Anda di halaman 1dari 36

I.

IDENTITAS
Nama : Ny. AN
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 32 tahun
Agama : Protestan
Pekerjaan :-
Alamat : Jl. Budi Mulya no. 27 Cilincing Jakarta Utara
Tanggal pemeriksaan :20 Mei 2019

II. ANAMNESIS
Auto anamnesis pada tanggal 20 Mei 2019 di Ruang Poliklinik Mata RS Polri.

Keluhan utama
Kedua mata merah sejak 4 hari sebelum datang ke rumah sakit.

Keluhan tambahan
Kedua mata terasa gatal, berair , dan bengkak pada mata kiri

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan kedua mata merah sejak 4 hari yang lalu sebelum
datang ke rumah sakit. Pasien mengatakan bahwa penglihatanya pada mata kiri
buram selama muncul keluhan. Selain mata merah terdapat keluhan tambahan
seperti mata terasa gatal, dan berair. Pasien mengaku awalnya mata merah hanya
pada mata kiri dan timbul bengkak sampai pasien tidak dapat melihat. Keesokan
harinya pengelihatan mata kiri pasien menjadi kabur, mata kanan pasien menjadi
merah namun tidak bengkak, keesokan harinya bengkak pada mata kiri pasien
berkurang namun matanya semakin memerah dan terasa gatal. Pasien mengaku
terus mengeluarkan air mata. Keluhan tumbuh jaringan berwarna putih atau selaput
putih pada mata disangkal.
Pasien mengatakan kedua anak dan suaminya mengalami keluhan serupa.
Dimulai dari anak perempuan, anak laki kali dan suaminya. Namun setelah
diberikan obat tetes, mata merah pada kedua anak pasien menghilang setelah dua

1
hari. Pasien mengatakan anak perempuanya sempat bermain dengan saudaranya
dengan keluhan serupa.
Pasien sempat berobat ke dokter umum dan diberikan salpe tetracycline,
Letirizine dan Paracetamol namun kelihan tidak kunjung membaik. Saat ini pasien
mengatakan tidak batuk namun pilek, demam (-), trauma (-), nyeri
tenggorokan (-). Pasien mengaku sakit kepala hilang timbul .Saat ini dirumah
pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mempunyai keluhan serupa.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat DM disangkal, riwayat hipertensi disangkal, riwayat asma disangkal,


riwayat alergi disangkal, trauma (-). Keluhan penyakit serupa sebelumnya (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat DM (-), Hipertensi (-), Asma (-), Alergi (-), pasien mengatakan saat ini
dirumah anggota keluarganya tidak ada yang mempunyai keluhan serupa.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis

Tanda Vital : Tekanan Darah : 120/80


Frekuensi Nadi : 88 kali/menit
Frekuensi Nafas : 16 kali/menit
Kepala/leher : Pembesaran KGB (-) ,Nyeri Tekan (-)

STATUS OFTALMOLOGIS

OD OS
Visus 6/6 6/75
Visus koreksi - -
Addisi - -
Pemeriksaan TIO N/Palpasi N/Palpasi

2
Kedudukan Bola Mata Ortoforia
Gerakan Bola Mata

Baik ke segala arah Baik ke segala arah


Lapang Pandang Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal
Supra Silia Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal
Palpebra Superior Edema (-) Edema (-)
Benjolan (-) Benjolan (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Nyeri tekan (+) Nyeri tekan (-)
Hematom (-) Hematom (-)
Palpebra Inferior Edema (-) Edema (-)
Benjolan (-) Benjolan (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Hematom (-) Hematom (-)
Konjungtiva tarsal Hiperemis (+) Hiperemis (+)
superior Papil (-) Papil (-)
Edema (-) Edema (-)
Konjungtiva tarsal Hiperemis (-) Hiperemis (-)
inferior Papil (-) Papil (-)
Edema (-) Edema (-)
Konjungtiva bulbi Injeksi siliar (-) Injeksi siliar (-)
Injeksi konjungtiva (+) Injeksi konjungtiva (+)
Perdarahan subkonjungtiva Perdarahan subkonjungtiva
(-) (+)
Kornea Jernih Jernih
Ulkus (-) Ulkus (-)
Infiltrat (-) Infiltrat (-)
Sikatriks (-) Sikatriks (-)
arkus senilis (-) arkus senilis (-)
Bilik mata depan/ COA Kedalaman sedang ; jernih Kedalaman sedang ;jernih
Iris Bulat; batas tegas;Cokelat ; Bulat ; bats tegas ;Cokelat ;
kripte (+) ; sinekia (-) kripte (+) ; sinekia (-)

3
Pupil Bulat ; diameter 3mm ; RL Bulat ; diameter 3mm ; RL
(+) ; RCTL (+) (+) ; RCTL (+)
Lensa Jernih Jernih
; shadow test (-) shadow test (-)

TIO perpalpasi Normal perpalpasi Nomal perpalpasi


Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


 Pemeriksaan dengan Loop

 Pemeriksaan hitung jenis leukosit


 Biakan virus/kultur virus
 PCR
 Tes antibodi spesifik

V. RESUME

Ny. AN dengan usia 32 tahun, datang dengan keluhan kedua mata merah sejak 4
hari yang lalu sebelum datang ke rumah sakit. Mata merah juga disertai dengan
bengkak, gatal, mata berair dan nyeri pada kelopak mata.

Riwayat penyakit dahulu : DM (-), HT (-), Asma (-), Alergi (-), TBC (-), keluhan
serupa sebelumnya (-) riwayat penyakit keluarga : tidak ada
4
STATUS OFTALMOLOGI :

VISUS :

OD 6/6

OS 6/75

KONJUNGTIVA TARSAL

Hiperemis (+)

KONJUNGTIVA BULBI

Injeksi Konjungtiva ODS (+)

Pendarahan Subkonjungtiva ODS (+)

SKLERA

Merah ODS

VI. DIAGNOSIS KERJA


Konjungtivitis Hemoragik Akut ODS

VII. DIAGNOSIS BANDING


- Pendarahan Subkonjungtiva ODS

VIII. PENATALAKSAAN
1. Terapi
Farmakologis
 Dexametason 1mg/ml + Neomisin Sulfat 3,5 mg/ml
(C. Polynel) eye drops 4 dd gtt 1 ODS
 Levofloksasin (C. LFX) eye drops gtt 1 setiap 2 jam ODS
 HPMC Dextran (C. Eyefresh) eye drops 4 dd gtt 1 ODS
 Paracetamol 3 x 500 mg

Non Farmakologis

 Kompres air hangat 3-4x sehari selama 15 menit

5
2. Monitoring
 Evaluasi Klinis pasien setelah diberi tatalaksana awal
 Evaluasi jika ada perburukan kondisi pasien.

IX. EDUKASI
 Memberikan penjelasan bahwa konjungtivitis menular, selalu mencuci
tangan sebelum dan sehabis kontak dengaan mata
 Tidak mengucek-ngucek mata, dan memegang mata sebelah setelah
memegang mata yang terinfeksi
 Tidak menggunakan handuk bersama anggota keluarga yang serumah
 Menghindari paparan debu dengan tidak naik motor atau terlalu banyak
keluar

X. FOLLOW UP
S : Mata sudah tidak merah atau mata tenang. Pasien sudah tidak mengeluhkan
mata terasa panas, berair.
O : Tarsal superior OD : hiperemis (-)
Tarsal inferior OD : hiperemis (-)
Bulbi OD : hiperemis (-)
Tarsal superior OS : hiperemis (-)
Tarsal inferior OS : hiperemis (-)
Bulbi OS : hiperemis (-) , bercak perdarahan (+)
A : Konjungtivitis Hemoragik Akut OD
P : Terapi lanjut

XI. PROGNOSIS
OD OS
Ad Vitam : bonam bonam
Ad Fungsionam : bonam bonam
Ad Sanationam : bonam bonam

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Konjungtivitis adalah inflamasi jaringan konjungtiva yang dapat disebabkan oleh invasi
mikroorganisme, reaksi hipersensitivitas atau perubahan degeneratif di konjungtiva. Pasien
biasanya mengeluh mata merah, edema konjungtiva dan keluar sekret berlebih. Gejala tersebut
terjadi akibat dilatasi vaskular, infiltrasi selular dan eksudasi.1
Konjungtivitis hemoragik akut adalah proses inflamasi di konjungtiva yang disertai
perdarahan konjungtiva multipel, konjungtiva hiperemis, dan hiperplasia folikular ringan.
Konjungtivitis hemoragik akut umumnya disebabkan oleh picorna virus, sering terjadi di
Afrika dan Inggris sehingga disebut juga epidemic haemorhagic conjunctivitis (EHC).1

