnya bila lebar jalur pada kaki persimpangan terlalu besar, maka dua
kendaraan akan cenderung antri berdampingan. Guna menghindari kejadian seperli di atas, maka
dalam mendesain diusahakan agar lebar lajur dekat persimpangan lebih kecil dan pada lebar lajur
biasanya. supaya kecepalan lalu-lintas dekat persimpangan dapat diperlambat dan kendaraan
tetap pada lajurnya masing-masing.
A.2. Lajur Belok Kiri dan Kanan
Pada jalan yang tidak lebar, kadang-kadang sulit untuk menyediakan lajur belok kanan atau kiri.
Namun, pada kenyataannya kapasitas persimpangan banyak dipengaruhi oleh kendaraan yang
membelok. Oleh karena itu lajur belok kanan dan belok kiri tetap perlu disediakan walaupun
volume lalu-lintas belok kanan atau kiri sangat kecil.
A.3. Jumlah Lajur
Jumlah lajur pada kaki memasuki persimpangan sebaiknya tidak melebihi jumlah lajur pada kaki
keluar dan persimpangan. Penyediaan dua lajur belok kanan pada satu kaki simpang tidak
diperkenankan apabila kaki simpang lainnya hanya mernpunyai satu lajur setiap arahnya.
B. Pengendalian Lalu-lintas
Sebaiknya pengendalian Stop tidak diterapkan bila lalu-lintas menerus mempunyai kecepatan
rencana 60 km/jam atau lebih karena dapat mengakibatkan kecelakaan. Pengendalian Stop dapat
diterapkan pada persimpangan dimana jumlah lalu-lintas memotong tidak melebihi 1.000
kendaraan/jam. Demi keamanannya, apabila volume rencana kurang dan yang disebut di atas
pengendali Stop dapat diterapkan pada jalan utama. Pengendalian lalu-lintas untuk suatu
persimpangan sebidang diterapkan sesuai dengan rencana geometri jalan. Untuk persimpangan
dengan pengendalian Stop, keadaan jalan (alinyemen, lebar jalan, sudut persimpangan dan
seterusnya) didesain dengan maksud agar pengendara dapat melihat tanda pengendali tersebut.
Prosedur desain persimpangan dibagi atas 3 tahap yaitu Tahap Data Dasar Desain, Tahap Desain
Awal dan Tahap Desain Akhir.
Data yang penting dalam merencanakan persimpangan adalah menentukan volume rencana lalu-
lintas tiap jamnya. Dalam memperkirakan Volume Rencana untuk suatu persimpangan sebidang
dapat dilakukan dengan berbagai macam cara.
Penghitungan lalu-lintas pada jam-jam puncak (pagi, siang dan sore hari) pada hari-hari
kerja. Volume lalu-lintas pada hari Minggu atau hari-hari libur biasanya akan lebih kecil dan
pada hari-hari kerja. Pada jalan-jalan di daerah obyek wisata, tingginya volume lalu lintas
justru terjadi pada hari Minggu atau hari libur.
Menetapkan rute untuk masing-masing jam puncak.
Meramalkan volume kendaraan yang akan melalui setiap kaki persimpangan.
A.2. Kendaraan Rencana
1. Kombinasi semi-trailer.
2. Bus atau truck.
3. Mobil penumpang.
Kendaraan kombinasi semi-trailer sering dihitung secara terpisah karena akan mempengaruhi
dalam mendesain. Kombinasi antara kendaraan rencana dengan gerakan membelok dalam tahap
rancangan dan desain akan menentukan lebar jalur, jari-jari lengkung dan kanal pada
persimpangan.
Kendaraan kombinasi semi-trailer sering dihitung secara terpisah karena akan mempengaruhi
dalam mendesain. Kombinasi antara kendaraan rencana denga gerakan membelok daiam tahap
Kementerian Perhubungan Laporan Antara 4-33
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Direktorat Kepelabuhanan
Penyusunan Detail engineering Design (DED) Bangunan Fasilitas Penunjang (Tower 4 Lantai, Lapangan
Parkir dan Pos Jaga), Pagar Pengaman, Jalan Lingkungan dan Saluran Drainase Pelabuhan Patimban
rancangan dan desain akan menentukan lebar jalur, jari-jari lengkung dan kanal pada
persimpangan.
