Vitiligo
Vitiligo
PENDAHULUAN
Etiologi dari vitiligo masih belum diketahui pasti. Namun terdapat beberapa
hipotesis yang telah dikemukakan, yaitu: hipotesis genetik, autoimun, dan
biokimia. Hipotesis ini diduga secara sinergis menyebabkan terjadinya vitiligo.
Adanya kerentanan genetik yang dapat memicu suatu proses autoimun ditambah
1
dengan adanya peningkatan stres oksidatif dapat menyebabkan terjadinya
destruksi melanosit yang berakibat munculnya lesi depigmentasi.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kata vitiligo berasal dari bahasa latin, vitellus, yang memiliki arti 'veal'
(pucat, merah jambu). Penyakit ini adalah penyakit yang depigmentasi terbatas
yang didapat, dan ditemukan pada semua ras (Hunter et al., 2002). Kata vitiligo
mungkin berasal dari bahasa Yunani, vitelius, yang berarti bercak putih pada
lembu (Habif, 2003).
a. fokal: satu atau lebih makula pada satu area, namun tidak segmental,
b. segmental: satu atau lebih makula pada satu area dengan distribusi
sesuai
c. dermatom, misalnya pada satu tungkai,
d. mukosal: hanya terdapat pada membran mukosa.
3
2. Generalisata
Jarang penderita vitiligo lokalisata yang berubah menjadi generalisata.
Hampir 90% penderita secara generalisata dan biasanya simetris. Vitiligo
generalisata dapat dibagi lagi menjadi:
a. akrofasial: depigmentasi hanya terjadi di bagian distal ekstremitas dan
muka, yang merupakan stadium mula vitiligo generalisata,
b. vulgaris: makula tanpa pola tertentu di banyak tempat,
c. campuran: depigmentasi yang terjadi menyeluruh atau yang hampir
menyeluruh dan disebut vitiligo total (Halder dan Taliaferro, 2008).
Ada juga pengaruh genetik pada kejadian munculnya vitiligo yakni ditandai
dengan penetrasi yang tidak sempurna, berbagai tempat yang rentan, dan jenis
genetik yang beragam. Vitiligo yang diturunkan bisa melibatkan gen yang
berhubungan dengan biosintesis melanin, pengaruh oksidatif stress, dan regulasi
dari autoimun (Halder dan Taliaferro, 2008).
4
Hubungan antara vitiligo dan penyakit autoimun dengan baik telah diketahui.
Tiroid disorder, Hashimoto tiroiditis dan penyakit Graves, sangat sering berkaitan
dengan vitiligo, bersamaan dengan penyakit endokrin lainnya seperti penyakit
Addison dan diabetes mellitus. Alopesia areata, anemia pernisiosa, sistemik lupus
eritematosus, inflammatory bowel disease, rematoid artritis, psoariasis dan
autoimmune polyglandular syndrome adalah kelainan lain yang berkaitan dengan
vitiligo, tetapi ada makna dari beberapa hubungan ini yang masih diperdebatkan.
Bukti yang paling meyakinkan pada patogenesis autoimun adalah demonstrasi
dari sirkulasi autoantibodi pada pasien vitiligo (Halder dan Taliaferro, 2008).
2.3 Epidemiologi
Vitiligo adalah penyakit depigmentasi paling sering dijumpai. Hampir
setengah dari kasus vitiligo muncul sebelum umur 20 tahun. Kedua jenis kelamin
sama-sama terkena vitiligo, dan tidak ada perbedaan yang nyata dalam angka
kejadian menurut jenis kulit dan ras. Nonsegmental (atau generalisasi) vitiligo dan
segmental vitiligo memiliki gejala klinis yang khusus dan riwayat alami.
Nonsegmental vitiligo adalah bentuk yang paling sering pada penyakit ini (tercatat
85-90% dari semua kasus vitiligo), tetapi pada segmental vitiligo, bisa memiliki
onset yang lebih cepat, tercatat 30% pada kasus anak-anak. Pada awal kejadian,
kedua jenis vitiligo baik nonsegmental vitiligo dan segmental vitiligo dapat
5
menunjukkan fokal vitiligo, yang mana ditunjukkan karakteristiknya oleh bagian
kecil area yang dipengaruhi (<15 cm2) (Taïeb dan Picardo, 2009).