2.2 Anatomi Konjungtiva


Konjungtiva merupakan membran mukosa tipis yang membatasi permukaan dalam dari
kelopak mata dan melipat ke belakang membungkus permukaan depan dari bola mata, kecuali
bagian jernih di tengah-tengah mata (kornea). Membran ini berisi banyak pembuluh darah dan
berubah merah saat terjadi inflamasi. Konjungtiva terdiri dari tiga bagian:
1. Konjungtiva palpebralis : menutupi permukaan posterior dari palpebra dan dapat
dibagi menjadi marginal, tarsal, dan orbital konjungtiva. 2
a. Marginal konjungtiva memanjang dari tepi kelopak mata sampai sekitar
2mm di belakang kelopak mata menuju lengkung dangkal, sulkus
subtarsalis. Sesungguhnya merupakan zona transisi antara kulit dan
konjungtiva sesungguhnya.
b. Tarsal konjungtiva bersifat tipis, transparan, dan sangat vaskuler. Menempel
ketat pada seluruh tarsal plate pada kelopak mata atas. Pada kelopak mata
bawah, hanya menempel setengah lebar tarsus. Kelenjar tarsal terlihat lewat
struktur ini sebagai garis kuning.
c. Orbital konjungtiva berada diantara tarsal plate dan forniks.
2. Konjungtiva bulbaris : menutupi sebagian permukaan anterior bola mata.
Terpisah dari sklera anterior oleh jaringan episklera dan kapsula Tenon. Tepian
sepanjang 3mm dari konjungtiva bulbar disekitar kornea disebut dengan
konjungtiva limbal. Pada area limbus, konjungtiva, kapsula Tenon, dan jaringan

7
episklera bergabung menjadi jaringan padat yang terikat secara kuat pada
pertemuan korneosklera di bawahnya. Pada limbus, epitel konjungtiva menjadi
berlanjut seperti yang ada pada kornea.2 konjungtiva bulbar sangat tipis.
Konjungtiva bulbar juga bersifat dapat digerakkan, mudah melipat ke belakang dan
ke depan. Pembuluh darah dengan mudah dapat dilihat di bawahnya. Di dalam
konjungtiva bulbar terdapat sel goblet yang mensekresi musin, suatu komponen
penting lapisan air mata pre-kornea yang memproteksi dan memberi nutrisi bagi
kornea.

3. Forniks : bagian transisi yang membentuk hubungan antara bagian posterior


palpebra dan bola mata. Forniks konjungtiva berganbung dengan konjungtiva
bulbar dan konjungtiva palpebra. Dapat dibagi menjasi forniks superior, inferior,
lateral, dan medial forniks. 2

Gambar 2. Struktur anatomi dari conjungtiva

Dikutip dari Khurana AK. Disease of The Conjunctiva. Dalam: Comprehensive


Ophthalmology. 4th edition. New Delhi: New Age International(P) Limited; 2007

8
Struktur Histologis dari konjungtiva

- Lapisan epitel konjungtiva terdiri dari:


a. Marginal konjungtiva mempunyai epitel tipe stratified skuamous lapis 5.
b. Tarsal konjungtiva mempunyai 2 lapis epitelium: lapisan superfisial dari sel silindris
dan lapisan dalam dari sel pipih.
c. Forniks dan bulbar konjungtiva mempunyai 3 lais epitelium: lapisan superfisial sel
silindris, lapisan tengan polihedral sel dan lapisan dalam sel kuboid.
d. Limbal konjungtiva sekali lagi mempunyai banyak lapisan (5-6 lapis) epitelium
stratified skuamous
- Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superficial) dan satu lapisan
fibrosa (profundus).
a. Lapisan adenoid disebut dengan lapisan limfoid dan terdiri dari jaringan ikat retikulum yang
terkait satu sama lain dan terdapat limfosit diantaranya. Lapisan ini paling berkembang di
forniks. Tidak terdapat mulai dari lahir tetapu berkembang setelah 3-4 bulan pertama
kehidupan. Untuk alasan ini, inflamasi konjungtiva pada bayi baru lahir tidak memperlihatkan
reaksi folikuler. 2
b. Lapisan fibrosa Terdiri dari jaringan fiber elastik dan kolagen. Lebih tebal daripada lapisan
adenoid, kecuali di regio konjungtiva tarsal dimana pada tempat tersebut struktur ini sangat
tipis. Lapisan ini mengandung pembuluh darah dan saraf konjungtiva. Bergabung dengan
kapsula tenon pada regio konjungtiva bulbar. 2

- Konjungtiva mempunyai dua macam kelenjar, yaitu:


1. Kelenjar sekretori musin. Mereka adalah sel goblet (kelenjar uniseluler yang
terletak di dalam epitelium), kripta dari Henle (ada apda tarsal konjungtiva) dan
kelenjar Manz (pada konjungtiva limbal). Kelenjar-kelenjar ini menseksresi mukus
yang mana penting untuk membasahi kornea dan konjungtiva. 2
2. Kelenjar lakrimalis aksesorius, mereka adalah:
a. Kelenjar dari Krause(terletak pada jaringan ikat konjungtiva di forniks,
sekitar 42mm pada forniks atas dan 8mm di forniks bawah). Dan
b. Kelenjar dari Wolfring(terletak sepanjang batas atas tarsus superios dan
sepanjang batas bawah dari inferior tarsus).2

9
-Suplai arterial konjungtiva:
Konjungtiva palpebra dan forniks disuplai oleh cabang dari arcade arteri periferal
dan merginal kelopak mata. Konjungtiva bulbar disuplai oleh dua set pembuluh darah:
arteri konjungtiva posterior yang merupakan cabang dari arcade arteri kelopak mata;
dan arteri konjungtiva naterior yang merupakan cabang dari arteri siliaris anterior.
Cabang terminal dari arteri konjungtiva posterior beranastomose dengan arteri
konjungtiva anterior untuk membentuk pleksus perikornea.2

2.3 Etiologi
Konjungtiva bisa mengalami peradangan akibat:
 Infeksi olah virus atau bakteri
 Reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang
 Iritasi oleh angin, debu, asap dan polusi udara lainnya; sinar ultraviolet dari las
listrik atau sinar matahari. 3

2.4 Klasifikasi

Konjungtivitis, terdiri dari:


1. Konjungtivitis bakterial Akut
2. Konjungtivitis virus Akut
3. Konjungtivitis alergi
4. Konjungtivitis Neonatorum
5. Konjungtivitis iritasi atau kimia

2.4.1 Konjungtivitis Bakterial Akut

Definisi

Peradangan pada konjungtiva yang disebabkan Oleh Streptokokus, Corynebacterium


diptherica, Pseudomonas, neisseria, dan hemophilus. 3

10
Terdapat dua bentuk konjungtivitis bacterial: akut (dan subakut) dan menahun.
Penyebab konjungtivitis bakteri paling sering adalah Staphylococcus, Pneumococcus, dan
Haemophilus. Konjungtivitis bacterial akut dapat sembuh sendiri bila disebabkan
mikroorganisme seperti Haemophilus influenza. Lamanya penyakit dapat mencapai 2 minggu
jika tidak diobati dengan memadai. 3

Konjungtivitis akut dapat menjadi menahun. Pengobatan dengan salah satu dari sekian
antibacterial yang tersedia biasanya mengenai keadaan ini dalam beberapa hari.
Konjungtivitis purulen yang disebabkan Neisseria gonorroeae atau Neisseria meningitides
dapat menimbulkan komplikasi berat bila tidak diobati secara dini, 4

Diagnosis

 Hiperemi Konjungtiva
 Edema kelopak dengan kornea yang jernih
 Kemosis : pembengkakan konjungtiva
 Mukopurulen atau Purulen4

Pemeriksaan
 Pemeriksaan tajam penglihatan
 Pemeriksaan segmen anterior bola mata
 Sediaan langsung (swab konjungtiva untuk pewarnaan garam) untuk mengindentifikasi
bakteri, jamur dan sitologinya. 5

11
Infeksi biasanya mulai pada satu mata dan menular ke sebelah oleh tangan. Infeksi
dapat menyebar ke orang lain melalui bahan yang dapat menyebarkan kuman seperti seprei,
kain, dll.1,5

Pemeriksaan Laboratorium

Pada kebanyakan kasus konjungtivitis bacterial, organism dapat diketahui dengan


pemeriksaan mikroskopik terhadap kerokan konjungtiva yang dipulas dengan pulasan Gram
atau Giemsa; pemeriksaan ini mengungkapkan banyak neutrofil polimorfonuklear.1,2,3
Kerokan konjungtiva untuk pemeriksaan mikroskopik dan biakan disarankan untuk semua
kasus dan diharuskan jika penyakit itu purulen, bermembran atau berpseudomembran. Studi
sensitivitas antibiotika juga baik, namun sebaiknya harus dimulai terapi antibiotika empiric.
Bila hasil sensitifitas antibiotika telah ada, tetapi antibiotika spesifik dapat diteruskan.