Gerakan membelok pada persimpangan akan mempunyai dampak yang besar pada kapasitas dan
tingkat pelayanannya. Dalam merencanakan lajur membelok lebih baik berdasarkan atas
kendaraan rencana kombinasi semi trailer. Jari-jari lengkung yang terlalu besar, bukan hanya
membuat tidak ekonomis tetapi juga kendaraan yang akan membelok ke kiri akan cenderung
bergerak cepat, sehingga akan membahayakan pejalan kaki yang menyeberang.
Kecepatan kendaraan diperlukan guna mengevaluasi jarak pandang yang diperlukan, kecepatan
rencana lajur perpindahan dan kecepatan kendaraan membelok. Kecepatan rencana kendaraan
pada persimpangan harus sama dengan kecepatan rencana pada ruas masing-masing jalan di kaki
persimpangan. Sebaiknya lengkungan didesain untuk kecepatan yang Iebih rendah di
persimpangan tegak lurus. Guna menjaga agar kecepatan kendaraan sesuai dengan pecepatan
rencana, maka diperlukan elemen-elemen, seperti lajur belok kiri/kanan dan median. Dalam
perencanaannya kecepatan yang diambil sebaiknya rendah. Walaupun kecepatan rencana di
persimpangan lebih rendah, namun perbedaan kecepatan di persimpangan dengan kecepatan
pada ruas jalan dibatasi tidak lebih dan 20 km/jam.
A.4. Pejalan Kaki dan Sepeda
Pejalan kaki dan sepeda sangat mempunyai pengaruh dalam mendesain suatu persimpangan,
terutama persimpangan dengan memakai lampu lalu lintas.
A.5. Kondisi Lapangan
Data kondisi lapangan yang perlu disurvai guna keperluan desain, yaitu :
Topografi lapangan
Alinyemen jalan
Lokasi dan kondisi sistem drainase
Kondisi perkerasan yang ada
A. Pemilihan Alternatif
Alternatif Layout dipilih dengan cara sebagai berikut:
B. Perbandingan Biaya
Langkah yang dilakukan yaitu menyiapkan estimasi biaya dari alternatif desain yang terpilih
termasuk biaya pembebasan lahan, persiapan pelaksanaan, konstruksi dan pemeliharaan.
C. Volume Rencana
Untuk mendapatkan Volume Rencana Tahunan dapat dipergunakan cara yang mudah dan
sederhana, yaitu:
Volume kendaraan yang ada diperoleh dengan melakukan survei cacah kendaraan yang
dilakukan pada jam-jam puncak (misalnya pada pagi, siang dan sore hari).
Peramalan volume Lalu-lintas untuk 5 tahun mendatang dilakukan dengan
mempertimbangkan angka pertumbuhan lalu-lintas untuk 5 tahun mendatang dan
pertambahan volume lalu-lintas akibat dengan lancarnya lalu-lintas melewati
persimpangan tersebut.
D. Kapasitas Jalan
Guna mendapatkan suatu keseimbangan, maka desain persimpangan perlu memperhatikan
kapasitas jalan di setiap kaki persimpangan. Tabel 4.17 menggambarkan kapasitas jalan pada
persimpangan tanpa pelebaran.
Kapasitas
Jenis Fasilitas
(Kendaraan/Jam)
4 Jalur Tidak Terpisah 1500
4 Jalur Terpisah 1900
6 Jalur Tidak Terpisah 2400
6 Jalur Terpisah 2900
E. Kapasitas Persimpangan
Pada suatu persimpangan setiap tipe konflik yang terjadi perlu dilakukan pengecekan untuk
kapasitas dan kelambatan (delay). Lalu lintas pada jalan major mendapatkan prioritas. Adalah
merupakan suatu hal yang penting untuk memilih nilai kritis Gap (ta) dan Headway (tf) guna
mewakili situasi dalam analisis. Nilai ta dan tf dapat dilihat pada Tabel 4.18. Langkah-langkah
untuk menghitung kapasitas, Delay dan Panjang Jalur Antrian dapat dilakukan seperti berikut:
Q = 100 kendaraan/jam
Kementerian Perhubungan Laporan Antara 4-37
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Direktorat Kepelabuhanan
Penyusunan Detail engineering Design (DED) Bangunan Fasilitas Penunjang (Tower 4 Lantai, Lapangan
Parkir dan Pos Jaga), Pagar Pengaman, Jalan Lingkungan dan Saluran Drainase Pelabuhan Patimban
ta = 8 detik
tf = 5 detik
Gambar 4.20 Delay Rata-rata Ke Arus Kendaraan Minor Untuk ta = 5 detik, tf = 3 detik
Gambar 4.21 Delay Rata-rata Ke Arus Kendaraan Minor Untuk ta = 4 detik, tf = 2 detik.