Pada vitiligo yang berkaitan dengan pekerjaan, penyakit ini dimulai setelah
terpapar bahan kimia yang toksik terhadap melanosit. Setelah itu, penyakit ini
berkembang menjadi generalisasi vitiligo. Derivat fenolik/ katekol adalah bahan
kimia mayor yang berhubungan dengan vitiligo, dan dapat menimbulkan kejadian
ini. Berbagai jenis alergen yang menyebabkan allergic contact dermatitis (ACD)
memiliki kemungkinan menjadi faktor pemicu bagi vitiligo kontak atau vitiligo
yang berkaitan dengan pekerjaan. Bagaimanapun, kontak dengan bahan kimia dan
allergen telah dilaporkan karena telah memicu lesi vitiligo. Secara etiologi, telah
dilaporkan 864 kasus pada bahan kimia leukoderma di India. Pewarna rambut
(27,4%) adalah kasus tersering yang dilaporkan sebagai agen kausative, diikuti
oleh deodorant atau parfum (21,6%) dan deterjen atau pembersih (15,4%). Telah
dilaporkan bahwa diantara 29 pasien yang melaporkan faktor provokasi dari
bahan kimia, diduga terdapat vitiligo yang di induksi oleh bahan kimia seperti
captan, paratertiary butyl phenol (PTBP), dan diphencyprone telah terdeteksi pada
4 pasien. Bahan kimia yang paling berkontribusi adalah PTBP yang memberikan
50,7% dari agen kausatif. Bahan kimia yang paling sering terpapar pada
kehidupan sehari-hari pasien adalah produk pembersih (30,0%), diikuti oleh
produk kosmetik (17,0%), pewarna rambut (11,4%), dan nikel (11,2%).
Bagaimanapun, hanya 23 pasien (4,9%) mengatakan bahwa semua bahan bahan
kimia ini diduga menjadi pemicu kejadian vitiligo. Diantara 16 pasien yang
menjawab bahwa pewarna rambut memperburuk vitiligo yang telah dideritanya,
6
hanya 8 pasien yang melaporkan allergic contact dermatitis (ACD) pada pewarna
rambut. Oleh karena itu, allergic contact dermatitis (ACD) pada pewarna rambut
tidak dapat menjadi persyaratan untuk perkembangan vitiligo (Jeon et al., 2014).
Pada banyak penelitian, vitiligo lebih banyak dijumpai pada wanita (dewasa)
dibandingkan pada laki-laki (dewasa) yaitu 2-3 :1. Sedangkan penelitian vitiligo
pada anak-anak, dijumpai perbandingan yang hampir sama pada kedua jenis
kelamin. Kemungkinan ini disebabkan wanita (dewasa) lebih memberikan
perhatian terhadap penyakit nya dibandingkan laki-laki (dewasa), sehingga lebih
banyak mendapat pengobatan (Lubis, 2009).
2.4 Patogenesis
Menurut Soepardiman dalam buku Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
(2011), ada beberapa patogenesis terbentuknya vitiligo, yakni sebagai berikut:
1. Hipotesis autoimun
Ditandai adanya hubungan antara vitiligo dengan tiroiditis hashimoto,
anemia pernisiosa, dan hipoparatiroid melanosit dijumpai pada serum 80%
penderita.
2. Hipotesis neurohumoral
Karena melanosit terbentuk dari neuralcrest, maka diduga faktor neural
berpengaruh. Tirosin adalah substrat untuk pembentukan melanin dan katekol.
Kemungkinan adanya produk yang terbentuk selama sintesis katekol yang
mempunyai efek merusak melanosit. Pada beberapa lesi ada gangguan keringat
dan pembuluh darah terhadap respons transmitter saraf, misalnya asetilkolin.
7
3. Autotoksik
Sel melanosit membentuk melanin melalui oksidasi tirosin ke DOPA dan
DOPA ke dopakinon. Dopakinon akan dioksidasi menjadi berbagai indol dan
radikal bebas. Melanosit pada lesi vitiligo dirusak oleh penumpukan prekursor
melanin. Secara in vitro dibuktikan tirosin, DOPA, dan dopakrom merupakan
sitotoksik terhadap melanosit.
8
depigmentosis. Lesi tunggal atau sedikit harus dibedakan dengan tinea versikolor,
pitiriasis alba, hipomelanosis gutata, dan hipopigmentasi pasca-inflamasi.
9
2.7. Diagnosis
Lampu wood dapat menegaskan wilayah vitiligo dan membantu mencari
perluasannya. Biopsi kulit tidak biasa di lakukan. Dipertimbangkan pemeriksaan
TSH dan kadar glukosa darah puasa (Barankin dan Freiman, 2006).
2. Pemeriksaan histopatologi
Dengan pewarnaaan Hematoksilin Eosin (HE) tampaknya normal kecuali
tidak ditemukan melanosit, kadang-kadang ditemukan limfosit pada tepi makula.
Reaksi DOPA untuk melanosit negatif pada daerah apigmentasi, tetapi meningkat
pada tepi yang berpigmentasi.
3. Pemeriksaan biokimia
Pemeriksaan histokimia pada kulit yang diinkubasi dengan DOPA
menunjukkan tidak adanya tirosinase. Kadar tirosin plasma dan kulit normal.
10
antibodi antinuklear, dan pemeriksaan darah lengkap. Para klinisi juga harus
melakukan investigasi dari serum antitiroglobulin dan antitiroid peroksida
antibodi, khususnya ketika pasien mempunyai tanda dan gejala dari penyakit
tiroid. Antitiroid peroksida antibodi, menjadi tanda yang sensitif dan spesifik dari
kelainan autoimun tiroid. Berdasarkan definisi, penyakit vitiligo adalah penyakit
dimana kurangnya melanosit pada lesi kulit. Demikian juga dengan permukaan
dermal, perivaskular dan limfositik perifolikular infiltrat primer dapat juga
diamati pada batas lesi vitiligo dan lesi awal, yang terdiri dari mediasi sel imun
yang melakukan proses kerusakan melanosit pada vitiligo (Halder dan Taliaferro,
2008).
