Anda di halaman 1dari 16

Perlindungan Guru dan Tenaga Kependidikan

(Hukum, Profesi, K3 dan HaKI)

Darta Pardamean Saragih


SLB Negeri Serdang Bedagai

A. PENGANTAR

Urgensi UU Guru dan Dosen.


Secara yuridis, UU Perlindungan Guru dan Dosen telah termuat
dalam UU No.14 tahun 2005. Hal ini terlihat jelas pada Bab VII pasal 39
yang menyebutkan bahwa Pemerintah, masyarakat, organisasi profesi,
dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap
guru dalam pelaksanaan tugas. Adapun maksud Perlindungan Profesi
yang diamanatkan dalam UU No.14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
adalah perlindungan terhadap Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang
tidak sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku,
pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan
pandangan, pelecehan terhadap profesi, dan pembatasan/pelarangan lain
yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugasnya. Sementara
perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja meliputi perlindungan
terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kesehatan,
dan/atau resiko lainnya.
Berangkat dari paparan di atas, terlihat bahwa eksistensi UU No.14
tahun 2005 telah memuat perlindungan terhadap guru atas profesinya.
Namun, implementasi terhadap Undang-Undang tersebut masih belum
terlaksana. Undang-Undang tersebut lebih banyak disoroti sebagai
kekuatan hukum atas peningkatan kesejahteraan guru/dosen, sementara
perlindungan terhadap profesi guru/dosen seringkali lepas dari perhatian.
Kita tidak menutup mata terhadap tindakan oknum guru yang kurang
mendidik dengan memberikan hukuman di luar nilai pendidikan. Mereka
meletakkan peserta didiknya sebagai penjahat yang harus dihabisi, bukan
sosok yang perlu dibimbing dan diperbaiki. Demikian pula sikap orang
tua/masyarakat yang mulai mengalami pergeseran dalam memandang
profesi guru. Mereka terlalu banyak menuntut guru agar dapat
mengahntarkan peserta didik sebagai masyarakat terdidik, namun tidak
seiring dengan penghargaan dan perlindungan yang diberikan.

B. MASALAH

Sebagai tenaga pendidik, guru seringkali berada pada posisi yang


dilematis, antara tuntutan profesi dan perlakukan masyarakat. Guru
dituntut untuk mampu menghantarkan peserta didik mencapai tujuan
pendidikan. Namun tatkala guru berupaya untuk menegakkan
kedisiplinan, guru dihadang oleh UU Perlindungan Anak dan KPAI. Jika
guru gagal menegakkan kedisiplinan peserta didiknya dan gagal
menghantarkan peserta didik pada pencapaian tujuan pendidikan, kembali
pendidik akan menjadi kambing hitam dan tumbal atas kegagalan
tersebut.

Tatkala guru ingin melakukan hukuman terhadap muridnya dalam


rangka menegakkan kedisiplinan, maka secara sepontan orang tua dan
masyarakat mengkategorikannya sebagai tindakan melanggar HAM dan
UU Perlindungan Anak. Mereka kemudian melaporkan tindakan guru
tersebut kepada polisi atau kepada KPAID. Dengan kekuatan tersebut,
acapkali guru tidak mendapatkan perlindungan terhadap profesinya.
Akibat adanya KPAID dan UU Perlindungan Anak, eksistensi guru berada
pada posisi sangat pasif dan menjadi sosok yang serba salah.

Belum lama ini kita dikejutkan dengan berita kriminalisasi terhadap


guru. Seorang guru di Bantaeng Sulawesi Selatan harus mendekam di
penjara setelah mencubit siswanya yang merupakan anak seorang polisi.
Publik pun bereaksi keras mendengar kabar ini.
Penahanan Nurmayani, guru SMP Negeri 1 Bantaeng yang
diberitakan mencubit siswanya, di Rumah Tahanan Klas II Bantaeng
Sulawesi Selatan menuai reaksi keras dari masyarakat. Penahanannya
dilakukan sejak Kamis (12/5/2016) hingga kasus yang melilitnya
disidangkan. Publik memberikan reaksi keras terhadap kasus ini. Reaksi
ini dilakukan diantaranya dengan membandikan pendidikan masa kini dan
masa lalu.