Jarak Pandang
Kecepatan (km/jam)
Pendekat (m)
40 30
50 40
60 55
70 70
80 95
KOREKSI
Kecepatan
Tanjakan Turunan
(km/jam)
4% 8% 12% 4% 8% 12%
40 - - - - - 5
50 - - 5 - 5 5
60 - 5 5 - 5 10
70 - 10 10 5 10 15
80 5 10 15 5 10 25
F.2. Alinyemen
Jarak pandang yang didapat diterapkan guna penyediaan alinyemen persimpangan. Secara umum
dapat dikatakan baliwa alinyemen horizontal untuk jalan menerus harus tetap bila melewati
persimpangan. Lengkung yang tajam atau perubahan alinyemen di dalam persimpangan
sebaiknya dihindari. Di daerah yang berbukit, persimpangan lebih baik diletakkan pada daerah
cekung dan pada cembung dimana jarak pandang terbatas. Pada situasi ini pengendara dapat
melewati persimpangan dengan aman, jari-jari lengkung minimum dan alinyemen vertikal pada
suatu persimpangan sebaiknya sama dengan bagian ruas jalan (Tabel 4.22). Alinyemen vertikal
sebaiknya 2,5%, sejauh mana kondisi tepi jalan tersebut masih aman dan lancar bagi lalu-lintas.
Disarankan jarak minimum bagian yang datar sama dengan hasil perkalian banyaknya kendaraan
yang berhenti dikalikan dengan Headway dalam satu cycle time. Jari-jari minimum sebaiknya
tidak kurang dan nilai yang terdapat pada Tabel 4.22.
Pengaturan alinyemen vertikal pada kaki persimpangan akan membuat pandangan menjadi lebih
baik, menghindari berkurangnya kapasitas persimpangan, efisiensi dalam memberhentikan dan
mulai menjalankan kendaraan, dan meningkatkan keamanan.
Tabel 4.22. Jari-jari Minimum dan Panjang bagian datar Pada Persimpangan
(a) Pada Jalan Major pada Persimpangan Berprioritas
Jumlah jalur pada kaki keluar persimpangan harus sama dengan jumlah jalur menerus lurus pada
kaki masuk persimpangan, dan merupakan perpanjangan kaki lajur menerus lurus bagian
Gambar 4.24 Perencanaan Jalan Baru Yang Dihubungkan Dengan Suatu Persimpangan Yang
Sudah Ada
Satu jalur dimana terdapat bahu jalan sepanjang Lajur Belok Kiri (W1)
Satu jalur dimana di kedua sisi lajur terdapat kereb dan jari- jari kelokan tidak lebih dan 100
m (W2)
Kementerian Perhubungan Laporan Antara 4-45
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Direktorat Kepelabuhanan
Penyusunan Detail engineering Design (DED) Bangunan Fasilitas Penunjang (Tower 4 Lantai, Lapangan
Parkir dan Pos Jaga), Pagar Pengaman, Jalan Lingkungan dan Saluran Drainase Pelabuhan Patimban
Dua jalur dimana terdapat kereb atau tidak terdapat kereb (W3)
Sudut menyilang kaki persimpangan > 60O dan lalu-lintas yang belok kiri cukup besar.
Kecepatan lalu-lintas yang belok ke kiri, sangat tinggi.
Banyak terdapat pejalan kaki pada jalur belok kiri.