Terapi

Prinsip terapi dengan obat topical spectrum luas. Pada 24 jam pertama obat diteteskan
tiap 2 jam kemudian pada hari berikutnya diberikan 4 kali sehari selama 1 minggu. Pada
malam harinya diberikan salep mata untuk mencegah belekan di pagi hari dan mempercepat
penyembuhan1, 3

Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bacterial tergantung temuan agen


mikrobiologiknya. Sambil menunggu hasil laboratorium, dokter dapat mulai dengan terapi
topical antimikroba. Pada setiap konjungtivitis purulen, harus dipilih antibiotika yang cocok
untuk mengobati infeksi N gonorroeae, dan N meningitides. Terapi topical dan sistemik harus
segera dilkasanakan setelah materi untuk pemeriksaan laboratorium telah diperoleh. 4,6

Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen akut, saccus konjungtiva harus dibilas
dengan larutan garam agar dapat menghilangkan secret konjungtiva. Untuk mencegah
penyebaran penyakit ini, pasien dan keluarga diminta memperhatikan secara khusus hygiene
perorangan. 1,4

Perjalanan dan Prognosis

Konjungtivitis bakteri akut hampir selalu sembuh sendiri, infeksi dapat berlangsung
selama 10-14 hari; jika diobati dengan memadai, 1-3 hari, kecuali konjungtivitis stafilokokus

12
(yang dapat berlanjut menjadi blefarokonjungtivitis dan memasuki tahap mnehun) dan
konjungtivitis gonokokus (yang bila tidak diobati dapat berakibat perforasi kornea dan
endoftalmitis). Karena konjungtiva dapat menjadi gerbang masuk bagi meningokokus ke
dalam darah dan meninges, hasil akhir konjungtivitis meningokokus adalah septicemia dan
meningitis.1,4

Konjungtivitis bacterial menahun mungkin tidak dapat sembuh sendiri dan menjadi
masalah pengobatan yang menyulitkan.

Pencegahan

 Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan sesudahmembersihkan atau


mengoleskan obat, penderita harus mencuci tangannya bersih-bersih.
 Usahakan untuk tidak menyentuh mata yang sehat sesudah menangani mata yang
sakit.
 Jangan menggunakan handuk atau lap bersama-sama dengan penghuni rumah lainnya.

2.4.2 Konjungtivitis Gonore

Merupakan radang konjungtiva akut dan hebat disertai dengan sekret purulen.
Gonokok merupakan kuman yang sangat patogen, virulen dan bersifat invasif, sehingga
reaksi radang terhadap kuman ini sangat berat. 3

Infeksi pada neonatus terjadi pada saat berada pada jalan kelahiran, sedang pada bayi
penyakit ini ditularkan oleh ibu yang menderita penyakit tersebut.

Gejala

 Konjungtiva yang kaku, dan sakit saat perabaan


 Kelopak mata membengkak dan kaku sehingga sukar di buka.
 Terdapat pseudomembran pada konjungtiva tarsal superior, sedangkan konjungtiva
bulbi merah.
 Pada stadium supuratif terdapat sekret yang kental. 3,5.

Pemeriksan dan diagnosis

13
 Pemeriksaan sekret dan pewarnaan metilen blu dimana dapat terlihat diplokok di dalam
sel leukosit.

Pengobatan

 Penisilin Salep dn Suntikan pada bayi diberikan 50.000 U/kgBB selama & hari. 1, 3

2.4.3 konjungtivitis Angular

Konjungtivitis Angular terutama didapatkan di daerah kantus interpalpebra.


Disebabkan oleh Basil Moraxella Axenfeld. 3

Gejala

 Ekskoriasi kulit di sekitar daerah meradang


 Sekret mukopurulen
 Pasien sering mengedip5

Pengobatan

Tetrasiklin dan basitrasin

2.4.4 Konjungtivitis mukopurulen

Konjungtivitis mukopurulen merupakan konjungtivitis dengan gejala umum


konjungtivitis kiataral mukoid yang disebabkan oleh Staphylococcus atau basil Koch Weeks.3

Gejala

 Hiperemi konjungtiva
 Sekret berlendir yang mengakibatkan kedua kelopak mata melekat terutama saat
bangun pagi.

2.4.5 Konjungtivitis Virus:


1. Konjungtivitis Folikuler Virus Akut
a). Demam Faringokonjungtival

14
Tanda dan gejala

Demam Faringokonjungtival ditandai oleh demam 38,5-40⁰C, sakit


tenggorokan, dan konjungtivitis folikuler pada satu atau dua mata. Folikuler sering
sangat mencolok pada kedua konjungtiva dan pada mukosa faring. Mata merah dan
berair mata sering terjadi, dan kadang-kadang sedikit kekeruhan daerah subepitel. Yang
khas adalah limfadenopati preaurikuler (tidak nyeri tekan).1
Laboratorium
Demam faringokonjungtival umumnya disebabkan oleh adenovirus tipe 3 dan
kadang – kadang oleh tipe 4 dan 7. Virus itu dapat dibiakkan dalam sel HeLa dan
ditetapkan oleh tes netralisasi. Dengan berkembangnya penyakit, virus ini dapat juga
didiagnosis secara serologic dengan meningkatnya titer antibody penetral virus.
Diagnosis klinis adalah hal mudah dan jelas lebih praktis.1,3,
Kerokan konjungtiva terutama mengandung sel mononuclear, dan tak ada bakteri yang
tumbuh pada biakan. Keadaan ini lebih sering pada anak-anak daripada orang dewasa
dan sukar menular di kolam renang berchlor. 1,3,
Terapi
Tidak ada pengobatan spesifik. Konjungtivitisnya sembuh sendiri, umumnya dalam
sekitar 10 hari. 1
b). Keratokonjungtivitis Epidemika
Tanda dan gejala
Keratokonjungtivitis epidemika umumnya bilateral. Awalnya sering pada satu
mata saja, dan biasanya mata pertama lebih parah. Pada awalnya pasien merasa ada
infeksi dengan nyeri sedang dan berair mata, kemudian diikuti dalam 5-14 hari oleh
fotofobia, keratitis epitel, dan kekeruhan subepitel bulat. Sensai kornea normal. Nodus
preaurikuler yang nyeri tekan adalah khas. Edema palpebra, kemosis, dan hyperemia
konjungtiva menandai fase akut. Folikel dan perdarahan konjungtiva sering muncul
dalam 48 jam. Dapat membentuk pseudomembran dan mungkin diikuti parut datar atau
pembentukan symblepharon. 1,3,4
Konjungtivitis berlangsung paling lama 3-4 minggu. Kekeruhan subepitel
terutama terdapat di pusat kornea, bukan di tepian, dan menetap berbulan-bulan namun
menyembuh tanpa meninggalkan parut. 1

15
Keratokonjungtiva epidemika pada orang dewasa terbatas pada bagian luar
mata. Namun, pada anak-anak mungkin terdapat gejala sistemik infeksi virus seperti
demam, sakit tenggorokan, otitis media, dan diare.
Laboratorium
Keratokonjungtiva epidemika disebabkan oleh adenovirus tipe 8, 19, 29, dan 37
(subgroub D dari adenovirus manusia). Virus-virus ini dapat diisolasi dalam biakan sel
dan diidentifikasi dengan tes netralisasi. Kerokan konjungtiva menampakkan reaksi
radang mononuclear primer; bila terbentuk pseudomembran, juga terdapat banyak
neutrofil. 1
Penyebaran
Transmisi nosokomial selama pemeriksaan mata sangat sering terjadi melalui
jari-jari tangan dokter, alat-alat pemeriksaan mata yang kurang steril, atau pemakaian
larutan yang terkontaminasi. Larutan mata, terutama anestetika topical, mungkin
terkontaminasi saat ujung penetes obat menyedot materi terinfeksi dari konjungtiva
atau silia. Virus itu dapat bertahan dalam larutan itu, yang menjadi sumber penyebaran.
1,3