Publik menilai di masa lalu jika ada siswa yang mengadu ke orang
tuanya karena diberi sanksi oleh guru maka akan dimarahi atau bahkan
diberi hukuman tambahan oleh orang tuanya. Berbeda dengan saat ini, di
mana orang tua justru membela mati-matian anaknya dan bahkan
melaporkan guru yang memberikan sanksi ke pihak berwajib.

Para guru pun menuntut adanya undang-undang perlindungan


guru yang mampu melindungi guru dalam melaksanakan tugasnya. Dasar
hukum ini diperlukan agar guru dapat bekerja secara optimal tanpa
dibayang-bayangi ancaman hukum, sehingga para siswa akan lebih
terdidik dengan baik.

Sampai saat ini, beberapa kenyataan atau fenomena banyak


dihadapi guru, sebagai bukti bahwa mereka belum sepenuhnya
memperoleh perlindungan profesi yang wajar. Fenomena nyata
dikemukakan oleh Nugroho (2008) yang mengutip berita dalam Kompas
edisi 29 Juli 2008, bahwa perlindungan hukum terhadap guru belum
dilakukan sepenuhnya. Salah seorang guru yang juga Sekretaris Jenderal
Federasi Guru Independen (FGI), Iwan Hermawan, dijatuhi sanksi disiplin
oleh Wali Kota Bandung karena bersikap kritis terhadap penyelenggaraan
pendidikan, termasuk dalam penyelenggaraan ujian nasional.
Sebelumnya, pada kasus Kelompok Air Mata Medan dan Forum Guru
Garut, mestinya guru mendapatkan apreasiasi karena keberaniannya
melaporkan adanya indikasi kecurangan dalam ujian nasional tetapi yang
diterima bukan penghargaan, melainkan sanksi berupa dikurangi jam
mengajar, bahkan ada dipecat. Hery Nugroho juga mengutip berita Suara
Merdeka edisi 26 Mei 2008, seorang guru dicopot dari jabatannya gara-
gara kuliah S2 di UGM.
Dalam situs resmi Kompas (http://cetak.kompas.com/) edisi 17 Juli
2008 juga dikemukakan bahwa perlindungan hukum terhadap guru, baik
oleh pemerintah, yayasan, maupun organisasi profesi guru, dirasakan
masih rendah. Akibatnya, posisi guru seringkali lemah saat berhadapan
dengan pemerintah atau yayasan ketika memiliki kasus atau
memperjuangkan hak-hak mereka. Hal itu terungkap dalam pertemuan
pimpinan Pengurus Besar PGRI periode 2008-2013 dengan media massa
di Jakarta, pada 16 Juli 2008. Menurut Sulistyo, Ketua Umum PB PGRI,
Pemerintah atau yayasan memosisikan dirinya lebih tinggi dari guru
sehingga menimbulkan sikap sewenang-wenang terhadap profesi guru.
Sulistyo mengaku, PGRI sebagai organisasi profesi guru yang
beranggotakan 1,6 juta guru pegawai negeri dan swasta di seluruh
Indonesia selama ini juga lemah dalam memberikan perlindungan hukum
kepada guru yang bermasalah.