Dengan tersedianya Lajur Belok Kiri, maka dapat dicegah berkurangnya kapasitas persimpangan
dan tidak teraturnya arus lalu-lintas. Penyediaan Lajur Belok Kiri tergantung pada volume lalu-
lintas yang belok ke kiri, dan volume kendaraan besar (truck). Penyediaan taper melebar akan
membantu kendaraan. khususnya kendaraan besar untuk membelok. Biasanya taper dengan
pelebaran ini tidak perlu dipakai bila kecepatan kendaraan yang membelok kurang dan 60
km/jam. Jari-jari kelokan diambil antara 6 - 10 m. Namun di daerah perkotaan bila jari-jari lebih
besar dan 10 m selain akan meningkatkan kecepatan kendaraan membelok juga mempunyai
kesulitan dalam menempatkan tanda lalu-lintas.
Sebaiknya memasang kereb di tepi perkerasan akan membantu pergerakan kendaraan. Pemberian
lajur tambahan untuk belokan yang mempunyai volume yang besar sangat baik dilakukan.
Gambar 5.4 memberikan gambaran desain belok kiri di daerah perkotaan. Panjang Lajur Belok
Kiri harus cukup menjamin antrian kendaraan yang akan lurus tidak mengganggu kendaraan
yang akan belok. Pada persimpangan dengan Kanal, Pulau Kanal dapat dipakai sebagai tempat
berlindung bagi pejalan kaki ataupun tempat untuk meletakkan alat lampu lalu lintas, tanda-tanda
lalu-lintas dan sebagainya. Pada persipangan bersudut lancip, kanal belok kiri akan memudahkan
kendaraan untuk belok ke kiri. (Gambas 4.19).
Lajur Belok Kanan sangat efektif untuk mencegah kecelakaan lalu-lintas belok ke kanan dan
menghindari penurunan kapasitas persimpangan akibat kendaraan membelok ke kanan. Oleh
karena itu dianjurkan agar Lajur Belok Kanan harus disediakan berdasarkan peraturan peraturan
di atas dalam hal pembangunan jalan baru ataupun perbaikan jalan. Pengendalian lalu-lintas oleh
alinemen dan marka jalan diperlukan agar lalu-lintas menerus tidak akan masuk langsung ke
dalam jalur belok kanan, tetapi lalu-lintas belok kanan harus pindah jalur dahulu masuk ke dalam
Lajur Belok Kanan (Gambar 4.21).
L= Id + Is
Panjang Lajur Perlambatan (Id) tidak hanya cukup untuk perlambatan (Idi) namun juga cukup
untuk taper (1d2). Panjang Idi diberikan dalam Tabel 4.25, dan panjang taper (Id2) dihitung
berdasarkan persamaan benikut:
ΔW
Id 2 V
6
1d2 = panjang taper (m)
V = kecepatan rencana (km/jam)
W = lebar jalur tambahan (m)
Panjang Lajur Antrian (ls) untuk kendaraan belok ke kanan dihitung berdasarkan rumus
sebagai berikut:
Is = 1,5 N.S
dimana:
Lajur Belok Kanan dapat ditempatkan dengan mengurangi lebar separator. Lebar separator yang
memisahkan lajur berlawanan minimum lebih besar 0,5 m, dan diberi tanda marka jalan. Bahu
jalan biasanya dipergunakan untuk lajur pejalan kaki atau lajur sepeda bila tidak disediakan jalur
secara khusus. Dalam hal ini bahu jalan sama atau lebih Iebar tergantung pada volume lalu-lintas
yang ada. (Gambar 5.9(a)). Kebanyakan pejalan kaki mengumpul di dekat persim- pangan
dimana banyak terdapat rambu-rambu atau lampu. Oleh karena itu lebar trotoar jangan terlalu
kecil.
a. Lajur Belok Kanan Pada Jalan Tanpa b. Lajur Belok Kanan Dengan Perpindahan
Trotoar Lajur di Kaki Persimpangan
Kecepatan
Persamaan Minimum
Rencana
(A) (B)
(km/jam)
80 -
60 (V × D W)/3 40
50 35
40 30
30 25
20 20