Anda di halaman 1dari 11

Tinjauan Pustaka

Rehabilitasi Stroke pada


Pelayanan Kesehatan Primer

Rosiana Pradanasari Wirawan

SMF Rehabilitasi Medis RS Fatmawati, Jakarta

Abstrak: Stroke menjadi masalah yang besar dan serius. Sebagai penyebab kecacatan terbanyak
kedua pada individu usia di atas 60 tahun, stroke menimbulkan beban psikososial serta biaya
yang sangat besar. Bagi pasien pasca stroke diperlukan intervensi rehabilitasi medik agar
mereka mampu mandiri untuk mengurus dirinya sendiri dan melakukan aktivitas kehidupan
sehari-hari tanpa harus terus menjadi beban bagi keluarganya. Namun tidak semua pasien
mendapat kesempatan melanjutkan program rehabilitasi stroke setelah pulang dari perawatan.
Sebagian besar disebabkan karena tidak tersedianya fasilitas rehabilitasi medik di sekitar
tempat tinggal pasien. Secara umum rehabilitasi stroke fase subakut dan kronis dapat ditangani
melalui tatalaksana rehabilitasi medis sederhana yang tidak memerlukan peralatan canggih.
Berfokus pada upaya untuk mencegah komplikasi immobilisasi yang dapat membawa dampak
kepada perburukan kondisi dan mengembalikan kemandirian dalam aktivitas sehari-hari,
diharapkan pasien dapat mencapai hidup yang lebih berkualitas. Pelayanan Kesehatan Primer
sangat penting perannya.
Kata kunci: stroke, rehabilitasi, subakut

Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 2, Pebruari 2009 61


Rehabilitasi Stroke pada Pelayanan Kesehatan Primer

Stroke Rehabilitation in Primary Health Care

Rosiana Pradanasari Wirawan

Physical Medicine and Rehabilitation, Fatmawati Hospital -Jakarta

Abstract: Stroke has become an enormous and serious health problem. Being the second most
cause of disability for individual above 60 years old, stroke is considered a psychosocial burden
and very costly. Post-stroke patient therefore need a medical rehabilitation intervention, which
enable them to take care of themselves and do their own daily activity without being a burden to
their family. Unfortunately, not all post-stroke patients have their chance to continue their rehabili-
tation program after discharged from the hospital. The reason behind is mostly the lack of medical
rehabilitation facility near their home. Generally, stroke rehabilitation in subacute and chronic
phase could also be managed by simple procedures without using a sophisticated apparatus.
Focusing on preventing of the complication of immobilization that could make the condition
became worse, and achievement of the independency of their daily activity, is aiming for the
patients, better quality of life. Primary Health Care has a very important role in this case.
Keywords: stroke, rehabilitation, subakute.

Pendahuluan berulang (secondary prevention). Komplikasi tirah baring


Baik di negara maju maupun berkembang, beban yang dan stroke berulang akan memperberat disabilitas dan
ditimbulkan stroke sangat besar. Stroke merupakan penyebab menimbulkan penyakit lain yang bahkan dapat membawa
kematian kedua terbanyak di negara maju dan ketiga kepada kematian.
terbanyak di negara berkembang. Berdasarkan data WHO
tahun 2002, lebih dari 5,47 juta orang meninggal karena stroke Tabel 1. Faktor Risiko Stroke2
di dunia.1 Dari data yang dikumpulkan oleh American Heart
Tidak dapat Dapat dimodifikasi Potensial
Association tahun 2004 setiap 3 menit satu orang meninggal dimodifikasi dimodifikasi
akibat stroke.
Dengan kemajuan teknologi, stroke lebih sering Usia Hipertensi Obesitas
meninggalkan kecacatan dibandingkan kematian. Stroke Jenis kelamin Diabetes mellitus Inaktivitas fisik
Ras Hiperkolesterolemia Hiperhomosisteinemia
merupakan penyebab kecacatan kedua terbanyak di seluruh Hereditas Atrial fibrilasi Kondisi hiperkoagulitas
dunia pada individual di atas 60 tahun.1 Beban biaya yang Merokok Kontrasepsi oral terapi
ditimbulkan akibat stroke sangat besar, selain bagi pasien stenosis karotis hormonal pengganti
dan keluarganya, juga bagi negara. Kondisi ini belum (asimptomatik) Proses inflamasi
Penyakit sel sabit Alkohol berlebihan
memperhitungkan beban psikososial bagi keluarga yang Abuse obat-obatan
merawatnya.
Oleh karena itu pencegahan stroke menjadi sangat
penting. Upaya pencegahan antara lain berupa kontrol Sindrom Stroke
terhadap faktor risiko stroke (Tabel 1) dan perilaku hidup Patologi stroke dapat dibagi dalam 2 kategori yaitu
yang sehat (primary prevention). Bagi pasien yang telah hemoragik dan iskemia. (Tabel 2)
mendapat serangan stroke, intervensi rehabilitasi medis Gejala klinis stroke bervariasi tergantung pada bagian
sangat penting untuk mengembalikan pasien pada otak yang sirkulasinya terganggu. Secara umum stroke
kemandirian mengurus diri sendiri dan melakukan aktivitas memberikan gambaran klinis dengan pola yang khas, dengan
kehidupan sehari-hari tanpa menjadi beban bagi keluarganya. variasi secara individual tergantung pada ukuran pembuluh
Perlu diupayakan agar pasien tetap aktif setelah stroke untuk darah, pola aliran atau luasnya disrupsi aliran darah ke otak.
mencegah timbulnya komplikasi tirah baring dan stroke (Tabel 3 dan 4.)

62 Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 2, Pebruari 2009


Rehabilitasi Stroke pada Pelayanan Kesehatan Primer

Tabel 2. Patomekanisme Stroke Akut 2 dan menggunakan tangga.