Uraian di atas memberi gambaran kepada kita bahwa masih begitu


banyak permasalahan yang terjadi dalam dunia pendidikan, dalam hal ini
berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap guru. Permasalahan-
permasalahan di atas perlu segera mendapatkan perhatian dari banyak
pihak, baik pemerintah (termasuk penegak hukum), legislatif, sekolah,
masyarakat, maupun guru itu sendiri. Mengingat banyaknya
permasalahan yang ada, dalam artikel ini permasalahan yang akan
dibahas tentang perlindungan bagi guru dalam profesinya.
C. PEMBAHASAN DAN SOLUSI
Perlindungan profesi mencakup perlindungan terhadap pemutusan
hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-
undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pelecehan terhadap
profesi serta pembatasan lain yang dapat menghambat guru dalam
melaksanakan tugas.
Sejarah pendidikan di Indonesia menunjukkan bahwa perlakuan
yang cenderung diskriminatif terhadap sebagian guru telah berlangsung
sejak zaman pemerintah kolonial Belanda. Hal ini membangkitkan
kesadaran untuk terus mengupayakan agar guru mempunyai status atau
harkat dan martabat yang jelas dan mendasar. Hasilnya antara lain adalah
terbentuknya UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Diundangkannya UU No. 14 tahun 2005 merupakan langkah maju
untuk mengangkat harkat dan martabat guru, khususnya di bidang
perlindungan hukum bagi mereka. Materi perlindungan hukum terhadap
guru mulai mengemuka dalam UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. UU ini diperbaharui dan kemudian diganti dengan
UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Penjabaran pelaksanaan perlindungan hukum bagi guru itu pernah
diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 38 Tahun 1992 tentang
Tenaga Kependidikan. Di dalam PP ini perlindungan hukum bagi guru
meliputi perlindungan untuk rasa aman, perlindungan terhadap
pemutusan hubungan kerja, dan perlindungan terhadap keselamatan dan
kesehatan kerja.
Sejak lahirnya UU No. 14 Tahun 2005 dan PP No. 74 Tahun 2008,
dimensi perlindungan guru mendapatkan tidik tekan yang lebih kuat.
Norma perlindungan hukum bagi guru tersebut di atas kemudian
diperbaharui, dipertegas, dan diperluas spektrumnya dengan
diundangkannya UU No. 14 tahun 2005. Dalam UU ini, ranah
perlindungan terhadap guru meliputi perlindungan hukum, perlindungan
profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. Termasuk
juga di dalamnya perlindungan atas Hak atas Kekayaan Intelektual atau
HaKI. Salah satu hak guru adalah hak memperoleh perlindungan dalam
melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan intelektual. Pada Pasal 39
UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Bagian 7 tentang
Perlindungan, disebutkan bahwa banyak pihak wajib memberikan
perlindungan kepada guru
Agar proses pendidikan menjadi baik dan guru menjalankan
tugasnya dengan profesional maka diperlukan peran pemerintah baik
pusat maupun daerah serta masyarakat demi mewujudkan guru yang
mempunyai martabat dan terlindungi oleh hukum dalam menjalankan
profesinya agar tercipta pencapaian kualitas yang maksimal, hal ini sesuai
dengan amanah UU Sisdiknas. Maka harus ada regulasi yang mengatur
tentang itu, salah satunya dengan membuat UU tentang perlindungan
terhadap profesi pendidik yang substansinya adalah agar guru dalam
menjalankan profesinya terlindungi dengan kekuatan hukum dan harus
ada pemahaman yang utuh bahwa dalam menjalani proses pendidikan.
Guru diberi hak otoritas dalam mendidik peserta didik, jika perlu ada fit
and proper test untuk menjadi seorang guru, agar dunia pendidikan tidak
lagi disibukan dengan ulah guru yang tidak mengerti esensi dalam
mendidik.
Berangkat dari paparan di atas, terlihat bahwa eksistensi UU No
14/2005 telah memuat perlindungan terhadap guru atas profesinya.
Namun, implementasi terhadap UU tersebut masih belum terlaksana. UU
tersebut lebih banyak disoroti sebagai kekuatan hukum atas peningkatan
kesejahteraan guru/dosen, sementara perlindungan terhadap profesi
guru/dosen seringkali lepas dari perhatian. Kita tidak menutup mata
terhadap tindakan oknum guru yang kurang mendidik dengan memberikan
hukuman di luar nilai pendidikan. Mereka meletakkan peserta didiknya
sebagai penjahat yang harus dihabisi, bukan sosok yang perlu dibimbing
dan diperbaiki. Demikian pula sikap orang tua/masyarakat yang mulai
mengalami pergeseran dalam memandang profesi guru. Mereka
terlalu banyak menuntut guru agar dapat mengahantarkan peserta didik
sebagai masyarakat terdidik, namun tidak seiring dengan penghargaan
dan perlindungan yang diberikan.
Meskipun dalam UU No 14/2005 secara tegas telah