Pencegahan
Bahaya kontaminasi botol larutan dapat dihindari dengan dengan memakai
penetes steril pribadi atau memakai tetes mata dengan kemasan unit-dose. Cuci tangan
secara teratur di antara pemeriksaan dan pembersihan serta sterilisasi alat-alat yang
menyentuh mata khususnya tonometer juga suatu keharusan. Tonometer aplanasi harus
dibersihkan dengan alcohol atau hipoklorit, kemudian dibilas dengan air steril dan
dikeringkan dengan hati-hati. 4,6
Terapi
Sekarang ini belum ada terapi spesifik, namun kompres dingin akan mengurangi
beberapa gejala. kortikosteroid selama konjungtivitis akut dapat memperpanjang
keterlibatan kornea sehingga harus dihindari. Agen antibakteri harus diberikan jika
terjadi superinfeksi bacterial. 1

c). Konjungtivitis Virus Herpes Simpleks


Tanda dan gejala
Konjungtivitis virus herpes simplex biasanya merupakan penyakit anak kecil,
adalah keadaan yang luar biasa yang ditandai pelebaran pembuluh darah unilateral,
iritasi, bertahi mata mukoid, sakit, dan fotofobia ringan. Pada kornea tampak lesi-lesi

16
epithelial tersendiri yang umumnya menyatu membentuk satu ulkus atau ulkus-ulkus
epithelial yang bercabang banyak (dendritik). Konjungtivitisnya folikuler. Vesikel
herpes kadang-kadang muncul di palpebra dan tepian palpebra, disertai edema hebat
pada palpebra. Khas terdapat sebuah nodus preaurikuler yang terasa nyeri jika ditekan.
1,3

Laboratorium
Tidak ditemukan bakteri di dalam kerokan atau dalam biakan. Jika
konjungtivitisnya folikuler, reaksi radangnya terutama mononuclear, namun jika
pseudomembran, reaksinya terutama polimorfonuklear akibat kemotaksis dari tempat
nekrosis. Inklusi intranuklear tampak dalam sel konjungtiva dan kornea, jika dipakai
fiksasi Bouin dan pulasan Papanicolaou, tetapi tidak terlihat dengan pulasan Giemsa.
Ditemukannya sel – sel epithelial raksasa multinuclear mempunyai nilai diagnostic.3
Virus mudah diisolasi dengan mengusapkan sebuah aplikator berujung kain kering di
atas konjungtiva dan memindahkan sel-sel terinfeksi ke jaringan biakan.3
Terapi
Jika konjungtivitis terdapat pada anak di atas 1 tahun atau pada orang dewasa,
umunya sembuh sendiri dan mungkin tidak perlu terapi. Namun, antivirus local maupun
sistemik harus diberikan untuk mencegah terkenanya kornea. Untuk ulkus kornea
mungkin diperlukan debridemen kornea dengan hati-hati yakni dengan mengusap ulkus
dengan kain kering, meneteskan obat antivirus, dan menutupkan mata selama 24 jam.
Antivirus topical sendiri harus diberikan 7 – 10 hari: trifluridine setiap 2 jam sewaktu
bangun atau salep vida rabine lima kali sehari, atau idoxuridine 0,1 %, 1 tetes setiap
jam sewaktu bangun dan 1 tetes setiap 2 jam di waktu malam. Keratitis herpes dapat
pula diobati dengan salep acyclovir 3% lima kali sehari selama 10 hari atau dengan
acyclovir oral, 400 mg lima kali sehari selama 7 hari.3
Untuk ulkus kornea, debridmen kornea dapat dilakukan. Lebih jarang adalah
pemakaian vidarabine atau idoxuridine. Antivirus topical harus dipakai 7-10 hari.
Penggunaan kortikosteroid dikontraindikasikan, karena makin memperburuk infeksi
herpes simplex dan mengkonversi penyakit dari proses sembuh sendiri yang singkat
menjadi infeksi yang sangat panjang dan berat. 1,3

17
d). Konjungtivitis Hemoragika Akut
Epidemiologi

Prevalensi konjungtivitis hemoragik akut (AHC) lebih rendah di Amerika Serikat


daripada di negara-negara berkembang, dan insidensinya diperkirakan mencapai
setengah dari populasi di daerah endemik. Tidak ada prevalensi akurat mengenai
konjungtivitis yang dibabkan oleh virus karena pada umumnya orang jarang dating
kerumah sakit untuk berobat.3
AHC telah tercatat di seluruh wilayah tropis di dunia tanpa memperhatikan latar
belakang ras atau etnis dan tidak memiliki predileksi terhadap jenis kelamin.
Perdarahan konjungtivitis dapat terjadi pada semua kelompok usia, namun predileksi
tertinggi yaitu pada awal masa remaja.3
Di Indonesia konjungtivitis menduduki peringkat 10 besar penyakit rawat
jalan terbanyak pada tahun 2009, yaitu dari 135.749 pasien yang berkunjung ke
poli mata, 73% adalah kasus konjungtivitis. dengan jumlah kasus baru sebesar 68.026,
yang terdiri atas 30.250 pasien pria dan 37.776 pasien wanita.4

Tanda dan Gejala


Mata terasa sakit, fotofobia, sensasi benda asing, banyak mengeluarkan air
mata, merah, edema palpebra, dan hemoragi subkonjungtival. Kadang-kadang terjadi
kemosis. Hemoragi subkonjungtiva umumnya difus, namun dapat berupa bintik-bintik
pada awalnya, dimulai di konjungtiva bulbi superior dan menyebar ke bawah.
Kebanyaka pasien mengalami limfadenopati preaurikuler, folikel konjungtiva, dan
keratitis epithelial. Uveitis anterior pernah dilaporkan, demam, malaise, mialgia, umum
pada 25% kasus. 1,5
Penyebaran
Virus ini ditularkan melalui kontak erat dari orang ke orang dan oleh fomite seperti
sprei, alat-alat optic yang terkontaminasi, dan air. Penyembuhan terjadi dalam 5-7 hari
Terapi
Tidak ada pengobatan yang pasti.

18
Diagnosis
Gejala klinis konjungtivitis dapat menyerupai penyakit mata lain sehingga penting
untuk membedakan konjungtivitis dengan penyakit lain yang berpotensi mengganggu
penglihatan.2
Diperlukan anamnesis dan pemeriksaan mata yang teliti untuk menentukan tata laksana
gangguan mata termasuk konjungtivitis. Infeksi virus biasanya menyerang satu mata
lalu ke mata lain beberapa hari kemudian disertai pembesaran kelenjar limfe dan edema
palpebra. Tajam penglihatan secara intermiten dapat terganggu karena sekret mata.
Jenis sekret mata dan gejala okular dapat memberi petunjuk penyebab konjungtivitis.
Sekret mata berair merupakan ciri konjungtivitis viral dan sekret mata kental berwarna
kuning kehijauan biasanya disebabkan oleh bakteri. Konjungtivitis viral jarang disertai
fotofobia, sedangkan rasa gatal pada mata biasanya berhubungan dengan konjungtivitis
alergi.2
Pemeriksaan laboratorium untuk menunjang diagnosis konjungtivitis viral memiliki
sensitivitas 89% dan spesifisitas 94% untuk adenovirus. Tes tersebut dapat
mendeteksi virus penyebab konjungtivitis dan mencegah pemberian antibiotik yang
tidak diperlukan. Akurasi diagnosis konjungtivitis viral tanpa pemeriksaan
laboratorium kurang dari 50% dan banyak terjadi salah diagnosis sebagai konjungtivitis
bakteri. Meskipun demikian, pemeriksaan laboratorium sangat jarang dilakukan karena
deteksi antigen belum tersedia. Sementara itu, kultur dari sekret konjungtiva
memerlukan waktu tiga hari sehingga menunda terapi.
Pendekatan algoritmik menggunakan riwayat perjalanan penyakit dan pemeriksaan
sederhana dengan penlight dan loupe dapat untuk mengarahkan diagnosis dan memilih
terapi. Konjungtivitis dan penyakit mata lain dapat menyebabkan mata merah, sehingga
diferensial diagnosis dan karakteristik tiap penyakit penting untuk diketahui. Penamaan
diagnosis konjungtivitis virus bervariasi, tetapi umumnya menggambarkan gejala klinis
khas lain yang menyertai konjungtivitis dan dari gambaran klinis khas tersebut dapat
diduga virus penyebabnya.2
Apabila diagnosis kurang meyakinkan atau dugaan konjungtivitis terhadap suatu
organisme namun tidak sembuh dengan terapi yang sudah diberikan, maka dapat
dilakukan conjunctival smear. Epithelial smear dapat dilakukan untuk mendeteksi
adanya patogen klamidia secara khusus atau mengidentifikasi patogen lainnya dengan
lebih jelas secara umum. Hasil penemuannya adalah sebagai berikut:4
• Konjungtivitis bakterial : PMN, bakteri