World Health Organization (WHO) pada tahun 1980
Patomekanisme Persentase
memperkenalkan The International Classification of Impair-
Iskemik 85% ments, Disabilities and Handicaps (ICIDH) sebagai model
Trombotik 60% rehabilitasi.5-8
Embolik 20% Model ini membagi kondisi sakit dalam 4 level berbeda
Lain-lain 5%
Hemoragik 15% yaitu:
Intraserebral 10% a. Patologi (penyakit)
Subarakhnoid 5% Patologi sinonim dengan penyakit atau diagnosis,

Tabel 3. Sindrom Stroke Iskemik 3

Sirkulasi tergganggu Sensomotorik Gejala klinis lain

Sindrom Sirkulasi anterior


A. Serebri media (total) Hemiplegia kontralateral (lengan lebih berat Afasia global (hemisfer dominan) Hemi-neglect
dari tungkai) hemihipestesia kontralateral (hemisfer non-dominan), agnosia, defisit visuo-
spassial apraksia, disfagia
A. Serebri media (bagian atas) Hemiplegia kontralateral(lengan lebih berat Afasia motorik (hemisfer dominan)
dari tungkai)hemiestesia kontralateral Hemi-neglect (hemisfer non-dominan), hemia-
nopsia, disfagia
A. Serebri media (bagian bawah) Tidak ada gangguan Afasia sensorik (hemisfer dominan)
Agnosia afektif (hemisfer non-dominan)
Kontruksional apraksia
A. Serebri media dalam Hemiparese kontralateral Afasia sensoris transkortikal (hemisfer dominan)
Tidak ada gangguan sensoris, atau ringan sekali Visual dan sensoris neglect sementara. (hemisfer
non-dominan)
A. Serebri anterior Hemiplegia kontralateral (tungkai lebih berat dari Afasia transkortikal (hemisfer dominan), Apraksia
lengan) hemiestesia kontralateral (umumnya ringan) (hemisfer non dominan) perubahan perilaku dan
personalitas Inkontinensia urin dan alvi
Sindrom sirkulasi posterior
A. Basilaris (total) Kuadriplegia. Sensoris umumnya normal Gangguan kesadaran sampai ke sindrom lock-in
Gangguan saraf kranial yang menyebabkan diplopia,
disartria, disfagia, disfonia.
Ganggguan emosi
A. Serebri posterior Hemiplegia sementara, berganti dengan pola gerak Gangguan lapang pandang bagian sentral,
chorea pada tangan.hipestesia atau anestesia Prosopagnosia, Aleksia
terutama pada tangan
Pembuluh darah kecil
Lacunar Infark Gangguan motorik murni, Gangguan sensorik murni
Hemiparesis ataksik, Sindrom Clumsy Hand

Stroke hemoragik memiliki sejumlah penyebab. Ada 4 Tabel 4. Sindrom Hemoragik 4


tipe yang paling umum, yaitu perdarahan hipertensif Area yang terkena Sensomotorik Gejala Klinis lain
intrakranial, ruptur aneurisma sakular, perdarahan dari AVM
(arteriovenous malformation) dan perdarahan spontan di Putamen
daerah lobus. (apsula interna, basal Hemiplegia kontra- Stupor/Koma dengan
ganglia) lateral kompresi batang otak
krigiditas deserebrasi
Gangguan Fungsi akibat Stroke Talamus
Dalam rehaebilitasi medis, istilah fungsi merujuk pada (talamus, kapsula Hemiplegia kontra- Afasia (hemisfer
interna) lateral dominan)
kemampuan/ketrampilan seseorang untuk melakukan
Gangguan sensoris Gangguan lapangan
aktivitas sehari-hari, aktivitas hiburan atau hobi, pekerjaan, berat semua modalitas pandang
interaksi sosial dan perilaku lain yang dibutuhkan. Aktivitas Sindrom Horner
sehari-hari seseorang tentu sangat luas, individu yang satu Pontin
(pons, batang otak, Kuadriparesis, kua- Sindroma lock in
berbeda dengan individu lain. Aktivitas sehari-hari yang
midbrain) driplegia Rigiditas deserebrasi
perlu dinilai adalah kemampuan dasar dalam melakukan Serebelum Hemiparesis ringan Vertigo/dizziness,
aktivitas perawatan diri sendiri yaitu makan-minum, mandi, gangguan koordinasi, Nausea, vomiting
berpakaian, berhias, menggunakan toilet, kontrol buang air ataksia Nystagmus Disfagia,
disartria
kecil dan besar, berpindah tempat (transfer), mobilitas-jalan,

Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 2, Januari 2009 63


Rehabilitasi Stroke pada Pelayanan Kesehatan Primer

didefinisikan sebagai kerusakan atau proses abnormal Health condition


yang terjadi di dalam organ atau sistem organ tubuh. (Disorder or Disease)
(Disorder or Disease)
Contoh patologi: stroke non-hemoragik yang di-
sebabkan oleh trombosis, hipertensi, diabetes mellitus,
dan sebagainya.
Body functions Activities Participation
1. Impairment (gangguan organ atau fungsi organ) and structure
Impairments merupakan akibat langsung dari patologi,
didefinisikan sebagai hilang atau terganggunya struktur
atau fungsi anatomis, fisiologis, atau psikologis tubuh.
Contoh impairment adalah hemiparesis, afasia, disartria,
disfagia, depresi dan lain sebagainya. Environmental Personal
factors factors
2. Disability (ketidakmampuan)
Disability didefinisikan sebagai keterbatasan atau Gambar 1. Rehabilitation Model: ICF7
hilangnya kemampuan untuk melakukan aktivitas yang
umum dapat dilakukan oleh orang lain yang normal Pemulihan neurologis terjadi awal setelah stroke. Mekanisme
karena impairment yang dideritanya. Contoh disabil- yang mendasari adalah pulihnya fungsi sel otak pada area
ity: adalah ketidak mampuan berjalan (akibat hemipare- penumbra yang berada di sekitar area infark yang se-
sis), ketidakmampuan berkomunikasi (akibat afasia, sungguhnya, pulihnya diaschisis dan atau terbukanya
disatria) atau ketidakmampuan melakukan perawatan diri kembali sirkuit saraf yang sebelumnya tertutup atau tidak
sendiri seperti berpakaian (akibat hemiparesis, gangguan digunakan lagi. Kemampuan fungsional pulih sejalan dengan
kognitif, gangguan sensoris dan lain-lain) pemulihan neurologis yang terjadi.
Setelah lesi otak menetap, pemulihan fungsional masih
3. Handicap (keterbatasan dalam peran) dapat terus terjadi sampai batas-batas tertentu terutama dalam
Handicap atau kecacatan merupakan suatu konsekuensi 3-6 bulan pertama setelah stroke. Hal itulah yang menjadi
sosial dari penyakit, didefinisikan sebagai terganggu fokus utama rehabilitasi medis, yaitu untuk mengembalikan
atau terbatasnya kemampuan aktualisasi diri dan untuk kemandirian pasien mencapai kemampuan fungsional yang
berperan secara sosial, budaya, ekonomi dalam keluarga optimal. Proses pemulihan fungsional terjadi berdasarkan
dan lingkungan bagi individual tertentu akibat impair- pada proses reorganisasi atau plastisitas otak melalui:
ment dan disability yang dideritanya. Contoh handi-
cap adalah ketidakmampuan berperan sebagai ayah 1. Proses Substitusi
bermain dengan anaknya (karena hemiparesis yang Proses ini sangat tergantung pada stimuli eksternal yang
menyebabkannya sulit bergerak atau berjalan), tidak diberikan melalui terapi latihan menggunakan berbagai
dapat bekerja (karena kesulitan berjalan ke tempat kerja, metode terapi. Pencapaian hasilnya sangat tergantung
melakukan pekerjaan sebelumnya) dan lain sebagainya. pada intaknya jaringan kognitif, visual dan proprioseptif,
yang membantu terbentuknya proses belajar dan
Pada tahun 2001 WHO mempublikasikan revisi dari plastisitas otak.
ICIDH menjadi ICF (International Classification of Func-
tioning) dimana istilah disability dan handicap diganti b. Proses Kompensasi
menjadi activity and participation.5-7 Revisi ini secara prinsip Proses ini membantu menyeimbangkan keinginan
tidak terlalu banyak berbeda dengan ICIDH, hanya di- aktivitas fungsional pasien dan kemampuan fungsi
definisikan lebih positif, yaitu disability (ketidakmampuan) pasien yang masih ada. Hasil dicapai melalui latihan
diganti menjadi activity (kemampuan fungsional penderita), berulang-ulang untuk suatu fungsi tertentu, pemberian
sedangkan handicap (kecacatan) diganti menjadi partici- alat bantu dan atau ortosis, perubahan perilaku, atau
pation (peran-serta penderita dalam kehidupan sesuai perubahan lingkungan.
dengan ketidak-mampuan, aktivitas, kondisi kesehatan dan
faktor kontekstual lainnya ). Rehabilitasi medis tidak hanya Pemilihan jenis intervensi rehabilitasi didasarkan pada
berfokus pada apa yang pasien tidak mampu lakukan namun pertimbangan beratnya gejala-sisa stroke, fase stroke saat
juga pada apa yang pasien masih mampu lakukan. terapi, penyakit penyerta dan atau komplikasi medis, serta
berbagai faktor terkait lainnya seperti usia pasien, motivasi,
Proses Pemulihan setelah Stroke serta dukungan dan ekonomi keluarga. Sebagai contoh pasien
Proses pemulihan setelah stroke dibedakan atas usia lanjut, penderita PPOK yang mendapat stroke akibat
pemulihan neurologis (fungsi saraf otak) dan pemulihan oklusi total a.cerebri media tentu tidak mungkin diberikan
fungsional (kemampuan melakukan aktivitas fungsional). program rehabilitasi substitusi agar ia dapat berjalan dan