melindungi profesi guru dan dosen, namun dalam dataran implementasi
kekuatan UU tersebut masih tak terlihat berkontribusi terhadap nasib
guru/dosen sebagai tenaga pendidik. Untuk itu, sudah pada saat dan
tempatnya jika guru/dosen membangun kekuatan solidaritas untuk
mendorong pemerintah memperbaiki kondisi kerja guru dan melindungi
profesi mereka dengan kekuatan hukum yang jelas.
Perlindungan Guru dalam Profesinya Secara Yuridis, Abduhzen
(2008) mengemukakan bahwa sebagai sebuah profesi, dalam bekerja
guru memerlukan jaminan dan perlindungan perundang-undangan dan
tata aturan yang pasti. Hal ini sangat penting agar mereka selain
memperoleh rasa aman, juga memiliki kejelasan tentang hak dan
kewajibannya, apa yang boleh dan tidak boleh mereka lakukan, serta apa
saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan pihak lain kepada mereka, baik
sebagai manusia, pendidik, dan pekerja.
Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
secara keseluruhan pada dasarnya merupakan jaminan dan perlindungan
bagi guru dan dosen dalam menjalankan profesinya. Salah satu hak guru
adalah hak memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan
hak atas kekayaan intelektual. Pada Pasal 39 UU Nomor 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen, Bagian 7 tentang Perlindungan, disebutkan
bahwa banyak pihak wajib memberikan perlindungan kepada guru, berikut
ranah perlindungannya seperti berikut ini:
1. Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi,
dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap
guru dalam pelaksanaan tugas.
2. Perlindungan tersebut meliputi perlindungan hukum, perlindungan
profesi dan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
3. Perlindungan hukum mencakup perlindungan terhadap tindak
kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, diskriminatif, intimidasi
atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta
didik, masyarakat, birokrasi atau pihak lain.
4. Perlindungan profesi mencakup perlindungan terhadap PHK yang
tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian
imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam penyampaian
pandangan, pelecehan terhadap profesi dan pembatasan/pelarangan
lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas.
5. Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja mencakup
perlindungan terhadap resiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan
kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan
lingkungan kerja dan/atau resiko lain.
Berdasarkan amanat Pasal 39 UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen seperti disebutkan di atas, dapat dikemukakan ranah
perlindungan hukum bagi guru yang mencakup semua dimensi terkait
dengan upaya mewujudkan kepastian hukum, kesehatan, keamanan, dan
kenyamanan bagi guru dalam menjalankan tugas-tugas profesionalnya.
1. Perlindungan hukum
Semua guru harus dilindungi secara hukum dari segala anomali atau
tindakan semena-mena dari yang mungkin atau berpotensi menimpanya
dari pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Perlindungan hukum
dimaksud meliputi perlindungan yang muncul akibat tindakan dari peserta
didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi atau pihak lain,
berupa:
a. tindak kekerasan,
b. ancaman, baik fisik maupun psikologis
c. perlakuan diskriminatif,
d. intimidasi, dan
e. perlakuan tidak adil
Perlindungan hukum terhadap guru diwujudkan dengan
menyerahkan guru yang diadukan atau diinformasikan menyimpang
kepada dewan kehormatan organisasi profesi guru terlebih dahulu. Jika
terdapat unsur-unsur pidana, organisasi profesi guru itu meneruskan
laporan ke penyidik sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Beberapa kenyataan yang dihadapi guru, sebagai bukti bahwa
mereka belum sepenuhnya memperoleh perlindungan profesi yang wajar:
 Penugasan guru yang tidak sesuai dengan bidang keahliannya
 Pengangkatan guru, khususnya guru bukan PNS untuk sebagian
besar belum didasari atas perjanjian kerja atau kesepakatan
kerjasama.
 Pembinaan dan pengembangan profesi serta pembinaan
dan pengembangan karir guru yang belum sepenuhnya terjamin.
 Adanya pembatasan dan penyumbatan atas aspirasi guru untuk
memperjuangkan kemajuan pendidikan secara akademik dan
profesional.
 Pembayaran gaji atau honorariurn guru yang tidak wajar.
 Arogansi oknum pemerintahan, masyarakat, orang tua, dan siswa
terhadap guru.
 Mutasi guru secara tidak adil dan atau sermena-mena.
 Pengenaan tindakan disiplin terhadap guru karena berbeda
pandangan dengan kepala sekolahnya.
 Guru yang menjadi korban karena bertugas di wilayah konflik atau
di tempat (sekolah) yang rusak.