19
• Konjungtivitis viral: limfosit, monosit
• Konjungtivitis chlamydia: badan inklusi, limfosit, sel plasma
• Konjungtivitis alergi: eosinofil, limfosit
• Konjungtivitis jamur: pewarnaan dengan giemsa akan menunjukkan adanya
hifa

2.9 Diagnosis banding


Anamnesis yang teliti mengenai keluhan pasien dan riwayat terdahulu sangat penting
dalam menegakkan diagnosis konjungtivitis virus. Pada penyakit ini, pasien akan
mengeluhkan gejala-gejala yang berkaitan dengan proses infeksi (bengkak, merah,
nyeri) dan beberapa hari kemudian akan muncul infiltrasi di bagian subepitel. Infiltrasi
subepitel akan muncul sebagai keputihan di daerah kornea yang bisa menurunkan visus
pasien untuk sementara waktu. Sebagian dari pasien akan mengalami pembengkakan di
daerah kelenjar getah bening di bagian depan telinga (preaurikula). Dokter bisa
menggunakan biomicroscopic slit lamp untuk melakukan pemeriksaan bagian depan
mata. Kadang-kadang, pasien mengalami pseudo-membrane pada jaringan di bagian
bawah kelopak mata pada konjungtiva.2,5
Pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan untuk konjungtivitis viral adalah kultur
dengan pemeriksaan sitologi konjungtiva yang dilakukan pada infeksi yang menahun
dan sering mengalami kekambuhan, dan pada reaksi konjungtiva yang atipikal, serta
terjadi kegagalan respon terhadap pengobatan yang diberikan sebelumnya. Pengecatan
giemsa juga dapat dilakukan pada konjungtivitis virus ditemukan sel mononuklear dan
limfosit. Inokulasi merupakan teknik pemeriksaan dengan memaparkan organisme
penyebab kepada tubuh manusia untuk memproduksi kekebalan terhadap penyakit itu.
Deteksi terhadap antigen virus dan klamidia dapat dipertimbangkan.5

Gejala Alergi
Virus Bakteri Klamidia
Klinis k

Gatal Minimal Minimal Minimal Hebat

Hyperemi
++ +++ ++ +
a

Minim
Berair Banyak Sedang Sedang
al

20
Banyak
Minimal, (purulen, Minim
Eksudasi Banyak
cair mukopurul al
en)

Adenopat Hanya
i sering pada Tidak
Sering jarang
preauriku konjungtivi ada
lar tis inklusi

PMN, sel
Swab
PMN, plasma, Eosino
pada Monosit
bakteri badan fil
eksudat
inklusi

Tidak
Tidak
Demam ada/mini Tidak ada Tidak ada
ada
mal

2.10 Penatalaksanaan
Konjungtivitis hemoragik akut biasanya akan sembuh dengan sendirinya, sehingga
pengobatannya hanya bersifat simptomatik yaitu dengan pemberian kompres hangat,
air mata artifisial atau antihistamin topikal bermanfaat untuk meredakan gejala.
Pemberian antibiotik dapat dipertimbangkan jika konjungtivitis tidak sembuh setelah
10 hari dan diduga terdapat superinfeksi bakteri.3
Penggunaan deksametason 0,1% topikal membantu mengurangi peradangan
konjungtiva, sementara steroid dikontraindikasikan dan antibiotik tidak diperlukan
kecuali adanya superinfeksi bakteri. Sebuah penelitian mengatakan bahwa pengobatan
dengan antivirus penghambat RNA dapat menurunkan replikasi virus sehingga akan
menghambat perjalanan penyakit.3

2. Konjungtivitis Virus Menahun

a). Blefarokonjungtivitis Molluscum Contagiosum

Sebuah nodul molluscum pada tepian atau kulit palpebra dan alis mata dapat
menimbulkan konjungtivitis folikuler menahun unilateral, keratitis superior, dan
pannus superior, dan mungkin menyerupai trachoma. Reaksi radang yang
mononuclear (berbeda dengan reaksi pada trachoma), dengan lesi bulat, berombak,

21
putih mutiara, non-radang dengan bagian pusat, adalah khas molluscum
kontagiosum. Biopsy menampakkan inklusi sitoplasma eosinofilik, yang memenuhi
seluruh sitoplasma sel yang membesar, mendesak inti ke satu sisi.3

Eksisi, insisi sederhana nodul yang memungkinkan darah tepi memasukinya, atau
krioterapi akan menyembuhkan konjungtivitisnya.

b). Blefarokonjungtivitis Varicella-Zoster

Tanda dan gejala

Hyperemia dan konjungtivitis infiltrate disertai dengan erupsi vesikuler khas


sepanjang penyebaran dermatom nervus trigeminus cabang oftalmika adalah khas
herpes zoster. Konjungtivitisnya biasanya papiler, namun pernah ditemukan folikel,
pseudomembran, dan vesikel temporer, yang kemudian berulserasi. Limfonodus
preaurikuler yang nyeri tekan terdapat pada awal penyakit. parut pada palpebra,
entropion, dan bulu mata salah arah adalah sekuele. 1

Laboratorium

Pada zoster maupun varicella, kerokan dari vesikel palpebra mengandung sel
raksasa dan banyak leukosit polimorfonuklear; kerokan konjungtiva pada varicella
dan zoster mengandung sel raksasa dan monosit. Virus dapat diperoleh dari biakan
jaringan sel – sel embrio manusia. 1

Terapi

Acyclovir oral dosis tinggi (800 mg oral lima kali sehari selama 10 hari), jika
diberi pada awal perjalanan penyakit, agaknya akan mengurangi dan menghambat
penyakit. 1

c). Keratokonjungtivitis Morbilli

Tanda dan gejala

Pada awal penyakit, konjungtiva tampak mirip kaca yang aneh, yang dalam
beberapa hari diikuti pembengkakan lipatan semiluner. Beberapa hari sebelum

22
erupsi kulit, timbul konjungtivitis eksudatif dengan secret mukopurulen, dan saat
muncul erupsi kulit, timbul bercak-bercak Koplik pada konjungtiva dan kadang-
kadang pada carunculus. 1,3

Pada pasien imunokompeten, keratokonjungtivitis campak hanya meninggalkan


sedikit atau sama sekali tanpa sekuel, namun pada pasien kurang gizi atau
imunokompeten, penyakit mata ini seringkali disertai infeksi HSV atau infeksi
bacterial sekunder oleh S pneumonia, H influenza, dan organism lain. Agen ini
dapat menimbulkan konjungtivitis purulen yang disertai ulserasi kornea dan
penurunan penglihatan yang berat. Infeksi herpes dapat menimbulkan ulserasi
kornea berat dengan perforasi dan kehilangan penglihatan pada anak-anak kurang
gizi di Negara berkembang. 1,3

Kerokan konjungtivitis menunjukkan reaksi sel mononuclear, kecuali jika ada


pseudomembran atau infeksi sekunder. Sedian terpulas giemsa mengandung sel-
sel raksasa. Karena tidak ada terapi spesifik, hanya tindakan penunjang saja yang
dilakukan, kecuali jika ada infeksi sekunder. 1

 Konjungtivitis klamidia Trakoma

Etiologi
Chlamydia trachomatis serotipe A,B,Ba, atau C. 2Infeksi ini menyebar melalui
kontak langsung dengan sekret kotoran mata penderita trakoma atau melalui alat-
alat kebutuhan sehari-hari seperti handuk, alat-alat kecantikan dan lain-lain.
Penyakit ini sangat menular dan biasanya menyerang kedua mata.