64 Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 2, Pebruari 2009


Rehabilitasi Stroke pada Pelayanan Kesehatan Primer

mandiri penuh dalam aktivitas sehari-harinya, rehabilitasi mungkin. Hal tersebut dapat tercapai melalui terapi latihan
kompensasi tentu lebih tepat untuknya. yang terstruktur, dengan pengulangan secara kontinyu serta
mempertimbangkan kinesiologi dan biomekanik gerak.
Intervensi Rehabilitasi Medis pada Stroke
Prinsip-prinsip Rehabilitasi Stroke:
Secara umum rehabilitasi pada stroke dibedakan dalam
1. Bergerak merupakan obat yang paling mujarab. Bila
beberapa fase. Pembagian ini dalam rehabilitasi medis dipakai
anggota gerak sisi yang terkena terlalu lemah untuk
sebagai acuan untuk menentukan tujuan (goal) dan jenis
mampu bergerak sendiri, anjurkan pasien untuk bergerak/
intervensi rehabilitasi yang akan diberikan, yaitu:
beraktivitas menggunakan sisi yang sehat, namun
1. Stroke fase akut: 2 minggu pertama pasca serangan
sedapat mungkin juga mengikutsertakan sisi yang sakit.
stroke
Pasien dan keluarga seringkali beranggapan salah,
2. Stroke fase subakut: antara 2 minggu-6 bulan pasca
mengharapkan sirkuit baru di otak akan terbentuk dengan
stroke
sendirinya dan pasien secara otomatis bisa bergerak
3. Stroke fase kronis: diatas 6 bulan pasca stroke
kembali. Sebenarnya sirkuit hanya akan terbentuk bila
ada “kebutuhan” akan gerak tersebut. Bila ekstremitas
Rehabilitasi Stroke Fase Akut
yang sakit tidak pernah digerakkan sama sekali,
Pada fase ini kondisi hemodinamik pasien belum stabil, presentasinya di otak akan mengecil dan terlupakan.
umumnya dalam perawatan di rumah sakit, bisa di ruang rawat 2. Terapi latihan gerak yang diberikan sebaiknya adalah
biasa ataupun di unit stroke. Dibandingkan dengan gerak fungsional daripada gerak tanpa ada tujuan
perawatan di ruang rawat biasa, pasien yang di rawat di unit tertentu. Gerak fungsional misalnya gerakan meraih,
stroke memberikan outcome yang lebih baik. Pasien menjadi memegang dan membawa gelas ke mulut. Gerak
lebih mandiri, lebih mudah kembali dalam kehidupan sosialnya fungsional mengikutsertakan dan mengaktifkan bagian–
di masyarakat dan mempunyai kualitas hidup yang lebih baik.9 bagian dari otak, baik area lesi maupun area otak normal
Rehabilitasi pada fase itu tidak akan di bahas lebih lanjut lainnya, menstimulasi sirkuit baru yang dibutuhkan.
dalam makalah ini, karena memerlukan penanganan Melatih gerak seperti menekuk dan meluruskan (fleksi-
spesialistik di rumah sakit. ekstensi) siku lengan yang lemah menstimulasi area lesi
saja. Apabila akhirnya lengan tersebut bergerak, tidak
Rehabilitasi Stroke Fase Subakut begitu saja bisa digunakan untuk gerak fungsional,
Pada fase ini kondisi hemodinamik pasien umumnya namun tetap memerlukan terapi latihan agar terbentuk
sudah stabil dan diperbolehkan kembali ke rumah, kecuali sirkuit yang baru.
bagi pasien yang memerlukan penanganan rehabilitasi yang 3. Sedapat mungkin bantu dan arahkan pasien untuk
intensif. Sebagian kecil (sekitar 10%) pasien pulang dengan melakukan gerak fungsional yang normal, jangan biarkan
gejala sisa yang sangat ringan, dan sebagian kecil lainnya menggunakan gerak abnormal. Gerak normal artinya sama
(sekitar 10%) pasien pulang dengan gejala sisa yang sangat dengan gerak pada sisi sehat. Bila sisi yang terkena masih
berat dan memerlukan perawatan orang lain sepenuhnya. terlalu lemah, berikan bantuan “tenaga” secukupnya
Namun sekitar 80% pasien pulang dengan gejala sisa yang dimana pasien masih menggunakan ototnya secara
bervariasi beratnya dan sangat memerlukan intervensi “aktif”. Bantuan yang berlebihan membuat pasien tidak
rehabilitasi agar dapat kembali mencapai kemandirian yang menggunakan otot yang akan dilatih (otot bergerak
optimal. pasif). Bantuan tenaga yang kurang menyebabkan pasien
Rehabilitasi pasien stroke fase subakut dan kronis mengerahkan tenaga secara berlebihan dan mengikut-
mungkin dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan primer. sertakan otot-otot lain. Ini akan memperkuat gerakan
Rehabilitasi fase ini akan dibahas lebih rinci terutama ikutan ataupun pola sinergis yang memang sudah ada
mengenai tatalaksana sederhana yang tidak memerlukan dan seharusnya dihindari. Besarnya bantuan “tenaga”
peralatan canggih. yang diberikan harus disesuaikan dengan kemajuan
Pada fase subakut pasien diharapkan mulai kembali pemulihan pasien.
untuk belajar melakukan aktivitas dasar merawat diri dan 4. Gerak fungsional dapat dilatih apabila stabilitas batang
berjalan. Dengan atau tanpa rehabilitasi, sistim saraf otak tubuh sudah tercapai, yaitu dalam posisi duduk dan
akan melakukan reorganisasi setelah stroke. Reorganisasi berdiri. Stabilitas duduk dibedakan dalam stabilitas duduk
otak yang terbentuk tergantung sirkuit jaras otak yang pal- statik dan dinamik. Stabilitas duduk statik tercapai apabila
ing sering digunakan atau tidak digunakan. Melalui pasien telah mampu mempertahankan duduk tegak tidak
rehabilitasi, reorganisasi otak yang terbentuk diarahkan agar bersandar tanpa berpegangan dalam kurun waktu
mencapai kemampuan fungsional optimal yang dapat dicapai tertentu tanpa jatuh/miring ke salah satu sisi. Stabilitas
oleh pasien, melalui sirkuit yang memungkinkan gerak yang duduk dinamik tercapai apabila pasien dapat
lebih terarah dengan menggunakan energi/tenaga se-efisien mempertahankan posisi duduk sementara batang tubuh

Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 2, Pebruari 2009 65


Rehabilitasi Stroke pada Pelayanan Kesehatan Primer

Gambar 2. Latihan dengan Bantuan


Bantuan terapis disesuaikan dengan kemampuan pasien. Terapis dapat melakukan kontrol tenaga pasien dalam bergerak,
dengan meniadakan gerak ikutan ataupun gerak sinergis.

doyong ke arah depan, belakang, ke sisi kiri atau kanan fungsional dengan segala keterbatasan yang ada.
dan atau dapat bertahan tanpa jatuh/miring ke salah satu
sisi sementara lengan meraih ke atas, bawah, atau samping Intervensi rehabilitasi pada stroke fase subakut ditujukan
untuk suatu aktivitas. Latihan stabilitas batang tubuh untuk:
selanjutnya yaitu stabilitas berdiri statik dan dinamik. 1. Mencegah timbulnya komplikasi akibat tirah baring
Hasil latihan ini memungkinkan pasien mampu melakukan 2. Menyiapkan/mempertahankan kondisi yang memung-
aktivitas dalam posisi berdiri. Kemampuan fungsional kinkan pemulihan fungsional yang paling optimal
optimal dicapai apabila pasien juga mampu melakukan 3. Mengembalikan kemandirian dalam melakukan aktivitas
aktivitas sambil berjalan. sehari-hari
5. Persiapkan pasien dalam kondisi prima untuk melakukan 4. Mengembalikan kebugaran fisik dan mental
terapi latihan. Gerak fungsional yang dilatih akan
memberikan hasil maksimal apabila pasien siap secara Mencegah Komplikasi Akibat Tirah Baring
fisik dan mental. Secara fisik harus diperhatikan Pasien yang pulang ke rumah sebelum mencapai
kelenturan otot-otot, lingkup gerak semua persendian kemampuan duduk stabil serta mulai belajar berdiri dan jalan,
tidak ada yang terbatas, dan tidak ada nyeri pada cenderung akan lebih lama masa tirah baringnya di rumah.
pergerakan. Secara mental pasien mempunyai motivasi Keluarga seringkali “memanjakan” pasien dengan membantu
dan pemahaman akan tujuan dan hasil yang akan dicapai secara berlebihan dan menjadikan pasien terbaring pasif
dengan terapi latihan tersebut. Kondisi medis juga “menunggu kondisi menjadi lebih baik, dan gerak menjadi
menjadi salah satu pertimbangan. Tekanan darah dan lebih mudah”. Akan tetapi tirah baring lama menyebabkan
denyut nadi sebelum dan sesudah latihan perlu pasien bertambah lemah, lebih cepat lelah karena stamina
dimonitor. Lama latihan tergantung pada stamina pasien. makin rendah, gerak semakin bertambah berat karena semua
Terapi latihan yang sebaiknya adalah latihan yang tidak anggota gerak menjadi kaku dan timbul komplikasi-komplikasi
sangat melelahkan, durasi tidak terlalu lama (umumnya lain. Keluarga dan pasien harus disadarkan bahwa tirah bar-
sekitar 45-60 menit) namun dengan pengulangan ing berkelanjutan akan lebih banyak membawa dampak buruk
sesering mungkin. dari pada baik. (Tabel 5).
6. Hasil terapi latihan yang diharapkan akan optimal bila Selain itu pemulihan fungsional mempunyai “periode
ditunjang oleh kemampuan fungsi kognitif, persepsi dan emas” yang terbatas waktunya; stimulasi yang diberikan pada
semua modalitas sensoris yang utuh. Rehabilitasi fisik 3 bulan pertama akan lebih memberikan hasil dibandingkan
dan rehabilitasi fungsi kognitif tidak dapat dipisah- fase kronis, dan tentu tidak boleh disia-siakan. Pasien harus
pisahkan. Mengembalikan kemampuan fisik seseorang diberikan motivasi untuk selalu aktif melakukan aktivitas
harus melalui kemampuan kognitif, karena rehabilitasi sesuai dengan kemampuan yang ada. Terapi latihan di-
pada prinsipnya adalah suatu proses belajar, yaitu belajar programkan dengan durasi dan frekuensi latihan secara
untuk mampu kembali melakukan suatu aktivitas bertahap ditingkatkan.