2. Perlindungan profesi
Perlindungan profesi mencakup perlindungan terhadap pemutusan
hukubungan kerja (PHK) yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-
undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam
penyampaian pandangan, pelecehan terhadap profesi dan
pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam
melaksanakan tugas. Secara rinci, subranah perlindungan profesi
dijelaskan berikut ini.
a. Penugasan guru pada satuan pendidikan harus sesuai dengan
bidang keahlian, minat, dan bakatnya.
b. Penetapan salah atau benarnya tindakan guru dalam menjalankan
tugas-tugas profesional dilakukan dengan mempertimbangkan
pendapat Dewan Kehormatan Guru Indonesia.
c. Penempatan dan penugasan guru didasari atas perjanjian kerja
atau kesepakatan kerja bersama.
d. Pemberian sanksi pemutusan hubungan kerja bagi guru harus
mengikuti prosedur sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan atau perjanjian kerja atau kesepakatan kerja
bersama.
e. Penyelenggara atau kepala satuan pendidikan formal wajib
melindungi guru dari praktik pembayaran imbalan yang tidak
wajar.
f. Setiap guru memiliki kebebasan akademik untuk menyampaikan
pandangan.
g. Setiap guru memiliki kebebasan untuk:
 mengungkapkan ekspresi,
 mengembangkan kreatifitas, dan
 melakukan inovasi baru yang memiliki nilai tambah tinggi
dalam proses pendidikan dan pembelajaran.
h. Setiap guru harus terbebas dari tindakan pelecehan atas
profesinya dari peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat,
birokrasi, atau pihak lain.
i. Setiap guru yang bertugas di daerah konflik harus terbebas dari
berbagai ancaman, tekanan, dan rasa tidak aman.
j. Kebebasan dalam memberikan penilaian kepada peserta didik,
meliputi:
 substansi,
 prosedur
 instrumen penilaian, dan
 keputusan akhir dalam penilaian.
k. Ikut menentukan kelulusan peserta didik, meliputi:
 penetapan taraf penguasaan kompetensi,
 standar kelulusan mata pelajaran atau mata pelatihan, dan
 menentukan kelulusan ujian keterampilan atau kecakapan
khusus.
l. Kebebasan untuk berserikat dalam organisasi atau asosiasi
profesi, meliputi:
 mengeluarkan pendapat secara lisan atau tulisan atas dasar
keyakinan akademik,
 memilih dan dipilih sebagai pengurus organisasi atau asosiasi
profesi guru, dan
 bersikap kritis dan obyektif terhadap organisasi profesi.
m. Kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan
pendidikan formal, meliputi:
 akses terhadap sumber informasi kebijakan,
 partisipasi dalam pengambilan kebijakan pendidikan pada
tingkat satuan pendidikan formal, dan
 memberikan masukan dalam penentuan kebijakan pada
tingkat yang lebih tinggi atas dasar pengalaman terpetik dari
lapangan.