23
Gambar 9. etiologi dan patofisiologi dari trakoma
Dikutip dari http://cartercenter.org/images/BLINDch_web.gif

Gejala dan tanda


Awalnya merupakan konjungtivitis folikular kronik pada masa kanak-kanak yang
berprogresi menjadi konjungtival scarring. Pada kasus berat, bulu mata yang bengkok
ke arah dalam timbul pada awal masa dewasa sebagai hasil dari konungtival scarring.
Abrasi yang ditimbulkan oleh bulu mata tersebut dan defek pada tear film akan
mengakibatkan scarring pada kornea, biasanya setelah umur tiga puluh tahun. 2
Periode inkubasinya rata-rata tujuh hari tetapi bervariasi dari lima sampai empat
belas hari. Pada anak kecil, onsetnya tidak jelan dan penyakit dapat sembuh dengan
komplikasi minimal atau tidak ada komplikasi sama sekali. Pada dewasa, onsetnya
sering subakut atau akut, dan komplikasi dapat timbul kemudian. Pada onset, trakoma
sering mirip dengan konjungtivitis bakterial lainnya, tanda dan gejala biasanya terdiri
dari produksi air mata berlebih, fotofobia, nyeri, eksudasi, edema pada kelopak mata,
chemosis pada konjungtiva bulbar, hiperemia, hipertrofi papiler, folikel tarsal dan
limbal, keratitis superios, formasi pannus, dan tonjolan kecil dan nyeri dari nodus
preaurikular. 2
Pada trakoma yang sudah benar-benar matang, juga mungkin terdapat keratitis
epitelial superior, keratitis subepitelial, pannus, atau folikel limbal superior, dan
akhirnya terbentuk peninggalan sikatrikal yang patognomonik dari folikel tersebut,
yang dikenal dengan nama Herbert’s pits dengan bentuk depresi kecil dari jaringan
ikat pada partemuan limbokorneal ditutupi oleh epitel. Pannus yang terkait adalah

24
membran fibrovaskular naik dari limbus, dengan lengkung vaskular memanjang ke
kornea. Semua tanda dari trakoma lebih parah pada konjungtiva dan kornea superior
dibandingkan dengan bagian inferior. 2

Gambar 10. Herbert’s pits pada trachoma


Dikutip dari http://webeye.ophth.uiowa.edu/eyeforum/atlas/thumbnails/Herberts-pits-enhanced-through-
being-pigmented.jpg

Untuk menegakkan keadaan endemik trakoma pada keluarga atau sebuah


komunitas, sejumlah anak harus mempunyai minimal dua dari tanda berikut: 2
1. Lima atau lebih folikel pada garis konjungtiva tarsal datar kelopak mata
atas.
2. Konjungtival scarring yang khas pada konjungtiva tarsal atas.
3. Folikel limbal atau sekuelnya(Herbert’s pits).
4. Ekstensi atau perpanjangan pembuluh darah ke arah kornea, paling
sering tampak pada limbus superior.
Ketika beberapa individu akan memenuhi kriteria ini, secara luas distribusi tanda
ini pada keluarga individu dan komunitas tersebut diidentifikasi dengan trakoma. 2

Klasifikasi trakoma
Untuk tujuan kontrol, WHO pada tahun 1987 telah mengembangkan metode
ringkas untuk menggambarkan penyakit Trakoma. Klasifikasi FISTO tersebut adalah:
2

- TF: Five or more follicles on the upper tarsal conjunctiva(Lima atau lebih
folikel pada konjungtiva tarsal atas dengan ukuran tiap-tiap diameter folikel
>0,5mm atau lebih). 2,11

25
- TI: Diffuse infiltration and papillary hypertrophy of the upper tarsal
conjunctiva obscuring at least 50% of the normal deep vessels(Infiltrasi dan
hipertrofi papiler yang difus pada konjungtiva tarsal atas memenuhi
setidaknya 50% pembuluh darah normal dalam). 2,11

- TS: Trachomatous conjunctival scarring(Scarring tarsal konjungtiva


mudah terlihat sebagai garis putih atau lembaran putih). 2,11
- TT: Trichiasis or entropion(Trikiasis atau enteropion ditegakkan apabila
setidaknya satu bulu mata menggosok bola mata). 2,11
- CO: Corneal opacity(Opasitas kornea ditegakkan apabila terjadi opasitas
yang terlihat pada pupil, biasanya menurunkan tajam pengelihatan sampai
kurang dari 6/18). 2,11

Gambar 11. stadium trakoma


Dikutip dari http://www.pyroenergen.com/articles/images/trachoma3.jpeg

26
Gambar 12. pembagian stadium trakoma menurut WHO
Dikutip dari http://www.who.int/blindness/publications/trachoma_english1.jpg

Diagnosa
Inklusi klamidia dapat diketemukan pada kerokan konjungtiva yang diwarnai
dengan pengecatan giemsa, tetapi tidak selalu ditemuka. Inklusi muncul pada
preparasi Giemsa sebagai massa sitoplasma berwarna ungu gelap atau biru yang
tampak seperti topi yang menutupi nukleus dari sel epitel. Pengecatan antibodi
fluoresensi dan tres immunoassay enzim tersedia secara komersil dan sering dipakai
secara luas pada laboratorium klinis. Tes-tes tersebut dan tes baru lainnya termasuk
PCR, telah menggantikan pengecatan giemsa pada smear konjungtiva dan isolasi agen
klamidia pada kultur sel. 2

Komplikasi
Jaringan parut pada konjungtiva merupakan komplikasi yang sering timbul dan
dapat menghancurkan glandula lakrimalis dan meng-obliterasi duktula glandula
lakrimalis. Keadaan tersebut dapat mengurangi secara drastis komponen akueus pada
tear film prekorneal, dan komponen mukus film mungkin tereduksi oleh karena
hilangnya sel goblet. Jaringan parut juga dapat menyebabkan distorsi kelopak mata
atas dengan deviasi dari bulu mata ke arah dalam(trikiasis) atau keseluruhan pinggiran

27
kelopak mata(enteropion), jadi bulu mata secara kontan mengabrasi kornea. Hal ini
sering menyebabkan ulserasi kornea, infeksi bakteri korneal, dan jaringan parut
kornea. 2

Terapi
Perkembangan klinis yang mencenggangkan dapat diperoleh dengan
memberikan tetrasiklin, 1-1,5g per hari secara oral terbagi dalam empat dosis untuk
tiga sampai empat minggu; doksisiklin, 100mg secara oral dua kali sehari selama tiga
minggu; atau eritromisin, 1g per hari dalam empat dosis terbagi untuk tiga sampai
empat minggu. Sistemik tetrasiklin tidak boleh diberikan pada anak berumur di bawah
tujuh tahun atau pada wanita hamil, karena tetrasiklin mengikat kalsium sehingga
mempengaruhi pertumbuhan gigi dan tulang serta dapat mengakibatkan kelainan
kongenital berupa perubahan warna gigi dan skeletal(contoh, klavikula) menjadi
warna kuning permanen. Studi terakhir pada negara berkembang telah menunjukkan
azitromisin merupakan terapi yang efektif untuk trakoma, diberikan oral 1g pada
anak-anak. Karena efek samping yang minimal dan kemudahan pemberian, antibiotik
makrolid ini telahmenjadi obat pilihan untuk kampanye terapi masal. 2
Ointment topikal atau tetes mata, termasuk preparat sulfonamid, tetrasiklin,
eritromisin, dan rifampisin, digunakan empat kali sehari selama enam minggu ternyata
mempunyai efektivitas yang sama kuat. 2
Dari pertama kali terapi diberikan, efek maksimum biasanya tidak dapat diapai
untuk sepuluh samapai 12 minggu. Persistensi folikel pada tarsal atas untuk beberapa
minggu setelah pemberian terapi tidak seharusnya menjadi pertanda kegagalan proses
terapi. 2
Koreksi pembedahan pada bulu mata yang masuk ke dalam esensial untuk
mencegah pembentukan jaringan parut dari trakoma lanjut pada negara berkembang.2

Perjalanan penyakit
Jika dibiarkan, kelainan ini berjalan melewati empat tipe(McCallan, 1908): 2