2.8 Penatalaksanaan
Menurut Soepardiman dalam buku Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
(2011), pengobatan vitiligo kurang memuaskan. Dianjurkan pada penderita untuk
menggunakan penutup muka agar bagian yang terkena vitiligo tidak tampak.
Pengobatan sistemik adalah dengan trimetilpsoralen atau metoksi-psoralen dengan
gabungan sinar matahari atau sumber sinar yang mengandung ultraviolet
gelombang panjang (ultraviolet A). Dosis psoralen adalah 0.6 mg/kg berat badan
dan 2 jam sebelum penyinaran selama 6 bulan sampai setahun. Pengobatan
dengan psoralen secara topikal yang dioleskan lima menit sebelum penyinaran
sering menimbulkan dermatitis kontak iritan. Pada beberapa penderita
kortikosteroid potensi tinggi, misalnya betametason valerat 0.1% atau klobetasol
propionat 0.05% efektif menimbulkan pigmen (Soepardiman, 2011).
Pada usia dibawah 18 tahun hanya diobati secara topikal saja dengan salep
metoksalen 1% yang diencerkan 1:10 dengan spiritus dilutus. Cairan tersebut
dioleskan pada lesi. Setelah didiamkan 15 menit lalu dijemur selama 10 menit.
Pada usia di atas 18 tahun, jika kelainan kulitnya generalisata, pengobatannya
digabung dengan kapsul metoksalen (10 mg). Obat tersebut dimakan 2 kapsul (20
mg) 2 jam sebelum dijemur, seminggu 3 kali. Bila lesi lokalisata, hanya diberikan
11
pengobatan topikal. Jika setelah 6 bulan tidak ada perbaikan pengobatan
dihentikan dan dianggap gagal (Soepardiman, 2011).
12
namun data pendukung pendekatan ini
terbatas
Lini ketiga : pertimbangkan
pembedahan di daerah yang
menunjukkan respons minimal 1 tahun,
terutama di daerah bernilai kosmetik
tinggi (misalnya: wajah); fenomena
Koebner’s dapat merusak kelangsungan
hidup cangkok kulit (graft survival);
kontraindikasi relatif di daerah seperti
punggung tangan
Lini keempat : pertimbangkan
depigmentasi (monobenzyl ether of
hydroquinone atau hanya mequinol atau
berhubungan dengan Q-switched ruby
laser) jika lebih dari 50% area yang
dirawat atau diterapi tidak berespons
atau jika area terlihat amat jelas, seperti
di wajah atau tangan
Sumber : Anurogo dan Ikrar, 2014
Depigmentasi dapat terjadi setelah 2-3 bulan dan sempurna setelah 1
tahun. Kemungkinan akan timbul kembali pigmentasi yang normal pada daerah
yang terpajan sinar matahari dan pada penderita berkulit gelap sehingga harus
dicegah dengan tabir surya (Soepardiman, 2011).
Cara lain ialah tindakan pembedahan dengan tandur kulit, baik pada
seluruh epidermis dan dermis, maupun hanya kultur sel melanosit. Daerah ujung
jari, bibir, siku, dan lutut umumnya memberikan hasil pengobatan yang buruk
(Soepardiman, 2011).
13
2.9 Prognosis
Perjalanan penyakit vitiligo dapat bervariasi dan tidak dapat di prediksi.
Repigmentasi spontan yang secara kosmetik memuaskan pasien jarang terjadi.
Bintik repigmentasi pada bercak menandakan bahwa melanosit yang berasal dari
lapisan akar terluar pada folikel rambut memproduksi melanin. Penting untuk
menentukan apakah vitiligonya stabil atau progresif, yang kedepannya
menentukan pemilihan terapi (Sterry et al., 2006).
14
BAB III
KESIMPULAN
Vitiligo telah dikenal dari zaman dahulu kala. Tulisan pertama tentang
vitiligo berasal dari periode Aushooryan (2200 sebelum masehi) dalam bahasa
Iran klasik. Pada tahun 1550 sebelum masehi Ebers Papyrus menjabarkan dua
jenis penyakit yang mempengaruhi warna kulit. Satu penyakit disertai dengan
tumor, kemungkinan adalah kusta dan satu lagi hanya mengalami perubahan
warna yang diduga vitiligo. Vitiligo berasal dari Bahasa latin vitium yang berarti
cacat. Kata vitiligo pertama kali dijumpai pada buku De-Mediccina karya dokter
Roma Celsus.
Vitiligo merupakan kelainan didapat dengan gambaran bercak
depigmentasi asimtomatik pada kulit, membran mukosa atau rambut yang
melibatkan faktor genetik dan non genetik dengan karakteristik berupa destruksi
melanosit epidermis yang dimediasi oleh proses autoimun progresif.
15
DAFTAR PUSTAKA
16