3. Perlindungan Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja mencakup
perlindungan terhadap resiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan
kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan
kerja, dan/atau resiko lain. Beberapa hal krusial yang terkait dengan
perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, termasuk rasa aman bagi
guru dalam bertugas, yaitu:
a. Hak memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam
melaksanakan tugas harus mampu diwujudkan oleh pengelola
satuan pendidikan formal, pemerintah dan pemerintah daerah.
b. Rasa aman dalam melaksanakan tugas, meliputi jaminan dari
ancaman psikis dan fisik dari peserta didik, orang tua/wali peserta
didik, atasan langsung, teman sejawat, dan masyarakat luas.
c. Keselamatan dalam melaksanakan tugas, meliputi perlindungan
terhadap:
 resiko gangguan keamanan kerja,
 resiko kecelakaan kerja,
 resiko kebakaran pada waktu kerja,
 resiko bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau
 resiko lain sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-
undangan mengenai ketenagakerjaan.
d. Terbebas dari tindakan resiko gangguan keamanan kerja dari
peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau
pihak lain.
e. Pemberian asuransi dan/atau jaminan pemulihan kesehatan yang
ditimbulkan akibat:
 kecelakaan kerja,
 kebakaran pada waktu kerja,
 bencana alam,
 kesehatan lingkungan kerja, dan/atau
 resiko lain.
f. Terbebas dari multiancaman, termasuk ancaman terhadap
kesehatan kerja, akibat:
 bahaya yang potensial,
 kecelakaan akibat bahan kerja,
 keluhan-keluhan sebagai dampak ancaman bahaya,
 frekuensi penyakit yang muncul akibat kerja,
 resiko atas alat kerja yang dipakai, dan
 resiko yang muncul akibat lingkungan atau kondisi tempat
kerja.

4. Perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual


Pengakuan HaKI di Indonesia telah dilegitimasi oleh peraturan
perundang-undangan, antara lain Undang-Undang Merk, Undang-Undang
Paten, dan Undang-Undang Hak Cipta. HaKI terdiri dari dua kategori
yaitu: Hak Cipta dan Hak Kekayaan Industri. Hak Kekayaan Industri
meliputi Paten, Merek, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu,
Rahasia Dagang dan Varietas Tanaman. Bagi guru, perlindungan HaKI
dapat mencakup:
 hak cipta atas penulisan buku,
 hak cipta atas makalah,
 hak cipta atas karangan ilmiah,
 hak cipta atas hasil penelitian,
 hak cipta atas hasil penciptaan,
 hak cipta atas hasil karya seni maupun penemuan dalam bidang
ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, serta sejenisnya, dan;
 hak paten atas hasil karya teknologi

Seringkali karya-karya guru terabaikan, dimana karya mereka itu


seakan-akan menjadi makhluk tak bertuan, atau paling tidak terdapat
potensi untuk itu. Oleh karena itu, dimasa depan pemahaman guru
terhadap HaKI ini harus dipertajam.
Berdasarkan permasalahan guru yang terjadi, Direktorat Profesi
Pendidik bekerjasama dengan LKBH-PGRI Pusat dan Cabang LKBH-
PGRI melakukan beberapa upaya untuk keperluan sosialisasi, konsultasi,
advokasi, mediasi, dan/atau bantuan hukum kepada guru. Dengan adanya
Subsidi Perlindungan Hukum bagi Guru/Blockgrant untuk LKBH PGRI
diharapkan:
a. Bertindak aktif memberikan perlindungan hukum bagi guru, baik
diminta maupun tidak diminta.
b. Melaksanakan tugas perlindungan hukum sesuai dengan akad
kerjasama.
c. Menyebarluaskan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran
atas hak dan kewajiban guru.
d. Memberi nasihat kepada guru yang membutuhkan.
e. Bekerjasama dengan instansi terkait dalam upaya
mewujudkan perlindungan guru.
f. Membantu guru dalam memperjuangkan haknya termasuk
menerima keluhan atau pengaduan guru.