28
Stadium Nama Gejala

Stadium I Trakoma insipien Folikel imatur,

hipertrofi papilar

minimal

Stadium II Trakoma Folikel matur pada

dataran tarsal atas

Stadium IIA Dengan Hipertrofi Keratitis, Folikel

folikular yang menonjol limbal

Stadium IIB Dengan Hipertrofi Aktivitas kuat dengan

papilar yang menonjol folikel matur

tertimbun dibawah

hipertrofi papilar yang

hebat

Stadium III Trakoma memarut Parut pada konjungtiva

(sikatrik) tarsal atas, permulaan

trikiasis, entropion

Stadium IV Trakoma sembuh Tak aktif, tak ada

hipertrofi papilar atau

folikular, parut dalam

bermacam derajat

variasi

Gambar 13. stadium perjalanan penyakit pada trakoma

2.4.6 Konjungtivitis Imunologik (Alergik):


 Reaksi Hipersensitivitas Humoral Langsung
a. Konjungtivitis Demam Jerami (Hay Fever)

29
Tanda dan gejala
Radang konjungtivitis non-spesifik ringan umumnya menyertai demam jerami
(rhinitis alergika). Bianya ada riwayat alergi terhadap tepung sari, rumput, bulu hewan,
dan lainnya. Pasien mengeluh tentang gatal-gatal, berair mata, mata merah, dan sering
mengatakan bahwa matanya seakan-akan “tenggelam dalam jaringan sekitarnya”.
Terdapat sedikit penambahan pembuluh pada palpebra dan konjungtiva bulbi, dan
selama serangan akut sering terdapat kemosis berat (yang menjadi sebab
“tenggelamnya” tadi). Mungkin terdapat sedikit tahi mata, khususnya jika pasien telah
mengucek matanya.
Laboratorium
Sulit ditemukan eosinofil dalam kerokan konjungtiva
Terapi
Meneteskan vasokonstriktor local pada tahap akut (epineprin, larutan 1:1000 yang
diberikan secara topical, akan menghilangkan kemosis dan gejalanya dalam 30 menit).
Kompres dingin membantu mengatasi gatal-gatal dan antihistamin hanya sedikit
manfaatnya. Respon langsung terhadap pengobatan cukup baik, namun sering kambuh
kecuali anti-gennya dapat dihilangkan.
b. Konjungtivitis Vernalis
Definisi
Penyakit ini, juga dikenal sebagai “catarrh musim semi” dan “konjungtivitis
musiman” atau “konjungtivitis musim kemarau”, adalah penyakit alergi bilateral yang
jarang.1,3 Penyakit ini lebih jarang di daerah beriklim sedang daripada di daerah dingin.
Penyakit ini hamper selalu lebih parah selama musim semi, musim panas dan musim
gugur daripada musim gugur.
Insiden
Biasanya mulai dalam tahun-tahun prapubertas dan berlangsung 5 – 10 tahun.
Penyakit ini lebih banyak pada anak laki-laki daripada perempuan. 5
Tanda dan gejala
Pasien mengeluh gatal-gatal yang sangat dan bertahi mata berserat-serat.
Biasanya terdapat riwayat keluarga alergi (demam jerami, eczema, dan lainnya).
Konjungtiva tampak putih seperti susu, dan terdapat banyak papilla halus di
konjungtiva tarsalis inferior. Konjungtiva palpebra superior sering memiliki papilla
raksasa mirip batu kali. Setiap papilla raksasa berbentuk polygonal, dengan atap rata,
dan mengandung berkas kapiler. 1,2,3

30
Laboratorium

Pada eksudat konjungtiva yang dipulas dengan Giemsa terdapat banyak


eosinofil dan granula eosinofilik bebas. 1
Terapi
Penyakit ini sembuh sendiri tetapi medikasi yang dipakai terhadap gejala hanya
member hasil jangka pendek, berbahaya jika dipakai untuk jangka panjang. steroid
sisremik, yang mengurangi rasa gatal, hanya sedikit mempengharuhi penyakit kornea
ini, dan efek sampingnya (glaucoma, katarak, dan komplikasi lain) dapat sangat
merugikan.
Crmolyn topical adalah agen profilaktik yang baik untuk kasus sedang sampai
berat. Vasokonstriktor, kompres dingin dan kompres es ada manfaatnya, dan tidur di
tempat ber AC sangat menyamankan pasien. Agaknya yang paling baik adalah pindah
ke tempat beriklim sejuk dan lembab. Pasien yang melakukan ini sangat tertolong
bahkan dapat sembuh total. 1,3
c. Konjungtivitis Atopik
Tanda dan gejala
Sensasi terbakar, bertahi mata berlendir, merah, dan fotofobia. Tepian palpebra
eritemosa, dan konjungtiva tampak putih seperti susu. Terdapat papilla halus, namun
papilla raksasa tidak berkembang seperti pada keratokonjungtivitis vernal, dan lebih
sering terdapat di tarsus inferior. Berbeda dengan papilla raksasa pada
keratokonjungtivitis vernal, yang terdapat di tarsus superior. Tanda-tanda kornea yang
berat muncul pada perjalanan lanjut penyakit setelah eksaserbasi konjungtivitis terjadi
berulangkali. Timbul keratitis perifer superficial yang diikuti dengan vaskularisasi.
Pada kasus berat, seluruh kornea tampak kabur dan bervaskularisasi, dan ketajaman
penglihatan. 1,3
Biasanya ada riwayat alergi (demam jerami, asma, atau eczema) pada pasien
atau keluarganya. Kebanyakan pasien pernah menderita dermatitis atopic sejak bayi.
Parut pada lipatan-lipatan fleksura lipat siku dan pergelangan tangan dan lutut sering
ditemukan. Seperti dermatitisnya, keratokonjungtivitis atopic berlangsung berlarut-
larut dan sering mengalami eksaserbasi dan remisi. Seperti keratokonjungtivitis vernal,
penyakit ini cenderung kurang aktif bila pasien telah berusia 50 tahun.
Laboratorium

31
Kerokan konjungtiva menampakkan eosinofil, meski tidak sebanyak yang
terlihat sebanyak pada keratokonjungtivitis vernal. 1
Terapi
Antihistamin oral termasuk terfenadine (60-120 mg 2x sehari), astemizole (10 mg
empat kali sehari), atau hydroxyzine (50 mg waktu tidur, dinaikkan sampai 200 mg)
ternyata bermanfaat. Obat-obat antiradang non-steroid yang lebih baru, seperti
ketorolac dan iodoxamid, ternyata dapat mengatasi gejala pada pasien-pasien ini. Pada
kasus berat, plasmaferesis merupakan terapi tambahan. Pada kasus lanjut dengan
komplikasi kornea berat, mungkin diperlukan transplantasi kornea untuk
mengembalikan ketajaman penglihatannya. 1,3
 Reaksi Hipersensitivitas Tipe Lambat
Phlyctenulosis
Definisi
Keratokonjungtivitis phlcytenularis adalah respon hipersensitivitas lambat
terhadap protein mikroba, termasuk protein dari basil tuberkel, Staphylococcus spp,
Candida albicans, Coccidioides immitis, Haemophilus aegyptus, dan Chlamydia
trachomatis serotype L1, L2, dan L3. 1
Tanda dan Gejala
Phlyctenule konjungtiva mulai berupa lesi kecil yang keras, merah, menimbul,
dan dikelilingi zona hyperemia. Di limbus sering berbentuk segitiga, dengan apeks
mengarah ke kornea. Di sini terbentuk pusat putih kelabu, yang segera menjadi ulkus
dan mereda dalam 10-12 hari. Phlyctenule pertama pada pasien dan pada kebanyakan
kasus kambuh terjadi di limbus, namun ada juga yang di kornea, bulbus, dan sangat
jarang di tarsus. 1
Phlyctenule konjungtiva biasanya hanya menimbulkan iritasi dan air mata,
namun phlyctenule kornea dan limbus umumnya disertai fotofobia hebat.
Phlyctenulosis sering dipicu oleh blefaritis aktif, konjungtivitis bacterial akut, dan
defisiensi diet.
Terapi
Phlyctenulosis yang diinduksi oleh tuberkuloprotein dan protein dari infeksi
sistemik lain berespon secara dramatis terhadap kortikosteroid topical. Terjadi reduksi
sebagian besar gejala dalam 24 jam dan lesi hilang dalam 24 jam berikutnya.
Antibiotika topical hendaknya ditambahkan untuk blefarikonjungtivitis stafilokokus
aktif. Pengobatan hendaknya ditujukan terhadap penyakit penyebab, dan steroid bila
32
efektif, hendaknya hanya dipakai untuk mengatasi gejala akut dan parut kornea yang
menetap. Parut kornea berat mungkin memerlukan tranplantasi. 1

2.4.7 Konjungtivitis Akibat Penyakit Autoimun:


 Keratokonjungtivitis Sicca
Berkaitan dgn. Sindrom Sjorgen (trias: keratokonj. sika, xerostomia, artritis).
Gejala:
- khas: hiperemia konjungtivitis bulbi dan gejala iritasi yang tidak sebanding dengan
tanda-tanda radang.
- Dimulai dengan konjungtivitis kataralis
- Pada pagi hari tidak ada atau hampir tidak ada rasa sakit, tetapi menjelang siang atau
malam hari rasa sakit semakin hebat.
- Lapisan air mata berkurang (uji Schirmer: abnormal)
- Pewarnaan Rose bengal Ù uji diagnostik.
Pengobatan:
- air mata buatan Ù vitamin A topikal
- obliterasi pungta lakrimal.