66 Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 2, Pebruari 2009


Rehabilitasi Stroke pada Pelayanan Kesehatan Primer

Tabel 5. Komplikasi Tirah Baring10 tidak berlebihan dan mengganggu gerak fungsional yang
akan dilatih. Pemberian posisi yang tepat sebagai
Sistem tubuh Efek terhadap sistem tubuh
antisipasi sudah harus dimulai sejak awal dan diterapkan
Sistem Kardiovaskuler § Denyut nadi meningkat ½ ketuk/menit dalam seluruh aktivitas.
setiap hari selama 3-4 minggu
§ Ortostatik hipotensi
§ Risiko terjadinya Deep Vein Trombosis Tabel 6. Pola Sinergistik 11
dan emboli pulmonal
§ Viskositas darah meningkat Bagian tubuh Pola sinergis fleksor Pola sinergis
Sistem Respirasi § Retensi sputum dan menurunnya ekstensor
oksigenasi
§ Kecepatan pernafasan meningkat Ekstremitas atas Retraksi bahu Protraksi bahu
§ Risiko terjadinya pneumonia Abduksi bahu Adduksi bahu
Sistem Muskuloske- § Kekuatan dan massa otot menurun Rotasi eksternal lengan Rotasi internal lengan
letal § Perubahan histologi otot Fleksi siku Ekstensi siku
§ Perubahan kelenturan sendi Supinasi tangan Pronasi tangan
(kontraktur) Fleksi pergelangan Ekstensi pergelangan
§ Osteoporosis tangan tangan
Sistem Metabolik § Persentase lemak tubuh meningkat Fleksi jari-jari tangan Fleksi jari-jari tangan
dan Endokrin § Hipercalcaemia Ekstremitas Fleksi panggul Ekstensi panggul
§ Toleransi glukose menurun dalam 3 hari bawah Abduksi panggul Adduksi panggul
tirah baring Rotasi eksternal Rotasi internal paha
Sistem Integumen § Decubitus ulcers panggul
Sistem Gastrointes- § Konstipasi Fleksi lutut Ekstensi lutut
tinal § Refluks Gastroesofageal Dorsifleksi pergelangan Plantar fleksi pergela-
Sistem Urogenital § Awal volume urin meningkat, kemudian kaki ngan kaki
menurun /stasis Eversi pergelangan kaki Inversi pergelangan kaki
§ Inkontinensia urine Ekstensi jari-jari kaki Fleksi jari-jari kaki
Sistem Saraf Pusat § Perubahan pada afeksi
§ Penurunan kognitif dan persepsi
Posisi antisipasi adalah posisi sebaliknya dari pola gerak
yang akan timbul. Pada ekstremitas atas misalnya,
Menyiapkan/mempertahankan kondisi yang memung- cenderung timbul spastisitas fleksor, maka lengan
kinkan pemulihan fungsional yang paling optimal diupayakan selalu dalam posisi ekstensi apabila tidak
Berbagai komplikasi dapat timbul setelah stroke yang sedang latihan. Pasien diberikan motivasi secara sadar
dapat membatasi pemulihan kemampuan fungsional yang menggunakan posisi antisipasi pada saat tidur, duduk
seharusnya dapat dicapai. Karena kondisi tersebut sebagian serta berdiri dan bergerak. Pasien seringkali lebih memilih
besar dapat dicegah, maka meningkatkan pemahaman posisi yang menyenangkan baginya. Posisi yang
keluarga dan pasien sangat penting dan krusial. menyenangkan dan terasa nyaman belum tentu
1. Mencegah pemendekan otot dan kontraktur sendi merupakan posisi yang baik untuknya.
Fungsi otot bergerak (berkontraksi) memendek dan 3. Mencegah timbulnya nyeri.
memanjang. Bila otot diam pada satu posisi tertentu dalam Nyeri sering terjadi setelah stroke dan sangat
waktu lama kelenturannya akan hilang. Otot akan kaku mengganggu terapi latihan. Nyeri dapat merupakan akibat
pada posisi tersebut, sulit dan memerlukan tenaga lebih atau komplikasi dari stroke. Lesi yang mengenai area
besar untuk kontraksi memendek ataupun memanjang. talamus seringkali menimbulkan nyeri yang disebut
Demikian pula berlaku pada sendi, yang akan menjadi sebagai thalamic pain syndrome. Nyeri jenis itu
kering dan kaku. Kedua kondisi ini membuat pasien yang disebabkan oleh gangguan sensorik sentral dimana
karena kelumpuhannya sudah sulit bergerak menjadi interpretasi stimulus yang datang dari luar diterima
tambah tidak mungkin bergerak. Latihan mencapai sebagai rasa nyeri di otak. Sayangnya nyeri tersebut
lingkup gerak penuh pada semua persendian disertai tidak selalu mudah diatasi, namun dapat dicoba dengan
latihan regangan otot sedikitnya 2 kali per hari pemberian trisiklik antidepresan atau antikonvulsan.
diperlukan. Sebagian besar nyeri pasca stroke merupakan nyeri
2. Mencegah spastisitas dan pola gerak sinergis berlebihan muskuloskeletal, terutama pada bahu sisi yang terkena.
Setelah stroke akan terbentuk spastisitas dan pola gerak Penyebab utamanya seringkali adalah penanganan bahu
khas yaitu pola sinergis fleksor atau ekstensor (Tabel 6). yang salah atau kurang tepat, seperti dalam penempatan
Pada umumnya, akan terbentuk pola sinergis fleksor pada bahu saat tidur miring ke sisi sakit sehingga bahu tertindih
ekstremitas atas sedangkan pada ekstremitas bawah pola tubuh, atau saat duduk bahu tidak tersanggah dengan
sinergis ekstensor. Spastisitas dan pola gerak sinergis baik. Saat membantu pasien pindah tempat (transfer) dan
tidak dapat dihilangkan akan tetapi perlu dikontrol agar saat membantu dalam aktivitas sehari-hari, misalnya

Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 2, Pebruari 2009 67


Rehabilitasi Stroke pada Pelayanan Kesehatan Primer

Gambar 3. Membantu Berpakaian.


Memegang lengan di bagian distal saat membantu berpakaian (A) dapat menimbulkan tarikan pada bahu yang dapat menimbulkan
nyeri. Lengan harus ditunjang dengan baik sampai proksimal (B).

berpakaian (Gambar 3), ataupun cara melatih yang salah terjadi pada pasien afasia sensorik dan gangguan
pada bahu sisi yang lumpuh, menyebabkan terjadinya kognitif. Pemberian stimulasi untuk kemampuan
tendinitis, kapsulitis, cedera otot-otot gelang bahu, nyeri pemahamanan bahasa dan persepsi pasien diintegrasikan
miofascial, dan atau nyeri neuropatik. ke dalam terapi latihan.
Kontraktur sendi dan spastisitas juga dapat menimbulkan
nyeri saat otot digerakkan. Pencegahan merupakan upaya Gangguan Komunikasi
utama daripada mengobati yang telah terjadi. Edukasi Kemampuan manusia berkomunikasi satu sama lain
untuk mencapai pemahaman mengenai pemberian posisi melibatkan bermacam-macam fungsi, yang utama adalah
yang tepat, cara membantu pasien dalam transfer atau kemampuan berbahasa dan berbicara. Gangguan fungsi
aktivitas sehari-hari serta cara berlatihan oleh karena itu bahasa disebut sebagai afasia sedangkan gangguan fungsi
sangat penting diberikan pada pasien dan keluarganya. bicara disebut disartria.