Beberapa kepengurusan PGRI di daerah sudah mulai membentuk


LKBH-PGRI ini dan melaksanakan aktivitas perlindungan bagi guru dalam
profesinya, khususnya mengenai perlindungan hukum bagi guru.
Mengutip Baedhowi (2008), hak asasi manusia, termasuk hak-hak guru,
merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia,
bersifat universal dan langgeng. Oleh karena itu, hak-hak manusia,
termasuk hak-hak guru harus dilindungi, dihormati, dipertahankan dan
tidak boleh diabaikan, dikurangi atau dirampas oleh siapapun. Di samping
itu, perlindungan hukum bagi guru (Rudy, 2008) menjadi sangat signifikan
agar guru dapat menjalankan perannya tidak hanya sebagai pengajar
tetapi juga sebagai pendidik. Hal ini memberi pengertian bahwa
perlindungan guru dalam profesinya memerlukan upaya dan perjuangan
yang sungguh-sungguh dan berkelanjutan.
D. KESIMPULAN DAN HARAPAN
Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
secara keseluruhan pada dasarnya merupakan jaminan dan perlindungan
bagi guru dan dosen dalam menjalankan profesinya. Perlindungan bagi
guru termaktub dalam pasal 39, meliputi perlindungan hukum,
perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan
kerja. Undang-undang ini telah merumuskan lingkup perlindungan
terhadap guru namun secara yuridis-normatif konsep perlindungan
tersebut mengandung kelemahan, belumlah konkrit, tuntas, dan
operasional atau aplikatif.
"Guru berhak mendapat perlindungan dalam melaksanakan tugas
dalam bentuk rasa aman dan jaminan keselamatan dari pemerintah,
pemerintah daerah, satuan pendidikan, organisasi profesi guru, dan/atau
masyarakat sesuai dengan kewenangan masing-masing," papar Pasal 40.
Rasa aman dan jaminan keselamatan tersebut diperoleh guru
melalui perlindungan hukum, profesi dan keselamatan dan kesehatan
kerja.
"Guru berhak mendapatkan perlindungan hukum dari tindak
kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan
tidak adil dari pihakpeserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat,
birokrasi, atau pihak lain," tegas Pasal 41.
Bila UU No 20/2003 menuntut pencapaian kualitas yang maksimal,
menuntut pendidik menjadi profesional, seyogyanya diiringi dengan
adanya UU Profesi Pendidik. Meskipun dalam UU No 14/2005 secara
tegas telah melindungi profesi guru dan dosen, namun dalam dataran
implementasi kekuatan UU tersebut masih tak terlihat berkontribusi
terhadap nasib guru/dosen sebagai tenaga pendidik. Untuk itu, sudah
pada saat dan tempatnya jika guru/dosen membangun kekuatan
solidaritas untuk mendorong pemerintah memperbaiki kondisi kerja
guru/dosen dan melindungi profesi mereka dengan kekuatan hukum yang
jelas.
DAFTAR PUSTAKA

Abduhzen, Mohammad. 2008. Makna Profesionalitas yang Melekat pada


Guru. Makalah pada Seminar Sehari Implementasi Perlindungan
Hukum terhadap Guru dalam Profesinya tanggal 12 Juli 2008 di
Indralaya Ogan Ilir.

http://www.galeripendidikan.com/2016/06/inilah-dasar-hukum-
perlindungan-guru.html

https://psmk.kemdikbud.go.id/konten/1637/peraturan-pemerintah-
mengenai-perlindungan-guru

http://www.liputanguru.tk/2016/05/perlindungan-hukum-bagi-guru-dan.html

http://profdikguru.blogspot.co.id/2015/05/perlindungan-hak-hak-guru.html
http://pirdausm.blogspot.co.id/2008/12/perlindungan-guru-dalam-
profesinya.html

Rudy. 2008. Memperkuat Peran Organisasi Profesi dalam Perlindungan


Hukum Bagi Guru.
http://rechtboy.wordpress.com/2008/06/26/memperkuat-peran-
organisasi-profesi-dalam-perlindungan-hukum-bagi-guru/ diakses
pada 29 November 2008.

Anda mungkin juga menyukai