2.4.8 Konjungtivitis Kimia atau Iritatif:


 Konjungtivitis Iatrogenik Pemberian Obat Topikal
Konjungtivitis folikular toksik atau konjungtivitis non-spesifik infiltrate, yang
diikuti pembentukan parut, sering kali terjadi akibat pemberian lama dipivefrin,
miotika, idoxuridine, neomycin, dan obat-obat lain yang disiapkan dalam
bahanpengawet atau vehikel toksik atau yang menimbulakan iritasi. Perak nitrat yang
diteteskan ke dalam saccus conjingtiva saat lahir sering menjadi penyebab
konjungtivitis kimia ringan. Jika produksi air mata berkurang akibat iritasi yang
kontinyu, konjungtiva kemudian akan cedera karena tidak ada pengenceran terhadap
agen yang merusak saat diteteskan kedalam saccus conjungtivae.
Kerokan konjungtiva sering mengandung sel-sel epitel berkeratin, beberapa
neutrofil polimorfonuklear, dan sesekali ada sel berbentuk aneh. Pengobatan terdiri
atas menghentikan agen penyebab dan memakai tetesan yang lembut atau lunak, atau
sama sekali tanpa tetesan. Sering reaksi konjungtiva menetap sampai berminggu-
minggu atau berbulan-bulan lamanya setelah penyebabnya dihilangkan.

33
2.4.9 Konjungtivitis Pekerjaan oleh Bahan Kimia dan Iritans

Asam, alkali, asap, angin, dan hamper setiap substansi iritan yang masuk ke
saccus conjungtiva dapat menimbulkan konjungtivitis. Beberapa iritan umum adalah
pupuk, sabun, deodorant, spray rambut, tembakau, bahan-bahan make-up, dan berbagai
asam dan alkali. Di daerah tertentu,asbut (campuran asap dan kabut) menjadi penyebab
utama konjungtivitis kimia ringan. Iritan spesifik dalam asbut belum dapat ditetapkan
secara positif, dan pengobatannya non-spesifik. Tidak ada efek pada mata yang
permanen, namun mata yang terkena seringkali merah dan terasa mengganggu secara
menahun. 1

Pada luka karena asam, asam itu mengubah sifat protein jaringan dan efek
langsung. Alkali tidak mengubah sifat protein dan cenderung cepat menyusup kedalam
jaringan dan menetap di dalam jaringan konjungtiva. Disini mereka terus menerus
merusak selama berjam-jam atau berhari-hari lamanya, tergantung konsentrasi molar
alkali tersebut dan jumlah yang masuk. Perlekatan antara konjungtiva bulbi dan
palpebra dan leokoma kornea lebih besar kemungkinan terjadi jika agen penyebabnya
adalah alkali. Pada kejadian manapun, gejala utama luka bahan kimia adalah sakit,
pelebaran pembuluh darah, fotofobia, dan blefarospasme. Riwayat kejadian pemicu
biasanya dapat diungkapkan.

Pembilasan segera dan menyeluruh saccus conjungtivae dengan air atau larutan
garam sangat penting, dan setiap materi padat harus disingkirkan secara mekanik.
Jangan memakai antidotum kimiawi. Tindakan simtomatik umum adalah kompres
dingin selama 20 menit setiap jam, teteskan atropine 1% dua kali sehari, dan beri
analgetika sistemik bila perlu. Konjungtivitis bacterial dapat diobati dengan agen
antibakteri yang cocok. Parut kornea mungkin memerlukan transplantasi kornea, dan
symblepharon mungkin memerlukan bedah plastic terhadap konjungtiva. Luka bakar
berat pada kojungtiva dan kornea prognosisnya buruk meskipun dibedah. Namun jika
pengobatan memadai dimulai segera, parut yang terbentuk akan minim dan
prognosisnya lebih baik.

34
BAB III
ANALISA KASUS

Analisa kasus berdasarkan perbandingan antara kasus pasien ny. AN dan teori yang
sudah di paparkan dengan membandingkan aspek aspek seperti definisi dari penyakit, gejala
yang dialami pasien ny. AN, pemeriksaan penunjang yang dilakukan dan tatalaksana yang di
terapkan kepada pasien ny. AN.
Berdasarkan defisini, Konjungtivitis hemoragik akut adalah proses inflamasi di
konjungtiva yang disertai perdarahan konjungtiva multipel, konjungtiva hiperemis, dan
hiperplasia folikular ringan sedangkan pada kasus px ny. An konjungtiva ODS pasien terlihat
adanya perdarahan dan hiperemis. Berdasarkan gejala, kasus perdarahan akut konjungtivitisi
terdapat gejala-gejala seperti hiperemia, mata berair, eksudasi, kemosis, folikel konjungtiva,
pembengkakan limfonodus. Sedangkan pada pasien ny. AN kedua mata pasien hiperemis dan
berair. Tidak terdapat eksudasi. Terdapat pembengkakakn pada kelopak OS. Folikel
konjungtiva, dan kemosis, tidak ada. Untuk pemeriksaan penunjang yang seharusnya dilakukan
berdasarkan teori yaitu pemeriksaan slit lamp, hitung leukosit, PCR, dan kultur virus. Pada
kasus ini tidak dikerjakan pemeriksaan penunjang sprt hitung leukosit, PCR, dan kultur virus.
Namun dikerjaakan slit lamp. Aspek yang terakhir di Analisa yaitu tatalaksana, berdasarkan
teori Pada kasus AHC bersifat self limiting disease sehingga dapat sembuh sendiri. Pengobatan
hanya bersifat asimptomatik, air mata artifisial dan pemberian antihistamin. Jika dalam 10 hari
tidak kunjung baik maka pemberian antibiotik disarankan. Pada pasien nn. AN terapi yang
sudah di berikan yaitu Fluorometason 1mg/ml + Neomisin sulfat ,5 mg/ml (C. Polynel) eye
drops, Levofloxacin (C. LFX), HPMC Dexran (C. Eyefresh) sebagai air mata artifisial dan
Paracetamol 3x500 mg untuk terapi simptomatis pasien ny. AN. Diharapkan kasus perdarahan
akut konjungtivitis yang diderita pasien ny. AN dapat sembuh dalam hitungan hari setelah
berobat dan mendapat tatalaksana yang sudah seusai.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Sitompul, Ratna. 2017. Tinjauan Pustaka, Konjungtivitis Viral: Diagnosis dan Terapi
di Pelayanan Kesehatan Primer. Departemen Ilmu Kesehatan Mata FK Universitas
Indonesia- RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
2. Biswell R., Vaughan D.G., Asbury T., 2009, Ophtalmology Umum Ed. 14.
Jakarta. EGC
3. Plechaty , George. Acute Conjunctivitis Hemorrhagic. Update Mar 20, 2015.
Available:http://emedicine.medscape.com/article/1203216 overview#showall
4. Kemenkes RI. 2010. 10 Besar Penyakit Rawat Jalan Tahun 2009. Profil Kesehatan
Indonesia Tahun 2009, diakses 06 Juni 2015, dari http://www.Depkes.go.id.
5. Ilyas S. 2015. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

36

Anda mungkin juga menyukai