Terapi Latihan untuk Kemandirian dalam Melakukan 1. Afasia


Aktivitas Sehari-hari Afasia didefinisikan sebagai gangguan untuk mem-
Mengembalikan kemandirian dalam melakukan aktivitas formulasikan dan menginterpretasikan simbol bahasa.
sehari-hari setelah stroke merupakan fokus utama rehabilitasi Afasia terjadi sebagai akibat adanya lesi pada mekanisme
stroke fase subakut. Terapi latihan dan remediasi yang bahasa di sistem saraf pusat, umumnya di hemisfer
diberikan merupakan paduan latihan sederhana dan latihan dominan.
spesifik menggunakan berbagai metode terapi dan Kemampuan berbahasa seseorang dibedakan antara lain:
melibatkan berbagai disiplin ilmu. Menentukan jenis, metode a. kemampuan mengekspresikan bahasa verbal (bicara
pendekatan, waktu pemberian, frekuensi dan intensitas terapi spontan)
yang tepat harus disesuaikan dengan kondisi medis pasien. b. kemampuan memahami bahasa verbal (pemahaman
Selain itu terapi latihan fungsional baru efektif apabila auditori)
terpenuhi beberapa kondisi yaitu: c. kemampuan mengekspresikan bahasa melalui tulisan
1. Tidak ada nyeri, keterbatasan gerak sendi atau (bahasa simbol)
pemendekan otot. Apabila ada, maka kondisi tersebut d. kemampuan memahami bahasa tulisan/membaca
perlu diatasi terlebih dahulu. (pemahamanan visual)
2. Pasien memahami tujuan dan hasil yang akan dicapai e. menamakan
melalui latihan yang diberikan. Kesulitan pemahaman f. meniru

68 Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 2, Pebruari 2009


Rehabilitasi Stroke pada Pelayanan Kesehatan Primer

Stroke dapat mengakibatkan gangguan pada salah satu fungsi kognisi) tersebut lebih sulit dan memerlukan waktu
beberapa atau bahkan semua kemampuan berbahaya (afasia lebih lama. Salah satu yang perlu mendapat perhatian adalah
global). Secara umum afasia dibedakan menjadi afasia motorik, hemi-neglect. Pasien dengan gangguan hemi-neglect
afasia sensorik, afasia transkortikal sensorik, afasia umumnya mempunyai lesi di hemisfer kanan dan mengabaikan
transkortikal motorik, afasia anomik dan afasia global. semua yang berada di sisi kirinya. Pasien tersebut seringkali
Kemampuan pemahaman bahasa menjadi indikator penting berjalan menabrak pintu yang ada di sebelah kiri, jatuh
untuk kemandirian aktivitas fungsional, artinya semakin berat tersandung benda yang berada di sisi kiri, atau tidak
gangguan afasia sensorik yang diderita, semakin sulit tercapai menyadari ada makanan atau minuman yang diletakkan di
kemandirian dalam aktivitas sehari-hari. sisi kirinya. Gangguan hemi-neglect paling parah adalah ia
Pasien afasia harus diajak berbicara dengan suara biasa tidak mengenali tangan kirinya sebagai bagian dari tubuhnya.
afasia bukan gangguan pendengaran, jadi tidak perlu Gangguan ini tidak sama dengan hemianopsia, dimana lapang
berteriak keras). Selain itu, jangan terlalu cepat dan dengan pandang pasien menjadi terbatas.
kalimat pendek yang mengandung satu informasi saja dalam
setiap kalimat. Akan lebih bermanfaat apabila stimulasi Gangguan Menelan
auditori (bahasa verbal) yang diberikan secara simultan Gangguan menelan disebut sebagai disfagia. Insiden
dengan stimulasi visual (bahasa tulisan atau gambar-gambar). gangguan menelan akibat stroke cukup banyak berkisar
Pasien afasia jangan diajarkan mengeja huruf, karena akan antara 30-65%.2,11,12 Sekitar 30% akan pulih dalam 2 minggu,
membuat pasien frustasi. Mengeja merupakan fungsi sisanya akan pulih dalam bulan-bulan berikutnya. Disfagia
hemisfer kiri yang justru terganggu. Stimulasi melalui lagu, merupakan gejala klinis penting karena menempatkan pasien
menyanyikan dan menyuarakan syair lagu yang sudah pada risiko aspirasi dan pneumonia, selain dehidrasi dan
pasien kenal sebelum sakit akan lebih bermanfaat. malnutrisi.
2. Disartria Suara pasien yang serak basah perlu dicurigai adanya
gangguan menelan. Mendeteksi adanya disfagia dapat
Disartria didefinisikan sebagai gangguan dalam
dilakukan melalui pemeriksaan sederhana sebagai berikut:
mengekspresikan bahasa verbal, akibat kelemahan,
spastisitas dan atau gangguan koordinasi pada organ 1. Pasien mampu memahami tujuan tes ini dan kooperatif.
bicara dan artikulasi. 2. Posisikan pasien duduk tegak. Apabila belum ada
Parameter bicara yang terkena pada disatria antara lain keseimbangan duduk, perlu diberikan tunjangan bantalan
respirasi, fonasi/suara, artikulasi, resonansi dan prosodi. agar dapat mempertahankan posisi duduk dengan baik.
Tergantung letak lesi disatria dibedakan atas disatria 3. Berikan satu sendok teh (5 ml) air dingin, minta pasien
flaksid, spastik, ataksik, hipokinetik dan hiperkinetik. untuk menelan dengan kepala sedikit menunduk.
Terapi latihan diberikan sesuai dengan penyebab disatria, 4. Perhatikan apakah pasien mampu menutup bibir saat
antara lain untuk memperbaiki kontrol pernapasan, mencoba menelan.
meningkatkan kelenturan dan penguatan organ bicara 5. Lihat atau lakukan palpasi dengan meletakan jari pada
dan artikulasi termasuk otot wajah, otot leher dan otot laring, rasakan apakah terjadi elevasi laring yang
pernapasan. menunjukan terjadinya proses menelan. Monitor apakah
ada keterlambatan atau terjadi proses menelan yang
Gangguan Fungsi Luhur inkomplit.
Fungsi kortikal luhur merupakan fungsi yang paling 6. Minta pasien untuk menyuarakan huruf “aaaa.....” Moni-
luhur pada manusia, yang membedakan manusia dengan tor suara yang terdengar kering atau basah/serak.
mahkluk Tuhan lainnya. Kerja fungsi ini melibatkan jaringan 7. Minta pasien berusaha membatukkan lendir, ulangi
yang rumit dan kompleks serta sulit untuk dipisahkan karena menyuarakan huruf aaa.... Monitor kembali bagaimana
saling terkait satu sama lain. Untuk memudahkan pemahaman, suara yang terdengar.
fungsi kortikal luhur dibedakan menjadi fungsi berbahasa, Apabila ternyata pasien tidak dapat menelan atau suara
fungsi memori, fungsi visuospasial, fungsi emosi dan fungsi menjadi basah, maka makan dan minum per oral harus
kognisi. Fungsi kognisi seseorang memerlukan intaknya dihentikan. Pasien memerlukan pemeriksaan fungsi menelan
fungsi kortikal luhur yang lain. Fungsi kognisi antara lain lebih lanjut dengan VFSS (video fluorosgraphic swallow
kemampuan atensi, konsentrasi, registrasi, kategorial, study) atau FEES (fiberoptic endoscopic evaluation of swal-
kalkulasi, persepsi, proses pikir, perencanaan, tahapan serta lowing).5,11,12
pelaksanaan aktivitas/tugas, pertimbangan baik buruk,
bahaya tidak bahaya, pemecahan masalah dan lain se- Gangguan Fungsi Miksi dan Defekasi
bagainya. Pasien stroke disertai gangguan fungsi luhur Gangguan miksi yang terjadi pada stroke umumnya
memerlukan rehabilitasi spesifik. Rehabilitasi untuk me- adalah uninhibited bladder yang menimbulkan inkontinensia
ngembalikan kemampuan fungsional (karena ada gangguan urin. Walaupun pasien kelihatannya mampu miksi, namun

Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 2, Pebruari 2008 69


Rehabilitasi Stroke pada Pelayanan Kesehatan Primer

harus tetap dievaluasi apakah urin keluar tuntas, artinya dinamik kemudian latihan berjalan. Dalam latihan berdiri perlu
residu sisa dalam kandung kemih setelah miksi kurang dari selalu diperhatikan bahwa panggul harus pada posisi ekstensi
50-80 ml. Sisa urin yang terlalu banyak akan menyebabkan 00, lutut mengunci pada posisi ekstensi 00 sedangkan
timbulnya infeksi kandung kemih. pergelangan kaki dalam posisi netral 900 . Pastikan berat
Pasien inkontinensia karena uninhibited bladder dapat badan tertumpu juga pada tungkai sisi yang sakit. Paralel bar
diatasi dengan manajemen waktu berkemih. Catat waktu serta yaitu palang dari besi, kayu atau bambu yang dipasang sejajar
jumlah minum dan urine pada voiding diary selama minimal merupakan tempat latihan jalan yang paling baik. Letakan
3 hari berturut-turut. Berdasarkan voiding diary tersebut kaca setinggi tubuh di depan paralel bar agar pasien dapat
dapat ditentukan kapan pasien setiap kali harus berkemih melihat sendiri postur berdiri serta jalannya dan melakukan
dengan pengaturan minum yang sesuai. Apabila frekuensi koreksi secara aktif. Apabila jalan sudah cukup stabil di dalam
miksi terlalu sering, obat seperti antikolinergik dapat paralel bar, maka latihan jalan dapat dilanjutkan dengan
membantu, namun hati-hati dengan risiko timbulnya retensio memakai tripod, yaitu tongkat yang ujung bawahnya
urin.12 bercabang tiga. Untuk memperbaiki stabilitas jalan, tidak
Gangguan defekasi pada stroke fase subakut pada jarang diperlukan perespon splint kaki (dynamic foot ortho-
umumnya adalah konstipasi akibat immobilisasi. Perlu diingat sis) atau sepatu khusus.
bahwa diare yang timbul kemudian selain gastroenteritis juga
bisa disebabkan oleh adanya skibala, terutama bila didahului Gangguan Melakukan Aktivitas Sehari-hari
oleh obstipasi lama sebelumnya. Pasien yang telah kembali ke rumah seharusnya di
Sarankan pasien untuk banyak bergerak aktif, berikan motivasi untuk mengerjakan semampunya aktivitas
cukup cairan (sekitar 40 ml/kg BB ditambah 500 ml air/cairan perawatan dirinya sendiri. Apabila sisi kanan yang terkena,
bila tidak ada kontraindikasi), serta makan makanan berserat pasien dapat diajarkan untuk menggunakan tangan kirinya
tinggi. Bila perlu obat laksatif dapat diberikan. untuk semua aktivitas. Pastikan juga tangan yang sakit diikut-
sertakan dalam semua kegiatan (Gambar 4). Semakin cepat
Gangguan Berjalan dibiarkan melakukannya sendiri, semakin cepat pula pasien
Ambulasi jalan merupakan suatu aktivitas komplex yang menjadi mandiri. Hanya aktivitas yang dapat menimbulkan
memerlukan tidak hanya kekuatan otot ekstremitas bawah risiko jatuh atau membahayakan pasien sendiri yang perlu
saja, tetapi juga kemampuan kognitif, persepsi, keseimbangan ditolong oleh keluarga.
dan koordinasi.
Terapi latihan menuju ambulasi jalan perlu diberikan Mengembalikan Kebugaran Fisik dan Mental
bertahap, dimulai dari kemampuan mempertahankan posisi Pasien stroke seringkali mengeluh cepat lelah. Ia selalu
duduk statik dan dinamik, keseimbangan berdiri statik dan berupaya untuk sedikit bergerak dan lebih banyak istirahat.

Gambar 4. Aktivitas Perawatan Diri


Pasien diberikan motivasi untuk mandiri melakukan aktivitas perawatan diri menggunakan tangan sisi sehat (A) atau mengikut-
sertakan tangan sisi yang sakit disanggah oleh tangan sisi yang sehat (B). Aktivitas sehari-hari seperti ini dapat dipakai juga seba-
gai terapi latihan.

70 Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 2, Pebruari 2009


Rehabilitasi Stroke pada Pelayanan Kesehatan Primer

Keluarga seringkali membenarkan perilaku seperti itu, Kesimpulan


menganggap biasa karena pasien baru pulang rawat dan Dampak gejala sisa akibat stroke sangat bervariasi dan
mengharapkan kondisi seperti ini akan bertambah baik. kompleks. Rehabilitasi stroke memerlukan keterlibatan tenaga
Kenyataannya pasien akan semakin cepat lelah bahkan untuk profesional dalam bentuk tim yang membahas secara
aktivitas yang kecil sekalipun, seperti misalnya duduk berkesinambungan perkembangan hasil dan secara dinamis
beberapa menit di kursi roda. Hal tersebut disebabkan oleh menetapkan intervensi yang tepat dan sesuai. Namun tidak
endurans pasien menjadi rendah karena immobilisasi lama. semua pasien mudah mendapatkan pelayanan rehabilitasi
Selain itu, adanya kelemahan otot menyebabkan tenaga yang spesialistik. Walaupun demikian banyak hal yang masih dapat
diperlukan untuk bergerak lebih besar dari biasanya. Kedua dilakukan untuk membantu pasien dan keluarganya.
kondisi tersebut menyebabkan pasien menjadi cepat lelah. Mencegah komplikasi sekunder dan mengembalikan
Terapi yang terbaik adalah biasakan pasien sejak awal kemandirian pasien dapat sekaligus meringankan beban
aktif semampunya. Pasien jangan dibiarkan istirahat psikososial dan ekonomi keluarga. Profesi dokter di
berkepanjangan. Pasien dianjurkan agar sering duduk, bukan pelayanan kesehatan primer yang menjadi ujung tombak di
duduk di tempat tidur melainkan duduk di kursi di luar kamar masyarakat memiliki peran yang sangat penting.
tidur. Waktu aktif dan istirahat dijadwalkan secara
proporsional sesuai dengan kondisi pasien. Pasien dimotivasi Daftar Pustaka
untuk selalu makan di kamar makan bersama keluarga dan 1. De Freitas GR, Bezerra DC, Maulaz AB, Bogousslavsky J. Stroke:
dibiarkan untuk mengambil makananan pilihannya sendiri. background, epidemiology, etiology and avoiding recurrence. In:
Pasien selalu dilibatkan dalam aktivitas keluarga bahkan bagi Barnes M, Dobkin B and Bogousslavsky J. (ed.) Recovery after
Stroke. Cambridge, Cambridge University Press, 2005:1-46.
pasien dengan afasia. Pasien diajak berlatih yang 2. Brammer CM, Herring GM. Stroke Rehabilitation. In: Brammer
bertargetkan hasil misalnya melempar bola masuk ke CM, Spires MC. (ed). Manual of Physical Medicine and Rehabili-
keranjang, bowling kecil, main catur atau halma. tation. Philadelphia, Hanley & Belfus, Inc., 2002:139-66.
Kegiatan tersebut awalnya mungkin hanya sebentar, 3. Bronstein SC, Popovich JM, Stewart-Amidei C. Promoting Stroke
Recovery. A Research-Based Approach for Nurses. St.Louis,
namun bila dilakukan sesering mungkin akan memperbaiki/ Mosby-Year Book, Inc., 1991:13-24.
meningkatkan endurans pasien. Latihan endurans dengan 4. Bartels MN. Pathophysiology and Medical Management of Stroke.
beban ringan selanjutnya dapat dimulai misalnya dengan In: Gillen G, Burkhardt A.(ed). Stroke Rehabilitation. A Func-
latihan mengayuh sepeda statik atau menggunakan thera- tional-Based Approach. St. Louis, Mosby-Year Book, Inc., 1998:1-
30.
band atau karet ban dalam bekas. 5. Graham A. Measurement in stroke: activity and quality of life.
Suasana hati yang murung juga membuat pasien merasa In: Barnes M, Dobkin B and Bogousslavsky J. (ed.) Recovery
cepat lelah dan bosan. Berikan sedikit demi sedikit peran dan after Stroke. Cambridge, Cambridge University Press, 2005:135-
tanggung jawab serta ungkapkan selalu bahwa peran serta 60.
6. O’Dell MW, Lin CD, Panagos A and Fung NQ. The Physiatric
pasien sangat dibutuhkan oleh keluarga. Dengan demikian History and Physical Examination. In: Braddom RL (ed). Physi-
pasien akan merasa dirinya masih berharga dan berguna cal Medicine & Rehabilitation. 3rd. Edition. Elsevier, WB Saunders
bagi orang lain. Company, 2007:1-36.
7. Granger CV, Black T and Braun SL. Quality and Outcome Mea-
Rehabilitasi Stroke Fase Kronis sures for Medical Rehabilitation. In: Braddom RL (ed). Physical
Medicine & Rehabilitation. 3rd. Edition. Elsevier, WB Saunders
Program latihan untuk stroke fase kronis tidak banyak Company, 2007:151-64.
berbeda dengan fase sebelumnya. Hanya dalam fase ini 8. Wade DT. Measurement in Neurological Rehabilitation. Oxford,
sirkuit-sirkuit gerak/aktivitas sudah terbentuk, membuat Oxford University Press, 1994:3-14,26-34.
9. Wood-Dauphinee S, Kwakkel G. The impact of rehabilitation on
pembentukan sirkuit baru menjadi lebih sulit dan lambat. Hasil stroke outcomes: what is the evidence? In: Barnes M, Dobkin B
latihan masih tetap dapat berkembang bila ditujukan untuk and Bogousslavsky J. (ed.) Recovery after Stroke. Cambridge,
memperlancar sirkuit yang telah terbentuk sebelumnya, Cambridge University Press, 2005:161-88.
membuat gerakan semakin baik dan penggunaan tenaga 10. Tong HC, Brammer CM. Deconditioning and Bed Rest. In:
Brammer CM, Spires MC.(ed). Manual of Physical Medicine and
semakin efisien. Latihan endurans dan penguatan otot secara Rehabilitation. Philadelphia, Hanley & Belfus, Inc., 2002:221-
bertahap terus ditingkatkan, sampai pasien dapat mencapai 9.
aktivitas aktif yang optimal. 11. Harvey RL, Roth EJ, Yu D. Rehabilitation in Stroke Syndromes.
Tergantung pada beratnya stroke, hasil luaran In: Braddom RL (ed). Physical Medicine & Rehabilitation. 3rd.
Edition. Elsevier, WB Saunders Company, 2007:1175-212.
rehabilitasi dapat mencapai berbagai tingkat seperti (a) 12. Harwood R. Huwez F, Good D. Stroke Care. A Practical Manual.
Mandiri penuh dan kembali ke tempat kerja seperti sebelum Oxford, Oxford University Press, 2005.
sakit, (b) Mandiri penuh dan bekerja namun alih pekerjaan
yang lebih ringan sesuai kondisi, (c) Mandiri penuh namun
MS
tidak bekerja, (d) Aktivitas sehari-hari perlu bantuan minimal
dari orang lain atau (e) Aktivitas sehari-hari sebagian besar
atau sepenuhnya dibantu orang lain.

Maj Kedokt Indon, Volum: 58, Nomor: 2, Pebruari 2009 71

Anda mungkin juga menyukai